• Tidak ada hasil yang ditemukan

sentra produksi jamur tiram putih. Kegiatan pembudidayaan jamur tiram putih di Desa Wadungasih merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar. Dimana wilayah tersebut sebagai besar bermata pencaharian sampingan sebagai petani jamur tiram putih. Usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih berdiri pada tahun 2009 dan ada 37 petani yang mengusahakan jamur tiram.

Pada tahun 2010 usahatani jamur tiram putih ini diresmikan oleh pemerintah sebagai sentra jamur tiram putih , yang dalam naungan satu kelompok tani dengan nama “Maju Makmur”. Kegiatan budidaya ini mulai memasyarakat di Desa Wadungasih karena selain keuntungan yang ditawarkan dari hasil budidaya cukup memuaskan, cara pembudidayaannya pun relatif tidak sulit. Kelompok tani ini memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Setiap anggotanya diberikan kemudahan, seperti apabila ada salah seorang petani yang mengalami permasalahan dalam budidaya jamur tiram putih, maka ketua kelompok tani tersebut siap membantu dengan memberikan solusi. Adapun pengurus dalam kelompok tani “Maju Makmur” sebagai berikut :

Gambar 3. Struktur Pengurusan Jamur Tira Putih “Maju Makmur”

Berdasarkan pada Gambar 3. menunjukkan bahwa dalam Struktur organisasi pengurusan kelompok tani “Maju Makmur” masih bersifat sederhana. Kelompok tani jamur tiram putih “Maju Makmur” hanya memiliki satu orang ketua yang dalam naungan satu kelompok tani, memiliki wakil, sekertaris, bendahara, dan humas masing – masing satu orang, serta anggota sebanyak 32 orang petani yang mengusahakan jamur tiram putih.

Desa wadungasih merupakan wilayah dataran rendah dengan suhu rata – rata 39ºC , sedangkan syarat tumbuh jamur tiram putih bersuhu antara 20ºC - 28ºC oleh karena itu masyarakat sekitar mecoba untuk mengembangkan jamur tiram putih dengan perawatan yang lebih intensif. Budidaya jamur tiram putih di

Wakil (satu orang) Ketua “Maju Makmur”

(satu orang) Sekertaris (satu orang) Bendahara (satu orang) Humas (satu orang) Anggota (32 orang)

baik dalam hal proses produksi, perolehan bahan baku dan harga input yang diterima oleh para petani. Akan tetapi budidaya jamur tiram putih di dataran rendah menghadapi resiko produksi yang lebih tinggi, sehingga harga jual jamur tiram putih segar yang lebih tinggi belum dapat mengimbangi resiko yang terjadi pada proses produksi jamur tiram putih.

Petani jamur tiram putih di Desa Wadungasih yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu Sunarto skala usaha 10.000 log, Abdul Azis skala usaha 5.000 log, Agus Purnomo skala usaha 4.000 log, Mukhtar skala usaha 6.000 log, Salam skala usaha 3.000. Salah satu faktor yang penting dalam budidaya jamur tiram putih adalah rumah produksi jamur tiram putih yang biasa disebut dengan kumbung jamur. Kumbung jamur tiram putih biasanya dibuat dengan ukuran tertentu, disesuaikan dengan kapasitas dan produksi yang dikehendaki.

Pembuatan kumbung di lokasi penelitian dengan cara membuat kondisi

iklim dalam kumbung yang ideal dengan jamur maka bisa menumbuhkan jamur tiram putih dengan baik. Bangunan kumbung harus cukup tinggi, sehingga dapat meminimalisir panas akibat terik matahari. Kumbung di lokasi penelitian terbuat dari bilik bambu yang dilengkapi ventilasi selebar 90 cm yang ditutup paranet supaya aliran udara lebih lancar, juga dengan dilengkapi rak – rak bertingkat yang telah disesuaikan dengan kapasitas kumbung.

Pembuatan kumbung dengan sistem sirkulasi buka tutup, yang dimaksud adalah menutup sirkulasi kumbung jamur di siang hari agar kelembapan di dalamnya tetap terjaga, dan membukanya pada malam hari sehingga suhu ruangan di dalam kumbung jamur bisa lebih dingin. Di lokasi penelitian untuk menjaga kelembapan maka menggunakan sebuah selang yang dihibungkan

dengan spayer untuk mengabutkan kumbung dengan frekuensi 2-3 kali sehari, bisa lebih apabila kondisi terlalu panas. Hasilnya suhu yang ideal untuk jamur tiram tumbuh bisa dipertahankan.

Gambar 4. Kumbung kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih

Budidaya jamur tiram putih di lokasi penelitian menggunakan peralatan yang sederhana seperti sekop, timbangan, selang, kompor, hidrometer, spayer, dan alat sterilisasi. Alat sterilisasi yang digunakan yaitu berupa drum. Sterilisasi merupakan proses yang bertujuan untuk mematikan mikroba baik bakteri, kapang, atau jasad renik lain dengan cara dikukus. Proses budidaya jamur tiram putih di lokasi penelitian diawali dengan pembuatan media tanam. Proses budidaya jamur tiram putih dimulai dari penyediaan input usahatani yang terdiri dari bibit jamur, serbuk gaji, bekatul, kapur, gipsum, kantong plastik, spirtus, alkohol, karet, koran bekas, cincin bambu, dan plastik pengemas hasil panen. Bibit jamur tiram putih diperoleh dari petani jamur tiram di luar Desa Wadungasih. Serbuk gergaji diperoleh dari pabrik-pabrik penggergajian kayu dan input lainnya diperoleh dari pasar di sekitar Desa Wadungasih. Jarak antara sumber input

dengan petani berbeda-beda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan pada harga input tersebut.

Bahan utama untuk membuat media tanam jamur adalah serbuk gergaji. Serbuk gergaji harus disaring terlebih dahulu agar serbuk lebih bersih, halus, dan terpisah dari potongan-potongan kayu. Serbuk gergaji kemudian dicampur dengan kapur, dedak, dan gips. Proses selanjutnya media tanam ditambahkan air dengan tujuan untuk melembabkan media tanam sampai kondisi dimana jika media tanam digenggam, gumpalan media yang terbentuk tidak pecah setelah genggaman dibuka dan tangan turut basah. Pencampuran harus dilakukan dengan sungguh - sungguh agar benar-benar merata. Setelah tercampur merata, media tanam jamur tersebut dikomposkan selama satu malam.

Media tanam yang telah siap dimasukan ke kantong plastik tahan panas yang telah dibentuk seperti tabung kemudian dipadatkan dengan botol. Kantong plastik harus dijaga jangan sampai bocor atau tergores karena dapat menjadi tempat masuknya mikroorganisme pengganggu jamur tiram. Setelah terisi sampai tiga per empat bagian, plastik ditutup dengan bagian sisanya dilipat dan diberi karet. Log yang telah jadi dikukus di dalam drum yang tertutup selama delapan jam yang bertujuan untuk mensterilkan media tanam dari mikroorganisme pengganggu. Setelah sterilisasi, media didinginkan selama 5 – 10 jam. Langkah selanjutnya adalah proses inokulasi atau memasukan bibit ke dalam log.

Proses inokulasi dilakukan di ruangan yang tertutup rapat. Suhu ruangan dikondisikan sedemikian sehingga cukup hangat dengan menyalakan lilin atau lampu yang berbahan bakar spirtus. Semua alat yang digunakan untuk proses inokulasi dan tangan harus disterilkan dengan alkohol 70% dengan

menghangatkan sendok, koran penutup, dan cincin di atas lampu spirtus. Log yang telah selesai diinokulasi disimpan dalam ruangan tertutup selama 25 – 30 hari yang sering disebut dengan proses inkubasi. Setelah 25 – 30 hari log akan penuh dengan miselium atau putih merata dan log dipindahkan ke kumbung. Proses selanjutnya adalah pemotongan plastik sebatas di bawah cincin. Setelah 7 – 10 hari dari pembukaan log maka jamur siap dipanen. Sebelum digunakan kumbung harus dibersihkan dan disemprot dengan alkohol 70 persen. Keadaan kumbung harus gelap dan ditutup rapat karena pertumbuhan jamur tiram tidak memerlukan cahaya matahari. Pada 3 – 5 hari setelah proses inokulasi akan terlihat bercak kehijauan sampai kekuningan jika jamur terserang hama. Penyebabnya karena kebocoran pada plastik atau proses inokulasi yang kurang steril. Log yang terserang hama harus segera dipisahkan dari log yang lainnya untuk didaur ulang. Persentase kerusakan log pada usahatani jamur tiram putih di Desa Wadungasih adalah 10 persen.

Kegiatan pemeliharaan jamur diantaranya penyiraman bagian luar log (tidak sampai kena media), pembersihan ruangan, dan pemantauan pertumbuhan jamur. Proses pemeliharaan dilakukan sehari dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. Pemanenan jamur dilakukan dengan mencabut seluruh bagian jamur secara hati-hati agar tidak meninggalkan bagian jamur dalam log karena akan mengganggu pertumbuhan jamur selanjutnya. Setiap kali panen, log dipotong tipis pada bagian atasnya agar pertumbuhan jamur lebih cepat dan banyak. Pemanenan umumnya tidak dapat dilakukan serentak walaupun medianya dibuat dalam waktu yang bersamaan. Salah satu penyebabnya adalah

Pemanenan dilakukan antara 7 – 10 hari setelah pembukaan log tergantung kondisi kemekaran yang dicapai jamur. Rata-rata produksi jamur tiram putih yang dihasilkan oleh kelompok tani “Maju Makmur” di Desa Wadungasih per log adalah 0,25 kg. Setelah dipanen jamur lalu digunting pangkalnya kemudian dikemas dalam plastik sebanyak 10 kilo gram. Satu siklus produksi dalam satu log memiliki frekuensi panen sebanyak 4 – 5 kali dengan jangka waktu antara panennya 1 – 2 minggu. Jamur tiram putih yang dihasilkan oleh kelompok tani jamur tiram putih “Maju Makmur” di Desa Wadungasih dipasarkan dalam bentuk segar. Selain itu kelompok tani “Maju Makmur” juga menjual log jamur tiram putih. Dalam memasarkan produknya kelompok tani jamur tiram putih “Maju Makmur” di Desa Wadungasih menjualnya langsung kepada konsumen yang mendatangi kumbung petani setiap hari pada masa panen. Harga jamur tiram segar di tingkat petani pada saat penelitian adalah Rp 13.000,- Proses budidaya jamur tiram putihkelompok tani “Maju Makmur” dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5.Proses Budidaya Jamur Tiram Putih Kelompok Tani “Maju Makmur”

B. Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Wadungasih

Dokumen terkait