• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI DATARAN RENDAH (Studi Kasus di Kelompok Tani “Maju Makmur” Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI DATARAN RENDAH (Studi Kasus di Kelompok Tani “Maju Makmur” Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo)."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk menyusun Skripsi S-1

Disusun oleh : OKTIANI HERMAYANTI

NPM: 0924010035

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI DATARAN RENDAH (Studi Kasus di Kelompok Tani “ Maju Makmur” Desa Wadungasih,

Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo)

Disusun oleh :

OKTIANI HERMAYANTI NPM : 0924010035

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 01 Februari 2013

Menyetujui,

Pembimbing : Tim Dosen Penguji,

1. Pembimbing Utama : 1. Ketua

Ir. Sri Widayanti, MP Ir. Sri Widayanti, MP

2. Pembimbing Pendamping 2. Sekretaris

Ir. Sri Tjondro Winarno, MMA Ir. Mubarokah. MTP

3. Anggota

Dr. Ir. Sumartono. SU

Mengetahui,

(3)

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Strategi Pengembangan Usahatani Jamur Tiram Putih di Dataran Rendah, Studi Kasus di Kelompok Tani “Maju Makmur” Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan sebagai makhluk yang diciptakan tidak terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur”.

2. Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Ir. Sri Widayanti, MP selaku Dosen Pembimbing Utama .

4. Ir. Sri Tjondro Winarno, MMA selaku Dosen Pendamping.

5. Keluarga yang memberikan dorongan baik moral maupun materil.

6. Kelompok Tani Jamur Tiram Putih “Maju Makmur” Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo sebagai tempat penelitian. 7. Teman – teman angkatan 2009 yang telah membantu dalam proses

(4)

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini memberikan manfaat yang besar bagi bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi.

Surabaya, Januari 2013

(5)

ABSTRAK RIMGKASAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ……….. 5

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

B. Klasifikasi Dan Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih ... 11

C. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih Di Dataran Rendah ... 12

D. Usahatani Dalam Ketidakpastian……… .. 19

E. Analisis Kelayakan Usaha ... 21

F. Analisis Sensitivitas……… 29

G. Strategi Pengembangan Usahatani ... 30

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 35

A. Kerangka Pemikiran ... 35

B. Hipotesis ... 39

(6)

B. Penentuan Sampel ... 40

C. Metode Pengumpulan Data ... 41

D. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ……….... 42

E. Metode Analisis Data ... 45

V. KEADAAN UMUM DAERAH ... 54

A. Letak dan Kondisi Geografis Pada di Wilayah Penelitian ... 54

B. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian di Wilayah Penelitian ... 54

C. Karakteristik Petani Contoh ... 56

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Gambaran Umum Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Wadungasi ... 60

B. Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Wadungasih ... 67

C. Analisis Sensitivitas ... 84

D. Strategi Pengembangan Produksi di Kelompok Tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo ... 86

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ……… 115

(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Judul

1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jmaur Tiram Dibandingkan dengan

Bahan Makanan Lain dalam Satuan Berat Segar ... 3

2. Produksi Jamur Tiram Putih Pada Tahun 2011 ... 6

3. Kebutuhan Bahan – Bahan Dalam Budidaya Jamur Tiram ... 15

4. Komponen Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih ... 25

5. Matrik SWOT (Pearce dan Robinson, 1991) ... 32

6. Analisis Faktor Strategi Internal ………... 51

7. Analisis Faktor Strategi Eksternal ……… 52

8. Diagram Matrik SWOT ... 53

9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Penelitian Kabupaten Sidoarjo ... 55

10.Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kabupaten Sidoarjo... 55

11.Tingkat Pendidikan Petani Contoh di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo ... 56

12. Luas Kumbung yang dimiliki Petani Contoh Jamur Tiram Putih Di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.... 57

13. Penggunaan Baglog Jamur Tiram Putih yang digunakan Oleh Petani Contoh di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo ... 58

14. Analisis Biaya Rata – Rata Usahatani Jamur Tiram Putih ”Maju Makmur” Selama satu tahun (3 kali Siklus Tanam) ... 69

15. Biaya Usahatani Jmaur Tiram Putih di Desa Wadungasih (Tahunan) Setelah Penyesuaian Terhadap Inflasi ... 72

16. Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih Di Desa Wadungasih Pada Tahun 2011 ... 75

(8)

19. Hasil analisis Switching Value Pada Saat Nilai NPV = 0 ... 85 20. Matrik Pembobotan, Rating dan Skor untuk Faktor Internal

Kelompok Tani Jamur Tiram Putih ”Maju Makmur”

di Desa Wadungasih ... 87 21. Matrik Pembobotan, Rating, dan Skor untuk Faktor Eksternal

Kelompok Tani Jamur Tiram Putih ”Maju Makmur”

Di Desa Wadungasih ... 96 22. Matrik SWOT Pengembangan Produksi Jamur Tiram Putih

Pada Kelompok Tani ”Maju Makmur” di Desa Wadungasih,

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Judul

1. Diagram Analisis SWOT ……… 33 2. Kerangka Pemikiran ………. 37 3. Struktur Pengurusan Jamur Tira Putih “Maju Makmur” ………… 61 4. Kumbung kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih .. 63 5. Proses Budidaya Jamur Tiram Putih Kelompok Tani

“Maju Makmur” ………... 67 6. Posisi Strategi Pengembangan produksi jamur tiram putih

(10)

putih dalam ketidakpastian produksi dan harga di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo per tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 dan Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal untuk menentukan strategi pengembangan usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Untuk mencapai tujuan pertama yaitu digunakan analisis kelayakan usahatani dengan metode NPV at risk. Untuk mencapai tujuan kedua digunakan analisis SWOT. Produksi dan penerimaan usahatani jamur tiram putih tidak stabil. Produksi dan penerimaan tertinggi pada Tahun 2011 yaitu sebesar 25650 kg dan Rp 333.450.000,-. Dari hasil analisis kelayakan usahatani maka usahatani jamur tiram pada kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo layak untuk diusahakan. Sedangkan dari hasil analisis SWOT maka dapat dirumuskan alternative strategi, 1) pengembangkan pasar dengan membentuk jaringan pasar yang lebih luas, 2) peningkatan teknologi untuk meningkatkan produksi jamur tiram putih, 3) menekan biaya produksi, dan 4) pemberian pinjaman dalam pengembangan produksi jamur tiram putih.

Kata kunci : strategi pengembangan usahatani jamur tiram putih

ABSTRACT

The purpose of this thesis is to analyze the proper of white oyster mushroom farm in uncertain production and price in Wadungasih village, Buduran sub district, Sidoarjo district annually from the year of 2009 to 2011 and to identify both internal and external factors to determine the development strategy of white oyster mushroom farm in Wadungasih village, Buduran sub district, Sidoarjo district. In accomplishing the first purpose, the analysis of the proper of white oyster mushroom will be used with NPV at risk method. To accomplish the second purpose, the analysis used is the SWOT. The production and the recive of white oyster mushroom are unstable. The highest production and recive was in 2011 that produced 25.650 kg and Rp 333.450.000,-. Based on the analysis of white oyster mushroom farm at “Maju Makmur” tani farmer group in Wadungasih village, Buduran sub district, Sidoarjo district is worth a try. Furthermore based on the result of SWOT analysis it can be formulated alternative strategies : 1) market development by farming wider market network, 2) the technological improvements to increase the production of white oyser mushrooms, 3) depressing production cost, and 4) the granting of loans in the development white oyster mushrooms farm.

(11)

beberapa penduduknya membudidayakan jamur tiram putih.Petani jamur tiram putih di Desa Wadungasih ini masih sederhana dalam penggunaan teknologinya, seperti tidak menggunakan alat sterilisasi seperti autoclave, dan mesin pengisi media. Usahatani jamur tiram putih yang dijalankan oleh kelompok tani “Maju Makmur” merupakan usaha yang sedang tumbuh dan memiliki potensi yang baik dalam pengembangannya. Ketika terjadi permintaan tinggi di pasar, petani tidak dapat memenuhi semua permintaan tersebut. Hal tersebut diakibatkan adanya cuaca yang tidak menentu, pengelolaan usahatani yang masih rendah serta adanya penyesuaian terhadap inflasi pada harga input dan output. Petani jamur tiram putih di Desa Wadungasih memasarkan produknya melalui konsumen yang langsung datang ketempat dengan harga Rp13.00,- per kg.

Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis kelayakan usahatani jamur tiram putih dalam ketidakpastian produksi dan harga di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo dan 2) Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal untuk menentukan strategi pengembangan usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2012 di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden, yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data sekunder diperolah dari internet dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

(12)

A. Latar belakang

Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang menempati posisi penting dalam memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Menurut Mubyarto dan Awan Santosa (2003) istilah pertanian tetap relevan dan pembangunan pertanian tetap merupakan bagian dari pembangunan pedesaan (rural development) yang menekankan pada upaya – upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk desa, termasuk diantaranya petani. Tujuan pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan daya saing komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta mengembangkan kemitraan usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan berkompetisi merespon dinamika perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu aspek penting dalam pengembangan agribisnis adalah bahwa kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan kontinuitas hasil.

(13)

pengembangan sistem pemasarannya. Hortikultura sebagai bahan pangan cukup penting bagi kebutuhan pangan masyarakat, sehingga untuk kebutuhan nasional perlu ditingkatkan produksinya (Sugiarti, 2003)

Jamur atau cendawan turut memberikan andil besar dalam memenuhi aneka ragam menu makanan khas Indonesia seperti tempe, tape, oncom, tauco, roti, minuman fermentasi serta berbagai macam makanan lainnya. Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Penggunaan pestisida dalam budidaya jamur relatif sedikit. Oleh karena itu, jamur merupakan pangan yang aman untuk dikonsumsi. Selain itu dengan harga yang relatif murah, maka hampir semua kalangan mampu membelinya. Keunggulan yang spesifik dari jamur bila dibandingkan dengan tanaman lain maupun hewan adalah kemampuan dalam mengubah celulose atau lignin menjadi polisakarida dan protein yang bebas kolesterol. Dari sekian banyak jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) dan sudah dibudidayakan di Indonesia salah satunya adalah jamur tiram putih (Pasaribu, et.al. 2002).

(14)

berat badan, obat diabetes, obat anemia dan sebagai obat anti tumor (Suriawiria, 2006).

Tabel 1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Dibandingkan dengan Bahan Makanan Lain dalam Satuan Berat Segar

Jenis Makanan Protein(%) Lemak(%) Karbohidrat(%) Jamur tiram Sumber : Pasaribu, et.al (2002)

Keterangan : *) Berdasarkan berat kering (-) Tidak ada data

Tabel 1 menunjukkan nilai gizi beberapa jenis jamur dibandingkan dengan makanan lain. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa jamur tiram memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi daripada beberapa jenis jamur dan bahan makanan lainnya. Protein nabati yang terdapat dalam jamur tiram hampir sebanding atau relatif lebih tinggi dibandingkan protein sayuran berdaun, sayuran berumbi, dan memiliki kandungan lemak yang rendah dibandingkan daging sapi demikian juga kalorinya.

(15)

dilakukan sebagai akibat tingginya intensitas persaingan yang terjadi ditengah situasi ekonomi dan pasar yang relatif belum stabil. Ada perusahaan yang memfokuskan pada industri hulu, industri tengah saja, atau indusri hilir. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan biaya operasional (MAJI, 2007).

Jamur tiram umumnya bisa hidup di dataran tinggi saja. Akan tetapi sekarang budidaya jamur tiram dapat di kembangkan di dataran rendah juga, meskipun perawatannya harus lebih intensif dan di tempatkan dalam rumah jamur (Kumbung) yang bersuhu antara 20°C – 28℃ . Fakta dilapangan menunjukkan bahwa semua produsen jamur tiram tidak merasa kesulitan dalam memasarkan jamur tiram, bahkan belum dapat memenuhi permintaan jamur tiram. Dengan demikian fenomena kelangkaan jamur tiram dapat disebabkan oleh relatif sedikitnya produsen yang membudidayakan dan permasalahan dalam produktivitas jamur tiram putih. Berkenaan dengan relatif sedikitnya produsen yang membudidayakan jamur tiram putih, menggambarkan bahwa kelayakan usaha jamur tiram saat ini belum mampu menarik minat banyak calon produsen untuk memasuki bisnis ini.

(16)

mandiri dan sejahtera, berkeinginan untuk mengembangkan usaha jamur tiram yang telah ada di Desa Wadungasih dan membuat rencana bisnisnya. Oleh karena itu masyarakat yang ada di Desa Wadungasih melihat potensi yang begitu besar pada budidaya jamur tiram hingga pemasarannya dan jamur tiram pun memiliki keunggulan dapat dikembangkan dalam jumlah yang besar dengan biaya awal yang bisa dijangkau. Hal ini pun dibarengi oleh adanya partisipasi pemerintah akan sangat membantu dalam pengembangan usaha.

Pengembangan produksi jamur tiram putih di Desa Wadungasih dirancang untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digunakan dan difasilitasi oleh pemerintah. Sehingga budidaya jamur tiram yang ada di Desa Wadungasih diresmikan oleh pemerintah setempat menjadi “Kampung Jamur”. Dimana sebagian masyarakat setempat bermatapencaharian sebagai petani jamur tiram.

B. Perumusan Masalah

Prospek pengembangan budidaya jamur tiram putih di Indonesia cukup prospektif. Hal ini didukung oleh adanya lahan potensial dan agroklimat yang cocok, tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk hortikultura, dan tersedia sumberdaya manusia yang dapat dipekerjakan.Budidaya jamur tiram putih telah banyak diusahakan baik sebagai usaha sampingan ataupun usaha utama dengan skala kecil, menengah dan besar (industri).

(17)

produksi. Pada usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih harga jual yang diterima relatif stabil pada harga Rp 13.000,- di tingkat petani. Oleh karena itu, pada usaha ini resiko harga tidak diperhitungkan.Resiko terbesar yang dihadapi usaha budidaya jamur tiram putih di Desa Wadungasih adalah resiko produksi. Dimana hasil panen yang diperoleh bervariasi dalam jumlahnya. Hasil produksi jamur tiram putih dalam setiap periode memiliki jumlah yang berbeda. Adanya resiko produksi diperjelas dengan Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Jamur Tiram Putih Di Desa Wadungasih Pada Tahun 2011

(18)

Permasalahan yang dihadapi pada usaha ini terutama pada faktor cuaca, dan masalah manajemen yang menjadikan petani jamur tiram dalam usahanya harus tutup, yang secara alamia akan berdampak pada menurunnya jumlah petani jamur tiram yang semula 37 orang menjadi 20 orang, Dimana yang menjadi sumber utama penyebab terjadinya resiko produksi dalam budidaya jamur tiram putih tersebut antara lain adalah kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu ketidakmampuan dalam mengelola manajemen usahatani, perencanaan investasi yang kurang tepat, penempatan kepegawaian yang kurang tepat. Hal tersebut diatas membawa dampak yang kurang baik bagi kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih, yaitu dapat menyebabkan kegagalan panen. Dari uraian tersebur diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kelayakan usahatani jamur tiram dalam ketidakpastian produksi dan harga di Desa Wadungasih, Buduran Sidoarjo?

2. Faktor internal dan eksternal apa saja yang menentukan strategi pengembangan produksi jamur tiram di Desa Wadungasih, Buduran Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Menganalisis kelayakan usahatani jamur tiram putih dalam ketidakpastian produksi dan harga di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo

(19)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Manfaat Bagi Mahasiswa

a. Mahasiswa diharapkan dapat lebih memahami maksud dari teori yang diterima dalam kuliah sehari-hari dari suatu disiplin ilmu tertentu yang akan memudahkan penerapannya serta alternatif interaksinya dengan disiplin ilmu lain yang sesuai dengan tantangan dan arah perkembangan agribisnis.

b. Dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa yang akan mengetahui lebih tentang jamur tiram putih.

2. Manfaat Bagi Pengusaha

a. Dapat dijadikan pertimbangan bagi para pengusaha yang akan berkecimpung di komoditas jamur tiram putih.

b. Hasil yang dilakukan selama penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi pihak pengusaha untuk menentukan kebijaksanaan pengusaha di masa yang akan datang khususnya dalam komoditas jamur tiram putih. 3. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

a. Untuk membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan lingkungan kerja.

(20)

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Yunus (2005) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan finansial usahatani jamur tiram putih di Desa Tugu Utara. Usahatani jamur tiram putih (jamur konsumsi dan baglog jamur) di daerah penelitian layak untuk dilaksanakan pada tingkat suku bunga 12 persen. Hal ini ditunjukan oleh nilai NPV yaitu Rp111.298.143,50 untuk usahatani jamur konsumsi dan Rp71.563.848,50 untuk usahatani baglog jamur. Dilihat dari nilai net B/C-nya, usahatani jamur tiram konsumsi memiliki nilai net B/C 1,84 sedangkan usahatani baglog jamur memiliki nilai net B/C 1,70. IRR yang diperoleh berdasarkan perhitungan adalah sebesar 47,88% untuk usahatani jamur konsumsi dan 42,61 untuk usahatani baglog jamur. Payback period untuk usahatani jamur konsumsi yaitu 2 tahun 2 bulan sedangkan untuk baglog jamur 1 tahun 2 bulan. Hal ini berarti kedua usahatani yang dikembangkan mampu mengembalikan modal usaha sebelum umur proyek berakhir (5 tahun). Apabila dilihat dari analisis switching value, usahatani jamur di daerah penelitian menjadi tidak layak apabila harga jual turun 24,81 persen biaya produksi meningkat 33 persen, dan produktivitas tanaman menurun sebesar 24,48 persen untuk usaha jamur konsumsi. Untuk usahatani baglog jamur menjadi tidak layak apabila harga jual turun 16,27 persen, biaya produksi meningkat 21 persen, dan produktivitas tanaman menurun sebesar 16,21 persen.

(21)

jamur tiram di Kota Samarinda adalah Rp 9.039.705,00. Break Even Point (BEP) produksi jamur tiram sebesar 51,34 kg dan Break Even Point harga sebesar Rp 8.662,06 kg. Jangka waktu untuk mencapai titik impas atau Payback Period adalah 1,35 bulan atau 2 bulan 5 hari.

Novita (2004) analisis pendapatan dan kelayakan finansial usahatani jamur tiram di Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cicurug. Skala usahatani jamur tiram di bagi ke dalam dua kelompok yaitu skala usaha kecil yang memproduksi kurang dari 250 kg jamur tiram segar per hari (kurang dari 25.000 baglog per siklus tanam) dan skala usaha sedang yang memproduksi antara 250- 500 kg jamur tiram segar per hari (25.000-40.000 baglog per siklus tanam). Output yang dihasilkan ada dua yaitu dalam bentuk baglog dan dalam bentuk jamur tiram segar. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani jamur tiram dalam semua pola usahatani layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini ditunjukan dengan nilai R/C rasio atas biaya total dan R/C rasio atas biaya tunai lebih besar dari 1. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto 15 persen menunjukan semua pola usahatani jamur tiram layak untuk diusahakan. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai NPV > 0, IRR >1 5 persen, Net B/C > 1, Payback Period < 5 tahun (umur proyek), dan proyeksi penjualan jamur tiram yang berada di atas nilai titik impas. Namun demikian, hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram peka terhadap penurunan produksi sebesar 30 persen pada output jamur tiram segar dan sebesar 20 persen pada output baglog, serta penurunan harga jual pada output jamur tiram segar sebesar 25 persen dan 10 persen pada output baglog yang menyebabkan usaha ini tidak layak untuk diusahakan.

(22)

Buduran, Kabupaten Sidoarjo”. Penelitian ini menganalisis kelayakan dan stategi produksi dari usahatani jamur tiram di Desa Wadungasih.

B. Klasifikasi Dan Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih 1. Klasifikasi Jamur Tiram Putih

Jamur tiram putih adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga krem. Tubuh buah memiliki batang yang berada dipinggir (pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus), sehingga jamur tiram mempunyai nama binomial Pleurotus ostreatus. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii atau King Oyster Mushroom (Suriawiria, 2001).

Tubuh buah dengan permukaan yang hampir licin dengan diameter 5 - 20 cm. Tepi tudung mulus sedikit berlekuk. Spora berbentuk batang berukuran (8 - 11) × (3 - 4) μ m. Miselium berwarna putih dan bisa tumbuh dengan cepat. Klasifikasi jamur tiram putih secara lengkap menurut Cahyana (1997) adalah sebagai berikut : Kingdom : Mycetea

Divisio : Amastigomycotae Phylum : Basidiomycotae Kelas : Hymenomycetes Ordo : Agaricales Family : Pleurotaceae Genus : Pleurotus

(23)

2. Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih

Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus ) umumnya bisa hidup di dataran tinggi saja, tetapi sekarang budidaya Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus ) bisa dikambangkan di dataran rendah juga. Maeskipun perawatannya lebih intensif dan ditempatkan dalam rumah jamur (Kumbung) yang bersuhu antara 20°C – 28°C.Ukuran. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 m di atas permukaan laut (DPL), dengan kelembaban 80-90 persen. Pertumbuhan jamur tiram putih tidak membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang masam, yakni pada pH 5,5 – 7 . Jamur ini tumbuh terutama pada waktu musim hujan (Redaksi Agromedia, 2002).

Syarat tumbuh jamur tiram meliputi beberapa parameter, terutama temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya. Parameter

tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan, misalnya :

a. Terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam, b. Terhadap pembentukan bakal kuncup jamur,

c. Terhadap pembentukan tubuh buah, d. Terhadap siklus panen, dan

C. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih Di Dataran Rendah

(24)

diperhatikan dalam budidaya jamur tiram menyangkut faktor penentu antara lain lokasi dengan ketinggian dan persayartan tertentu, sumber bahan baku untuk media tanam dan sumber bibit (Suriawiria 2004).

Berdasarkan hal tersebut kegiatan – kegiatan berikut dilakukan sesuai kebutuhan :

1. Penyiapan bangunan

Budidaya jamur tiram putih secara komersil memerlukan beberapa bangunan yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, kumbung (rumah jamur) dan ruang pembibitan. Bangunan dibuat dari anyaman bambu dengan tujuan memperkecil biaya bangunan, disamping pembuatannya yang mudah, anyaman bambu ini sangat baik dalam pengaturan suhu dan kelembaban ruangan, karena memberikan sirkulasi udara yang baik dari ventilasi anyaman serta dengan masuknya angin melalui jaringan anyaman, dapat mempercepat perkembangan spora jamur.

2. Peralatan

Peralatan dalam budidaya jamur tiram putih pada umumnya menggunakan alat-alat sederhana yang mudah diperoleh seperti :

a) Jarum Inokulasi

Jarum inokulasi digunakan untuk menginokulasi miselium jamur ke media, maksudnya mengambil potongan agar-agar yang telah ditumbuhi miselium dan memindahkannnya ke media agar-agar.

b) Sprayer

(25)

c) Timbangan

Timbangan 150 kg digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembuatan media tanam atau media bibit jamur, sedangkan timbangan 2 kg digunakan untuk menimbang hasil panen jamur.

d) Alkohol 70%

Alkohol ini digunakan untuk pekerjaan aseptik, misalnya mencelupkan jarum inokulasi, selain itu digunakan untuk mensterilkan tangan yang akan melakukan pekerjaan inokulasi.

e) Saringan Pengayak

Saringan pengayak digunakan untuk mengayak serbuk gergaji agar seragam ukurannya dan tidak tercampur dengan bahan ikutan lainnya seperti kayu atau kerikil. Saringan ayakan dapat dibuat dengan menggunakan kawat ayakan berukuran kira-kira 0,5 cm dengan panjang 1,5 meter dan lebar 1 meter.

f) Autoklaf

Autoklaf digunakan untuk mensterilkan media. Contoh bahan-bahan yang dapat disterilkan dengan autoklaf adalah kapas, sumber karet, serbuk kayu, baglog, media bibit dan botol bibit. Kapasitas autoklaf yang digunakan adalah 500 baglog.

g) Termometer

Alat ini mempunyai fungsi untuk mengukur suhu udara di dalam bangunan atau kumbung jamur.

h) Higrometer

(26)

3. Bahan – Bahan

Bahan – bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur kayu pada media plastik terdiri dari beberapa macam yaitu serbuk kayu, bekatul (dedak padi), Tapioka, kapur (CaCO3), gips (Ca2SO4) dan TSP. Perbandingan kebutuhan bahan –

bahan tersebut adalah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 .Kebutuhan Bahan – Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Putih. Formulasi Serbuk Sumber : Cahyana et. al (1999)

Pada Tabel 3 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing – masing pengusaha yang dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel 3 dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya. 4. Pemeliharaan

Pemeliharaan media tanam harus memperhatikan faktor lingkungan. Budidaya jamur tiram putih di dataran rendah dapat dilakukan dengan membuat kumbung yang atapnya tidak menyerap panas. Bangunan kumbung harus cukup tinggi, sehingga dpt meminimalisir panas akibat terik matahari, dinding dari anyaman bambu yang dilengkapi ventilasi selebar 90 cm yang ditutup paranet (shading net) supaya aliran udara lebih lancar.

(27)

suhu ruangan di dalam kumbung jamur bisa lebih dingin. Faktor kelembaban merupakan syarat utama yang harus terpenuhi dalam budidaya jamur tiram oleh karena itu diperlukan sebuah selang yang dihubungkan dengan sprayer untuk mengabutkan kumbung dengan frekuensi 2-3 kali sehari, bisa lebih apabila kondisi terlalu panas. Hasilnya suhu yang ideal untuk jamur tiram tumbuh bisa dipertahankan. Hal – hal yang perlu diperhatian untuk budidaya jamur di dataran rendah adalah :

a. Komposisi nutrisi dalam adukan media jamur, yang berpengaruh pada persentase kontaminasi baglog.

b. Tipe rak dari kumbung jamur c. Proses sterilisasi

d. Proses pengabutan.

Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit jamur. Bibit yang digunakan adalah bibit yang mampu beradaptasi di dataran rendah. Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan miselium dan dapat mengurangi produktivitas. Jamur yang dijadikan indukan harus diseleksi dari seluruh Jamur Tiram dewasa yang tersedia karena akan menentukan keunggulan keturunan yang dihasilkan (Gunawan, 2001). 5. Penumbuhan

(28)

tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan selama 2–3 hari atau sampai tercapainya pertumbuhan yang optimal. Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 16°C – 22°C dengan kelembaban 80 – 90 persen.

6. Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit

Menurut Parjimo dan A Andoko (2007), sama halnya dengan usaha bercocok tanam komoditas pertanian lainnya, budi daya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) yang dikonsumsi ini juga tidak terlepas dari gangguan gulma, hama dan penyakit. Jika tidak dikendaikan dengan baik, semua gangguan ini akan berakibat pada penurunan produktifitas, bahkan menggagalkan panen. Beberapa pengendalian gulma, hama dan penyakit pada Jamur Tiram adalah :

a. Pengendalian Gulma

Keberadaan gulma dapat dilihat dengan munculnya bintik – bintik hitam, hiaju, atau warna mencolok lain di permukaan media. Jika dibiarkan , miselium jamur tidak akan tumbuh karena nutrisi yang ada di media tanam akan dimakan habis oleh gulma yang daya tumbuhnya lebih cepat dibandingkan dengan miselium jamur itu sendiri. Pencegahan munculnya gulma dilakukan dengan cara di dalam kumbung Jamur harus steril. Jika gulma sudah terlanjur tumbuh maka harus cepat – cepat menanggulanginya dengan mencabut menggunakan tangan.

b. Pengendalian Hama

(29)

serangga Lalat, Tungau, Rayap, Laba- laba, dan Cacing. Cara Pengendalian hama secara manual dengan kumbung dibersihkan setiap hari dan juga bisa menggunakan pestisida yang tidak berbahaya dan aman untuk dianjurkan. Cara menggunakannya harus sesuai dengan dosis di kemasannya.

c. Pengendalian penyakit

Penyakit Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) disebabkan oleh fungi, kapang, bakteri dan virus.Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) yang terserang penyakit menjadi berlendir, busuk, bernoda agak kekuning- kuningan, serata berbagai kelainan lain yang membuat rusaknya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) sehingga tidak dapat dipanen. Sebelum media tanam dimasukkan kedalam kumbung, kumbung terlabih dahulu harus dibersihkan dan menyemprotkan disinfektan formalin 0,5 %. Pengendaliannya dapat dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida, seperti Benlate, Bravo 500 dengan dosis sesuai anjuran.

7. Panen dan Pasca Panen

Selama musim tanam, pemanenan dapat dilakukan antara 4-8 kali, tergantung pada kandungan substrat tanam, bibit jamur, dan lingkungan selama pemeliharaan.

a. Panen

(30)

tertinggal di dalam substrat tanam harus dibersihkan, karena cepat atau lambat ujung batang tersebut akan membusuk. Hasil panen kemudian dibersihkan dan bagian bawah batang dipotong sesuai dengan ukuran yang disyaratkan.

b. Pasca Panen

Jamur merupakan komoditas pertanian yang mudah rusak disebabkan oleh karena layu atau membusuk. Oleh karena itu diperlukan penanganan pasca panen yang tepat untuk menjaga kwalitas dan mengurangi tingkat kerugian. Berikut ini adalah perlakuan untuk memperpanjang umur jamur setelah panen agar tidak rusak ( membusuk atau berlendir) menurut Sriawiria (2004) :

1) Memperpanjang kesegaran :

Cara yang paling umum agar kesegaran jamur yang baru dipanen dapat lebih lama serta tidak dapat mengalami kerusakan antara lain dengan menyimpan di tempat dingin, suhu antara 1-5°C. dengan kondisi temperatur seperti itu, umur jamur dapat diperpanjang minimal 4 – 5 x 24 jam, terutama untuk jamur kayu.

2) Pengeringan

Pengeringan (dedikasi) adalah mengurangi kandungan air yang terdapat di dalam bahan sehingga air yang tersisa tidak dapat digunakan untuk kehidupan mikroba yang perusak yang ada pada bahan tersebut.

D. Usahatani Dalam Ketidakpastian

(31)

struktur non perusahaan dan kesempatan yang sangat terbatas untuk melakukan diversifikasi usaha. Sebagai akibat dari struktur yang ada, resiko usaha tani lebih banyak terkonsentrasi di pihak petani kecil secara individual (Barry, 1984).

Resiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga resiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil yang negatif Dalam usahatani pertanian, dapat terjadi berbagai macam risiko. Resiko yang umum dan sering muncul adalah resiko harga dan resiko produksi. Resiko produksi antara lain disebabkan serangan hama dan penyakit, curah hujan, musim, kelembaban, teknologi, input, dan bencana alam. Akibat resiko produksi tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. Sedangkan resiko harga disebabkan oleh fluktuasi harga jual produk di pasar yang dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk (Fachmi Basyaib, 2007).

Rendahnya elastisitas harga dan pendapatan yang dihadapkan kepada ketidak-pastian iklim serta faktor lain yang tidak dapat dikontrol, dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi tajam untuk harga luaran.Terlebih lagi, petani secara individu tidak memiliki atau memiliki kapasitas yang sangat terbatas dalam mempengaruhi harga-harga masukan dan luaran. Kombinasi dari berbagai faktor yang mengandung ketidakpastian ini menempatkan petani pada posisi sulit untuk memperbaiki tingkat efisiensi dan kesejahteraannya (Zavaleta et al., 1984).

(32)

panjang terhadap usahatani. Dengan demikian, berbagai resiko di atas dapat menimbulkan variabilitas kelayakan usaha serta ukuran keragaan usahatani jangka panjang lainnya.

E. Analisis Kelayakan Usaha

Studi kelayakan pada hakekatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Maksud diadakannya studi kelayakan adalah untuk menganalisis terhadap suatu proyek tertentu, baik proyek yang akan dilaksanakan, sedang dan selesai dilaksanakan untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan proyek tersebut. Adapun kriteria dari kelayakan adalah apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk diusahakan seperti : modal yang digunakan, daerah yang akan digunakan untuk melakukan usaha, komoditas yang digunakan, kualitas dari komoditas yang akan diusahakan serta teknologi yang digunakan (Suad & Suwarsono, 2000).

Menurut Gitinger (1993) beberapa aspek yang mempengaruhi dalam melakukan evaluasi suatu proyek, yaitu :

(33)

b. Aspek sosial, sudah perlu mendapat perhatian. Apalagi kalau proyek pembangunan tersebut dilaksanaakn pada suatu daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan (adat) yang sensitif sifatnya terhadap perubahan teknologi. Di negara – negara yang sedang berkembang aspek ini sering merupakan aspek yang perlu mendapat perhatian terlebih dahulu sebelum memperhatikan aspek yang lain.

c. Aspek kelembagaan dan manajemen mencakup pula aspek manajemen pembangunan. Memperhatikan aspek ini menjadi penting agar pelaksanaan proyek pembangunan yang dilakukan tidak lagi menjadi hal – hal yang tumpang tindih antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya suatu definisi yang jelas tentang apa atau kegiatan aps yang menjadi tujuan pokok dari proyek tersebut.

d. Aspek teknis, adalah aspek yang menyangkut kaitan antara masukan produksi ( input ) dan produksi ( output ). Kaitan ini dapat berupa kaitan fisik maupun jasa antara input dan output. Aspek teknis ini penting sekali diperhatikan karena setiap proyek yang dilakukan akan tergantung dari tersedianya sumber daya baik dalam bentuk fisik ( barang maupun jasa ).

1. Tahapan Perhitungan Kelayakan Usaha

Menurut Emery dan Finnerty 1997, pengambilan keputusan investasi jangka panjang ( kelayakan usaha ) ada empat langkah, yaitu :

a. Membuat perkiraan cash flow yaitu arus kas yang akan dikeluarkan pada awal periode dan yang akan diterima pada masa yang akan datang.

(34)

c. Menghitung present value dari arus kas yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang.

d. Pengambilan keputusan apakah akan menerima atau menolak proyek tersebut.

2. Model NPV at Risk

Model NPV at Risk merupakan salah satu model penilaian kelayakan investasi yang didasarkan pada kondisi ketidakpastian. Model NPV at Risk yang mana dalam menilai kelayakan suatu kegiatan usaha melibatkan unsur ketidakpastian dan resiko yang akan mempengaruhi posisi cash flow dari kegiatan tersebut, yang mana hal ini tidak dilakukan dalam perhitungan NPV secara tradisional.

Model ini dikembangkan oleh Ye dan Tiong (2000) yang menggabungkan unsur resiko dan pengembalian dalam penilaian investasi. Prinsip dasar model ini adalah memperkenalkan adanya resiko dan ketidakpastian pada cash flow melalui analisis stokastik dimana parameter yang dihasilkan adalah berupa tingkat pengembalian (mean) dan koefisien variasi sebagai representasi dari risiko yang dikenal dengan metode dual risk-return.

a. Cash Flow

(35)

1) Cash inflow :

Laba operasi x ( 1 – pajak ) + biaya penyusutan

+ nilai sisa fixed asset ( hanya pada terakhir proyeksi ) + nilai sisa modal kerja ( hanya pada terakhit proyeksi ) Total cash inflow

2) Cash outflow

Fixed asset + incremental modal kerja

3) Total cash inflow – total cash outflow = Net cashflow

Ketidakpastian biaya atau penerimaan dari usaha budidaya jamur tiram putih akan mempengaruhi posisi cash flow yang dihasilkan. Adapun pengembangan model cash flow yang dibuat dapat diuraikan sebagai berikut :

(36)

Tabel 4. Komponen Biaya Usaha Tani Jamur Tiram Putih

b) Menentukan besarnya ketidakpastian terhadap biaya operasional usaha yang dapat dirumuskan dengan :

BOj = BOg ( 1 + Fj )

Dimana :

BOj = biaya operasional pada tahun j ( setelah penyesuaian inflasi)

Bog = biaya operasional pada tahun j ( namun sebelum ada penyesuian

terhadap inflasi)

Fj = rata – rata laju inflasi di tahun j

c) Adapun depresiasi dapat dihitung dengan : DEP = TBI

Umur ekonomis

(37)

Dimana :

DEP = Depresiasi

TBI = total investasi proyek

d) Pemodelan cash flow yang dilakukan pada perspektif proyek bersifat terlalu sederhana karena hanya dihitung pada cash flow sebelum pajak. Pada penelitian ini perhitungan dilakukan sampai pada cash flow setelah pengurangan pajak (cash flow after tax) sehingga dapat dilihat lebih jauh bagaimana kinerja aliran keuangan suatu proyek.

e) Menentukan besarnya kas bersih dari operasional setelah dikurangi pajak. Kas bersih hasil operasional ini merupakan cash flow usaha yang dirumuskan sebagai berikut :

NCFATj = ( Tot.REVj – BIj – BOj – PBBj ) – Tj

Keterangan :

NCFAT = arus bersih dari operasional setelah dikurangi pajak Tot REVj = total penerimaan ditahun j

BIj = total biaya investasi di tahun j

PBBj = pajak bumi dan banguan di tahun j

Tj = pajak penghasilan di tahun j

f) Menentukan penyesuaian terhadap besarnya harga jual jamur tiram putih segar di tahun berikutnya yang dipengaruhi oleh perubahan laju inflasi.

n

P

t(1+j)

= P

tj

π

(1+F

j

)

(38)

Dimana :

Pt(1+j) = harga produk t pada tahun (j+1)

Ptj = harga awal produk t pada tahun j (diketahui dari data)

Fj = rata – rata laju inflasi tiap tahun (diketahui dari data)

g) Menentukan besarnya pendapatan jamur tiram putih yang tergantung dari besarnya jumlah produksi jamur tiram putih segar.

b. Net Present Value ( NPV )

Net present value adalah nilai sekarang dari arus kas pada masa yang akan datang yang akan didiskontokan dengan biaya modal rata – rata yang digunakan kemudian dikurangi dengan nilai investasi yang telah dikeluarkan. Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengevaluasi kelayakan suatu proyek. Dengan cara sebagai berikut :

1) Menghitung nilai sekarang ( present value ) arus kas bersih dari setiap periode dan mendiskontokannya dengan cost of capital dari proyek.

2) Menjumlahkan seluruh arus kas bersih tiap periode yang telah didiskontokan.

3) Mengurangkannya dengan investasi awal untuk mendapatkan net present velue.

(39)

Rumus :

∑ = CFt - Io

(1 + k) Keterangan :

CFt = Net Cash Flow ( arus kas bersih ) pada periode t Io = Initial Outlay ( Investasi awal )

K = cost of capital proyek

Menghitung Net Present Value ( NPV ) setelah didiskon dengan weighted average of cost of capial ( WACC ) dengan persamaan mateatis sebagai berikut :

NPV = NCFAT ( 1 + ϑj ) – 1 – TBI

Keterangan :

NPV = Net Present Value

ϑj = discount rate ( WACC) ditahun j

NCFAT = arus bersih dari operasional setelah dikurangi pajak

Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari pada nilai sekarang biaya total.

Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV adalah : NPV > 0 proyek diterima

NPV < 0 proyek ditolak

NPV = proyek berada dalam keadaan break even

(40)

capital). Biaya modal dengan pinjaman yaitu (cost of debt ) dan biaya modal sendiri yaitu (cost of equity). Biaya modal usaha merupakan rata – rata tertimbang dari biaya pinjaman dan modal sendiri atau disebut juga sebagai Weighted average of cost of capial ( WACC ) dengan perhitungan sebagai berikut :

WACC = D Kd ( 1 – t ) + E Ke

D + E D + E

Keterangan :

D = besarnya pinjaman berbunga yang digunakan (debt) E = modal sendiri ( equity )

Kd = cost of debt

Ke = cost of equity

t = tarif pajak

F. Analisis Sensitifitas

(41)

Analisis sensitivitas penting sekali dilakukan pada suatu proyek karena proyeksi tersebut mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Analisis ini bukanlah suatu teknik untuk mengukur besar kecilnya suatu resiko, tetapi suatu teknik untuk mengetahui pengaruh berbagai perubahan dari masing – masing variabel penting yang dilakukan oleh perencanaan proyek terhadap kemungkinan hasil yang akan diperoleh (Djarwanto,1987)

Nugroho (2003), mengemukakan bahwa analisis kepekaan (sensitivity analysis) adalah suatu teknik untuk menguji sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka terhadap perubahan-perubahan faktor-faktor yang berpengaruh. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan teknik analisis ini sering digunakan, antara lain :

1. Disadari bahwa di dalam membuat proyeksi aliran kas terdapat ketidaksempurnaan estimasi yang menyangkut aliran kas masuk (manfaat - manfaat) dan keluar (biaya-biaya).

2. Adanya ketidakpastian (uncertainty) baik yang menyangkut harga-harga input dan output maupun estimasi produksi, dan lain sebagainya.

3. Adanya kemungkinan perubahan tingkat suku bunga bank, inflasi dan resikoresiko di masa yang akan datang yang pada akhirnya berpengaruh terhadap besarnya nilai uang.

G. Strategi Pengembangan Usahatani 1. Pengertian Strategi

(42)

a) Mengukur dan memanfaatkan kesempatan atau peluang sehingga mampu menciptakan keberhasilan.

b) Agar lebih terkordinasi aktivitas – aktivitas yang dilakukan

c) Sebagai landasan untuk memonitor perubahan yang terjadi, sehingga dapat segera dilakukan penyesuaian, dan sebagai cermin atau bahan evaluasi, sehingga bisa menjadi penyempurnaan perencan strategis yang akan datang. Proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan (formulasi) strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.

2. Analisis Lingkunagn Internal dan Eksternal

Anilisis lingkungan internal merupakan analisis yang dilakukan terhadap situasi yang terjadi dalam perusahaan. Dalam analisis ini harus mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi perusahaan. Sedangkan faktor eksternal perusahaan adalah faktor – faktor di luar perusahaan yang bisa mempengaruhi arah dan tindakan suatu perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur organisasi dan proses internal perusahaan (Pearce dan Robinson 1997).

3. Analisis SWOT ( Strengths, Weaknesess, Opportunities, Threat)

(43)

menghasilkan strategi alternatif yang layak, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik.

Tabel 5. Matrik SWOT Internal

Eksternal

Strengths ( S ) Weaknesses ( W ) Opportunies ( O )

Treaths (T)

Strategi SO Strategi ST

Strategi WO Strategi WT Sumber : Pearce dan Robinson (1991)

Menurut David (2006) faktor – faktor kunci eksternal dan internal merupakan pembentukan matriks SWOT yang menghasilkan empat tipe strategi, yaitu :

a. Strategis SO yakni strategis yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal

b. Strategi WO yakni mengatasi kelemahan internl dengan memanfaatkan keunggulan peluang eksternal.

c. Strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dari ancaman eksternal.

d. Strategi WT adalah strategi bertahan dengan meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman

(44)

3.Mendukung strategi turn around 1. Medukung strategi agresif

4.Mendukung strategi defensif 2. Mendukung Strategi Diversifikasi

Gambar 1. Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2000)

Keterangan :

Kuadran I : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah – masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut yang lebih baik.

Kuadran 3 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Berbagai Peluang

Kekuatan Internal Kelemahan Internal

(45)
(46)

35

III. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Pemikiran

Jamur tiram merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Selain itu jamur tiram merupakan pangan yang aman untuk dikonsumsi dengan harga yang relatif murah, maka hampir semua kalangan mampu membelinya. Keunggulan yang spesifik dari jamur tiram bila dibandingkan dengan tanaman lain maupun hewan adalah kemampuan dalam mengubah celulose atau lignin menjadi polisakarida dan protein yang bebas kolesterol.

Jamur tiram umumnya bisa hidup di dataran tinggi saja. Akan tetapi sekarang budidaya jamur tiram dapat dikembangkan di datran rendah juga, meskipun perawatannya harus lebih insentif dan di tempatkan dalam rumah jamur ( kumbung) yang bersuhu antara 20°C - 28°C. Dengan berkembangnya teknologi, Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus ) sekarang sudah mulai dibudidayakan di rumah – rumah. Bahkan bisa menjadi peluang bisnis yang menggiurkan.

(47)

Dalam kegiatan usaha tani jamur tiram resiko terbesar yang terjadi adalah risiko harga dan resiko produksi. Untuk mengetahui jenis resiko yang terjadi terlebih dahulu dilakukan identifikasi resiko pada usaha yang dianggap beresiko. Indikasi resiko pada suatu usaha dapat dilihat dari fluktuasi atau variasi harga dan hasil produksi yang diperoleh pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan periode sebelum atau sesudahnya. Salah satu indikasi adanya resiko pada usaha jamur di Indonesia dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas tanaman jamur Kerugian akibat resiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen juga menurun.

Tingkat resiko suatu kegiatan menjadi acuan dalam menentukan besaran nilai yang dihasilkan (keuntungan). Umumnya kegiatan bisnis dengan resiko tinggi diyakini dapat memberikan keuntungan yang besar. Artinya, nilai keuntungan searah dengan tingkat risikonya. Hal tersebut dapat terwujud apabila ternyata dalam melakukan kegiatan usaha, risiko yang diperkirakan tidak terjadi sehingga pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan biaya kerugian akibat adanya risiko. Tetapi apabila ternyata risiko yang diperkirakan terjadi pada kegiatan usaha yang dipilih, maka yang diperoleh pelaku usaha adalah kegagalan dan kerugian.

(48)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Gambar 2 dijelaskan bahwa dengan adanya potensi sumber daya alam seperti : lahan, agroklimat yang cocok, serta pemanfaatan hasil hutan kayu serta permintaan konsumen yang begitu besar terhadap jamur tiram putih sehingga usaha tani jamur tiram putih sangat propektif. Dengan melihat sebuah peluang untuk dapat berpartisipasi dalam mencukupi kebutuhan konsumen jamur tiram, Desa Wadungasih sebagai desa yang memiliki motivasi yang besar untuk mengembangkan usahatani jamur tiram putih. Akan tetapi permasalahan yang Permintaan Jamur

Tiram Putih

Potensi Sumber Daya Alam

Usahatani Jamur Tiram Putih

Internal Eksternal

Analisis Kelayakan Usahatani : NPV at risk

Penurunan petani dan penurunan

produksi

Strategi Pengembangan Usahatani Jamur Tiram

(49)

dihadapi usaha ini adalah adanya resiko produksi, serta penurunan petani jamur tiram putih di wilayah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari produksi yang berfluktuasi setiap periode selama masa tanam berlangsung. Kondisi tersebut disebabkan karena tanaman jamur tiram putih rentan terhadap perubahan cuaca yang sulit diprediksi serta serangan hama dan penyakit tanaman yang sulit dikendalikan. Selain itu keterampilan tenaga kerja yang dimiliki masih belum memadai.Resiko produksi tersebut akan berakibat terhadap kegagalan produksi yang akan menurunkan pendapatan usaha. Untuk itu maka kajian terhadap kelayakan usaha dari jamur tiram putih dapat ditinjau kembali dengan menggunakan metode NPV at risk yang mana dalam menilai kelayakan suatu kegiatan usaha melibatkan unsur resiko yang akan mempengaruhi posisi cash flow dari kegiatan tersebut, yang mana hal ini tidak dilakukan dalam perhitungan NPV secara tradisional.

(50)

dapat ditentukan berbagai alternatif strategi – strategi untuk meningkatkan produksi jamur tiram putih di Desa Wadungasih, Buduran, Kabupaten Sidoarjo.

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut :

1. Usahatani jamur tiram putih Di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo layak untuk dikembangkan.

(51)

IV. METODE PENELITIAN

A. Penentuan Lokasi

Dalam penelitian ini, penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan melakukan survey terlebih dahulu pada daerah yang akan diteliti. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan sengaja di Desa Wadungasih,Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra pengembangan usahatani jamur tiram putih di Kebupaten Sidoarjo yang terdapat 37 petani jamur tiram .

B. Penentuan Sampel

(52)

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Yaitu data yang langsung diperoleh dari petani yang terkait dalam usaha tani jamur tiram putih yang meliputi teknik pembudidayaan jamur tiram putih , hasil produksi yang diperoleh, tingkat umur, tingkat pendidikan serta unsur – unsur penerimaan dan pengeluaran usahatani tersebut, dan data lain yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari :

a. Observasi

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data pendahuluan mengenai keadaan daerah yang akan diteliti dengan cara melakukan survey langsung ke Desa Wadungasih, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, sebagai tempat penelitian.

b. Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data primer dengan cara memberikan daftar kuisioner atau bertanya secara langsung kepada petani jamur tiram putih di Desa Wadungasih, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, selaku responden.

2. Data Sekunder

(53)

a. Keadaan Daerah

Meliputi : luas daerah, batas daerah, distribusi penggunaan tanah, Peta Desa Wadungasih, jumlah penduduk, tingkat umur, tingkat pendidikan, sarana pendukung, keadaan pertanian dan jenis pertanian.

b. Keadaan iklim

Meliputi : banyaknya curah hujan, sushu udara rata – rata, ketinggian permukaan tanah air laut.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi istilah dan pengukuran variable dalam penelitian ini adalah :

1. Usahatani jamur tiram putih adalah upaya petani jamur tiram putih untuk menggunakan atau memanfaatkan seluruh sumberdaya (tanah, air, uang, tenaga kerja) dalam budidaya jamur tiram putih secara efisien sehingga dapat diperoleh hasil yang berupa produksi jamur tiram putih segar maupun keuntungan finansial secara optimal.

2. Studi kelayakan adalah suatu metode untuk menganalisis usahatani jamur tiram putih tentang kemungkinan layak atau tidaknya usaha tersebut dilaksanakan, serta untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan usahatani jamur tiram putih.

3. Resiko usaha tani jamur tiram putih adalah faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan sehingga terjadinya konsekuensi yang tidak diinginkan dalam usahatani jamur tiram putih, dimana resiko yang terdapat dalam usaha tani jamur tiram putih adalah resiko produksi dan harga.

(54)

usahatani jamur tiram putih yang telah memperhitungkan resiko usahatani seperti resiko kenaikan harga input, perubahan harga output dan resiko keggalan panen.

5. Cash flow adalah arus kas yang mencakup arus kas masuk dan arus kas keluar pada usahatani jamur tiram putih selama periode proyeksi. Komponen arus kas (cash flow) dalam investasi terdiri dari aliran kas masuk (cash inflow) yang merupakan unsur pendapatan operasi dari usahatani jamur tiram putih dan arus keluar (cash outflow) yang merupakan unsur beban atau biaya – biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jamur tiram putih.

6. Net present value adalah nilai sekarang dari arus pendapatan pada masa yang akan datang yang akan didiskontokan dengan biaya modal rata – rata yang digunakan kemudian dikurangi dengan nilai investasi yang telah dikeluarkan dalam usahatani jamur tiram putih.

7. Analisis sensitivitas usahatani jamur tiram putih merupakan suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan usahatani jamur tiram putih apabila kejadian – kejadiannya berbeda dengan perkiraan – perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Dimana kejadian tersebut terjadi jika penurunan produksi dan kenaikkan upah tenaga kerja lebih besar dari perencanaan yang telah dibuat petani.

8. Strategi pengembangan usaha tani jamur tiram putih adalah tindakan dan keputusan yang diambil oleh petani jamur tiram putih dengan mempertimbangkan faktor – faktor lingkungan internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi pengembangan usahatani jamur tiram putih.

(55)

diukur olehpengambil keputusan yaitu petani jamur tiram putih. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko.

10. Analisis strategi adalah suatu analisis untuk tujuan jangka panjang dari suatu daerah yang potensinya mencakup pendayagunaan dalam alokasi semua sumber daya (tanah, air, tenaga kerja) yang penting untuk mencapai tujuan usahatani jamur tiram putih.

11. Analisis SWOT adalah suatu analisis untuk membandingkan antara faktor eksternal diluar usahatani jamur tiram, yang terdiri dari peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal yang ada didalam usahatani jamur tiram putih, yang terdiri dari kekuatan (Strength) dan kelemahan (weakness).

12. Analisis Eksternal yaitu situasi dan kondisi yang berada di luar usaha tani jamur tiram putih yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja usaha pengembangan sistem usaha tani jamur tiram putih.

13. Analisis Internal adalah untuk mengetahui faktor – faktor keunggulan strategis pada usahatani jamur tiram putih guna menentukan dimana kekuatan dan kelemahannya.

14. Peluang (opportunities) adalah situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan diluar usahatani jamur tiram putih. Identifikasi dari dukungan pemerintah dapat membantu usahatani jamur tiram persaingan, perubahan teknologi dan hubungan baik dengan pemasok.

(56)

serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, cuaca yang tidak menentu dan fluktuasi harga bahan baku.

16. Kekuatan (strenght) adalah suatu sumberdaya, ketrampilan atau keunggulan lain yang ada didalam usahatani jamur tiram putih terhadap pesaing. Identifikasinya seperti ketersediaan bahan baku jamur tiram putih, kualitas jamur tiram putih yang baik, diversifikasi produk relatif banyak, dan lahan untuk pengembangan usaha jamur tiram putih yang masih luas.

17. Kelemahan (weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam mutu manajemen pengelolaan usahatani jamur tiram putih, lemahnya permodalan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan.

18. Tujuan dari analisis SWOT adalah untuk menentukan strategi dalam pengembangan kegiatan usahatani di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo berdasarkan faktor strategis dari kekuatan dan kelemahan dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih dan juga faktor strategis dari peluang dan ancaman dalam kegiatan usaha tani jamur tiram putih.

E. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, maka data yang telah terkumpul disempurnakan serta dianalisis yang selanjutnya dipindahkan ke dalam bentuk analisis statistik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan :

(57)

2. Analisis deskriptif adalah suatu pengolahan data yang dilakukan dengan cara menguraikan dalam bentuk kalimat dan menghubungkan dengan teori – teori yang ada guna mendapatkan kesimpulan.

Untuk menjawab tujuan penelitian, maka analisis data yang dilakukan sebagai berikut :

a. Untuk menjawab tujuan pertama menggunakan analisis kelayakan usaha dengan menggunakan metode NPV at Risk adalah salah satu model penilaian kelayakan investasi yang didasarkan pada kondisi ketidakpastian dan resiko yang akan mempengaruhi posisi cash flow dari kegiatan usahatani. Model ini dikembangkan oleh Ye dan Tiong ( 2000 ) yang menggabungkan unsur risiko dan pengembalian dalam penilaian investasi. Adapun penerapan model NPV at Risk sebagai berikut :

1) Membuat perkiraan cash flow yang terdiri dari kas masuk yang merupakan unsur pendapatan operasi dan kas keluar yang merupakan unsur biaya. Cash flow yang diperhitungkan adalah cash flow yang dihitung setelah pengurangan pajak. Adapun pengembangan model cash flow yang dibuat dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Menentukan total biaya investasi, yaitu biaya yang muncul dari pembelian peralatan dan pembangunan sarana produksi usaha budidaya jamur tiram b) Menentukan besarnya ketidakpastian terhadap biaya operasional usaha

yang dapat dirumuskan dengan : BOj = BOg ( 1 + Fj )

Dimana :

(58)

Bog = biaya operasional pada tahun j ( namun sebelum ada

penyesuian terhadap inflasi) Fj = rata – rata laju inflasi di tahun j.

c) Menentukan penyesuaian terhadap besarnya harga jual jamur tiram putih segar di tahun berikutnya yang dipengaruhi oleh perubahan laju inflasi.

n

P

t(1+j)

= P

tj

π

(1+F

j

)

j= 1 Dimana :

Pt(1+j) = harga produk t pada tahun (j+1)

Ptj = harga awal produk t pada tahun j (diketahui dari data)

Fj = rata – rata laju inflasi tiap tahun (diketahui dari data)

d) Menentukan besarnya kas bersih dari operasional setelah dikurangi pajak. Kas bersih hasil operasional ini merupakan cash flow usaha yang dirumuskan sebagai berikut :

NCFATj = ( Tot.REVj – BIj – BOj – PBBj ) – Tj

Keterangan :

NCFAT = arus bersih dari operasional setelah dikurangi pajak Tot REVj = total penerimaan ditahun j

BIj = total biaya investasi di tahun j

PBBj = pajak bumi dan banguan di tahun j

Tj = pajak penghasilan di tahun j

(59)

NPV = NCFAT ( 1 + ϑj ) – 1 – TBI

Keterangan :

NPV = Net Present Value

ϑj = discount rate ( WACC) ditahun j

NCFAT = arus bersih dari operasional setelah dikurangi pajak

Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari pada nilai sekarang biaya total. Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV adalah : NPV > 0 proyek diterima

NPV < 0 proyek ditolak

NPV = proyek berada dalam keadaan break even

3) Biaya modal usaha merupakan rata – rata tertimbang dari biaya pinjaman dan modal sendiri atau disebut juga sebagai Weighted average of cost of capial

(WACC) dengan perhitungan sebagai berikut :

WACC = D Kd ( 1 – t ) + E Ke

D + E D + E

Keterangan :

D = besarnya pinjaman berbunga yang digunakan (debt)

E = modal sendiri ( equity )

Kd = cost of debt

Ke = cost of equity

(60)

Metode ini menggunakan perangkat lunak Add ins yang terintegrasi dengan

perangkat lunak spreadsheet, seperti @risk dan Crystall Ball.

4) Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat pengaruh – pengaruh yang akan

terjadi akibat keadaan yang berubah – ubah. Pada bidang pertanian, proyek –

proyek sensitif berubah – ubah akibat empat permasalahan utama :

a) Harga, yaitu meneliti apabila terjadi kekeliruan dalam membuat asumsi

mengenai harga jual produk proyek pertanian.

b) Keterlambatan pelaksanaan, yaitu meneliti pengaruh – pengaruh

keterlambatan dalam proyek terhadap manfaat sekarang netto, tingkat

pengembalian secara financial, secara ekonomi dan ratio manfaat.

c) Kenaikan biaya, yaitu menguji sensitivitas proyek apabila terjadi

kesalahan dalam memperkirakan besarnya biaya.

d) Hasil, yaitu menguji kembali suatu usulan proyek mengenai sensitivitas

terhadap kesalahan – kesalahan yang dilakukan dalam memperkirakan

hasil yang diperoleh.

b. Untuk menjawab tujuan kedua menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT

merupakan analisis analisis statistik deskriptif, yaitu dalam analisisnya

mengidentifikasi faktor – faktor lingkungan eksternal dan internal, yaitu variable

kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan

ancaman (threats). Dari tabel – tabel yang ada, ditransformasikan kedalam matrik

Faktor Strategi Internal ( IFAS) dan matrik Faktor Strategi Eksternal (EFAS).

1) Matrik IFAS

Adapun langkah – langkah penentuan Faktor Strategi Internal (IFAS) adalah :

a) Menentukan faktor – faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan pada

(61)

b) Memberikan bobot masing – masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Berdasarkan

pengaruh faktor – faktor tersebut terhadap posisi strategi (semua bobot

tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00).

c) Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan

memberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai 1 (poor). Variabel yang

bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberikan

nilai +1 sampai dengan +4(sangat baik). Sedangkan variabel yang

bersifat negatif kebalikannya. Misalnya bila kelemahan perusahaan besar

sekali dibandingkan dengan rata – rata perusahaan nilainya adalah

1,sedangkan bila kelemahan perusahaan dibawah rata – rata

perusahaan nilainya adalah 4.

d) Mengkalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 4. Hasilnya

berupa skor pembobotan untuk masing – masing faktor yang nilainya

bervariasi mulai dari 4,0(outstanding) sampai 1,0 (poor).

e) Menggunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan

mengapa faktor – faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor

pembobotannya dihitung.

f) Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total

skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana harus beraksi

(62)

Tabel 6. Analisis Faktor Strategi Internal Faktor – faktor

Strategi Internal

Bobot Rating Bobot x Rating Komentar

1. Kekuatan :

Adapun langkah – langkah penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS) adalah :

a) Menyusun dalam kolom ( 1 sampai 4 peluang dan ancaman)

b) Memberikan bobot masing – masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor – faktor

tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor

strategis.

c) Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) samapi 1 (poor)

berdasarkan pengaruh faktor – faktor yang mempengaruhi tersebut

terhadap kondisi perusahaan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang

bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4). Pemberian

Gambar

Tabel 1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Dibandingkan dengan Bahan Makanan   Lain  dalam Satuan Berat Segar
Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil produksi jamur tiram putih di Desa
Gambar 1. Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2000)
Gambar 2 dijelaskan bahwa dengan adanya potensi sumber daya alam
+7

Referensi

Dokumen terkait