Universitas Kristen Maranatha
vi
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah pada anak usia 9-11 tahun yang mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub di kota Bandung. Untuk itu peneliti memakai metode deskriptif dengan teknik survai.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner penyesuaian sosial yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori penyesuaian sosial dari Schneiders (1964), serta dengan memodifikasi beberapa item dari alar ukur serupa yang disusun oleh Maria Janiwati Jona dan Monika King. Kuesioner ini terdiri dari 46 item yang menjaring kelima aspek kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah, yaitu kemampuan menerima dan menghargai otoritas, memiliki minat dan mau berparisipasi dalam kegiatan sekolah, mampu membina relasi dengan teman dan guru, mampu menerima pembatasan dan tanggung jawab, serta mau membantu pihak sekolah dalam mencapai tujuan sekolah. Hasil uji coba tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 10.0 kemudian diperoleh validitas berkisar antara 0,211-0,664 dan reliabilitas 0,912.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 65% anak usia 9-11 tahun yang mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub menunjukkan kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah pada taraf cukup adekuat. 35% lainnya menunjukkan kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah pada taraf adekuat.
Universitas Kristen Maranatha
vii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan... i
Kata Pengantar ... ii
Abstrak ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel... ix
Daftar Lampiran ... x
Bab I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 7
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.4Kegunaan Penelitian... 7
1.5Kerangka Pemikiran ... 8
1.6Asumsi... 19
Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyesuaian sosial... 20
2.2 Masa Kanak-kanak Akhir ... 29
2.3 Deskripsi WoodCamp ... 32
Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 38
Universitas Kristen Maranatha
viii
3.3 Alat Ukur... 40
3.3.1 Kuesioner Kemampuan Penyesuaian Sosial ... 40
3.3.2 Validitas Alat Ukur ... 42
3.3.3 Reliabilitas Alat Ukur ... 44
3.3.4 Data Penunjang ... 45
3.4 Populasi Sasaran ... 45
3.5 Teknik Analisis ... 46
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 47
4.2 Hasil Penelitian ... 48
4.3 Pembahasan... 48
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran... 62
Daftar Pustaka...xi
Daftar Rujukan...xii
Universitas Kristen Maranatha
ix
DAFTAR TABEL
3.3.1.1 Tabel Penyebaran Item Positif dan Negatif ... ..40
3.3.1.2 Tabel Klasifikasi Kemampuan Penyesuaian Sosial ... ..41
3.3.1.3 Tabel Klasifikasi Kemampuan Penyesuaian Sosial per Aspek... ..42
3.3.2.1 Tabel Kriteria Validitas... ..43
3.3.3.1 Tabel Kriteria Reliabilitas ... ..44
4.1.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... ..47
4.1.2 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia... ..47
4.1.3 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Urutan Kelahiran ... ..47
Universitas Kristen Maranatha
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Prolog
Lampiran II : Kuesioner Penyesuaian Sosial di Lingkungan Sekolah
Lampiran III : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Lampiran IV : Data Mentah Kuesioner
Lampiran V : Tabulasi Silang Penyesuaian Sosial dengan Tiap Aspek
LampiranVI : Ranking Skor Kemampuan Penyesuaian Sosial
Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN I PROLOG
PENGANTAR
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Saya sedang mengadakan penelitian mengenai kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah, pada anak berusia 9-11 tahun, yang mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub. Untuk itu saya mohon kesediaan kerja sama adik-adik untuk mengisi kuisioner ini sesuai petunjuk.
Atas kesediaan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih.
LAMPIRAN II
KUISIONER PENYESUAIAN SOSIAL
KUISIONER PENYESUAIAN SOSIAL
Berikan tanda rumput () pada kolom pilihan yang sesuai dengan keadaan adik-adik yang
sebenarnya, apa yang adik-adik alami dan rasakan. Pilihan jawaban yang tersedia adalah
sangat sering, sering, jarang, dan sangat jarang. Pilihlah berdasarkan pikiran perta- ma yang melintas dan paling sesuai dengan apa yang kamu lakukan sehari-hari di sekolah
Contoh:
Pernyataan Sangat Sering
Sering Jarang Sangat
Jarang
Saya bertengkar dengan teman √
Berarti: kamu sering bertengkar dengan temanmu
Bila kamu ingin memperbaiki jawabanmu, berikan tanda sama dengan (=) pada jawaban
semula, kemudian berikan tanda rumput ( ) pada jawaban yang kamu anggap lebih sesuai dengan keadaan dirimu.
Contoh:
Berarti : kamu jarang bertengkar dengan teman
Demikian seterusnya sehingga tidak ada nomor yang terlewat. Saya akan menjaga kerahasiaan data yang sudah adik-adik percayakan. Terima kasih atas kerja sama dan bantuannya.
KUISIONER PENYESUAIAN SOSIAL
Sangat Sangat No. Pernyataan
Sering Sering Jarang Jarang 1 Saya melaksanakan perintah dari semua guru
2 Saya malas mengikuti upacara sekolah
3 Jika tanda bel masuk kelas berbunyi, saya langsung berbaris di depan kelas
4 Saya menyapa guru saat bertemu mereka
5 Jika saya tidak menyukai seseorang, saya akan menjauhinya
6 Saya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
guru di kelas
7 Saya menyontek saat mengerjakan ulangan / tes
8 Saya melakukan perbuatan jahil pada guru
9 Jika guru memasukkan saya dalam kelompok yang tidak saya inginkan, saya akan tetap berada di kelompok tersebut dan bekerja sama dengan mereka
10 Saya menyapa guru-guru yang tidak mengajar saya
11 Saya meminjamkan catatan pada teman yang tidak masuk karena sakit
12 Saat guru menerangkan, saya mengobrol dengan
teman
13 Saya lebih memilih mengobrol dengan teman daripada
mengerjakan soal latihan
14 Walaupun tidak diwajibkan, saya memilih mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler (misalnya pramuka, judo, dll) dengan sukarela
15 Jika saya tidak menyukai seseorang, saya akan
mengejeknya
16 Saya mengejek guru yang cara berbicaranya lucu
17 Sebelum ulangan / tes, saya mengajak teman belajar bersama
18 Saya menegur teman yang mengobrol saat guru
menerangkan
19 Saya tidak mengerjakan tugas piket karena sudah ada
petugas kebersihan sekolah
20 Saya bersikap judes pada teman yang minta saya
menjelaskan cara mengerjakan soal latihan
21 Saya mengajak teman untuk melaksanakan tugas piket
22 Saya membawa uang jajan lebih dari Rp 20.000,00 ke sekolah
23 Saya menjelaskan cara mengerjakan soal matematika
yang sulit pada teman yang belum mengerti
24 Saya teman mengajak saya untuk terlambat masuk
kelas, saya akan bergabung dengannya
25 Jika guru memberikan tugas kelompok, saya akan diam
saja dan membiarkan teman-teman saya yang bekerja
30 Saya hanya mau menolong teman yang tidak saya sukai
Sangat Sangat No. Pernyataan
Sering Sering Jarang Jarang 31 Saya berusaha membuat tugas (pekerjaan sekolah dan
PR) dengan sebaik mungkin agar mendapat nilai tinggi
32 Saya menegur teman yang membuang sampah
sembarangan agar mereka membuang sampah pada tempatnya
33 Jika guru memilih saya untuk menjadi petugas kelas
(misalnya ketua kelas), saya akan menolaknya
34 Sebelum memakai barang milik teman, saya akan
menunggu sampai dia memberi ijin pada saya
35 Jika guru melarang saya, saya justru akan mencoba
melakukan hal yang dilarang tersebut
36 Saya mengumpulkan tugas sesuai waktu yang
ditentukan oleh guru
37 Saya mengerjakan PR dari guru dengan asal-asalan
38 Saya mengejek guru yang wajahnya jelek
39 Saya menggerutu jika guru memindahkan saya untuk duduk di samping teman yang tidak saya sukai
40 Saya terlibat aktif dalam mengerjakan tugas kelompok
41 Jika saya melakukan kesalahan pada teman, saya langsung meminta maaf
42 Saya menyalin catatan yang diberikan guru dengan rapi
43 Saya membantah perintah dari guru yang tidak saya sukai
44 Saya menawarkan bantuan saat melihat guru dalam
kesulitan misalnya saat membawa banyak buku
45 Jika perintah guru tidak sesuai dengan keinginan saya,
saya berusaha mengungkapkannya dengan cara yang sopan
Rahasia
Data Pribadi
No. :
Nama : ………... L / P
Umur : …….. tahun Kelas : ………….
Hobi : ………
………
Anak ke- ……… dari …….. Bersaudara
Kakak / Adik Jenis Kelamin Usia
L / P
L / P
L / P
L / P
Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Usia
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Riwayat Kesehatan
Sakit berat yang pernah diderita Tahun Akibat dari sakit tersebut
* Nilai rata-rata saya pada semester kemarin …………
* Nilai rata-rata kelas saya pada semester kemarin …………
* Saya meraih peringkat 10 besar (ranking) pada kelas :
…….. 1 …….. 3
Kegiatan di luar sekolah (selain WoodCamp)
Nama Kegiatan Lama Mengikuti Frekuensi per Suka / Tidak ?
(berapa bulan) Minggu
Dari antara kegiatan tersebut, kegiatan yang paling saya sukai adalah ………...
Karena ………..
……….
Saya telah mengikuti kegiatan WoodCamp sejak bulan ………. tahun ……....
Saya mengikuti kegiatan WoodCamp karena : disuruh orang tua / kemauan sendiri *
Hal-hal yang saya pelajari selama mengikuti kegiatan WoodCamp :
………….. Kerja sama dengan teman dalam menyelesaikan tugas
………….. Peduli pada teman
………….. Mematuhi aturan dan pembina
…………. Menghargai kemampuan teman
………….. Menghormati teman
………….. Mengutamakan kepentingan & keinginan kelompok daripada keinginan
sendiri
………….. Melaksanakan tugas dengan tanggung jawab ………….. Lain-lain
: ………..
………..
No. Pernyataan Ya Tidak
1 Orang tua saya mendorong saya untuk punya banyak teman
2 Orang tua saya lebih suka saya bermain di rumah daripada ber -
main dengan teman-teman di lingkungan / dekat rumah saya
3 Orang tua saya mengingatkan saya untuk tidak menghabiskan
makanan yang saya sukai sendirian
4
Saya lebih suka bermain sendirian daripada bersama adik /
kakak
5 Orang tua saya memberi saya kesempatan untuk mengemuka -
kan ide / pendapat saya
6 Orang tua saya mengharuskan saya mengikuti les yang tidak
saya sukai /
inginkan
7 Saya menangis jika orang tua tidak memberikan apa yang saya
inginkan
8 Saya suka menceritakan pengalama dan perasaan saya pada
orang tua saya
9 Di sekolah, saya memiliki teman untuk bermain dan bercerita
Di sekolah, saya biasa bermain dengan ………. orang teman.
Kegiatan yang biasanya saya lakukan bersama teman di sekolah ………
……….
LAMPIRAN III
VALIDITAS DAN REABILITAS ALAT UKUR
VALIDITAS
Reabilitas alat ukur Kemampuan Penyesuaian Sosial ini adalah 0,912 yang berarti memiliki reliabilitas yang sangat tinggi
Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN V
TABULASI SILANG PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN TIAP ASPEK
LAMPIRAN VI
RANKING SKOR KEMAMPUAN PENYESUAIAN SOSIAL
rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
klhrn tengah bungsu sulung tengah sulung sulung sulung sulung tunggal sulung sulung sulung sulung sulung sulung bungsu tengah tengah sulung bungsu
ikt Wc ortu sdri sdri sdri sdri ortu sdri sdri sdri sdri sdri sdri sdri sdri sdri sdri ortu sdri ortu sdri
teman 25 3 4 20 5 3 13 2 2 6 5 11 3 3 5 5 7 6 12 6
kelas 5 4 5 5 5 3 4 3 3 4 3 5 5 3 3 4 4 4 5 5
Keterangan :
Skor = jumlah skor yang diperoleh responden
PS = taraf kemampuan penyesuaian sosial yang ditunjukkan responden berdasar-
kan skor
JK = jenis kelamin responden
Usia = usia reponden
Kelahiran =
urutan kelahiran atau posisi responden dalam
keluarga Lama Wc = lama mengikuti kegiatan WoodCamp
Teman =
jumlah teman yang biasa bermain
bersama Kelas = kelas di sekolah yang sedang diikuti responden
Ikut Wc = mengikuti kegiatan WoodCamp berdasarkan keinginan sendiri atau orang tua Kegiatan / Mg = frekuensi kegiatan di luar sekolah dalam 1 minggu, selain WoodCamp Sakit Berat = sakit berat yang pernah diderita responden
Hobi = hobi atau kegiatan pengisi waktu luang responden
item 1 = adanya dorongan dari orang tua untuk memiliki banyak teman
item 2 = kecenderungan orang tua untuk lebih suka anaknya bermain di rumah dari- pada bersama anak lain di luar rumah
item 3 = adanya didikan orang tua untuk tidak menghabiskan makanan yang disukai
sendirian
item 4 = kecenderungan bermain sendiri daripada bersama saudara
item 5 = adanya kesempatan dari orang tua untuk mengemukakan pendapat/ide item 6 = adanya keharusan dari orang tua untuk mengikuti les yang tidak diinginkan
responden
item 7 = kecenderungan berperilaku menangis jika orang tua tidak memberikan apa yang diinginkan oleh
responden
item 8 = apakah responden suka menceritakan pengalaman dan perasaannya pada orang
tua
Universitas Kristen Maranatha
LAMPIRAN VII
TABULASI SILANG HASIL PENELITIAN DENGAN DATA PENUNJANG
Tabel 1
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN JENIS KELAMIN
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN URUTAN KELAHIRAN
Urutan Kelahiran Sulung Tengah Bungsu Tunggal
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN LAMA MENGIKUTI KEGIATAN WOODCAMP
Lama Mengikuti < 1 tahun 1 - 2 tahun 2 - 3 tahun > 3 tahun
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN KELAS
Tabel 5
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN KEINGINAN MENGIKUTI KEGIATAN WOODCAMP
Keinginan Sendiri Orang Tua
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN JUMLAH TEMAN
< 5 teman 5 - 10 teman > 10 teman
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN KEGIATAN DI LUAR SEKOLAH SELAIN WOODCAMP (PER MINGGU)
Banyak Kegiatan 0 - 3 kegiatan 4 - 6 kegiatan 7 - 9 kegiatan
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN SAKIT BERAT YANG PERNAH DIDERITA
TABULASI SILANG DENGAN BUDAYA KELUARGA
Tabel 10
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN DORONGAN ORANG TUA UNTUK MEMILIKI BANYAK TEMAN
Ya Tidak
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN ORANG TUA YANG LEBIH SUKA ANAKNYA BERMAIN DI RUMAH DARIPADA DI LUAR
Ya Tidak
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN DIDIKAN ORANG TUA UNTUK TIDAK MENGHABISKAN MAKANAN YANG DISUKAI SENDIRIAN
Ya Tidak
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN KECENDERUNGAN BERMAIN SENDIRI DARIPADA DENGAN SAUDARA
Ya Tidak
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN ADANYA KESEMPATAN DARI ORANG TUA UNTUK MENGUNGKAPKAN IDE/PENDAPAT
Tabel 15
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN KEHARUSAN DARI ORANG TUA UNTUK MENGIKUTI LES YANG TIDAK DIINGINKAN
Ya Tidak
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MENANGIS JIKA ORANG TUA TIDAK MEMBERI APA YANG DIINGINKAN
RESPONDEN
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN SUKA MENCERITAKAN PENGALAMAN DAN PERASAAN PADA ORANG TUA
Ya Tidak
PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN ADANYA TEMAN UNTUK BERMAIN DAN BERCERITA
Universitas Kristen Maranatha
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain
untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi
kebutuh-an-kebutuhan sosialnya. Dalam interaksi yang terjadi, terdapat suatu jalinan relasi
yang dapat memberikan rasa aman secara emosional karena individu merasa
dirinya dibutuhkan dan berarti. Kebutuhan akan rasa aman ini juga sudah muncul
pada masa kanak-kanak. Anak menginginkan penerimaan, dan karena anak
mempelajari bahwa anak akan diterima jika berperilaku baik, maka anak berusaha
berperilaku baik untuk mendapatkan perhatian dan penerimaan dari orang tua dan
lingkungan sekitarnya.
Saat anak menginjak usia sekolah, lingkungan sosial anak menjadi lebih
luas. Kesempatan anak untuk berinteraksi dengan teman sebaya pun menjadi lebih
banyak. Pada masa kanak-kanak akhir (late childhood), yaitu usia 9-11 tahun, pengaruh teman sebaya semakin meningkat (LeFrancois, 1986) dan pada usia ini
pula anak diharapkan mulai mengembangkan hubungan pertemanan (Papalia &
Olds, 1986; Berk, 2003; Santrock, 2004). Pada usia ini, anak mulai menyadari
kebutuhannya untuk diterima dalam lingkungan teman sebaya. Kebutuhan ini
menuntut anak untuk mengembangkan hubungan pertemanan, sehingga anak akan
menun-Universitas Kristen Maranatha
2
jang hubungan pertemanannya, salah satunya adalah kemampuan penyesuaian
sosial. Banyaknya waktu yang dihabiskan anak dalam lingkungan sekolah akan
mendorong anak untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial di
lingkungan sekolah.
Jika anak mampu melakukan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah,
anak mampu membina relasi dengan teman, sehingga kebutuhan anak akan
penerimaan terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini dapat membawa anak pada
pengenalan akan kemampuannya, sehingga dapat meminimalkan frustrasi, konflik
mental, maupun rasa tidak bahagia yang mungkin timbul saat anak semakin
dewasa (Schneiders, 1964). Anak yang bertanggung jawab terhadap tugas dan
tanggung jawabnya akan mendapatkan kepercayaan dari guru dan orang tua untuk
melakukan tugas yang lebih sulit, dan tugas yang dikerjakan mereka lebih besar
kemungkinan mendapatkan nilai tinggi. Nilai yang didapat dari tugas tersebut
menjadi umpan balik bagi anak, sehingga anak merasa dirinya mampu. Bila pada
kesempatan lain anak menemui masalah serupa, anak sudah memiliki kesiapan
sehingga lebih besar kemungkinan anak berhasil memecahkan masalah dan tidak
timbul frustrasi.
Anak yang kurang mau bergaul dengan teman, apalagi jika anak
tersebut bersikap kasar, akan lebih sulit mendapatkan penerimaan sosial baik dari
teman maupun guru. Demikian pula halnya dengan anak yang kurang menaruh
minat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh pihak sekolah.
Universitas Kristen Maranatha
3
kelompok dapat membantu anak melatih kemampuan berpikirnya, sehingga anak
memiliki kemampuan analisa maupun sintesa yang akan memudahkan dia saat
menghadapi masalah baik dalam lingkungan sekolahnya, maupun masalah yang
nanti akan dihadapinya saat dewasa.
Anak yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang tidak adekuat,
kebutuhan sosialnya tidak terpenuhi sehingga anak mengalami frustrasi, dan
akhirnya cenderung untuk melakukan perilaku menyimpang, seperti mencuri,
berbuat nakal terhadap teman, serta melanggar peraturan sekolah (Schneiders,
1964). Misalnya pada SD ‘X’ dilaporkan adanya seorang murid kelas 5 yang
menyebarkan gambar porno ke telepon genggam teman-temannya. Murid ini
dikenal sebagai murid yang sering mengobrol di kelas, prestasinya tidak
memu-askan, dan tidak disukai oleh teman-temannya karena sering melakukan perbuatan
usil. Penyesuaian sosial yang tidak adekuat mengakibatkan anak tidak dapat
memenuhi kebutuhan sosialnya. Kebutuhan sosial yang tidak terpenuhi akan
mengakibatkan anak frustrasi dan melakukan perilaku-perilaku yang bersifat
antisosial. Perilaku yang bersifat antisosial tersebut akan mengakibatkan anak
semakin sulit diterima, sehingga frustrasi anak akan semakin meningkat.
Biasanya anak yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang tidak adekuat
melakukan usaha yang tidak efektif dan efisien demi memenuhi kebutuhannya,
misalnya dengan berbuat usil. Anak berharap mendapat perhatian melalui cara
tersebut, namun sebaliknya teman semakin tidak menyukainya sehingga justru
Universitas Kristen Maranatha
4
Pada anak usia 9-11 tahun ada tuntutan untuk mengembangkan berbagai
macam keterampilan, termasuk keterampilan sosial. Kemampuan penyesuaian
sosial adalah salah satu kemampuan sosial yang diharapkan dapat dikembangkan
oleh anak, karena dapat menunjang anak dalam mengembangkan kemampuan
lainnya. Keterampilan penyesuaian sosial akan berkembang sejalan dengan
tingkat kematangan anak, intensitas interaksinya dengan teman sebaya dan orang
dewasa lainnya, serta dapat dibantu melalui latihan tertentu (Schneiders, 1964).
WoodCamp adalah sebuah sanggar pengembangan kepribadian bagi anak, yang mengadakan kegiatan dengan sistem beregu, dan disesuaikan dengan usia
dan tingkat perkembangan anak. Berdasarkan hal itu, WoodCamp mengelompok-kan anggotanya berdasarmengelompok-kan usia ke dalam tiga satuan, yaitu PreCub untuk anak usia 6-8 tahun, Cub untuk 9-11 tahun, dan Cadet untuk 12-15 tahun. Pada satuan
Cub, diadakan kegiatan yang lebih menekankan pada kesatuan dan kerja sama regu, karena usia ini dianggap sebagai usia melatih kehidupan berkelompok
(Berk, 2002).
Untuk menstimulasi interaksi anak dalam regunya, WoodCamp menyeleng-garakan kegiatan yang bervariasi dalam pertemuan yang diadakan seminggu
sekali. Ada kegiatan memasak, berkemah, outing, hiking, upacara, diskusi regu, permainan beregu, maupun kegiatan lainnya yang dapat dilakukan secara beregu.
Kegiatan permainan dan diskusi yang dilakukan dalam regu akan
mendorong anak untuk saling mengenali kelebihan dan kekurangan
Universitas Kristen Maranatha
5
temannya, walaupun teman tersebut tidak semampu dirinya dalam menyelesaikan
suatu tugas. Dari kegiatan berkemah, anak diajak untuk mau membantu temannya
melakukan tugas, dan saling berbagi. Anak juga dapat melatih kemampuan
mematuhi figur otoritas melalui keberadaan kakak pembina dan jabatan ketua
regu. Kakak pembina adalah sebutan bagi orang dewasa yang bertugas untuk
menyelenggarakan kegiatan dan memfasilitasi anak untuk saling berinteraksi dan
bekerja sama.
Melalui kegiatan outing, anak dilatih untuk saling menjaga antar anggota regu, mematuhi aturan, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya. Melalui
kegiatan hiking, anak dilatih untuk saling menjaga, peka terhadap kesulitan yang mungkin dialami teman seregunya, mau saling membantu, serta mematuhi aturan
untuk berjalan bersama regunya. Dalam kegiatan inspeksi dan kegiatan seperti
pesan berantai, anak juga dilatih untuk bertanggung jawab terhadap barang dan
tugasnya masing-masing. Interaksi yang terjadi antar anak dalam regu dan dengan
kakak pembina akan membantu anak dalam mengembangkan kemampuan
penyesuaian sosialnya.
Orang tua yang mengikutsertakan anak mereka dalam kegiatan WoodCamp
untuk memberikan lebih banyak kesempatan bersosialisasi bagi anak serta
penyaluran minat, namun ada juga beberapa orang tua yang menyampaikan
masalah yang sedang dialami anak mereka, misalnya minat sosialisasi yang
Universitas Kristen Maranatha
6
orang tua mengharapkan anak mereka lebih terdorong untuk berinteraksi dengan
teman sebaya.
Berdasarkan wawancara terhadap orang tua dari A (10 tahun) yang
mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub, terungkap bahwa terjadi perubahan perilaku pada A. Setelah mengikuti beberapa kali pertemuan, A berperilaku lebih
patuh pada guru, serta lebih mau bersosialisasi dengan teman di sekolahnya.
Padahal sebelumnya A kurang patuh pada guru dan kurang peduli pada teman.
Lain lagi dengan B (11 tahun) yang kadang masih menunjukkan perilaku kurang
menghargai kemampuan temannya yang memiliki prestasi tidak sebaik dirinya. B
juga kurang peduli pada kesulitan yang dihadapi temannya, walaupun B mampu
berperilaku hormat dan patuh pada guru serta jarang melanggar peraturan sekolah.
Kemampuan penyesuaian sosial akan berguna bagi kesehatan mental anak
yang bersangkutan. Dengan kemampuan penyesuaian sosial yang adekuat, anak
akan berperilaku ramah, sopan, serta mau membantu, sehingga akan memiliki
teman yang dapat menjadi tempat mencurahkan perasaan dan kesulitan yang
mungkin dihadapinya nanti. Dengan demikian, anak tidak merasa sendirian, dapat
mengurangi frustrasinya, dan akan mampu berfungsi lebih optimal dalam
kehidupannya (Schneiders, 1964). Peningkatan prestasi akademik juga
merupakan salah satu keuntungan yang dapat diperoleh melalui perkembangan
kemampuan penyesuaian sosial. Dengan prestasi akademik yang baik, masa
Universitas Kristen Maranatha
7
Dengan melihat pentingnya kemampuan penyesuaian sosial tersebut,
peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jelas mengenai kemampuan penyesuaian
sosial di lingkungan sekolah pada anak usia 9-11 tahun, yang mengikuti kegiatan
WoodCamp satuan Cub di kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimanakah gambaran kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah,
pada anak usia 9-11 tahun, yang mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub di kota Bandung?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud : memperoleh data mengenai kemampuan penyesuaian sosial di
lingkungan sekolah pada anak usia 9-11 tahun yang mengikuti
kegiatan WoodCamp satuan Cub di kota Bandung
Tujuan : memperoleh gambaran mengenai derajat kemampuan penyesuaian
sosial di lingkungan sekolah pada anak usia 9-11 tahun yang
mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub di kota Bandung
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan Teoretik :
1. Menambah pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan dan psikologi
Universitas Kristen Maranatha
8
sekolah pada anak usia 9-11 tahun, yang mengikuti pendidikan tambahan
dengan sistem beregu.
2. Bagi peneliti yang tertarik untuk meneliti kemampuan penyesuaian sosial,
sebagai bahan masukan dalam menyusun rancangan penelitian
Kegunaan Praktis :
1. Untuk para pembina WoodCamp, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun dan mengevaluasi kegiatan
yang ditujukan untuk pengembangan kemampuan penyesuaian sosial pada
anak usia 9-11 tahun yang mengikuti kegiatan WoodCamp satuan Cub.
2. Untuk para orang tua, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam memfasilitasi anak dengan kegiatan yang mampu
mendukung anak dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya.
3. Untuk praktisi pendidikan, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
informasi dalam menyusun program kegiatan yang ditujukan untuk
pengembangan kemampuan penyesuaian sosial pada anak usia 9-11 tahun di
kota Bandung.
1.5 Kerangka Pemikiran
Tiap masa perkembangan memiliki ciri khasnya masing-masing, diantaranya
adalah adanya perbedaan kebutuhan yang cukup dominan pada masa tertentu.
Pada masa kanak-kanak akhir, yaitu usia 9-11 tahun, kebutuhan yang cukup
Universitas Kristen Maranatha
9
seperti kebutuhan untuk diterima dan diakui dalam kelompoknya, lebih banyak
diharapkan untuk diperoleh dari teman sebaya, karena pada masa ini anak
sema-kin banyak berinteraksi dengan teman sebaya (LeFrancois, 1986; Santrock,
2004). Pada masa ini juga anak tertarik untuk mengikuti berbagai kegiatan,
teru-tama kegiatan permainan dan kegiatan dalam bentuk berkelompok. Menurut
Erikson (dalam Dacey and Travers, 2003), masa kanak-kanak akhir ini adalah
masa yang tepat untuk melatih kemampuan sosial, karena dalam usia ini pada
anak berkembang sense of industry yang akan mengarahkan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain dalam rangka membentuk relasi
sosial dengan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan sosial anak akan
pengakuan dan penerimaan.
Kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dapat berkembang
sejalan dengan intensitas interaksi anak dengan teman sebayanya (Schneiders,
1964). Dengan kemampuan penyesuaian sosial yang adekuat, anak akan mampu
mematuhi figur otoritas, menaati peraturan, bersikap ramah dan sopan terhadap
teman, serta mau menolong teman. Kemampuan ini akan membawa anak pada
keadaan yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan akan penerimaan dan
pengakuan tersebut.
Dengan melihat tingginya kebutuhan anak akan penerimaan dari teman sebaya
pada masa kanak-kanak akhir ini, sementara teman sebaya anak lebih banyak
dijumpai dalam lingkungan sekolah, maka anak perlu mengembangkan
Universitas Kristen Maranatha
10
anak dituntut untuk mampu menerima dan menghargai otoritas, memiliki minat
dan berpartisipasi dalam aktivitas sekolah. Mampu membina relasi dengan teman
dan guru, mampu menerima pembatasan dan tanggung jawab, serta mau
membantu pihak sekolah dalam mencapai tujuan sekolah (Schneiders, 1964).
Anak yang mampu menerima dan menghargai otoritas akan bersikap hormat
pada figur otoritas di sekolah, yaitu guru, serta mau mematuhi aturan yang
berlaku. Anak yang memiliki minat dan mau berpartisipasi dalam aktivitas
sekolah akan mau terlibat dalam diskusi kelompok saat mengerjakan tugas
kelompok, mau aktif menjawab pertanyaan dari guru, mau mengikuti
kegiatan-kegiatan yang diadakan di sekolah, misalnya menjadi peserta lomba, bukan hanya
menjadi penonton. Anak yang mampu membina relasi dengan teman dan guru
mampu bersikap sopan dan ramah terhadap teman dan guru yang dapat
diungkapkan melalui perilaku menghargai barang milik teman, mau mengakui
kesalahan dan meminta maaf bila bersalah, tidak bertengkar apalagi berkelahi
dengan teman, tidak mengejek dan berbuat jahil pada teman. Terhadap guru, anak
yang mampu menjalin relasi akan berlaku sopan, baik pada guru yang
mengajarnya, maupun pada guru yang tidak mengajarnya. Anak yang mampu
menerima pembatasan dan tanggung jawab akan menunjukkan perilaku yang
memahami manfaat adanya peraturan di sekolah, serta mematuhinya dengan
penuh kesadaran, serta berusaha melaksanakan tugas yang diterimanya dengan
sebaik-baiknya. Anak yang mau membantu pihak sekolah dalam mencapai tujuan
Universitas Kristen Maranatha
11
dan kebersihan kelas, serta mau membantu teman dalam memahami materi
pelajaran.
Berdasarkan tuntutan akan kehidupan sosial anak di lingkungan sekolah tadi,
penyesuaian sosial yang adekuat akan tampak pada perilaku anak yang selalu
berusaha mematuhi aturan sekolah, selalu bersikap hormat pada guru, sering
mengikuti atau terlibat dalam kegiatan diskusi kelompok, sangat sering bersikap
tertib saat di kelas, sangat jarang berlaku tidak hormat terhadap teman, bersikap
ramah dan sopan terhadap teman, setiap saat mau menolong guru dan teman,
mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Semakin adekuat kemampuan penyesuaian sosial yang ditampilkan anak,
maka anak akan lebih mudah memperoleh penerimaan dan pengakuan yang
mereka butuhkan dari teman sebaya (Puntallaz & Goffman, 1981, dalam
LeFrancois, 1986). Anak dengan kemampuan penyesuaian sosial yang adekuat
lebih cenderung untuk dipilih jadi teman sehingga akan lebih terlatih untuk
membina relasi yang positif yang dapat menunjang kehidupannya kelak (Gest,
Graham-Bermann, Hartup, 2001, dalam Berk, 2003).
Pada anak yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang kurang
adekuat, akan tampak perilaku yang jarang mematuhi aturan sekolah, sering
berlaku tidak hormat dan tidak sopan terhadap guru, lebih sering menyendiri,
jarang terlibat dalam kegiatan yang diadakan sekolah, jarang terlibat dan bekerja
sama dalam diskusi kelompok, dan jarang membantu teman maupun guru.
Universitas Kristen Maranatha
12
sering melanggar aturan sekolah, sangat sering bersikap tidak sopan terhadap
teman dan guru, melawan guru, menyendiri, tidak terlibat dan tidak bekerja sama
dalam diskusi kelompok, bermain sendiri atau mengajak teman mengobrol saat
guru menerangkan, menjahili teman, bertengkar dan berkelahi dengan teman,
sangat jarang membantu teman atau guru, sering membolos, serta sangat sering
datang terlambat.
Semakin tidak adekuat kemampuan penyesuaian sosial anak, maka semakin
sulit pula anak mendapatkan penerimaan dan pengakuan dari teman sebayanya.
Anak dengan kemampuan penyesuaian sosial yang tidak adekuat akan mengalami
penolakan dari teman sebaya karena dianggap mengacaukan kegiatan belajar, dan
tidak pantas dijadikan teman. Lebih lanjut, Schneiders (1964) juga menyebutkan
bahwa kemampuan penyesuaian sosial yang tidak adekuat akan menimbulkan
frustrasi dan konflik dalam diri anak, yang mendorong anak untuk melakukan
tindakan delinkuen dan antisosial, yang akan semakin memperburuk
kehidupannya kelak.
Menurut Schneiders (1964), penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk
bereaksi secara efektif dan sehat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial,
sehingga syarat untuk kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dalam cara yang tepat
dan memuaskan. Optimalisasi respon penyesuaian sosial ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu kondisi fisik dan kesehatan, taraf perkembangan dan
Universitas Kristen Maranatha
13
Faktor kondisi fisik dan kesehatan meliputi sistem saraf, kelenjar, dan otot,
keadaan bawaan atau keturunan, serta penyakit yang diderita. Misalnya, anak
yang sering sakit memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk melatih
kemampuan penyesuaian sosialnya jika dibandingkan dengan kesempatan yang
dimiliki oleh anak yang memiliki fisik lebih sehat. Melalui kegiatan WoodCamp, anak diajak untuk memiliki fisik yang sehat, melalui interaksi dengan alam
(lingkungan hidup), kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kecakapan fisik
maupun daya tahan tubuh, anak didorong untuk melatih fisiknya menjadi sehat
dan ideal untuk dapat melakukan berbagai pekerjaan dengan nyaman. Dengan
fisik yang ideal dan rasa nyaman dalam melakukan berbagai kegiatan, anak
diharapkan menaruh minat serta mau terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang
diadakan baik di WoodCamp, maupun di lingkungan sekolah.
Faktor taraf perkembangan dan kematangan meliputi kematangan dan
perkembangan pada sisi emosional, intelektual, sosial, dan moral (Schneiders,
1964). Anak yang secara intelegensi lebih matang akan lebih mampu menganalisa
dan memikirkan hubungan sebab akibat yang diperlukan dalam menjalin relasi,
yang merupakan salah satu aspek penyesuaian sosial. Anak yang secara emosi
sudah matang dapat mengendalikan perilakunya dan mampu mengelola emosinya
secara efektif sesuai dengan tuntutan bagaimana seharusnya anak usianya
bertingkah laku. Pada anak yang secara emosi sudah matang, anak mampu
menampilkan penyesuaian sosial yang adekuat melalui kemampuan membina
Universitas Kristen Maranatha
14
yang tepat. Anak yang sudah matang secara moral tampak menampilkan
penyesuaian sosial yang adekuat melalui tanggung jawab terhadap tugas yang
dipercayakan kepadanya.
Faktor kondisi psikis meliputi pengalaman, belajar, latihan, pendidikan,
pengkondisian, frustrasi, konflik, self-determination (Schneiders, 1964). Misalnya anak yang memiliki kesempatan lebih banyak untuk berinteraksi dengan
teman sebaya akan memiliki lebih banyak pengalaman yang berguna saat dia
melakukan penyesuaian sosial. Anak yang mengalami frustrasi dalam
penyesuaian sosialnya mungkin mengalami lebih banyak lagi kesulitan saat
berusaha melakukan penyesuaian sosial yang berikutnya. Melalui kegiatan
WoodCamp, anak difasilitasi untuk mendapatkan kesempatan lebih banyak dalam berinteraksi dengan teman sebaya. Dalam kegiatan permainan beregu, anak dilatih
untuk mau membina relasi dengan teman. Dengan bertambahnya pengalaman
anak, diharapkan anak dapat mengembangkan kemampuan penyesuaian
sosialnya. Anak belajar bahwa jika berkelahi, dia akan semakin dijauhi oleh
temannya, sehingga anak belajar mengembangkan solusi lain untuk mengatasi
masalahnya. Dengan demikian, anak mempelajari cara yang tepat dalam membina
relasi dengan teman. Begitu juga halnya dalam membina relasi dengan guru atau
pembina, anak mempelajari bahwa pembina dan guru akan menghargai anak yang
bersikap hormat pada mereka.
Melalui kegiatan beregu pula, anak dibiasakan untuk menerima dan
Universitas Kristen Maranatha
15
aturan bahwa anggota harus patuh pada ketua, dan ketua harus patuh pada
pembina. Dengan aturan demikian, anak diharapkan memahami wewenang dan
tanggung jawab masing, baik sebagai ketua regu maupun anggota regu. Sebagai
anggota regu, mereka boleh memberikan usulan, namun jika ketua regu
mengambil keputusan yang berbeda dari usulnya, maka yang dilaksanakan adalah
keputusan ketua regu. Walau memiliki wewenang demikian, ketua regu
dianjurkan untuk bersikap bijak dengan mau mendengarkan usul
anggota-anggotanya kemudian mengambil keputusan yang terbaik untuk regunya. Bentuk
latihan ini mengajak anak untuk mau melaksanakan keputusan yang kadang tidak
sesuai dengan keinginannya, namun merupakan tujuan bersama. Setiap lembaga
pasti memiliki tujuan, demikian pula dengan sekolah. Anak yang penyesuaian
sosialnya adekuat tampak mampu mengendalikan keinginannya sendiri dan mau
membantu pihak lain untuk mencapai tujuan bersama, yang dalam hal ini adalah
pihak sekolah. Misalnya anak mampu mengendalikan keinginannya untuk
mengobrol saat jam pelajaran, supaya kegiatan belajar-mengajar dapat terlaksana
dengan lancar dan tertib.
Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga, rumah, sekolah, dan
masyarakat (Schneiders, 1964). Dalam lingkungan terkecil, yaitu keluarga, anak
mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan harapan anggota keluarga yang
lain. Situasi ini mendukung terjadinya penyesuaian dan proses belajar dalam
tingkat tinggi, namun juga dapat menyeret anak dalam persaingan, perjuangan,
anak-Universitas Kristen Maranatha
16
anaknya menunjukkan tanggung jawab pada tugas sekolah masing-masing,
mungkin terjadi anak saling bersaing dalam menunjukkan tanggung jawab
tersebut. Namun dapat juga terjadi hanya satu anak yang menunjukkan tanggung
jawab, sedangkan anak yang lain malahan memusuhi anak tersebut karena
menganggap anak tersebut hanya berkedok ‘anak manis’. Saat melakukan
kegiatan di WoodCamp, ada kegiatan inspeksi. Dalam kegiatan inspeksi atau pemeriksaan perlengkapan kegiatan, anak dilatih untuk bertanggung jawab
terhadap barang miliknya dan tugas untuk membawanya dalam setiap kegiatan.
Selain itu, dalam kegiatan WoodCamp, setiap anak juga mendapat tugas yang saling berhubungan, sehingga anak didorong untuk bertanggung jawab
menyelesaikan tugas bagiannya supaya tugas regunya dapat selesai. WoodCamp
sebagai salah satu lingkungan berpartisipasi dalam memberikan pengaruh positif
melalui regu sebagai kelompok teman sebaya. Nilai-nilai moral yang ditanamkan
melalui kegiatan beregu akan diperkuat melalui interaksi antar anggota karena
tiap anggota akan saling mengingatkan dan mendukung pelaksanaan nilai-nilai
tersebut, dimulai dari dalam regu mereka, diperkuat, dan kemudian menjadi
bagian dari diri mereka saat mereka berinteraksi dengan lingkungan lain.
Faktor budaya ditampilkan melalui pemikiran dan tingkah laku anak. Budaya
yang paling erat dalam kehidupan anak adalah budaya yang berlaku dalam
keluarganya, yang juga diwarnai dengan ajaran agama yang dianut keluarganya
(Schneiders, 1964). Tiap keluarga akan menampilkan budaya-budaya yang khas,
Universitas Kristen Maranatha
17
pada keutuhan keluarga dengan meminta anaknya untuk saling mengalah dan
memperbanyak toleransi atau memetieskan masalah daripada keluarga menjadi
'panas'. Pada budaya ini, orang tua akan lebih banyak mengajak anak untuk saling
berbagi; lebih baik semua makan walaupun sedikit, daripada hanya satu yang
makan kenyang. Budaya keluarga yang mengajak untuk saling berbagi dan peduli
pada orang lain dapat menunjang penyesuaian sosial anak, terutama kemampuan
anak dalam membina relasi. Dalam budaya yang mengutamakan otoritas orang
tua, anak dibiasakan untuk mematuhi figur otoritas yaitu orang tua dan guru.
Pengaruh agama juga akan mewarnai budaya dalam suatu keluarga. Misalnya
ajaran agama untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan juga, akan
diajarkan oleh orang tua agar anaknya tidak membalas perlakuan jahat dari
temannya dan berkelahi, namun memaafkan dan berusaha mencari cara terbaik
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian, anak berusaha mencari
solusi yang paling tepat untuk menyelesaikan suatu konflik, daripada sekedar
mengikuti keinginan untuk membalas, yang justru akan memperuncing keadaan
dan relasinya baik dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran peneliti dapat
Universitas Kristen Maranatha
18
Anak usia 9-11 tahun
Karakteristik : kebutuhan sosial
yang semakin meningkat
:
1. Kondisi fisik dan kesehatan
2. Taraf perkembangan dan kematangan 3. Kondisi psikis
4. Lingkungan 5. Budaya
Kemampuan Penyesuaian Sosial di Lingkungan Sekolah: 1.Mampu menerima dan menghargai otoritas
2.Memiliki minat dan mau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah 3.Mampu membina relasi dengan teman dan guru
4.Mampu menerima pembatasan dan tanggung jawab
5.Mau membantu pihak sekolah dalam mencapai tujuan sekolah
Adekuat Cukup Adekuat Kurang Adekuat Tidak Adekuat
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Universitas Kristen Maranatha
19
1.6 Asumsi
1. Penyesuaian sosial di lingkungan sekolah adalah kemampuan yang penting
untuk dimiliki dan dikembangkan oleh anak usia 9-11 tahun.
2. Kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah pada anak usia 9-11
tahun akan berkembang melalui interaksinya dengan teman sebaya.
3. Kemampuan penyesuaian sosial anak di lingkungan sekolah dapat bervariasi
karena dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kesehatan, taraf perkembangan dan
kematangan, kondisi psikis, lingkungan, dan budaya.
4. Kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah pada tiap anak usia
Universitas Kristen Maranatha 61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap anak berusia 9-11 tahun yang mengikuti kegiatan
WoodCamp satuan Cub, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Sebagian besar anak berusia 9-11 tahun yang mengikuti kegiatan
WoodCamp satuan Cub menunjukkan kemampuan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah pada taraf cukup adekuat.
Pada anak yang menunjukkan taraf kemampuan penyesuaian sosial di
lingkungan sekolah pada taraf cukup adekuat, tampak bahwa pada hampir
semua aspek menampilkan kemampuan penyesuaian sosial pada taraf cukup
adekuat. Pada aspek menerima pembatasan dan tanggung jawab, anak
menampilkan taraf adekuat.
Pada anak yang menunjukkan taraf kemampuan penyesuaian sosial di
lingkungan sekolah pada taraf adekuat, tampak bahwa pada semua aspek
mereka menampilkan kemampuan penyesuaian sosial yang adekuat pula.
Dilihat dari faktor kondisi fisik, tidak tampak perbedaan yang mencolok
antara kemampuan penyesuaian sosial responden laki-laki dengan responden
Universitas Kristen Maranatha 62
Dilihat dari faktor pengalaman belajar, kemampuan penyesuaian sosial yang
adekuat tampak lebih besar persentasenya pada responden yang mendapat
kesempatan lebih banyak untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
Dilihat dari faktor budaya, responden yang berasal dari keluarga yang orang
tuanya membiasakan untuk berbagi cerita, perasaan, maupun makanan, serta
memberikan kesempatan untuk mengemukakan ide, tampak menunjukkan
kemampuan penyesuaian sosial pada taraf adekuat dengan persentase lebih
besar.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian, peneliti menyarankan pada:
Pihak WoodCamp terutama pembina satuan Cub agar mengoptimalkan
interaksi anak dengan teman sebayanya dalam regu. Misalnya dengan
memperbanyak kegiatan diskusi regu, serta memberikan umpan balik
mengenai kemajuan tiap anak dalam kegiatan .
Para orang tua dari anak usia 9-11 tahun untuk meluangkan waktu lebih
banyak dengan anak sehingga anak memiliki keterbukaan dan kedekatan
dengan orang tua dan mau menceritakan pengalaman dan perasaan mereka.
Sebaiknya orang tua juga mengusahakan pendidikan nilai dalam keluarga,
karena bagaimanapun juga keluarga adalah lingkungan yang paling dekat
Universitas Kristen Maranatha 63
Peneliti lain yang tertarik untuk meneliti kemampuan penyesuaian sosial
secara lebih mendalam pada anak usia 9-11 tahun, untuk meneliti salah satu
faktor yang mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosial anak, dan sejauh
mana faktor tersebut mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosial anak.
Misalnya faktor lingkungan keluarga, meliputi konstelasi keluarga, peran
Universitas Kristen Maranatha
xi
DAFTAR PUSTAKA
Berk, Laura E.¸2003, Child Development, sixth edition, USA: Allyn and Bacon , 2002, Study Guide for Development Through The Life Span
Dacey, John S., and John F. Travers, 2002, Human Development Across the Lifespan, fifth edition, Boston: McGraw-Hill
Gunarsa, Singgih, dan Yuliana Singgih, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga, 2000, cetakan keempat, Jakarta: Gunung Mulia
LeFrancois, Guy R., 1986, of Children, fifth edition, California: Wadsworth, Inc.
Nazir, Moh., Ph.D, 2003, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
Papalia, Diana E., and Sally Wendkos Olds, 1986, Human Development, third edition, USA: McGraw-Hill, Inc.
Santrock, John W., 1991, Life-Span Development, second edition, Iowa: Wm. C. Brown Publishers
, 2002, A Topical Approach to Life Span Development, McGraw-Hill , 2004, idem
, 2002, Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup, edisi kelima, jilid 1, alih bahasa oleh Ahmad Chusairi, Jakarta: Erlangga
Sarafino, Edward P., and James W. Armstrong, Child and Adolescent Development, 1980, Illinois: Scott, Foresman
Universitas Kristen Maranatha
xii
DAFTAR RUJUKAN
Jona, Maria Janiwati, 1992, Skripsi, Studi Perbandingan Mengenai Konsep Diri antara Remaja dari Keluarga Bercerai dan Remaja dari keluarga Utuh yang Dihubungkan dengan Penyesuaian Sosialnya; suatu studi kasus pada siswa/i kelas 1 dan 2 SMAK I dan II BPK Penabur Bandung, Bandung: Universitas Kristen Maranatha