• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Seng (2n) Plasma Berkorelasi Dengan Derajat Keparahan Vitiligo Berdasarkan Virtiligo Area Scoring Index.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar Seng (2n) Plasma Berkorelasi Dengan Derajat Keparahan Vitiligo Berdasarkan Virtiligo Area Scoring Index."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

KADAR SENG (Zn) PLASMA BERKORELASI

DENGAN DERAJAT KEPARAHAN VITILIGO

BERDASARKAN

VITILIGO AREA SCORING INDEX

GUSTI AGUNG AYU SRIYANI NIM 1114088104

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

KADAR SENG (Zn) PLASMA BERKORELASI

DENGAN DERAJAT KEPARAHAN VITILIGO

BERDASARKAN

VITILIGO AREA SCORING INDEX

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

GUSTI AGUNG AYU SRIYANI NIM 1114088104

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 18 JANUARI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.dr. IGAA Praharsini, SpKK Prof. dr. Made Swastika Adiguna, SpKK (K), FINSDV, FAADV

NIP 195903301985112001 NIP. 195201011980031003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu biomedik-Combined Degree Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana

(4)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 18 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Universitas Udayana No. ..., Tanggal ...

Ketua : Dr. dr. IGAA Praharsini, SpKK, FINSDV

Sekretaris : Prof. dr. Made Swastika Adiguna, SpKK (K), FINSDV, FAADV

Anggota :

1. Dr. dr. Made Wardhana, SpKK (K), FINSDV

(5)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Gusti Agung Ayu Sriyani

NIM : 1114088104

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik

Judul : Kadar Seng (Zn) Plasma Berkorelasi Dengan Derajat Keparahan Vitiligo Berdasarkan Vitiligo Area Scoring Index

Dengan ini menyatakan bahwa karya Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar,

Yang membuat pernyataan,

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “Kadar Seng (Zn) Plasma Berkorelasi Dengan Derajat

Keparahan Vitiligo Berdasarkan Vitiligo Area Scoring Index”.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. IGAA Praharsini, SpKK, FINSDV sebagai pembimbing pertama dan Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV sebagai pembimbing kedua serta sebagai kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penulis menyadari tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan, motivasi, semangat dan bantuan lainnya yang dengan penuh perhatian dan kesabaran diberikan kepada penulis.

(7)

vii

Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. A.A. Sri Saraswati, M.Kes, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes, FICS, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis I di Universitas Udayana. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M. Phill dan seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA Universitas Udayana yang telah membantu dan memberikan sarana serta prasarana pemeriksaan demi kelancaran tesis ini. Terima kasih kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (Combine Degree), Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, SpGK, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Kekhususan Kedokteran Klinik (Combine Degree).

(8)

viii

anak tersayang I Dewa Agung Gede Tustanaya dan I Dewa Agung Ayu Istri Kencana Pradnyaswari, terimakasih atas dukungan, pengorbanan dan motivasi kalian, yang tiada hentinya diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan pendidikan ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / TuhanYang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya akhir ini. Penulis menyadari sepenuhnya karya akhir ini jauh dari sempurna dan dengan segala kerendahan hati penulis tetap mohon petunjuk dan saran perbaikan sehingga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.

Denpasar, Januari 2016

(9)

ix ABSTRAK

KADAR SENG (Zn) PLASMA BERKORELASI DENGAN DERAJAT KEPARAHAN VITILIGO BERDASARKAN

VITILIGO AREA SCORING INDEX

Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi pada kulit dan mukosa yang ditandai dengan makula depigmentasi. Patogenesis vitiligo sangat kompleks, diperkirakan depigmentasi kulit terjadi melalui destruksi melanosit atau penghambatan tirosinase. Seng merupakan salah satu trace element yang memainkan peranan penting dalam proses melanogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata kadar seng plasma antara subyek vitiligo dengan bukan vitiligo serta mengetahui adanya korelasi negatif antara kadar seng plasma dengan derajat keparahan subyek vitiligo.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional analitik dengan 43 sampel vitiligo dan 15 sampel bukan vitiligo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada subyek vitiligo dan bukan vitiligo dilakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kadar seng plasma. Pada subyek vitiligo juga dilakukan penilaian derajat keparahan dengan menggunakan Vitiligo Area Scoring Index (VASI).

Pada penelitian ini didapatkan rerata kadar seng plasma subyek vitiligo secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan subyek bukan vitiligo (p < 0,001) dan pada penelitian ini juga didapatkan kadar seng plasma berkorelasi dengan derajat keparahan (r = 0,256 ; p = 0,097).

Simpulan pada penelitian ini adalah kadar seng plasma subyek vitiligo lebih rendah dibandingkan subyek bukan vitiligo serta terdapat korelasi lemah namun tidak signifikan antara kadar seng plasma dengan derajat keparahan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang peranan kadar seng plasma yang rendah dengan patogenesis vitiligo.

(10)

x ABSTRACT

PLASMA ZINC (Zn) LEVELS CORRELATE WITH THE SEVERITY OF VITILIGO BASED ON

VITILIGO AREA SCORING INDEX

Vitiligo is a pigmentation disorder on the skin and mucosa that is characterized by depigmented patches. The pathogenesis of vitiligo is very complex, estimated skin depigmentation occurs through destruction of melanocytes or tyrosinase inhibition. Zinc is a trace element that plays an important role in the process of melanogenesis. The purpose of this study is to compare the mean plasma zinc levels between vitiligo and non vitiligo subjects and to know the existence of negative correlation between plasma zinc levels with severity of vitiligo.

This study uses an analytical cross sectional study design with 43 vitiligo samples and 15 non vitiligo samples that qualify inclusion and exclusion criteria. Venous blood was taken on vitiligo and non vitiligo subjects for examination of plasma zinc levels. Severity of vitiligo also assessed using Vitiligo Area Scoring Index (VASI) on vitiligo subjects.

In this study, the mean plasma zinc levels vitiligo subjects are significantly lower compared to non vitiligo subjects (p <0.001) and the plasma zinc levels correlated with the severity (r = 0.256; p = 0.097).

The conclusions of this research are the plasma zinc levels of vitiligo subject lower than non vitiligo subjects and there are weak correlation but not significant between plasma zinc levels and the severity. Need to do more research on the role of low plasma zinc levels with vitiligo pathogenesis.

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan khusus ... 5

(12)

xii

(13)

xiii

4.4.1. Klasifikasi dan Identifikasi Variabel ... 40

4.4.2. Definisi Operasional Variabel ... 41

5.3. Komparasi Kadar Seng Plasma pada Subyek Vitiligo dan bukan Vitiligo ... 53

5.4. Korelasi Kadar Seng Plasma dengan Derajat Keparahan Vitiligo .... 55

BAB VI PEMBAHASAN ... 57

(14)

xiv

6.2. Komparasi Kadar Seng Plasma pada Subyek Vitiligo dan bukan

Vitiligo ... 59

6.3. Korelasi Kadar Seng Plasma dengan Derajat Keparahan Vitiligo .... 61

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 64

7.1. Simpulan ... 64

7.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.Panduan untuk memperkirakan derajat pigmentasi pada vitiligo 14

Gambar 2.2. Peran metalloenzyme pada sintesis melanin ... 22

Gambar 2.3. Seng sebagai antioksidan dan regulator apoptosis ... 25

Gambar 2.4. Peran seng pada imunitas ... 27

Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 35

Gambar 4.1. Rancangan Cross-Sectional... 37

Gambar 4.2. Bagan Hubungan antar Variabel ... 40

Gambar 4.3. Skema Alur Penelitian ... 47

Gambar 5.1. Grafik Box Plot Perbandingan Kadar Seng Plasma pada Subyek Vitiligo dan bukan Vitiligo ... 54

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Diagnosis Banding Vitiligo ... 12 Tabel 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ... 51 Tabel 5.2. Hasil Uji Normalitas Data ... 52 Tabel 5.3. Beda Rerata Kadar Seng Plasma Subyek Vitiligo dan bukan

Vitiligo……….. ……… 53

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 68

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian ... 69

Lampiran 3. Penjelasan dan Form Persetujuan Penelitian ... 70

Lampiran 4. Formulir Persetujuan Tertulis ... 72

Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ... 73

Lampiran 6. Data Sampel Penelitian ... 77

Lampiran 7. Hasil Statistik SPSS ... 80

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

5,6-DHI : 5,6 dihidroksiindol

5,6-DHICA : 5,6-dihidroksiindol-2-asam karboksilik CAT : catalase

CytC : cytochromes C

DNA : deoxyribonucleic Acid DOPA : dihidroksi fenilalanin GSH : glutathione

H2O2 : hidrogen peroksida

ICP : inductive couple plasma

IL : interleukin

INF : interferon

iNOS : inducible nitric oxide synthase KUVA : khellin dan ultraviolet A MT : metallothioneins

N : besar sampel.

NADPH : nicotinamide adenine dinucleotide phosphate NB-UVB : narrow band ultraviolet B

(19)

xix O2•- : gugus superoksida

OH• : gugus hidroksil

PUVA : psoralen dan ultraviolet A

R : korelasi

RNA : ribonucleic acid

RNS : reactive nitroso speciaes ROS : reactive oxygen species RSUP : rumah sakit umum pusat

SH : sulfhydryl

SOD : superoxide dismutase

Th : T helper

TNF : tumor necrosis factor TRP : tyrosine related protein UV : ultraviolet A

VASI : vitiligo area scoring index WNI : warga negara indonesia

Zn : Seng

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo menyebabkan bercak putih pada kulit dan mukosa seseorang sehingga dapat mempengaruhi penampilannya secara keseluruhan. Meskipun vitiligo tidak berbahaya bagi kesehatan namun keberadaannya dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam aktifitas sosial.

Vitiligo adalah kelainan pigmentasi didapat yang tidak menular, idiopatik, progresif ditandai dengan makula depigmentasi batas tegas dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, dimana ukuran dan jumlahnya meningkat seiring waktu. Vitiligo merupakan kelainan pigmen yang paling sering terjadi. Pada pengamatan histokimia kulit, rambut, membran mukosa dan retina tidak terdapat melanosit yang fungsional. Gambaran histologis menunjukkan hilangnya melanosit dan melanin dalam bercak depigmentasi (Birlea dkk., 2012 ; Zeng dkk., 2014).

(21)

2

bertambahnya usia. Tidak ada perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan (Birlea dkk., 2012 ; Zeng dkk., 2014).

Etiologi dan patogenesis vitiligo yang tepat tidak sepenuhnya dipahami. Patogenesis vitiligo sangat kompleks, terdapat beberapa hipotesis yaitu hipotesis genetika, hipotesis autoimun dan hipotesis biokimia (Birlea dkk., 2012). Autoimunitas, destruksi diri melanosit, faktor kimiawi saraf, gen dan stres oksidatif merupakan hipotesis yang populer. Disfungsi dari sistem kekebalan tubuh dan neuroendokrin yang diinduksi oleh berbagai faktor internal dan eksternal pada individu atau sifat biologis yang diwariskan, diperkirakan menyebabkan depigmentasi kulit melalui destruksi melanosit atau penghambatan tirosinase (Zeng dkk., 2014).

Diagnosis vitiligo dilakukan secara klinis dengan bantuan lampu Wood untuk menentukan luas dan aktivitas lesi serta respon terhadap terapi (Alikhan dkk., 2011). Vitiligo dibedakan menjadi segmental dan non segmental berdasarkan gambaran klinis dan dibedakan menjadi lokalisata, generalisata dan universal berdasarkan distribusi polimorfik, perluasan dan jumlah bercak putih yang terjadi (Taieb dan Picardo, 2007 ; Birlea dkk., 2012). Selain itu vitiligo juga dibedakan menjadi aktif dan stabil berdasarkan aktivitas penyakit (Alghamdi dkk., 2012).

(22)

3

dapat digunakan untuk menilai repigmentasi yang terjadi sebagai respon terapi (Hamzavi dkk., 2004; Alghamdi dkk., 2012).

Seng merupakan salah satu trace elemen penting yang terkait dengan kesehatan dan penyakit (Arora dkk., 2002 ; Bagherani dkk., 2011). Seng terdapat pada semua sel dan sangat diperlukan untuk fungsi normal sel, jaringan dan organ tubuh. Seng merupakan bagian integral dari sejumlah metalloenzymes yang diperlukan untuk metabolisme protein, karbohidrat, lipid dan asam nukleat yang normal (Arora dkk., 2002). Seng merupakan salah satu trace element yang memainkan peranan penting dalam proses melanogenesis. Selain itu seng juga sebagai kofaktor untuk sistem pertahanan antioksidan dan merupakan faktor antiapoptotik potensial. Seng dapat merangsang imunitas selular melawan kemungkinan infeksi. (Prasad, 2009 ; Bagherani dkk., 2011).

Parameter yang digunakan untuk mengetahui status seng antara lain konsentrasi seng plasma atau serum, rambut, urin, penelitian isotop dan pengukuran enzim yang tergantung seng (Hidayat, 1999). Penurunan kadar seng telah dilaporkan dalam sejumlah kelainan kulit oleh beberapa peneliti, sementara yang lain telah membantah temuan ini. Tidak banyak penelitian tentang kadar seng pada kelainan kulit (Arora dkk., 2002).

(23)

4

lebih tinggi pada pasien vitiligo dibandingkan dengan kontrol (Helmy dkk., 2004). Shameer dkk. mendapatkan kadar seng pada 21,6% pasien vitiligo berkurang sedangkan pada kontrol dalam kisaran normal. Perbedaan antara dua kelompok ini signifikan secara statistik (Shameer dkk., 2005). Wasan dan Rubayee pada penelitiannya menemukan kadar seng menurun secara bermakna pada pasien vitiligo dibandingkan dengan kontrol (Wasan dan Rubayee, 2011).

Demikian juga pada suatu meta-analisis yang dilakukan oleh Zeng dkk. ditemukan kadar seng secara signifikan lebih rendah pada pasien vitiligo daripada kelompok kontrol yang sehat. Dalam meta-analisis ini, satu penelitian menunjukkan kadar seng darah lebih rendah pada vitiligo generalisata dan pasien yang lebih muda, namun tiga penelitian menunjukkan bahwa kadar seng darah tidak memiliki hubungan dengan gambaran lesi kulit, lamanya perjalanan penyakit, aktivitas penyakit, luas area kulit yang rusak atau usia pasien (Zeng dkk., 2014).

(24)

5

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah rerata kadar seng plasma pada pasien vitiligo lebih rendah dibandingkan bukan vitiligo?

2. Apakah terdapat korelasi negatif antara kadar seng plasma yang rendah dengan peningkatan derajat keparahan vitiligo ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya korelasi negatif antara kadar seng plasma dengan derajat keparahan vitiligo

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rerata kadar seng plasma antara pasien vitiligo dengan bukan vitiligo.

2. Mengetahui adanya korelasi negatif antara kadar seng plasma dengan derajat keparahan pasien vitiligo.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan mengenai peranan seng pada patogenesis terjadinya vitiligo.

1.4.2 Manfaat Paktis

(25)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Vitiligo

Vitiligo merupakan suatu kelainan didapat yang mengenai kulit dan mukosa yang ditandai dengan makula depigmentasi berbatas tegas yang terjadi akibat adanya kerusakan selektif pada melanosit (Alikhan dkk., 20110). Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang paling sering ditemukan, dapat terjadi pada semua umur dan jenis kelamin (Alikhan dkk., 2011 ; Birlea dkk., 2012 ).

Prevalensi vitiligo diperkirakan berkisar 0,1%-2% dan menunjukkan variasi yang luas diantara kelompok etnis yang berbeda. Perbedaan ini kemungkinan dihubungkan dengan lebih tingginya pasien vitiligo yang melapor. Hal ini berkaitan dengan kontras warna kulit yang tampak dan stigma yang diterima oleh pasien yang mendorong untuk mencari pengobatan. (Alzolibani dkk., 2011 ; Kruger dan Schallreuter, 2012).

(26)

7

menunjukkan peningkatan pelaporan kasus oleh wanita akibat lebih besarnya konsekuensi sosial yang diterima (Alzolibani dkk., 2011).

2.1.1. Etiologi dan Patogenesis

Vitiligo merupakan penyakit yang multifaktorial. Vitiligo memiliki patogenesis kompleks yang belum diketahui sepenuhnya. Berbagai teori dihubungkan dengan patogenesis vitiligo dimana faktor genetik dan non-genetik berinteraksi sehingga mempengaruhi fungsi dan survival melanosit dan selanjutnya menyebabkan kerusakan autoimun terhadap melanosit. Berbagai teori tersebut antara lain gangguan pada adhesi melanosit, kerusakan neurogenik, kerusakan biokimia, dan autotoksisitas (Bagherani dkk., 2011 ; Birlea dkk., 2012 ).

(27)

8

Beberapa bukti menunjukkan bahwa vitiligo adalah penyakit yang terjadi di seluruh epidermis, kemungkinan melibatkan baik melanosit dan keratinosit. Abnormalitas ultrastruktural dari keratinosit pada bagian perilesional kemungkinan berhubungan dengan gangguan aktivitas mitokondria yang diduga mempengaruhi produksi dari faktor pertumbuhan dan sitokin spesifik dari melanosit yang mengatur survival melanosit. Temuan adanya peningkatan hidrogen peroksida pada lesi yang kemungkinan disebabkan oleh menurunnya aktivitas antioksidan dari keratinosit dan melanosit. Gangguan sistem antioksidan menyebabkan melanosit lebih rentan baik terhadap sitotoksisitas imunologis maupun toksisitas yang diinduksi oleh reactive oxygen species (ROS) (Dytoc dan Malhotra, 2011 ; Koshoffer dan Boissy, 2014).

Pewarisan sifat biologis mungkin bisa membuat melanosit dari beberapa orang menjadi rentan terhadap pencetus lingkungan atau stres lainnya, mengakibatkan melanosit mati oleh nekrosis, apoptosis atau pyroptosis, sebagai akibat hilangnya toleransi imun dan akhirnya autoimunitas melanosit. Di sisi lain, akumulasi senyawa toksik, perubahan lingkungan selular, gangguan migrasi dan proliferasi melanosit, infeksi seperti virus, saraf, autoimun dan faktor autositotoksik semuanya dapat berkontribusi untuk vitiligo (Bagherani dkk., 2011 ; Yaghoobi dkk., 2011).

(28)

9

vivo. Saat ini, diduga bahwa antibodi ini adalah suatu respon humoral sekunder.

Infiltrat inflamasi pada tepi lesi yang terutama terdiri atas limfosit T sitotoksik diduga memainkan peranan yang lebih besar. Sel T ini menghasilkan profil sitokin tipe 1 dan terdapat secara bersamaan dengan melanosit epidermal, sehingga dihipotesiskan bahwa sel ini bersifat sitolitik aktif terhadap melanosit yang ada melalui granzyme/perforin pathway (Yaghoobi dkk., 2011 ; Birlea dkk., 2012 )

Selain itu melanin merupakan pigmen koloid. Pigmen koloid diketahui memiliki afinitas tinggi untuk ion logam. Ion logam tertentu seperti tembaga, seng dan besi ditemukan dengan kadar tinggi dalam jaringan berpigmen yang terlibat dalam sintesis melanin (Bagherani dkk., 2011 ; Yaghoobi dkk., 2011).

2.1.2. Manifestasi Klinis

(29)

10

Faktor pemicu terjadinya vitiligo yang pernah dilaporkan antara lain trauma fisik, paparan sinar matahari, stres psikologis, inflamasi, kehamilan, kontrasepsi, defisiensi vitamin, dan banyak lagi. Fenomena Koebner juga dapat ditemukan pada vitiligo dimana lesi dapat muncul pada area kulit yang mengalami trauma. Depigmentasi pada rambut yang terdapat pada lesi vitiligo atau leukotrikia dapat terjadi antara 10-60% dan dianggap sebagai indikasi kerusakan reservoir melanosit di dalam folikel rambut serta dihubungkan dengan respon terapi yang lebih buruk (Alikhan dkk.,2011 ; Birlea dkk., 2012 ).

(30)

11

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis dari vitiligo biasanya ditegakkan berdasarkan penilaian klinis yang mencakup distribusi, luas lesi dan perjalanan penyakit (Taieb dan Picardo, 2007). Pemeriksaan lampu Wood dapat membantu menegakkan diagnosis. Lampu Wood dapat digunakan untuk menentukan luas dan aktivitas vitiligo serta monitoring respon terapi (Alikhan dkk., 2011).

(31)

12

Tabel 2.1. Diagnosis Banding Vitiligo (Birlea dkk., 2012)

DIAGNOSIS BANDING VITILIGO VULGARIS

Lupus eritematosus diskoid, skleroderma, liken sklerosus et atropikus, psoriasis Hipomelanosis Paramaligna

2.1.4 Penilaian derajat keparahan vitiligo

(32)

13

Pada penghitungan skor VASI tubuh pasien dibagi menjadi 5 bagian yaitu tangan, ekstrimitas atas (tidak termasuk tangan), badan, ekstrimitas bawah (tidak termasuk kaki), dan kaki. Regio aksila dimasukkan dalam ekstrimitas atas sedangkan regio inguinal dan bokong dimasukan dalam ekstrimitas bawah. Satu hand unit, yang mencakup telapak tangan dan permukaan volar dari jari tangan

diperkirakan sebanyak 1% dan digunakan untuk menilai jumlah area yang terlibat di setiap regio (Hamzavi dkk., 2004).

Derajat depigmentasi ditentukan berdasarkan gambaran lesi yang dinilai dengan skor 0%, 10%, 25%, 50%, 75%, 90%, 100%. Derajat 100% depigmentasi berarti tidak ada pigmen yang tampak, derajat 90% berarti terdapat bercak pigmen yang tampak, derajat 75% berarti area depigmentasi melebihi area pigmentasi, derajat 50% berarti area yang mengalami depigmentasi dan yang mengalami pigmentasi adalah sama banyak, derajat 25% berarti area pigmentasi melebihi area depigmentasi, derajat 10% berarti hanya terdapat bercak depigmentasi, dan derajat 0% berarti tidak terdapat bercak depigmentasi. Skor VASI ditentukan dengan menjumlahkan area vitiligo dalam hand units dan derajat depigmentasi dalam setiap hand unit yang diperiksa dengan skor minimal 0 sampai dengan skor maksimal 100 menggunakan rumus (Hamzavi dkk., 2004; Kawakami dan Hashimoto, 2011) :

.

(33)

14

Gambar 2.1. Panduan untuk memperkirakan derajat pigmentasi pada vitiligo (Hamzavi dkk., 2004)

2.1.5. Penatalaksanaan

(34)

15

Yaghoobi dkk. dalam randomized control trial membandingkan efektifitas steroid topikal dengan kombinasi steroid topikal dan seng sulfat oral pada 15 pasien. Pada pengamatan didapatkan respon klinis yang cukup namun tidak signifikan secara statistik terhadap 24,7% pasien dalam kelompok kombinasi steroid topikal-seng oral dibandingkan dengan 21,43% pada kelompok steroid topikal setelah empat bulan terapi. (Gupta dkk., 2014).

Fototerapi menggunakan narrowband ultraviolet B (NB-UVB) (311 nm) saat ini menjadi pilihan terutama pada vitiligo aktif dengan lesi yang luas. Fototerapi NB-UVB memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan fotokemoterapi psoralen dan UVA (PUVA) atau khellin dan UVA (KUVA) dengan efektivitas yang setara. Saat ini dikembangkan alat targeted phototherapy yang dapat menjadi pilihan pada lesi yang lebih terlokalisir yaitu menggunakan excimer atau lampu yang menghasilkan sinar dalam range UVB (puncak pada 308 nm) (Majid, 2010 ; Taieb dkk., 2013 ).

(35)

16

dilakukan dengan transplantasi melanosit pada lesi vitiligo dengan kulit normal yang berasal dari donor autolog (Majid, 2010 ; Taieb dkk., 2013 ).

2.1.6 Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan penyakit vitiligo tidak dapat diprediksi, namun sebagian besar kondisi bersifat progresif lambat dan sulit untuk dikontrol dengan terapi. Beberapa lesi berkembang seiring waktu, tetapi lesi lainnya dapat menetap dalam kondisi stabil dalam jangka waktu yang lama. Parameter seperti durasi penyakit yang lama, adanya fenomena koebner, adanya leukotrikia, dan keterlibatan mukosa dikatakan dapat menjadi faktor prognostik buruk pada pasien (Birlea dkk., 2012).

2.2 Seng

2.2.1. Homeostasis Seng

Homeostasis atau mempertahankan keadaaan konstan dari nutrizi seng selular merupakan hal penting untuk fungsi normal. Pada hewan dan manusia, penyesuaian dalam absorpsi seng dan ekskresi intestinal endogen adalah sarana utama mempertahankan homeostasis seng. Penyesuaian absorpsi seng pada gastrointestinal dan ekskresi endogen adalah sinergis (King dkk., 2000).

(36)

17

µgm/100ml dengan nilai rata-rata dari 120 ± 22 µgm/100ml (Arora dkk., 2002 ; Bagherani dkk., 2011).

Seng terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di dalam setiap sel. Seng tersebar dalam semua organ, jaringan dan cairan tubuh. Kulit mengandung sekitar 6% dari total seng tubuh, deposito terbesar terdapat dalam otot dan tulang (Hidayat, 1999 ; Bagherani dkk., 2011 ). Konsentrasi seng tinggi dalam jaringan berpigmen. Melanosom bertindak sebagai tempat penyimpanan seng pada tingkat selular (Bagherani dkk., 2011). Kebutuhan seng fisiologis yang sebenarnya adalah banyaknya seng yang harus diabsorpsi untuk menggantikan pengeluaran endogen, pembentukan jaringan, pertumbuhan dan sekresi susu. Jadi kebutuhan seng fisiologis tergantung dari usia dan status fisiologis seseorang (Hidayat, 1999).

(37)

18

oleh ikatan dengan albumin, αβ makroglobulin atau transferin. Seng dalam

plasma diangkut oleh albumin (60 - 70%) dan αβ makroglobulin (γ0-40%). Sejumlah kecil diangkut oleh transferin dan asam amino bebas (Hidayat, 1999).

Seng sebagian besar disekresi dalam pankreas dan sedikit dalam empedu. Bioavailabilitas diet seng bervariasi antara sumber yang berbeda, tetapi sekitar 20% sampai 30%. Seng didistribusikan ke seluruh tubuh dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di otot, tulang, kulit, mata, dan cairan prostat. Seng terutama diekskresikan dalam feses dan pengaturan pembuangan melalui feses penting dalam homoeostasis seng. Sejumlah kecil seng hilang dalam urin dan keringat (Hidayat, 1999 ; Bagherani dkk., 2011 ).

Defisiensi seng dapat terjadi karena asupan makanan yang tidak memadai dan absorpsi yang buruk atau karena meningkatnya ekskresi. Beberapa faktor predisposisi asupan makanan yang tidak memadai dan absorpsi yang buruk adalah gagal ginjal kronis atau keganasan, Penurunan kadar seng juga telah dilaporkan pada penyakit sistemik seperti tuberkulosis, sirosis, hepatitis virus dan infark miokard. Penurunan kadar seng juga dapat terjadi pada pemakaian kontrasepsi oral, kehamilan, alkoholisme (Arora dkk., 2002 ; Shamerr dkk., 2005).

2.2.2. Fungsi Seng

(38)

19

dalam sintesa dan degradasi dari karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat dan pembentukan embrio. Seng juga berperan penting dalam sistem kekebalan dan terbukti bahwa seng adalah mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Limfopenia dan penurunan fungsi lekosit sering ditemukan pada pasien defisiensi seng (Prasad, 2009 ; Baltaci dan Mogulkoc, 2012).

Seng adalah elemen yang terlibat dalam banyak proses biokimia yang mendukung kehidupan. Proses yang paling penting adalah respirasi selular, pemanfaatan oksigen seluler, reproduksi deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA), pemeliharaan integritas membran sel dan penyerapan radikal bebas (Yaghoobi dkk., 2011 ; Zeng dkk., 2014 ). Seng berperan dalam hampir semua fungsi tubuh dari spermatogenesis hingga pertumbuhan proses berpikir abstrak (Arora dkk., 2002).

Seng dapat berfungsi sebagai metalloenzymes. Metalloenzyme adalah setiap enzim yang mengandung atom logam yang terikat dengan erat. Seng merupakan komponen dari metalloenzymes untuk mempertahankan kelangsungan berbagai proses metabolisme dan stabilitas membran sel. Fungsi seng dalam metalloenzyme ialah katalitik, pengaturan struktural dan non-katalitik. Sejak tahun 1869, seng telah terbukti menjadi kofaktor lebih dari 300 metalloenzymes dan lebih dari 2000 faktor transkripsi (Hidayat, 1999 ; Bagherani

(39)

20

Seng sebagai salah satu metalloenzymes memainkan peran penting dalam proses melanogenesis. Melanogenesis yaitu proses sintesis dan distribusi melanin di epidermis. Melanogenesis meliputi beberapa tahapan, transkripsi protein yang dibutuhkan untuk melanogenesis, biogenesis melanosom, pemilihan protein melanogenik dalam melanosom, transpor melanosom ke ujung dendrit melanosit dan transfer melanosom ke keratinosit (Park dan Yaar, 2012).

Melanin merupakan derivat indol dihidroksi fenilalanin (DOPA) dan dibentuk dalam melanosom melalui suatu rangkaian langkah-langkah oksidatif. Sintesis kedua jenis melanin melibatkan langkah-langkah katalitik dengan kecepatan terbatas dimana asam amino tirosin dioksidasi oleh enzim tirosinase menjadi DOPA. Perubahan tirosin menjadi DOPA dianggap sebagai langkah penghenti melanogenesis karena inhibisi reaksi ini menghambat sintesis melanin. Di kedua reaksi, DOPA berfungsi sebagai kofaktor dan substrat untuk tirosinase. DOPA dioksidasi menjadi dopaquinon, dopaquinon kemudian diubah menjadi dopachrome dan dopachrome dapat diubah menjadi 5,6 dihidroksiindol (DHI) atau menjadi 5,6-dihidroksiindol-2-asam karboksilik (DHICA) (Anstey, 2010).

(40)

21

yang kemudian menjadi pheomelanin kuning/merah terlarut, dengan berat molekul rendah (Simon dkk., 2009 ; Videira dkk., 2013).

Tirosinase merupakan enzim penting pada melanogenesis. Struktur protein tirosinase sangat stabil di antara spesies yang lain dan menunjukkan homologi tinggi dengan related protein lainnya termasuk tyrosinase-related protein 1 (TRP1 / TYRP1) dan tyrosinase-tyrosinase-related protein 2 (TRP2 / TYRP2 / DCT). Tyrosinase-related protein 2 terutama mengikat seng sedangkan TYRP1 itu mengikat besi dengan lemah (Solano dkk., 1996 ; Slominski dkk., 2004 ).

(41)

22

Gambar 2.2. Peran metalloenzyme pada sintesis melanin (Anstey, 2010)

(42)

23

Ketiga, seng meningkatkan aktivasi molekul, protein dan enzim antioksidan seperti glutathione (GSH), catalase (CAT) dan superoxida dismutase (SOD) dan juga mengurangi aktivitas enzim yang menginduksi pembentukan oksidan, seperti inducible nitric acid synthase (iNOS) dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) oksidase serta menghambat proses peroksidase

lipid. Seng menghambat enzim NADPH oksidase sehingga mengurangi pembentukan ROS. Keempat, seng menginduksi pembentukan metallotionein (MT) yang kaya cysteine melindungi dari radikal bebas terutama ion OH (Prasad, 2014). Seng sebagai antioksidan memainkan peran penting dalam perlindungan terhadap kerusakan oleh radikal bebas. Seng terlibat dalam perusakan radikal bebas melalui sistem enzim kaskade (Bagherani dkk., 2011 ; Orlova dan Orlov, 2011 ; Quere dkk., 2014 ).

(43)

24

dapat dijelaskan. Jalur aktivasi р5γ hingga caspase 9 berjalan melalui aktivasi gen proapoptotik kelompok Bcl-2 (Orlova dan Orlov, 2011).

Mekanisme apoptosis р5γ terkait erat dengan fungsi DNA-polimerase, yang merupakan bagian dari enzim yang tergantung seng. Hampir semua jalur yg dijelaskan merupakan jalur tergantung-seng, di mana ion seng yang disertakan sebagai faktor intermediet, bekerja dalam ketergantungan konsentrasi seng dan adanya faktor tambahan, seperti inhibitor apoptosis atau agen sitotoksik kuat yg mempengaruhi tahapan-tahapan yg terkait proses. Mekanisme seng hampir selalu merupakan proses mediasi dan proses tersebut berlangsung melalui cara yang relatif rumit dan berbeda. Seng berpartisipasi dalam sinyal sel sebagai mesenger sekunder. Pengaruh seng pd proses tergantung konsentrasi (Orlova dan Orlov, 2011).

(44)

25

Nekrosis tergantung dosis seng, sedangkan apoptosis tidak meningkat dengan meningkatnya konsentrasi seng. Ekspresi anti-apoptosis secara nyata meningkat, sedangkan ekspresi proapoptotik protein Bax dan Bad menurun. Pada Gambar. 2.2. digambarkan keterkaitan seng dan partisipan utama apoptosis. Seng termasuk dalam berbagai jalur siklus yang mengarah ke apoptosis. Jalur siklus terkecil dan paling banyak dipelajari adalah siklus antioksidan, namun untuk lebih lengkapnya siklus menjadi lebih lebar dan beragam, terjalin satu sama lain dan mencakup antar-hubungan yang lebih luas (Bagherani dkk., 2011 ; Orlova dan Orlov, 2011).

Gambar 2.3. Seng sebagai antioksidan dan regulator apoptosis (Orlova dan Orlov, 2011).

(45)

26

peningkatan respon imun memperbaiki pertahanan tubuh host dan meningkatkan resistensi terhadap patogen pada subyek dengan defisiensi seng. Masuknya seng dalam jumlah normal ke dalam organisme merupakan faktor imunoregulator penting terutama dalam menjaga homeostasis jaringan epitel yang berada di baris depan untuk menghadapi infeksi. Defisiensi seng menyebabkan adanya hipofungsi dalam sistem respon imun sel Т yang memperburuk efek dari faktor risiko lain pada sistem kekebalan tubuh. Limfosit T lebih rentan terhadap defisiensi seng dibandingkan dengan sel B sehingga sistem imun sel Т lebih tergantung pada homeostasis seng, terutama terkait dengan sekresi interleukin tergantung sel Т dan sitokin yang berbeda (Prasad, 2014)

(46)

27

ringkasan konsep mengenai peran seng dalam imunitas seluler (Orlova dan Orlov, 2011 ; Prasad, 2014 ).

Gambar 2.4. Peran seng pada imunitas (Prasad, 2014).

2.3 Peranan Seng pada Vitiligo

(47)

28

Beberapa penelitian mengenai kadar seng dalam darah pada vitiligo telah dilakukan, namun hasil penelitian yang ada sekarang masih terdapat kontroversi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Arora dkk. didapatkan kadar seng dalam darah lebih rendah pada pasien vitiligo daripada kelompok kontrol, tetapi perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Perbedaan ini tidak signifikan dalam nilai rata-rata kadar seng dalam darah yang diamati dalam kaitannya dengan jenis kelamin, usia, ras, kebiasaan makanan dan variasi diurnal (Arora dkk., 2002).

Helmy dkk. menunjukkan kadar seng dalam darah secara signifikan lebih tinggi pada pasien vitiligo dibandingkan dengan kontrol. Peneliti berpikir bahwa peningkatan kadar seng dalam darah berasal dari pelepasan seng melalui peningkatan apoptosis sel mononuklear darah perifer pada pasien vitiligo. Selain itu, melanin adalah pigmen koloid dan memiliki afinitas tinggi dengan ion logam, oleh karena itu, seng dan ion logam lainnya ditemukan dalam kadar tinggi pada jaringan berpigmen yang terlibat dalam sintesis melanin. Karena melanosit menurun pada pasien vitiligo, sedikit seng digunakan untuk sintesis melanin, sehingga meningkatkan kadar seng dalam darah (Bagherani dkk., 2011).

(48)

29

dua saudara kandung dengan akrodermatitis enteropatika yang mengalami penurunan kadar seng dalam darah (Inamadar dan Palit, 2007). Mohamed dkk. melakukan penelitian untuk memperkirakan kadar seng dalam darah dan kulit pasien vitiligo, mereka menemukan penurunan yang signifikan kadar seng dalam darah. Wasan dan Rubayee pada penelitiannya menemukan kadar seng dalam darah menurun secara bermakna pada pasien vitiligo dibandingkan dengan kontrol dan mereka menyimpulkan bahwa penurunan kadar seng dapat memiliki peran penting pada etiopatogenesis penyakit vitiligo (Wasan dan Rubayee, 2011). Dalam suatu meta-analisis kadar seng dalam darah dibandingkan antara kelompok kasus dan kontrol. Kadar seng secara signifikan lebih rendah pada pasien vitiligo daripada kelompok kontrol yang sehat (Zeng dkk., 2014).

(49)

30

Seng sebagai salah satu metalloenzymes memainkan peran penting dalam proses melanogenesis. Selama tahap akhir pembentukan eumelanin pada melanogenesis, metalloenzymes mengkatalisis transformasi dopachrome untuk membentuk DHICA sehingga seng mungkin memiliki efek penting pada vitiligo (Shameer dkk., 2005 ; Wasan dan Rubayee, 2011 ; Zeng dkk., 2014 ). Reaksi transformasi dopachrome dikatalisis oleh enzim dopachrome tautomerase atau TRP2. Tyrosinase-related protein 2 yang terutama mengikat seng bertindak sebagai tautomerase dopachrome mengkatalisis transformasi dari dopachrome. Hal itu berarti seng mengkatalisis proses yang merupakan tahap akhir dari pembentukan eumelanin pada melanogenesis yaitu transformasi dopachrome untuk membentuk DHICA dan peningkatan pembentukan eumelanin polimer dari monomer.

(50)

31

memainkan peran patogenik penting dalam vitiligo. Telah diketahui bahwa defisiensi zat antioksidan dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas radikal bebas, yang bersifat sitotoksik terhadap melanosit dan menghambat tirosinase. Penelitian di tingkat molekuler telah menunjukkan defisiensi zat antioksidan dalam kulit pasien vitiligo. Hal ini menyebabkan efek sitotoksik dari ROS seperti anion superoksida dan hidroksil radikal yang dihasilkan oleh epidermis yang rusak oleh ultraviolet (Z Shameer dkk., 2005 ; Zeng dkk., 2014 ).

Pada sisi lain, melalui mekanisme pertahanan antioksidan, seng sebagai trace element dapat merangsang kaskade protective antiapoptotic cellular

stress-signaling dan dengan demikian dapat menstabilkan protein sel sehingga menjadi

(51)

32

Gambar

Tabel 2.1. Diagnosis Banding Vitiligo (Birlea dkk., 2012)
Gambar 2.1. Panduan untuk memperkirakan derajat pigmentasi pada vitiligo (Hamzavi dkk., 2004)
Gambar 2.2. Peran metalloenzyme pada sintesis melanin (Anstey, 2010)
Gambar 2.3.  Seng sebagai antioksidan dan regulator apoptosis (Orlova dan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Penelitian kualitatif ini mendeskripsikan metakognisi mahasiswa perempuan dengan gaya kognitif reflektif dan impulsif dalam menyelesaikan masalah bangun datar. Subjek

Mengingat upaya peningkatan kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui pendekatan siklus hidup, dimana kebutuhan akan pelayanan kesehatan untuk setiap tahapan individu

Struktur Semantik Verba Proses Tipe Kejadian Bahasa Jawa: Kajian.. Metabahasa

Hasil penelitian yang dilakukan pada PT.Citra Raja Ampat Canning Sorong pada bagian gudang jadi ,dengan menggunakan lembar cheeck sheet didapat 30 sampel basket produk

Fungsi pelaksanaan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak

Bayam adalah jawaban yang tepat untuk melawan anemia karena kandungan zat besi pada sayuran bayam sangat baik untuk pembentukan sel darah merah.. Lebih dari

Surat Tugas merupakan salah satu jenis naskah dinas penugasan. Surat Tugas adalah naskah dinas yang dibuat oleh atasan atau pejabat yang berwenang kepada bawahan atau

Untuk variabel NIM antara Bank UMUM (BU), Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank perkreditas Rakyat Syariah (BPRS) yang paling kecil adalah pada Bank Perkreditan Rakyat