• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR ZAKAT UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR ZAKAT UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

187 MOTIVASI MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR ZAKAT UNTUK

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN Erlindawati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Syariah Bengkalis Jalan Poros Sungai Alam - Selat Baru, Bengkalis 28751

Telp. (0766) 21550 Fax. (0766) 700 7134 HP. 0852-7866-7780

Erlindawati3187@gmail.com

ABSTRAKSI

Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh suatu negara dan sangat sulit untuk diselesaikan adalah masalah kemiskinan. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dengan penerapan hukum syara’ sempurna; di antaranya dengan pengumpulan dan pendistribusian zakat sesuai ketentuan yang telah disyariatkan.

Dengan mayoritas beragama Islam yang diyakini masyarakat seharusnya mendorong mereka untuk bersegera membayar zakat, di antaranya zakat harta.

Karena, membayar zakat merupakan salah satu dari konsekwensi keimanan kepada Allah SWT. Realitas ditemukan, masih banyaknya di antara masyarakat yang memiliki kelebihan harta dan dapat dikategorikan sebagai muzakki, namun mereka masih merasa keberatan atau enggan dalam membayar zakat harta.

Motivasi masyarakat dalam membayar zakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor kebutuhan untuk mensucikan harta yang dimiliki yang mengandung suatu kemaslahatan berupa keberkahan, faktor dorongan dimana membayar zakat karena menjalankan perintah Allah SWT semata, harta yang dimiliki memenuhi nisab dan haul, dan kepedulian terhadap kondisi fakir miskin. Serta faktor tujuan dimana membayar zakat untuk mencari ridha Allah SWT dan mengharapkan balasan syurga, takut mendapat azab neraka, dan menghilangkan sifat kikir.Dengan adanya pendistribusian zakat yang merata dan tepat sasaran dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarkat. Kesejahteraan masyarakat ini mencangkup, yaitu memiliki cadangan makanan untuk kebutuhan, mampu membeli dan memiliki pakaian yang layak, memiliki rumah, memiliki tabungan pendidikan, memiliki tabungan kesehatan, dan merasa aman dalam menjalani kehidupan Kata Kunci: motivasi, zakat, dan kesejahteraan

(2)

188 A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama yang memadukan segala keseimbangan dalam kehidupan manusia. Hal ini memberikan pijakan dasar dalam menyikapi berbagai persoalan yang dihadapi, di antaranya tentang kebutuhan material. Secara aksiomatik, Islam memandang harta itu sebagai perhiasan kehidupan dunia, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Padahal segala yang kekal lagi saleh itu lebih baik di sisi Tuhanmu karena itu adalah sebaik-baik pahala dan semulia-mulia harapan." (TQS. Al-Kahfi [18]: 6)

Harta pantas dijadikan perhiasan bagi manusia karena dilihat dari definisinya sendiri; harta (لاملا) itu berasal kata لام mengandung makna condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi. Secara istilah harta adalah “segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat”. Selanjutnya menurut ulama bahasa Ibn Manzuur mendefinisikan harta sebagai “sesuatu yang dikenali, dan apa yang kamu miliki dari keseluruhan benda”. Dalam al-Qâmuus al-Muhiit juga dikatakan bahwa harta adalah apa yang kamu miliki dari semua benda.

Sebagai Khalifatullah fi al-ardh, manusia diperintahkan untuk memiliki keseimbangan antara tarikan kebutuhan material dengan kebutuhan spiritual.

Kebutuhan material yang memadai akan mendorong tercapainya ketinggian spiritual. Allah SWT berfirman:

"Dan carilah olehmu segala kebahagiaan yang disediakan tuhanmu untuk kehidupan akhirat dan janglah lupa bagian kehidupanmu di kehidupan dunia.

Dan berbuat baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat rusak di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat rusak". (TQS. al-Qashash [28]: 77)

Di samping itu, kemiskinan material mendapat perhatian dari Islam dengan sepenuhnya. Islam menilai kemiskinan bahwa kemiskinan berdampak dan membahayakan diri, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan suatu kondisi yang dihindari oleh Rasulullah SAW, sehingga beliau berlindung kepada Allah SWT dari kondisi tersebut. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah neraka, dari adzab neraka.

Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari fitnah kekayaan. Dan aku juga berlindung kepad-Mu dari fitnah kemiskinan." (HR. Bukhari)

Karenanya, Islam sangat memerangi kemiskinan dan membebaskan manusia dari segala kekurangan, sehingga setiap manusia bisa menikmati kehidupan yang layak dan bermartabat sesuai dengan kemuliaan manusia itu sendiri. Dalam upaya meraih kemuliaan dan memerangi kemiskinan, Islam memandang bahwa

(3)

189 kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor tidak lancarnya pendistribusian barang jasa (An-Nabhani, 1953: 11).

Agar pendistribusian barang dan jasa lancar dan permasalahan kemiskinan dapat di atas, Islam melakukan dua mekanisme, yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.(Yusanto, 2009: 124). Dari dua mekanisme pendistribusian, di mana zakat merupakan salah bentuk pendistribusian kekayaan kepada masyarakat.

Disyariatkan zakat bukan semata ibadah vertikal, namun memiliki kemaslahatan atau dampak horisontal yang nyata bagi manusia. Karena, dari harta zakat yang dikeluarkan oleh orang-orang kaya melalui mekanisme non-ekonomi bisa tersalurkan kepada mustahik, sehingga mustahik zakat dengan sendirinya bisa menikmati kehidupan yang layak dan mampu memberikan pengabdiannya yang terbaik sebagai hamba Allah SWT maupun anggota masyarakat.

Pengentasan kemiskinan dalam Islam dikenal melalui dua cara. Pertama, anjuran Islam untuk mengeksplorasi kekayaan alam sebagai bentuk terbaik ibadah manusia di muka bumi ini. Sebagai mana firman Allah SWT yang artinya:

"Dia-lah yang telah menjadikan muka bumi ini sebagai sumber kehidupan. Maka menyebarlah kalian ke seluruh pelosoknya, dan makanlah hasil rizkinya serta hanya kepada-Nya-lah kalian akan dikembalikan." (TQS. al-Mulk [67]: 15).

Kedua, perintah Islam untuk pendistribusian hasil kekayaan secara adil. Cara kedua ini hanya terwujud melalui ibadah zakat. Keadilan distributif kekayaan melalui zakat adalah untuk melakukan keseimbangan antara kepemilikan individu (private property) dan kepemilikan umum (collective property). Islam memang mengakomodasi kepemilikan individu, Akan tetapi, kepemilikan atas harta secara pribadi bukanlah bentuk kepemilikan yang bersifat mutlak, sehingga si pemilik bisa mengalokasikan hartanya sesuai dengan selera nafsunya semata. Namun, kepemilikan harta secara pribadi hanyalah bersifat artifisial, karena memiliki keterkaitan dengan sang Pemilik aslinya, yaitu Allah SWT.

Ketika harta itu sepenuhnya milik Allah SWT, maka Ia menyiapkan harta tersebut untuk seluruh hamba-Nya baik yang kaya maupun yang miskin.

Sebagaimana firman-Nya, “Dan orang-orang yang dalam harta-hartanya itu terhadap hak yang nyata bagi peminta dan yang miskin”.(QS al-Maarij 24-25).

Dengan demikian, motivasi membayar zakat adalah memenuhi perintah Allah SWT, bukan karena adanya sikap protes dari kaum fakir-miskin sebagaimana yang terjadi dalam logika penerapan pajak konvensional. Karena hubungan relasional dalam zakat tidak bersifat horizontal, akan tetapi vertikal antara muzakki dengan pemilik hakiki dari harta tersebut, yakni Allah SWT. Jadi, membayar zakat pada esensinya adalah memenuhi hak Allah SWT.

Ibadah zakat memiliki dimensi sosial yang signifikan, yaitu terajutnya tali ikatan sosial di antara umat Islam. Kelas-kelas sosial maupun ekonomi bukan sesuatu yang ditabukan tetapi justru dirajut dalam ikatan takaful ijtimai yang kuat,

(4)

190 sehingga bisa menciptakan kebahagiaan dan ketentraman dalam menjalani kehidupan.

Di sisi lain, kerakusan dan ketamakan terhadap harta sebagaimana dalam tradis kapitalisme dengan sendirinya akan terkikis habis dengan ibadah zakat.

Oleh karena itu, pelaksanaan zakat sesuai perintah yang disyariatkan oleh Allah SWT merupakan upaya pemerataan sosial sebagaimana dalam pandangan sosialisme dan komunisme yang menghapus kepemilikan pribadi secara mutlak.

Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh suatu negara dan sangat sulit untuk diselesaikan adalah masalah kemiskinan. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dengan penerapan hukum syara‟ sempurna; di antaranya dengan pengumpulan dan pendistribusian zakat sesuai ketentuan yang telah disyariatkan.

Dengan mayoritas beragama Islam yang diyakini masyarakat seharusnya mendorong mereka untuk bersegera membayar zakat, di antaranya zakat harta.

Karena, membayar zakat merupakan salah satu dari konsekwensi keimanan kepada Allah SWT. Realitas ditemukan, masih banyaknya di antara masyarakat yang memiliki kelebihan harta dan dapat dikategorikan sebagai muzakki, namun mereka masih merasa keberatan atau enggan dalam membayar zakat harta.

Sikap tersebut, tentunya member pengaruh dan dampak terhadap tingkat perekonomian dan kesejahteraannya yang dimiliki. Karena, zakat harta yang didistribusikan oleh muzakki, yang pendistribusiannya merupakan suatu bentuk keterikatan terhadap ketentuan yang disyariatkan, maka dari pendistribusiannya memperoleh kemaslahatan, di antaranya sebagai sarana dalam pengentasan kemiskinan. Realitas yang ditemukan, di mana dari pendistribusian tersebut yang dilakukan belum diperoleh kemaslahatan yang dimaksud, yakni mampun menjadi solusi dari kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat.

Dengan demikian, dari permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian ilmiah dengan judul “Motivasi Masyarakat dalam Membayar Zakat untuk Meningkatkan Kesejahteraan”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan dalam latar belakang, maka disusun-lah rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana tingkat motivasi masyarakat dalam membayar zakat harta?

2. Bagaimana pengaruh pendistribusian zakat harta terhadap tingkat kesejahteraan bagi masyarakat?

3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui tingkat motivasi masyarakat dalam membayar zakat harta.

(5)

191 2. Untuk mengetahui pengaruh pendistribusian zakat terhadap tingkat

kesejahteraan masyarakat.

3.

B. ANALISA DAN PEMBAHASAN 1. Zakat

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Zakat berarti “tumbuh dan bertambah”.Zakat juga bisa berarti “berkah, bersih, suci, subur dan berkambang maju”. Sebagai seorang muslim diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat”.(

TQS. An Nur [24]: 56).

Dalam ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa orang yang mentaati perintah Allah SWT khususnya dalam menunaikan zakat niscaya Allah SWT akan memberikan rahmat kepada kita dan kita akan dikembalikan kepada kesucian (fitrah) seperti bayi yang baru dilahirkan yang diibaratkan bagaikan kertas putih yang belum ada coretan-coretan sama sekali.

Secara syar‟i zakat merupakan kadar harta tertentu untuk diberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan syar‟i, yang di dalam Islam juga disebut dengan istilah ةقدص dan قافنإ. Dalam islam zakat memiliki banyak peran, yaitu:

a. Ia dalah sarana pembersih jiwa. Menurut bahasa zakat adalah suci, maka seseorang yang berzakat pada hakikatnya untuk mensucikan diri (TQS. At Taubah [9]: 103)

b. Ia merupakan realisasi kepedulian sosial. Zakat merupakan wujud dari kepedulian masyarakat Islam terhadap sesama muslim yaitu” takaful dan tadhomun” (rasa sepenanggungan). (TQS. At-Taubah [9]: 71)

c. Sebagai sarana untuk meraih pertolongan Allah SWT. Allah SWT hanya akan memberikan pertolongan-nya kepada hamba-nya yang mematuhi ajaran-nya, dan diantara ajaran Allah SWT adalah berzakat. ( TQS. Al-Hajj: 39-40)

d. Merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat harta. (TQS.

Ibrahim: 7)

e. Merupakan satu aksiomatika dalam Islam. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lainnya.

Begitu kokoh kedudukan zakat dalam Islam, sehingga Allah SWT mengancam orang yang tidak mau menunaikan zakat dari sebagian hartanya yang telah mencapai nisbah kepada orang lain dengan ancaman yang keras didunia dan di akhirat.

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti yaitu ةكربلا

„keberkatan‟, al-namaa „pertumbuhan dan pertumbuhan‟, ath-thaharatu

„kesucian‟, dan ash-shalahu „keberesan‟. Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. (Hafidhudin, 2004: 7)

(6)

192 Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian zakat menurut istilah sangat nyata dan erat sekali yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.

Di dalam al-Quran terdapat beberapa kata yang walau-pun mempunyai arti yang berbeda dengan zakat, akan tetapi kadangkala dipergunakan untuk menunjukkan makna zakat yaitu infak, sedekah dan hak.

Selain kata zakat, al-Quran juga menggunakan kata ةقدص untuk mengungkapkan maksud ةكز seperti dalam surat At- Taubah ayat 58, 60 dan 103. Qadhi Abu Bakr bin Arabi mempunyai pendapat yang sangat berharga tentang mengapa zakat dinamakan shadaqah. Kata shadaqah berasal dari kata قدصyang berarti benar dalam hubungan dengan sejalannya perubahan dan ucapan serta keyakinan.

Pengertian zakat memang berubah sesuai dengan perubahan tasrif katanya.

Banyak kata ََقَّدَص dalam berbicara, berarti “benar”, bentuk kata ََقَّدَصَت dalam hal kekayaan berarti “dizakatkan”, dan bentuk kata ََقَدْصأ kepada perempuan, berarti

“membayar mahar” perempuan tersebut. Perubahan tasrif ini dimaksudkan untuk menunjukkan arti tertentu dalam setiap kasus, dan diungkapkannya semua dengan akar kata قدص dimaksudkan untuk menunjukkan perbuatan

“menyedekahkan” itu bahwa orang yang yakin hari kebangkitan ada, negeri akhirat adalah negeri tujuan dan dunia adalah jembatan buat akhirat dan gerbang kejahatan maupun kebaikan, maka orang itu akan bekerja dan mengorbankan apa yang diperolehnya di dunia untuk kepentingan akhirat. Akan tetapi, bila ia tidak yakin, maka ia akan menjadi kikir, memburu dunia dan tidak peduli dengan akhirat. Menurut Mardani (2011: 28), sedekah adalah bukti kebenaran, oleh karena itu Allah SWT menggabungkan kata “memberi” dengan

“membenarkan” dan “ kikir” dengan “dusta”.

2. Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa, dan haji) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan al-Qur‟an, Sunnah, dan ijmak.

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan men,sucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu menentramkan jiwa mereka. Dan Allah maha mendengar dan maha melihat (TQS. At-Taubah [9]: 103)

Dalam salah satu hadits-nya Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Ibn Umar, yaitu:

(7)

193

“Islam dibangun atas lima pondasi; (1) Syahadatain, (2) melaksanakan Shalat, (3) Mengelurkan zakat, (4) haji kebaitullah, (S) puasa ramadhan.” (H.R.

Bukhari dan Muslim)

Imam Syafi‟i dalam al-Umm dituliskan bahwa Allah SWT telah mewajibkan zakat (bagi kaum muslimin) dan haram hukumnya bagi orang- orang yang menahannya (tidak mau mengeluarkannya).Allah SWT mengancam orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah ayat 34, yang artinya:

“Dan orang -orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanluh kepada mereka akan adzab sangat pedih, pada hari emas peruk itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggunmg mereka, lalu khabarkan kepad mereka inilah hartra bendamu yang kamu simpanuntuk dirimu .sendiri, raskanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan. (TQS. At- Taubah [9]: 34)

Selain itu, juga terdapat ijmak sahabat yang memperkuat wajibnya zakat.

Oleh karena itu, zakat adalah kewajiban di antara kewajiban-kewajiban yang sangat penting dalam Islam, siapa yang mengingkari kewajibannya sungguh dia telah keluar dari Islam, dia harus dibunuh karena kekafirannya, adapun orang yang tidak mau mengeluarkannya, tapi dia tidak mengingkarinya sebagai kewajiban, dia telah berdosa tapi dia tidak keluar dari Islam.

Bahkan, Abu Bakar ra., di awal pemerintahanya, memerangi kelompok masyarakat yang tidak mau membayar zakat. Beliau mengatakan, yang artinya:

“Demi Allah, saya akan memerangiorang yang membedakan antara shalat dengan zakat karena sesunnguhnya zakat itu merupakan kewajiban harta. Demi Allah, sekiranya mereka menolak membayarnya zakat seperti apa yang telah lakukan kepada Rasulullah Saw, maka saya akan memerangi mereka.”(HR.

Jama‟ah kecuali Ibn Majah).

Menurut Al-Qardhawi (2009), kewajiban zakat hanya diwajibkan kepada umat Islam yang baligh, berakal, dan merdeka. Allah SWT tidak pernah menuntut kepada selain umat Islam, karena mereka berada di luar agama Islam.Hal ini berdasarkan kepada beberapa landasan, di antaranya riwayat tentang perintah kepada salah seorang sahabat yang hendak berdakwah, Rasulullah SAW menyerukan kepadanya agar memulai dakwahnya dengan tauhid, setelah itu menyeru kepada ajaran Islam yang lainnya.Ini membuktikan bahwa tidak diperbolehkan meminta zakat kepada seseorang yang belum memeluk Islam, yakni orang-orang kafir.

Kemudian beliau mengikuti beberapa perkataan para ulama dengan penjelasan bahwa zakat adalah salah satu dari rukun Islam, maka tidak wajib bagi orang kafir sebagaiman ibadah shalat dan puasa.Sanksi bagi orang yang tidak mau membayar zakat tidak hanya di akhirat berupa azab yang pedih, tetapi juga di dunia.Orang yang tidak mau membayar zakat dapat dikenai hukuman ta’zir (hukuman yang ditentukan oleh qadhi) dan hakim sebagai wakil pemerintah dapat menyita hartanya. Rasulullah SAW pernah bersabda:

(8)

194

“Barangsiapa yang menunaikan (zakat) karena mengharapkan pahala maka baginya pahala itu, tetapi bagi yang menahannya maka kami akan menghukumnya dan menyita separuh unta/hartanya karena zakat merupakan salah satu kewajiban yang ditetapkan Allah, dan keluarga Muhammad Saw tidak berhak atasnya.” (HR. Ahmad, Nasai, dan Abu Dawud)

3. Hikmah Dan Manfaat Zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang sangat besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik) harta yang dikeluarkan zakatnya maupun bagi masyarakat keseluruhan. Menurut Hafiduddin (2004), terdapat hikmah dan manfaat dari zakat, yaitu:

Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103 dan surah Ar- Ruum ayat 39. Dengan bersyukur harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang.

Kedua, zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak.

Zakat bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik terutama fakir miskin yang bersifat komsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.

Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad dijalan Allah SWT yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk terus berusaha dan ber-ikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 273, yang artinya:

’(Berinfaklah) kepada orang-orang kafir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) dimuka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.’

(9)

195 Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi. Sekaligus sarana pengembangan kualitas sumberdaya maupun muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun fisabilillah.

Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemeratan pendapatan.Zakat yang dikelola dengan baik dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemeratan pendapatan, economic with equity.

Kahl menyatakan zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat harta akanselalu beredar. Zakat menurut Ahmad adalah sumber utama kas Negara dan sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan al- Quran. Dengan demikian, zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena menyangkut harta setiap muslim secara praktis saat hartanya telah sampai melewati nisab.

Terakhir, dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha, sehingga memiliki harta kekayaan; di samping dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzzaki. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu membuka lapangan pekerjaan dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan aset-aset oleh umat Islam. Dengan demikian, zakat menurut al-Qaradhawi adalah ibadah maaliyah al-ijtima’iyyah, yaitu ibadah dalam bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting, dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat.

4. Tujuan Zakat Dan Dampaknya Dalam Kehidupan Masyarakat

Zakat adalah salah satu bagian dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dimana aturan jaminan sosial. Islam memperkenalkan aturan ini dalam ruang lingkup yang lebih dalam dan luas yang mencangkup segi kehidupan material dan spiritual seperti jaminan akhlak, pendidikan, jaminan politik, jaminan pertahanan, jaminan pidana, jaminan ekonomi, jaminan kemanusiaan, jaminan kebudayaan dan yang terakhit adalah jaminan sosial. (al-Qardhawi, 2004: 878)

Jaminan sosial adalah aturan yang lebih mencakup dan lebih luas dari zakat karena ia mencangkup berbagai segi kehidupan dan perhubungan kemanusiaan

(10)

196 secara keseluruhan, sedangkan zakat merupakan satu bagian dari berbagai macam bagian ini yang dikenal dengan „Asuransi Sosial‟ dan „Tanggungjawab Sosial‟. Beda antara keduanya adalah bahwa pada asuransi setiap orang mempunyai bagian sesuai dengan modalnyadalam pandangan pengurusnya, ketika ia sudah mulai lemah selamanya atau sementara. Sedangkan dalam tanggung jawab sosial penguasalah yang menentukan ukuran yang bersifat umum tanpa mengikut sertakan masyarakat dalam bagian yang telah ditentukan.

(al-Qardhawi, 2004: 879)

Sesungguhnya zakat dipandang sebagai aturan pertama jaminan sosial yang tidak berpegang pada sedekah sunat individual akan tetapi berpegang pada pertolongan penguasa secara teratur dan tersusun. Pertolongan dimana tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan baik makanan, pakaian, perumahan maupun kebutuhan lainnya, segi pribadi orang itu mampu bagi keluarganya dengan tanpa berlebih-lebihan maupun tanpa penyempitan.

Sesungguhnya zakat telah menutup segala bentuk kebutuhan yang timbul dari kelemahan pribadi atau cacat masyarakat atau sebab sebab lain yang datang yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Zakat adalah jaminan yang mencakup semua asnaf yang membutuhkan, baik kebutuhan yang besifat fisik, jiwa maupun akal.

Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia dan menunjang hidup di akherat adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi.Ini merupakan seperangkat alternatif untuk mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan.Untuk itu perlu dibentuk lembaga-lembaga sosial Islam sebagai upaya untuk menanggulangi masalah sosial tersebut.

Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh Badan Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha.

Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar. ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.

Masalah kemiskinan merupakan salah satu penyebab munculnya permasalahan perekonomian masyarakat.Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang ada dalam masyarakat, karena kemiskinan menimpa sebagian dari

(11)

197 anggota masyarakat yang ada serta membuat meraka lemah dalam menjalankan peran dan partisipasi dalam membangun masyarakat.

Masalah kemiskinan juga termasuk salah satu permasalahan politik. Karena faktor penting yang menjadi konsentrasi dunia perpolitikan adalah masalah perekonomian. Dimana perekonomian adalah salah satu dari tiga permasalahan (kemiskinan, kododohan dan juga penyakit) yang ditanggulangi oleh pemerintah terhadap penyelesaian krisis dalam masyarakat.

Namun demikian, kemiskinan tetap menjadi bagian dari permasalahan kemanusiaan, karena merupakan salah satu masalah manusia bila ditinjau dari sisi kemanusiannya.Manusia merupakan makhluk yang Allah SWT jadikan khalifah di muka bumi dan Allah SWT telah menyediakan baginya semua yang ada di langit dan di bumi.Allah SWT pun melengkapi semua ini dengan nikmat- nikmat-Nya baik secara lahiriyah maupun batiniyah. Namun pada kenyataannya belum mampu memuaskan segala kebutuhan dan mencukupi keinginan manusia, padahal langit tidak pernah pelit untuk selalu memberikan air hujannya, bumi tidak pernah kikir dalam menumbuhkan banyak tumbuhan dipermukaannya, bahkan matahari pun tak pernah bosan untuk memberikan sinarnya.

Islam memandang kemiskinan sebagai suatu hal yang mampu membahayakan akidah, akhlak, kelogisan berfikir, keluarga dan juga masyarakat.Islam pun beranggapan bahwa musibah dan bencana yang harus segera ditanggulangi.Maka Islam mulai mengkonsentrasikan pada pengentasan kemiskinan dengan mencari pemecahannya dari berbagai aspek.Islam mengiinginkan agar setiap manusia mempersiapkan kehidupan terbaiknya.Dengan demikian, manusia pun mampu beribadah kepada Allah SWT dan dapat mensyukuri atas semua nikat yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia.

Menurut Mardahni (2011: 34), fungsi dan tujuan yang paling mendasar dari zakat adalah menanamkan nilai pendidikan (edukatif), keadilan, dan kesejahteraan sehingga diharapkan memecahkan problem kemiskinan, memeratakan keadilan, dan meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara.

Menurut Rahman dalam Mardani (2011: 34), tujuan zakat adalah mempersempit ketimpangan ekonomi dalam masyarakat hingga dibatas yang seminimal mungkin.Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak tumbuh menjadi semakin kaya (dengan mengeksploitasi anggota masyarakat yang miskin) dan yang miskin menjadi semakin miskin.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa zakat merupakan uang yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada yang miskin. Oleh karena itu, tujuannya adalah mendistribusikan harta di masyarakat dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun masyarakat muslim yang tinggal dalam keadaan miskin (melarat).

Dari tujuan di atas tergambar bahwa zakat sebagai salah satu ibadah khusus yang langsung kepada Allah SWT mempunyai dampak yang sangat besar untuk kesejahteraan manusia dalam masyarakat. Allah SWT mewajibkan zakat menjadikannya sebagai pondasi terhadap keberlangsungan Islam di muka bumi

(12)

198 dengan cara mengambil zakat tersebut dari orang-orang yang mampu dan kaya serta mendistribusikannya kepada fakir miskin, demi membantunya dalam menutupi kebutuhan materi.

Lahirnya lembaga zakat secara baik dan benar, kesulitan dan penderitaan fakir miskin akan berkurang. Di samping itu, permasalahan yang terjadi dalam masyarakat seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan para mustahik juga dapat dipecahkan. Dengan adanya pemberian zakat dari para muzakki kepada para mustahik, maka kekeluargaan sesama umat Islam semakin terlihat, sehingga jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin akan berkurang dan diharapkan nantinya akan hilang sama sekali.

Dilihat dari segi sosial, zakat dapat mengembangkan rasa tanggung jawab sosial.Perintah zakat merupakan upaya untuk melaksanakan ajaran Islam.Dalam hal ini, masyarakat memikul tanggung jawab untuk melindungi anggota- anggotanya yang lemah dan memelihara kepentingannya.Masyarakat juga mempunyai tanggung jawab terhadap kaum kafir miskin yang ada di tengah- tengah mereka dan wajib memberi nafkah kaum miskin menurut kemampuannya.Sekurang-kurangnya seseorang wajib menyuruh orang yang mampu untuk membantu orang yang membutuhkan tanpa adanya ikatan atau syarat apapun selain menjalankan kewajiban. Dengan adanya rasa tanggung jawab sosial demikian, maka setiap muslim akan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang masyarakat.

5. Motivasi Masyarakat

Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.Berawal dari kata “motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.Motif menjadi aktif pada saat – saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan / mendesak. (Sardiman, 2003: 73)

Menurut Purwanto, motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Poerwanto, 2002: 73)Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang di tandai oleh timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Hamalik, 1990)

Dari beberapa definisi motivasi tersebut, pada dasarnya mengandung maksud/arti yang sama yaitu bahwa motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan. Yang dimaksud motivasi dalam hal ini adalah motivasi masyarakat, yaitu suatu dorongan atau kemauan masyarakat dalam membayar zakat bentuk dari ketaatan terhadap perintah dan larangan Allah SWT.

Motivasi masyarakat untuk membayar zakat biasa nya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kebutuhan, dorongan dan tujuan.

a. Faktor Kebutuhan

(13)

199 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa banyaknya masyarakat mengeluarkan zakat dengan mengharapkan agar zakat dapat mensucikan harta yang dimiliki. Hal ini selaras dengan pengertian zakat itu sendiri, yang mengandung pengertian “tumbuh dan bertambah, berkah, bersih, suci, subur dan berkambang maju”. (Didin Hafidhudin, 2004: 7)

Kemudian, kebutuhan masyarakat membayar zakat dengan mengharapkan agar harta tersebut menjadi suci dan bersih, senada dengan firman Allah SWT yang artinya:

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu menentramkan jiwa mereka. Dan Allah maha mendengar dan maha melihat.”(TQS. At-Taubah [9]: 103).

Di samping itu, diwajibkan membayar zakat tidak hanya mensucikan harta yang dimiliki, akan tetapi dari kewajiban tersebut mengandung suatu kemaslahatan berupa keberkahan.

Dalam perspektif ekonomi Islam, keberkahan merupakan suatu nilai yang harus ada dalam harta. Karena, keberkahan mengakibatkan harta bertambah baik secara kuantitas maupun dari segi kualitasnya. Harta yang berkah secara kuantitas, yakni harta yang dimiilki bertambah, sementara keberkahan secara kualitas adalah harta yang dimiliki mampu mendorong pemiliknya untuk melakukan kebaikan, seperti timbulnya kesadaran dan kepedulian terhadap kondisi dan kesusahan yang dialami oleh orang lain.

Dengan demikian, timbul dalam dirinya sikap dermawan, seperti berinfak dan bersedekah. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan berkah adalah bertambahnya kebaikan. Sehingg dapat dipahami bahwa motivasi masyarakat membayar zakat mengharapkan agar harta yang dimiliki bertambah.

Di samping itu, bertambahnya harta dari melaksanakan perintah Allah SWT di antara dengan membayar zakat merupakan salah satu bentuk kemaslahatan yang diperoleh. Hal ini sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT sebagaimana terdapat dalam kaidah syara‟, yang artinya: “Dimana diterapkan hukum syara’, pasti ada kemaslahatan” (Kaidah Ushul).

b. Faktor Dorongan

Dalam faktor dorongan ada beberapa alasan mengapa masyarakat mau membayar zakat yaitu membayar zakat dengan dorongan menjalankan perintah Allah SWT semata, harta yang dimiliki memenuhi nisab dan haul, dan kepedulian terhadap kondisi fakir miskin.

Dengan demikian, dipahami juga bahwa motivasi masyarakat membyar zakat tidak hanya semata-mata karena menjalankan perintah Allah SWT, tetapi karena menyadari bahwa harta yang dimiliki sudah memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan di dalam Islam, yakni nisab dan haul.

Nisab yaitu ukuran tertentu yang berlaku pada masing-masing jenis harta.

Sementara memenuhi haul (tahun qamariyah), yaitu dimiliki selama satu tahun, kecuali barang tambang, pertanian, dan barang temuan. Rasulullah Saw bersabda, yang artinya:

(14)

200

“Tidak ada kewajiban zakat pada harta kecuali telah dimiliki selama setahun.” (HR. Abu Dawud)

Di samping itu, motivasi masyarakat membayar zakat karena dorong kepedulian terhadap kondisi fakir miskin.

Kepedulian terhadap kondisi fakir miskin, tidak hanya melihat kondisinya dalam kondisi nyata, akan tetapi karena dari harta yang dimiliki terdapat hak orang lain.

Dalam perspektif ekonomi Islam dijelaskan bahwa pemilik hakiki dari harta hanya Allah SWT, sementara manusia hanya diberi wewenang untuk memanfaatkan dan mengembangkan sesuai ketentuan yang disyariatkan oleh Allah SWT, di antaranya mendistribusikan harta melalui cara zakat.

Menurut Yusanto dan Yunus (2009), zakat merupakan salah bentuk pendistribusian melalui mekanisme non-ekonomi. Dalam hal ini, negara berperan langsung dan pengumpulan dan pendistribusiannya. Hal ini sebagaimana tergambar dalam firman Allah SWT yang artinya:

”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu menentramkan jiwa mereka. Dan Allah maha mendengar dan maha melihat.”(TQS. At-Taubah [9]: 103).

Kata ذخ dalam ayat di atas mengandung makna “ambil”. Dalam hal ini menjelaskan tentang peran negara, yang dapat melakukannya. Karena, Negara dapat memaksa seorang yang mampu dan lalai ketika tidak membayar zakat, bila harta yang dimiliki memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan, sebagaimana tindakan tegas yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar ash- Shidiq ra, di awal pemerintahanya, memerangi kelompok masyarakat yang tidak mau membayar zakat. Karena mereka tergolong mampu dan memenuhi syarat ketentuan wajib mengeluarkan zakat. Dalam kondisi demikian, Khalifah Abu Bakar ash-Shidiq ra mengatakan, yang artinya:

“Demi Allah, saya akan memerangiorang yang membedakan antara shalat dengan zakat karena sesunnguhnya zakat itu merupakan kewajiban harta.

Demi Allah, sekiranya mereka menolak membayarnya zakat seperti apa yang telah lakukan kepada Rasulullah Saw, maka saya akan memerangi mereka.”

(HR. Jama‟ah kecuali Ibn Majah).

Dengan demikian, peran mengumpulkan dan mendistribusikan zakat merupakan peran dan kewajiban yang harus dilakukan Negara, bukan swasta;

atau Negara dapat mendirikan suatu lembaga atau badan yang khusus mengurusi masalah zakat. Namun, Negara tetap melakukan pengawasan dan kontrol terhadap lembaga atau badan tersebut.

c. Faktor Tujuan

Ada beberapa tujuan masyarakat membayar zakat yaitu mencari ridha Allah SWT dan mengharapkan balasan syurga, takut mendapat azab neraka, dan menghilangkan sifat kikir.

Motivasi mengharapkan ridha dan merindukan syurga, merupakan tujuan utama yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam melaksanakan sesuatu.

Mengharapkan ridha Allah SWT merupakan tujuan tertinggi dari setiap tujuan

(15)

201 yang harus dicapai oleh seorang muslim dalam melakukan sesuatu, agar yang dilakukan memperoleh balasan dari Allah SWT.

Dalam kaitannya dengan zakat, di mana zakat merupakan ibadah mahdhah yang memiliki hubungan langsung kepada Allah SWT. Dalam hal ini nilai yang harus ditetapkan dari aktivitas ibadah zakat adalah aspek spiritual (qimah ruhiyyah). Dengan menetapkan nilai spiritual (qimah ruhiyyah) dari ibadah zakat, maka tujuan mengharapkan ridha Allah SWT yang merupakan tujuan tertinggi dan utama dari setiap aktivitas seorang muslim akan dapat diraih.

Dengan diraihnya keridhaan Allah SWT dari ibadah zakat yang dilakukan, secara otomatis akan menghindarkan dari azab Neraka; yang juga merupakan tujuan dari seorang muslim dalam melakukan sesuatu, termasuk tujuan dari membayar zakat.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa motivasi masyarakat membayar zakat dengan tujuan untuk menghindari azab Neraka.

Imam Syafi‟i dalam al-Umm dituliskan bahwa Allah SWT telah mewajibkan zakat (bagi kaum muslimin) dan haram hukumnya bagi orang- orang yang menahannya (tidak mau mengeluarkannya). Allah SWT mengancam orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah ayat 34, yang artinya:

“Dan orang -orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanluh kepada mereka akan adzab sangat pedih, pada hari emas peruk itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggunmg mereka, lalu khabarkan kepad mereka inilah hartra bendamu yang kamu simpanuntuk dirimu .sendiri, raskanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan.

(TQS. At-Taubah [9]: 34)

Di samping tujuan yang harus diraih oleh masyarakat dalam membayar zakat yakni mengharapkan ridha dan menghindari diri dari azab neraka, di mana adanya di antara masyarakat yang membayar zakat bertujuan untuk menghilangkan sifat kikir bagi pemiliknya.

Hal ini sesuai dengan hikmah disyariatkan zakat yang tidak hanya berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. (Hafiduddin, 2004) 6. Tinjauan Umum tentang Kesejahteraan

Kesenjangan ekonomi merupakan salah satu persoalan berat yang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tersebut. Menurut Yusanto (2009: 164), minimal ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan, yaitu faktor ekonomi dan faktor alamiah.

(16)

202 Faktor ekonomi adalah semua kebijakan ekonomi, misalnya alokasi kredit, kesempatan usaha, pemberian izin atau lisensi kepada orang-orang tertentu, dan sebagainya. Sementara faktor alamiah adalah keadaan pada diri manusia, cacat fisik bawa-an, rendahnya ilmu dan keahlian, rendahnya etos kerja dan sebagainya; serta keadaan lingkungan seperti rendahnya potensi sumber daya alam dan sebagainya yang secara tidak langsung bias menimbulkan kesenjangan. (Yusanto, 2009: 164)

Ketika salah satu dari dua faktor tersebut di atas terjadi, maka dapat dipastikan terjadikan kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Kesenjangan ekonomi melahirkan kemiskinan, baik kemiskinan bersifat sistemik maupun kemiskinan bersifat struktural.

Secara etimologis, kemiskinan berasal dari kata ”miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar.

Kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (Nurhadi, 2007: 13).

Lebih lanjut Nurhadi (2007: 13) menyebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (povertyline) atau batas kemiskinan (povertytresshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan secara 2.100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.

Di samping itu, kemiskinan merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan.

Islam sangat memerangi kondisi tersebut. Hal ini sabda Nabi SAW, yang artinya: “Tangan di atas lebih dari pada tangan di bawah” (HR. al-Hadits)

Hadits di atas mengandung qarinah bahwa larang secara umum untuk meminta-minta. Kemudian, sikap suka meminta disebabkan karena ketidak- punyaan akan sesuatu (miskin). Di sisi lain, Nabi SAW sangat menganjurkan menjadi orang sejahtera dan mampu. Karena kondisi demikian akan member peluang dan kesempatan kepada seseorang untuk saling membantu dan berbagi kepada yang lain dan membutuhkan.

Dorongan untuk saling membantu dan berbagi juga disebabkan dorongan spiritual, yakni menyadari bahwa di dalam harta ada hak dan milik orang lain.

Seseorang yang bisa membatu dan berbagi karena mereka memiliki kemampuan dan kelebihan materi, yakni bagi mereka yang memiliki kemakmuran dan kesejahteraan.

Kesejahateraan adalah terpenuhinya berbagai kebutuhan pokok baik kebutuhan, baik kebutuhan akan barang maupun kebutuhan jasa. Menurut Abu A‟al al-Maududi ada beberapa macam kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Dengan demikian, ketika berbagai kebutuhan tersebut dipenuhi, maka seseorang akan berada pada posisi aman; yang akan mengantarkan mereka pada tingkat kesejahteraan.

(17)

203 Menurut al-Maliki (2001), dalam perspektif Islam berbagai kebutuhan tersebut di atas diatur dan diterapkan melalui strategi dalam politik ekonomi Islam yang diemban oleh sebuah Negara, yakni strategi langsung dan strategi tidak langsung. Strategi tidak langsung merupakan strategi yang digunakan Negara dalam mengatasi dan memecahkan persoalan kebutuhan pokok manusia akan barang, yaitu kebutuhan terhadap pangan, sandang dan papan. Sementara strategi langsung merupakan strategi yang digunakan Negara dalam mengatasi dan memecahakan persoalan kebutuhan pokok manusia akan jasa, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan.

7. Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan merupakan suatu kondisi yang diinginkan dan diupayakan oleh setiap orang. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemeratan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemeratan pendapatan, economic with equity.

Menurut Kahl menyatakan zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat harta akan selalu beredar. Zakat menurut Mustaq Ahmad adalah sumber utama kas Negara dan sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan al-Quran.

Dengan demikian, zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena menyangkut harta setiap muslim secara praktis saat hartanya telah sampai melewati nisab.

Di samping itu, dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha, sehingga memiliki harta kekayaan; di samping dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzzaki. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu membuka lapangan pekerjaan dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan aset-aset oleh umat Islam. Dengan demikian, zakat menurut Yusuf al-Qaradhawi adalah ibadah maaliyah al-ijtima’iyyah, yaitu ibadah dalam bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting, dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya pendistribusian zakat yang merata dan tepat sasaran dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarkat. Kesejahteraan masyarakat ini mencangkup, yaitu memiliki cadangan makanan untuk kebutuhan, mampu membeli dan memiliki pakaian yang layak, memiliki rumah, memiliki tabungan pendidikan, memiliki tabungan kesehatan, dan merasa aman dalam menjalani kehidupan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa zakat yang dikeluarkan masyarakat dapat memberi pengaruh terhadap kebutuhan yang dimiliki masyarakat akan memiliki pakaian yang layak. Karena, dengan bantuan zakat mustahik zakat dapat membeli pakaian.

(18)

204 Selain itu zakat yang dikeluarkan masyarakat juga berpengaruh terhadap kebutuhan pokok masyarakat yakni kebutuhan akan rumah, kebutuhan pokok akan barang, di mana zakat juga berpengaruh terhadap kebutuhan masyarakat terhadap jasa dalam hal ini berupa bantuan pendidikan (beasiswa) yang diberiken kepada anak-anak dari fakir miskin yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan, dengan bantuan beasiswa zakat yang dikeluarkan mereka bisa melanjutkan pendidikan dan tidak putus sekolah.

Di samping adanya bantuan pendidikan (beasiswa) yang diberikan kepada mustahik zakat, di mana zakat juga berpengaruh terhadap kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa zakat yang dikeluarkan masyarakat berpengaruh terhadap kebutuhan masyarakat terhadap jasa, berupa bantuan dan fasilitas kesehatan. Dalam hal ini, adanya rumah bersalin gratis yang disediakan bagi muzakki dengan tujuan untuk membantu kebutuhan masyarakat yang tidak mampu terutama fakir dan miskin.

D. Penutup

Dari hasil penulisan tentangMotivasi Masyarakat dalam Membayar Zakat untuk Meningkatkan Kesejahteraan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a) Motivasi masyarakat dalam membayar zakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor kebutuhan dimanadiwajibkan membayar zakat tidak hanya mensucikan harta yang dimiliki, akan tetapi dari kewajiban tersebut mengandung suatu kemaslahatan berupa keberkahan. Faktor dorongan dimana membayar zakatuntuk menjalankan perintah Allah SWT semata, karena harta yang dimiliki memenuhi nisab dan haul, dan adany kepedulian terhadap kondisi fakir miskin. Serta faktor tujuan, dimana masyarakat membayar zakat untuk mencari ridha Allah SWT dan mengharapkan balasan syurga, takut mendapat azab neraka, dan menghilangkan sifat kikir.

b) Dengan adanya pendistribusian zakat yang merata dan tepat sasaran dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarkat. Kesejahteraan masyarakat ini mencangkup, yaitu memiliki cadangan makanan untuk kebutuhan, mampu membeli dan memiliki pakaian yang layak, memiliki rumah, memiliki tabungan pendidikan, memiliki tabungan kesehatan, dan merasa aman dalam menjalani kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA Al-Quran

Arief Mufraini, Muhammad. Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun jaringan, Edisi 1, Cetakan Ke-2, Kencana, Jakarta, 2002 Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002.

(19)

205 Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Islam, Edisi ke-1, Cetakan Ke-1, Rajawali Perss, Jakarta, 2011

Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, Cetakan ke-1, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011

Qardhawi,Yusuf. Hukum Zakat, Cetakan Ke-7, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2004

Qardhawi, Yusuf. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Cetakan Ke-1,Zikrul Hakim, Jakarta, 2005

Referensi

Dokumen terkait

Hasil percobaan menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan bola untuk melewati setiap tanda pada tabung semakin besar atau kecepatannya semakin kecil, jika fluida yang

Penentuan ukuran butiran sedimen dilakukan dengan menggunakan metode pengayakan kering ( dry sieving ). Metode ini digunakan untuk mengetahui ukuran butiran sedimen dan dominansi

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan Numbered Heads Together diduga dapat meningkatkan

Linear video courses, multi-day training programs, full-length books: these all provide the narratives that beginners need to build structural literacy. Such training programs

Kondisi stress kerja terkait dengan suhu dapat dibedakan berdasarkan gangguan tubuh akibat suhu tempat kerja, gangguan suhu pada tubuh manusia terjadi pada kondisi

Keterbastasan pembangunan yang ada di Dusun Sumber Sari ini awal mula terbentuklah Program Siskamling, program Siskamling ini selain untuk meningkatkan keamanan ada juga

yaitu ≥80% dari seluruh aspek yang diamati. Dari hasil tersebut, maka akan dilaksanakan perbaikan pada siklus II. Dimana hal ini termasuk kategori sangat

setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap siswa mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKPD atau pertanyaan yang