PERUBAHAN LINGKUNGAN AIR DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI
LISTRIK DI PLTA CIRATA
Yudi Wahyudiana
Jurusan Teknik Mesin Politeknik TEDC Bandung e-mail :Yudiwahyudiana@ymail.com
Abstrak
Penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak perubahan kondisi lingkungan perairan Waduk Cirata terhadap produksi listrik di PLTA Cirata. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data produksi listrik selama lima tahun pada periode 2009-2013, data kualitas yang diwakili oleh indeks korosifitas air menggunakan metode Langilier index saturation (LSI), dan data kuantitas berupa debit rata-rata per triwulan selama 5 tahun periode 2009-2013. Hubungan antara produksi listrik dengan kondisi lingkungan air dianalisis menggunakan metode regresi linear berganda. Kondisi lingkungan air berpengaruh signifikan terhadap produksi listrik dengan tingkat signifikansi sebesar 99,2%, sedangkan sisanya sebesar 0,8% merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak diteliti. Kuantitas air adalah variabel yang memberikan kontribusi paling dominan terhadap produksi listrik di PLTA Cirata dengan kontribusi yang diberikan sebesar 99,20%, sedangkan 0,01% lainnya dipengaruhi oleh kualitas air. Setiap satu peningkatan atau penurunan indeks korosifitas air (X1) akan menurunkan 0,648 GWh produksi listrik (Y), dan setiap peningkatan satu m3 /det debit air (X2) akan meningkatkan 0,727 GWh produksi listrik (Y).
Kata Kunci: Kualitas air, Kuantitas air, Produksi, Listrik
Abstract
The objective of this research was to analize the effects the changes of Waduk Cirata in the relation to the production of electricity in Hydro Power Plant (PLTA) Waduk Cirata. In this research, two kinds of data were used, i.e primary data: electricity production for five years (2009-2013) and secondary data: water quality represented by water corosivity index determined by Langilier Index Saturation and water quantity represented by average debit per three month for five years (2009-2013). The relationship between electricity production and the condition of water was analyzed by using multiple linier regression method. The relationship between electricity production and water condition showed a mutual relationship at a level of significance of 99,2 %, while the rest was contributed by other variables of 0,8 %. Water quantity is the most dominant variable contributing to the electricity production in Cirata Hydro Power Plant with contribution of 99,2 %, while 0.01 percent was influenced by the quality of water. For every 1 increaed of water corosivity index (X1) will reduce 0,68 GWh of electricity production and for every increase of 1 m3/s debit (X2) will increase 0,727 GWh of electricity production (Y).
Keywords: Water quality, water quantity, production, electricity
Pendahuluan
Waduk Cirata merupakan waduk yang terletak di Jawa Barat, yang berada ditiga wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat
(sebelum pamekaran tahun 2007 masih termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung). Waduk Cirata Mulai dibangun sejak tahun 1984 dan selesai pada tahun 1988, berada di Daerah Aliran Sungai Citarum
dengan tinggi bendungan 125 m, panjang bendungan 453,5 m dengan puncak elevasi air 221 m dpl dengan luas genangan 62 Km2 dan daya tampung 2.165 juta m3 air (Heria, 2009). Seperti waduk lainnya yang berada di Indonesia, Waduk Cirata dibangun oleh pemerintah dikarenakan dalam berbagai hal akan memberikan manfaat. Manfaat terbesar dari pembangunan waduk ini, sebagaimana yang direncanakan oleh pemerintah adalah sebagai pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi listrik wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Manfaat lainnya adalah untuk kepentingan peningkatan taraf sosial-ekonomi masyarakat yang berada di sekitar Waduk melalui berbagai aktifitas, seperti budidaya perikanan terutama perikanan jaring terapung, irigasi pertanian, dan pengembangan pariwisata (BPWC, 2012).
Kapasitas 1008 MW tersebut terdiri atas Cirata I yang memiliki empat unit masing-masing operasi dengan daya terpasang 126 MW yang mulai dioperasikan tahun 1988 dengan daya terpasang 504 MW, selain itu Cirata II juga dengan empat unit masing-masing 126 MW, yang mulai dioperasikan sejak tahun 1997 dengan daya terpasang 504 MW. Cirata I dan II mampu memproduksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh pertahun yang kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV ke sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali). Namun demikian, untuk mencapai kapasitas optimal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ini, sangat bergantung pada kondisi lingkungan air, yaitu ketersediaan sumber daya air baik kualitas maupun kuantitasnya (PT.PJB, 2009). Kuantitas air di dalam waduk yang mencukupi sangat diperlukan untuk mengoperasikan alat-alat produksi seperti turbin, begitupun kualitas air sangat menentukan produksi alat-alat produksi listrik PLTA. Penurunan kualitas air pada tingkat tertentu akan menyebabkan korosi pada peralatan hidromekanikal PLTA sehingga akan menyebabkan umur pakai peralatan hidromekanikal berkurang dan intensitas perbaikan pada peralatan meningkat akibatnya intensitas pemeliharaanpun akan semakin sering dilakukan, hal tersebut menyebabkan waktu kehilangan kesempatan berproduksi juga meningkat (pada saat dilakukan pemeliharaan). Selain itu, tingginya sedimentasi pada waduk akan menurunkan produksi listrik karena sedimentasi sangat berpengaruh terhadap jumlah ketersediaan air dibadan waduk. Semakin tinggi sedimentasi akan menyebabkan semakin
rendahnya volume air dan jumlah debit air untuk memutar turbin akan berkurang. Lebih jauh lagi tingginya sedimentasi akan memperpendek umur pakai waduk dan fungsi PLTA.
Menurut Direktur Produksi PT. Pembangkitan Jawa Bali, Mulyo Adji (2012), akibat tingginya angka sedimentasi, kemungkinan PLTA Cirata hanya akan beroperasi antara 10-15 tahun lagi. Dijelaskan, tingkat sedimentasi rata-rata per tahun mencapai 7,30 juta meter kubik. Angka ini melampaui asumsi desain lebih yang hanya 5,67 juta meter kubik. Dengan demikian, terdapat 2 juta percepatan tingkat sedimentasi.
Kondisi tersebut merupakan rangkaian dari kerusakan yang terjadi di DAS Citarum. Khususnya wilayah hulu yang telah mengalami degradasi kualitas lingkungan yang sangat berat berupa perubahan tata guna lahan dan konversi hutan, fluktuasi debit air tinggi, dan pencemaran air berat (Hasibuan, 2005). Hasil penelitian Adrionita (2011) menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tata guna lahan di DAS Citarum hulu. Sejak tahun 1994 sampai 2005 terjadi peningkatan luas lahan perkebunan sebesar 51.2% dan penurunan hutan sebesar 41.7% dan sawah sebesar 19.9%.
Selain itu, berbagai kegiatan yang berlangsung di dalam waduk (on site) seperti aktivitas perikanan keramba jaring apung merupakan salah satu faktor yang menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas air waduk. Terlebih jumlahnya terus menunjukan peningkatan. Dari ketetapan 12 ribu petak (SK Gubernur NO.41 Tahun 2002), pada perkembangannya saat ini di Waduk Cirata terdapat hingga 56 ribu petak keramba jaring apung (BPWC,2009). Dampak yang timbul, kualitas dan kuantitas air terdegradasi. Kondisi ini berpotensi membuat waduk gagal memenuhi fungsinya dan keamanan operasional terancam.
Perubahan pada daerah hulu, peningkatan pemanfaatan lingkungan perairan waduk dan sempadannya, penurunan kualitas lingkungan yang terjadi dengan tingkat kerusakan yang ada serta perkembangannya maka jelas Waduk Cirata kini memikul beban yang telah melampaui daya dukung lingkungan perairan waduk. Kenchington dan Huson (1984) mendefinisikan daya dukung lingkungan perairan waduk adalah batasan untuk banyaknya organisme hidup dalam jumlah dan massa atau banyaknya suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairan yang dapat diterima dan didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu tertentu. Apabila tidak segera dikelola dengan baik,
dikhawatirkan Waduk Cirata bukan hanya tidak mampu mencapai ekspektasi fungsi pelayanan sesuai yang direncanakan tetapi juga dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan pengoperasiannya.
Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh perubahan kondisi lingkungan air terhadap produksi listrik sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui berapa besar pengaruh kualitas dan kuantitas air terhadap produksi listrik PLTA. Kemudian informasi ini sangat penting sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah pengelolaan yang perlu dilakukan sehingga keberlanjutan operasional Waduk Cirata sebagai waduk yang peruntukan utamanya untuk produksi listrik tetap terjaga.
Metodologi penelitian Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Waduk Cirata, yang terletak di Jawa Barat, yang berada di tiga wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat. Lokasi pengambilan sampel data difokuskan di area Intake.
Metode
Berdasarkan tujuan penelitian, penulis menentukan desain (metode) penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, untuk mengetahui adanya hubungan antara perubahan kondisi lingkungan air Waduk Cirata terhadap produksi energi listrik di Waduk Cirata dan untuk mengetahui berapa besar potensi kerugian secara ekonomi PLTA akibat perubahan kondisi lingkungan air di Waduk Cirata.
Variabel Penelitian
Variabel penelitian disajikan sebagai berikut: Variabel kualitas air dan produksi listrik PLTA Cirata dinyatakan dengan nilaiLangelier Saturation Indeks (LSI), kuantitas air diwakili oleh rarta-rata debit air yang masuk ke intake turbin dan Data produsi energi listrik PLTA Cirata. Data kualitas, kuantitas, dan energi listrik PLTA Cirata diperoleh dengan cara mengumpulkan data laporan kualitas air di areaIntake selama 5 tahun terakhir periode 2009-2013, setiap tahunnya terdiri dari triwulan I, II, III dan IV..
Analisis Data Kualitas Air
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan data lapangan dan dari hasil pengolahan data analisa laboratorium yang dilakukan oleh BPWC terhadap sampel air Waduk Cirata selama lima tahun terakhir. Peneliti memilih
lima parameter kimia dan fisika dari air baku yang merupakan parameter utama untuk mengetahui indeks korosifitas. Untuk mengidentifikasi korosifitas air terhadap logam yang dipakai untuk hidromekanik di PLTA cirata, digunakanindeks Langelier.
Konsentrasi total padatan terlarut (TDS), alkalinitas, ion agresif seperti Cl- dan SO
42-, pH dan temperatur merupakan lima parameter utama dari air baku untuk kalkulasi indeks derajat kejenuhan Langelier (LSI). Indeks tersebut digunakan untuk memprediksi kualitas air yang berhubungan dengan kecenderungan bersifat korosif atau pembentukan kerak pada unit pembangkit PLTA Cirata. Untuk menghitung nilai indeks kejenuhan Langelier (LSI) digunakan software calculator online Lenntech (www.lenntech.com). Semakin negative nilai LSI, mengindikasikan bahwa air semakin bersifat korosif. Analisis Data Kuantitas Air
Analisis yang dilakukan pada data kuantitas air dilakukan dengan cara menganalisis dinamika perubahan debit air sebagai parameter kuantitas air.
Analisis Hubungan Kualitas dan Kuantitas Air Terhadap Produksi Listrik PLTA
Analisis ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui : 1. Berapa besar pengaruh kondisi lingkungan air
(kualitas dan kuantitas air) terhadap produksi energi listrik di PLTA Cirata?
2. Faktor apa yang dominan yang mempengaruhi produksi energi listrik di PLTA Cirata?
Hubungan kualitas dan kuantitas air dengan produksi listrik, dianalisis dengan metode regresi linear berganda menggunakan Software IBM SPSS Statistic 19. Pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain dapat diketahui dengan analisis regresi. Tujuannya untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan variabel bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explanned variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut analisis regresi berganda. Persamaan regresi berganda merupakan persamaan regresi dengan jumlah variable dependen (k) ≥ 2. Persamaan dalam bentuk umum dimuat dalam persamaan 3.1.
Model untuk pengaruh kualitas dan kuantitas air terhadap produksi listrik PLTA, dimuat dalam persamaan.
Y = b0+ b1X1+ b2X2+ e ...(3.2)
dengan :
b0 : nilai konstanta
b1,b2, .: koefisien regresi (i=1,2,....)
Y : produksi listrik PLTA Cirata
X1 : kualitas air ( nilai indeks Langelier
(LSI) )
X2 : kuantitas air ( debit air m3/det)
Berdasarkan kajian teoritis dan empiris maka di tetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Kualitas dan kuantitas air berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap Produksi listrik PLTA
2. Kualitas dan kuantitas air berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Produksi listrik PLTA
3. Kuantitas air berpengaruh dominan terhadap produksi listrik PLTA.
Hasil dan pembahasan
Variabel kualitas air yang berpengaruh terhadap produksi listrik adalah indeks korosifitas air yang dinyatakan oleh indeksLangelier (LSI). Nilai indeks tersebut sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya laju korosi pada peralatan hidromekanikal PLTA. Semakin tinggi laju korosi pada peralatan hidromekanikal PLTA, semakin tinggi pula biaya perawatan dan semakin rendah produksi listrik PLTA, demikian pula sebaliknya. Semakin rendah laju korosi, biaya perawatan terhadap peralatan hidromekanikal PLTA semakin rendah dan produksi listrik akan meningkat. Tabel.1 merupakan nilai indeks langelier (LSI) hasil perhitungan.
Tabel 1. Indeks Kejenuhan Langelier (LSI) Area Intakke Waduk Cirata Periode 2009-2013
Gambar 2 GrafikTrend Tingkat Korosifitas Air di Area Intake Waduk Cirata Periode 2009-2013 Pada Gambar 2 terlihat bahwa nilai LSI air di area intake dari periode 2009-2010 adalah negatif (< 0), yang menunjukkan bahwa air untuk Pembangkit PLTA (intake) kecenderungan merusak logam (korosif). Hal ini mengindikasikan air di wilayah tersebut memberikan kontribusi terhadap percepatan korosi pada peralatan hidromekanik. Selama lima tahun terakhir tersebut nilai Indeks LSI terendah (korosifitas tinggi) terjadi pada tahun 2011 triwulan IV dengan nilai indeks sebesar -1,9. Bila diasumsikan perubahan nilai indeks LSI berdasarkan persamaantrendline nilai LSI y (nilai LSI) = 0,183 x(tahun) - 0,7641, maka proyeksi peningkatan nilai indeks LSI lima tahun berikutnya (tahun 2018) sebesar -1,484.
Besar kecilnya nilai dari indeks LSI dipengaruhi oleh beberapa parameter kimia dan fisika air, parameter tersebut adalah pH, temperatur, HCO3, TDS, dan Ca2+. Karena kelima parameter tersebut merupakan parameter utama untuk mengetahui skor indeks korosifitas air.
Trend Kuantitas Air Periode 2009-2013
Berdasarkan data hasil pemantauan aliran air yang masuk ke waduk Cirata dari outflow saguling dan berbagai aliran sungai, seperti sungai Cikundul, Cisokan, Cibalagung, dan Cimeta yang dilakukan oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), diperoleh data debit rata-rata per triwulan selama lima tahun periode 2009-2013.
Berdasarkan Gambar 3, dapat dijelaskan bahwa debit rata-rata per triwulan yang masuk ke Waduk Cirata sangat fluktuatif. Dari Gambar 3 terlihat bahwa kondisi debit air yang tinggi terjadi sepanjang tahun 2010 dimana rata rata pertriwulannya mencapai 280,705 m3/det, jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelum dan sesudahnya. Hal tersebut diperkirakan terjadi karena jumlah curah hujan yang terjadi disekitar waduk cirata
ditahun tersebut memang cukup tinggi. Tetapi, Garis trend (trendline) pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kecendrungan (trend) debit rata-rata yang masuk ke Waduk Cirata cenderung menurun dari tahun ke tahunnya. Proyeksi penurunan per tahunnya sebesar
y(debit) = -1,102x(tahun) + 193,3. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin untuk 45 tahun kedepan waduk Cirata akan kehilangan sumber daya air nya dari segi kuantitas.
Gambar 3Trend Debit Rata-rata per Triwulan Waduk Cirata Periode 2009-2013
Gambar 4.Trend Debit Rata-rata per Triwulan Lima Aliran Sungai yang Masuk ke Waduk Cirata
Periode 2009-2013
Berdasarkan Gambar 4 debit rata-rata terbesar yang masuk ke waduk Cirata adalah berasal dari aliran air yang di keluarkan oleh waduk Saguling melalui Sungai Citarum dengan rata-rata debit pertriwulan sebesar 97,93 m3/det. Debit rata-rata terkecil dialirkan oleh sungai Cimeta dengan rata-rata debit pertriwulan sebesar 2,18 m3/det. Akan tetapi dari kelima sungai tersebut semuanya menunjukkan trend yang menurun. Hal tersebut dapat diamati melalui garistrend (trendline) yang terdapat pada Gambar 4
Trend Produksi Listrik Periode 2009-2013
Berikut ini merupakan data produksi listrik rata-rata per bulan yang didapat dari PJB-UP Cirata-rata selama 5 tahun (2009-2013) yang disajikan pada Tabel 2. Untuk dapat menganalisa kecenderungan (Trend) produksi listrik di PLTA Cirata selama lima tahun periode 2009-2013, dari Tabel 2 dibuat sebuah grafik yang akan disajikan pada Gambar 5. Tabel 2 Data Produksi per Triwulan PLTA Cirata Periode 2009-2013
Gambar 5Trend Produksi Listrik Periode 2009-2013
Pengaruh Kualitas dan Kuantitas Air terhadap Produksi Listrik
Pengaruh kualitas dan kuantitas terhadap produksi listrik dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear berganda. Parameter kualitas air diwakili oleh total nilai indeks Langelier (LSI), nilai ini menunjukkan tingkat korosifitas air yang berpengaruh terhadap hidromekanikal PLTA, sedangkan parameter kuantitas air diwakili oleh debit yang masuk keIntaketurbin. Data produksi listrik, kualitas air, dan kuantitas listrik yang akan dianalisis dengan metode regeresi linear berganda disajikan pada Table 3
Tabel 3 Data Input Analisis Regresi Linear Berganda
Persamaan Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda dimaksudkan untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel dependen, bila dua variabel bebas atau lebih sebagai prediktor dinaikan atau diturunkan. Dari pengolahan data yang telah dilakukan, diperoleh hasil seperti yang dimuat dalam Tabel 4
Tabel 4 Persamaan Regresi Linier Berganda
Dari Tabel 4 diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y = -3,912 – 0,648X1+ 0,727X2
Dari hasil persamaan regresi linier berganda tersebut masing-masing variabel dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Jika nilai X1(Kualitas air) dan X2(Kuantitas air) = 0, maka diperoleh Y = -3,912. Meskipun demikian, nilai konstanta yang negatif tidak akan menjadi masalah selama X1dan X2tidak mungkin sama dengan 0. Pada umumnya nilai konstanta yang negatif bukan menjadi alasan untuk menyimpulkan bahwa persamaannya salah (Rietvield dan Sunaryanto, 1994). b. Nilai variabel kualitas air (X1) yang di wakili
oleh indeks korosifitas air (LSI) memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0,648 artinya ketika sifat korosifitas air meningkat sebesar satu , sementara kuantitas air konstan, maka hasil produksi akan menurun sebesar 0,648 Gwh. c. Nilai variabel kuantitas air (X2) memiliki nilai
koefisien regresi sebesar 0,727, artinya ketika kuantitas air meningkat sebesar 1 m3/det sementara kualitas air konstan, maka hasil produksi akan meningkat sebesar 0,727 Gwh.
Analisis Koefisien Determinasi
Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat berapa besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dalam bentuk persentase. Analisis koefisien determinasi yang disajikan dalam penelitian ini terdiri dari analisis koefisien determinasi simultan dan analisis koefisien determinasi parsial. Dengan menggunakan SPSS, diperoleh koefisien determinasi seperti pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5, diperoleh informasi bahwa nilai koefisien korelasi atau (R) yang diperoleh sebesar 0,996. Dengan demikian nilai koefisien determinasi adalah 0,992 x 100% = 99,2 %.
Tabel 5 Koefisien Determinasi Simultan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas terlihat bahwa nilai koefisien determinasi simultan yang diperoleh antara kualitas dan kuantitas air terhadap hasil produksi sebesar 99,2%, sedangkan sisanya sebesar 0,8% merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak diteliti. Sedangkan untuk melihat besarnya kontribusi pengaruh yang diberikan oleh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat dengan cara mengalikan nilai beta dengan nilai zero order pada Tabel 6.
Tabel 4.11 Koefisien Determinasi Parsial
Berdasarkan output di atas dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Pengaruh X1terhadap Y = (-0,005) x (-0,011) = 0,0001 atau 0,01% Pengaruh X2terhadap Y = 0,996 x 0,996
= 0,9920 atau 99,20% Dari hasil perhitungan di atas, didapat bahwa dari kedua variabel bebas yang diuji, kuantitas air (X2) memberikan kontribusi yang paling dominan terhadap hasil produksi (Y) dengan kontribusi yang diberikan sebesar 99,20%, sedangkan 0,01% lainnya diberikan oleh kualitas air (X1).
Simpulan dan saran Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh kondisi lingkungan air terhadap produksi listrik, dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh kondisi lingkungan air, baik kualitas maupun kuantitas berpengaruh signifikan terhadap produksi listrik sebesar 99,2%, sedangkan sisanya sebesar 0,8% merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak diteliti. Setiap peningkatan satu indeks korosifitas air (X1) akan menurunkan 0,648 Gwh produksi listrik (Y), dan setiap peningkatan satu m3/det debit air (X2) akan meningkatkan 0,727 Gwh produksi listrik (Y).
2. Kuantitas air adalah variabel yang memberikan kontribusi paling dominan terhadap produksi listrik di PLTA Cirata dengan kontribusi yang diberikan sebesar 99,20%, sedangkan 0,01% lainnya dipengaruhi oleh kualitas air. Meskipun kualitas air sangat kecil pengaruhnya terhadap produksi listrik, namun kualitas air memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap jumlah perbaikan pada hidromekanikal listrik, hal tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produksi listrik di PLTA Cirata.
Saran
1. Mengingat besarnya kerugian ekonomi yang diterima oleh pengguna air dalam hal ini PLTA Cirata sebagai akibat perubahan karakteristik lingkungan air baik yang berada di area genangan waduk maupun di sepanjang daerah aliran sungai-sungai yang mengalir ke waduk Cirata, upaya-upaya konservasi ekosistem wilayah hulu, daerah sepanjang aliran sungai dan area genangan perlu ditingkatkan dengan melibatkan semua stakeholder (pemerintah, masyarakat, PLTA,PDAM dan industri) yang mempunyai kepentingan terhadap penggunaan air tersebut.
2. Untuk tujuan upaya-upaya peningkatan tersebut diperlukan penelitian lanjutan tentang karakteristik perubahan penutup lahan wilayah hulu dan daerah sepanjang aliran sungai-sungai yang mengalir ke waduk Cirata sehingga faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi lingkungan air dapat diketahui secara holistik.
Daftar Pustaka
[1]. Adrionita. 2011. Analisis Debit Sungai dengan Model SWAT pada berbagai penggunaaan lahan di DAS Citarum Hulu Jawa Barat. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor..
[2]. Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
[3]. Asteriyadi, dan Adikesuma, T. (2007). Perencanaan Teknis Awal PLTA –Mini ( Studi Kasus Sungai Mongango Dengan Data Debit Sintetis Pada Lokasi Desa Buata Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo). Institut Teknologi Bandung, [4]. Badan Pengelolaan Waduk Cirata (BPWC). 2012.
Master Plan Pengelolaan Waduk Cirata. [5]. Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
[6]. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Terapan. Alih bahasa oleh Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta. [7]. Hasibuan, A. S 2005.Pengembangan Kebijakan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu Untuk Efektivitas Waduk :Studi Kasus DAS Citarum Hulu Terhadap Efektivitas Waduk Saguling di Provinsi Jawa Barat. (Disertasi). Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
[8]. Heria Budi Handayani. 2009. Analisis Dampak Kualitas Air Terhadap Produksi Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata. (Tesis) Bandung : Program Pascasarjana Universitas Padjdajaran Bandung.
[9]. Kenchington, R.A. and Huson. B.E.T. 1984.Coral Reef Management Handbook. Unesco Regional Officer for Science and and Reservoir and Its Restoration
[10]. Tampubolon, R. 2007. Pengaruh Kualitas Lingkungan terhadap Biaya Eksternalitas Pengguna Air Citarum. (Disertasi). Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.