• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis, salah satunya sebagai agen anti-inflamasi. Ekstrak daun cocor bebek diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel supaya lebih acceptable. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan area komposisi optimum Carbopol dan gliserin; mengetahui efek yang dominan antara Carbopol, gliserin maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel; serta mengetahui efek farmakologis gel ekstrak daun cocor bebek sebagai anti-inflamasi.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level. Faktor yang digunakan adalah Carbopol (1-1,4 g) dan gliserin (30-60 g). Parameter yang diukur adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas). Analisis data menggunakan software R 3.1.2 untuk mengetahui signifikansi efek dari Carbopol dan gliserin serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel. Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin diperoleh dari countour plot superimposed. Aktivitas anti-inflamasi diuji dengan tikus yang diinduksi suspensi karagenan-salin 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbopol memberikan efek yang dominan terhadap sifat fisik gel, area komposisi optimum Carbopol dan gliserin yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas gel dapat ditemukan, serta gel ekstrak daun cocor bebek terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi dengan persen penghambatan sebesar 35,232 %.

(2)

ABSTRACT

Cocor bebek leaf (Kalanchoe pinnata (Lam.)) has many pharmacological activities, one of them was anti-inflammatory agent. Cocor bebek leaf extract were formulated into gel dosage form to make it more acceptable. This research using Carbopol as gelling agent and glycerin as humectant. The aims of this research was to determine the optimum composition area of Carbopol and glycerin; to know the dominant effect between Carbopol, glycerin and their interaction that determines the physical properties and stability of the gel; and to know the pharmacological effects of cocor bebek leaf extract gel as an anti-inflammatory.

This research was a pure experimental using factorial design two-factor and two-level. The factor which used were Carbopol (1-1,4 g) and glycerin (30-60 g). The parameters which measured were physical properties (spreadibility and viscosity) and stability (viscosity shift). Data analysis were performed using software R 3.1.2 to determine the significance effect of Carbopol, glycerin and the interaction of these factors. The dominant factor which affecting the physical properties and stability of the gel were known. The optimum composition area determined countour plot superimposed. Anti-inflammatory activity were tested using rat induced carrageenan-salin 1% suspension.

The result show that Carbopol give a dominant effect to the physical properties of gel, the research found the optimum composition area of Carbopol and glycerin with good physical properties and stability of the gel, and cocor bebek leaf extract gel also shown to have anti-inflammatory activity with 35,232 % inhibition of inflammation.

(3)

OPTIMASI GELLING AGENT CARBOPOL DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Dian Kurniawati

NIM : 118114137

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

OPTIMASI GELLING AGENT CARBOPOL DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Dian Kurniawati

NIM : 118114137

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan untuk…

The one and only, Jesus Christ

Babe & Mami

Mas Okky & Bang Owa

(8)
(9)
(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Gelling Agent Carbopol dan Humektan Gliserin dalam Sediaan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan Aplikasi Desain Faktorial”. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat dukungan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: Pembimbing Skripsi atas segala arahan, masukan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi.

(11)

viii

5. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan masukan dan saran kepada penulis demi perbaikan skripsi ini. 6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing dan berbagi ilmu serta pengalaman selama proses perkuliahan.

7. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Pak Parjiman, Pak Iswandi, Pak Agung, Pak Heru dan segenap laboran serta karyawan atas segala bantuan yang telah diberikan selama penelitian.

8. Partner skripsi luar biasa Regi, Galih, Yosua untuk setiap kebersamaan, kerjasama dan dukungan yang tidak terlupakan selama penyusunan skripsi ini.

9. Windy, Mala, Miko, FSM C, FST B, atas segala canda tawa dan dinamika selama kuliah.

10.Rekan-rekan skripsi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Solid, Farmakognosi Fitokimia, Farmakologi Toksikologi yang saling memberikan semangat demi terselesaikannya penelitian.

11.Teman-teman angkatan 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan banyak pengalaman selama masa perkuliahan 12.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

(12)

ix

skripsi ini. Penulis berharap karya ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 19 Mei 2015

(13)

x

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

(14)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Inflamasi ... 7

H. Metode Desain Faktorial ... 19

I. Landasan Teori ... 20

J. Hipotesis ... 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 23

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 23

1. Variabel penelitian... 23

2. Definisi operasional ... 24

C. Bahan Penelitian ... 26

D. Alat Penelitian ... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 27

1. Determinasi cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) ... 27

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek... 27

3. Optimasi formula gel ... 29

(15)

xii

5. Uji aktivitas anti-inflamasi ... 32

6. Optimasi dan analisis data ... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman ... 36

B. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) ... 37

C. Uji Kuantitatif Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 39

D. Orientasi Level setiap Faktor Penelitian... 40

E. Pembuatan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 44

F. Pengujian Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek... 47

1. Uji organoleptis dan pH... 47

2. Uji viskositas ... 48

3. Uji daya sebar ... 49

G. Stabilitas Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 50

H. Efek Penambahan Carbopol dan Gliserin serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek.. ... 53

1. Uji normalitas data ... 53

2. Uji variansi data ... 54

3. Respon viskositas ... 55

4. Respon daya sebar ... 56

I. Optimasi Area Komposisi ... 57

1. Countour plot viskositas ... 57

(16)

xiii

3. Countour plot superimposed ... 59

J. Validasi Persamaan Respon dalam Area Komposisi Optimum Gel ... 60

K. Uji Anti-inflamasi Sediaan Gel Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 71

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level ... 20

Tabel II. Formula gel acuan ... 29

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi ... 30

Tabel IV. Pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap sifat fisik gel... ... 40

Tabel V. Pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap sifat fisik gel... 42

Tabel VI. Uji organoleptis dan pH gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 47 ekstrak daun cocor bebek ... 51

Tabel X. Pengujian stabilitas dengan T-test berpasangan ... 52

Tabel XI. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar ... 54

Tabel XII. Uji variansi data viskositas dan daya sebar ... 54

(18)

xv

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia Carbopol ... 17

Gambar 2. Struktur kimia gliserin ... 18

Gambar 3. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap viskositas ... 41

Gambar 4. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap daya sebar ... 41

Gambar 5. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap viskositas ... 42

Gambar 6. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap daya sebar ... 43

Gambar 7. Grafik viskositas selama penyimpanan 4 minggu... 52

Gambar 8. Grafik countour plot viskositas ... 58

Gambar 9. Grafik countour plot daya sebar... 59

Gambar 10. Grafik countour plot superimposed ... 60

Gambar 11. Grafik countour plot superimposed penentuan formula validasi ... 61

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman ... 71

Lampiran 2. Ethical clearance ... 72

Lampiran 3. Uji kuantitatif flavonoid dengan metode spektrofotometri visibel ... 73

Lampiran 4. Orientasi level kedua faktor penelitian ... 74

Lampiran 5. Data viskositas, daya sebar dan pergeseran viskositas ... 77

Lampiran 6. Data uji aktivitas anti-inflamasi ... 81

Lampiran 7. Analisis data menggunakan software R ... 84

Lampiran 8. Dokumentasi ekstraksi daun cocor bebek ... 101

Lampiran 9. Dokumentasi pengujian gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 104

Lampiran 10. Dokumentasi sediaan gel ekstrak daun cocor bebek ... 105

(21)

xviii INTISARI

Daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis, salah satunya sebagai agen anti-inflamasi. Ekstrak daun cocor bebek diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel supaya lebih acceptable. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan area komposisi optimum Carbopol dan gliserin; mengetahui efek yang dominan antara Carbopol, gliserin maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel; serta mengetahui efek farmakologis gel ekstrak daun cocor bebek sebagai anti-inflamasi.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level. Faktor yang digunakan adalah Carbopol (1-1,4 g) dan gliserin (30-60 g). Parameter yang diukur adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas). Analisis data menggunakan software R 3.1.2 untuk mengetahui signifikansi efek dari Carbopol dan gliserin serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel. Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin diperoleh dari countour plot superimposed. Aktivitas anti-inflamasi diuji dengan tikus yang diinduksi suspensi karagenan-salin 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbopol memberikan efek yang dominan terhadap sifat fisik gel, area komposisi optimum Carbopol dan gliserin yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas gel dapat ditemukan, serta gel ekstrak daun cocor bebek terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi dengan persen penghambatan sebesar 35,232 %.

(22)

xix ABSTRACT

Cocor bebek leaf (Kalanchoe pinnata (Lam.)) has many pharmacological activities, one of them was anti-inflammatory agent. Cocor bebek leaf extract were formulated into gel dosage form to make it more acceptable. This research using Carbopol as gelling agent and glycerin as humectant. The aims of this research was to determine the optimum composition area of Carbopol and glycerin; to know the dominant effect between Carbopol, glycerin and their interaction that determines the physical properties and stability of the gel; and to know the pharmacological effects of cocor bebek leaf extract gel as an anti-inflammatory.

This research was a pure experimental using factorial design two-factor and two-level. The factor which used were Carbopol (1-1,4 g) and glycerin (30-60 g). The parameters which measured were physical properties (spreadibility and viscosity) and stability (viscosity shift). Data analysis were performed using software R 3.1.2 to determine the significance effect of Carbopol, glycerin and the interaction of these factors. The dominant factor which affecting the physical properties and stability of the gel were known. The optimum composition area determined countour plot superimposed. Anti-inflammatory activity were tested using rat induced carrageenan-salin 1% suspension.

The result show that Carbopol give a dominant effect to the physical properties of gel, the research found the optimum composition area of Carbopol and glycerin with good physical properties and stability of the gel, and cocor bebek leaf extract gel also shown to have anti-inflammatory activity with 35,232 % inhibition of inflammation.

(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan paling utama bagi makhluk hidup. Salah satu gangguan terhadap tubuh yang sering dialami adalah inflamasi. Inflamasi atau disebut juga dengan peradangan merupakan respon biologis berupa reaksi vaskuler dengan manifestasi berupa pengiriman cairan, senyawa terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah menuju ke jaringan interstisial pada daerah luka (Nugroho, 2012).

Obat yang berasal dari bahan alam pada umumnya relatif bebas dari efek samping (Matthew, Jain, James, Matthew, dan Bhowmik, 2013). Berdasarkan pertimbangan dari aspek keamanan tersebut maka pengembangan obat yang berasal dari tumbuhan semakin banyak berkembang. Salah satu tumbuhan yang menarik perhatian karena dapat digunakan untuk pengobatan dan telah diaplikasikan sebagai obat tradisional adalah cocor bebek (Bryophyllum pinnatum) (Afzal dkk., 2012). Kalanchoe diklasifikasikan dalam dua nama latin namun merujuk pada spesies tanaman yang sama yaitu Bryophyllum pinnatum dan Kalanchoe pinnatum (keduanya merupakan sinonim) (Majaz, Tatiya, Khurshid, Nazim, dan Siraj, 2011). Daun cocor bebek diketahui mampu mereduksi edema dan menyembuhkan luka tanpa menimbulkan bekas (Prasad, Kumar, Lyer, Sudani, dan Vaidya, 2012).

(24)

potensial tinggi yaitu anti-leishmanial, anti-diabetik dan anti-inflamasi (Pattewar, 2012). Mekanisme kerja flavonoid dalam menimbulkan efek anti-inflamasi adalah menghambat sintesis mediator inflamasi yaitu prostaglandin melalui inhibisi siklooksigenase (Ferreira dkk., 2014). Daun cocor bebek yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai kompres untuk anggota badan yang mengalami pembengkakan (Suhono dan Tim LIPI, 2010). Namun cara tradisional ini kurang praktis sehingga diperlukan formulasi dalam bentuk sediaan yang mudah dan nyaman saat diaplikasikan.

Obat anti-inflamasi didesain dalam berbagai macam bentuk sediaan antara lain krim, lotion dan gel. Bentuk sediaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah gel. Gel merupakan sistem semisolid di mana pergerakan medium pendispersinya dibatasi suatu jalinan struktur tiga dimensi dari partikel atau makromolekul terdispersi (Allen, 2002). Dasar pemilihan gel karena gel mampu memberikan sensasi dingin sehingga dapat mengurangi efek panas yang ditimbulkan pada area inflamasi. Selain itu, flavonoid dapat terlarut dalam sediaan gel secara homogen karena sifat kepolarannya yang sama. Peningkatan konsentrasi flavonoid dalam sediaan dapat meningkatkan gradien konsentrasi sehingga laju difusi juga akan meningkat.

Komponen untuk formulasi gel yang memiliki peran penting adalah gelling agent dan humektan. Gelling agent dan humektan berpengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan gel. Parameter sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas, sedangkan stabilitas gel yaitu pergeseran viskositas selama 4 minggu. Gelling agent

(25)

Humektan berfungsi untuk menjaga kestabilan sediaan dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Selain itu, humektan juga berperan dalam menjaga kelembaban kulit sehingga kulit tidak mudah kering Penelitian ini menggunakan gelling agent Carbopol dan humektan gliserin. Carbopol secara umum digunakan di dalam formulasi sediaan cair atau semisolid yang berfungsi untuk meningkatkan viskositas sediaan. Pemilihan Carbopol sebagai

gelling agent karena viskositas dispersi Carbopol dapat dipertahankan selama penyimpanan, tidak menunjukkan reaksi hipersensitif serta mudah didispersikan dalam air karena termasuk golongan hidrofilik (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006). Penggunaan gliserin pada formulasi sediaan topikal dan kosmetik utamanya sebagai humektan dan emolien, mampu meningkatkan daya sebar, serta mencegah iritasi kulit.

(26)

gliserin untuk mendapatkan sediaan gel ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabil.

1. Perumusan masalah

a. Apakah faktor yang dominan antara Carbopol, gliserin, maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) gel ekstrak daun cocor bebek?

b. Apakah area komposisi optimum gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dapat ditentukan sehingga diperoleh sediaan gel anti-inflamasi dengan kandungan ekstrak daun cocor bebek yang memenuhi parameter sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas)? c. Apakah gel ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) memiliki

efek farmakologis sebagai anti-inflamasi? 2. Keaslian penelitian

Penelitian yang terkait cocor bebek dan formulasi gel antara lain:

a. “Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada kelinci (Oryctolagus cuniculus)” yang

dilakukan oleh Hasyim, Pare, Junaid, dan Kurniati (2012). Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan konsentrasi ekstrak daun cocor bebek yang paling efektif untuk menyembuhkan luka bakar pada kelinci.

b. “Analgesic and Anti-Inflammatory Activity of Kalanchoe pinnata (Lam.)

Pers” oleh Matthew, Jain, James, Matthew, dan Bhowmik (2013) mengenai

(27)

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian

mengenai “Optimasi Gelling Agent Carbopol dan Humektan Gliserin Dalam

Sediaan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata

(Lam.)) dengan Aplikasi Desain Faktorial” belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian

a. Teoritis. Menambah ilmu pengetahuan mengenai sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dan pengembangan obat yang berasal dari bahan alam.

b. Praktis. Menghasilkan komposisi optimum gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabil serta memiliki efek anti-inflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan membuat sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas yang baik.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor yang dominan antara Carbopol, gliserin, maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) gel ekstrak daun cocor bebek.

(28)

daun cocor bebek yang memenuhi parameter sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas).

(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Inflamasi

Inflamasi adalah respon terhadap cedera ringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Lima ciri khas dari inflamasi dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi adalah kemerahan, panas, pembengkakan (edema), nyeri, dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah tahap vaskular yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular berkaitan dengan vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju tempat cedera. Tahap lambat terjadi ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi. Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi (Kee dan Hayes, 1996).

(30)

Peradangan akut menyebabkan terjadinya respon secara langsung terhadap kerusakan sel atau jaringan yang melibatkan sistem vaskuler lokal, sistem imun dan beberapa sel, sedangkan pada peradangan kronis, inflamasi disebabkan karena adanya kerusakan jaringan yang simultan. Peradangan kronis terjadi apabila proses inflamasi terjadi dalam waktu lama (beberapa bulan, bahkan bisa menahun), terjadi pergeseran progesif jenis sel yang hadir pada jaringan luka. Edema (pembengkakan) disebabkan karena adanya suplai cairan maupun sel darah merah maupun sel darah putih dari sirkulasi darah menuju jaringan interstisial. Kumpulan cairan beserta sel-sel tersebut dalam jaringan luka disebut eksudat (Nugroho, 2012).

B. Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.))

Nama latin tanaman cocor bebek adalah Kalanchoe pinnata (Lam.), termasuk ke dalam famili tumbuhan Crassulaceae. Cocor bebek populer digunakan sebagai tanaman hias di rumah tetapi banyak pula tumbuh liar di kebun-kebun dan pinggir parit yang tanahnya banyak berbatu (Bangun, 2012).

(31)

daun tebal dan mengandung banyak air, tepian daun bergerigi, daun berbentuk bulat telur atau agak lonjong berukuran 20 x 15 cm dan yang kecil 5 x 2,5 cm, tunas-tunas muda muncul dari tepian daun (tunas adventif). Bunga berkelamin ganda, umumnya keluar pada Bulan Mei hingga Desember, bunga berwarna merah muda, buah jarang terbentuk. Perbanyakan dapat dilakukan dengan penanaman tunas mudanya atau setek batang (Suhono dan TIM LIPI, 2010).

Senyawa aktif yang terkandung dan berhasil diisolasi dari daun cocor bebek antara lain flavonoid, steroid, terpenoid, fenolik, tannin, alkaloid dan glikosida. Daun cocor bebek diketahui mengobati gangguan seperti hipertensi, diabetes mellitus, memar, luka bakar, bisul, disentri, diare, muntah, arthritis, reumatik, nyeri sendi, sakit kepala, anti-fungi, anti-bakteri, dan inflamasi akut (Prasad dkk., 2012). Daunnya yang ditumbuk halus juga dapat digunakan sebagai kompres untuk anggota badan yang mengalami pembengkakan (Suhono dan TIM LIPI, 2010).

Taksonomi tanaman cocor bebek adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta

Divisi :Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae Ordo : Saxifragales

(32)

Genus : Kalanchoe

Species : Kalanchoe pinnata (Lam.)

(Majaz dkk., 2011)

C. Flavonoid

Flavonoid mengandung komponen yang memiliki aktivitas biologis luas di mana banyak ditemukan pada tumbuhan. Aktivitas biologis flavonoid antara lain sebagai anti-inflamasi, anti-bakteri, anti-viral, anti-alergi, anti-tumor, terapi penyakit neurodegeneratif, dan vasodilator (Sandhar, Kumar, Prasher, Tiwari, Salhan, dan Sharma, 2011). Efek flavonoid terhadap organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan alasan tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional (Robinson, 1995).

Mekanisme anti-inflamasi yang dilakukan oleh flavonoid dapat melalui beberapa jalur yaitu:

1. Penghambatan aktivitas enzim COX dan/atau lipooksigenase

Aktivitas anti-inflamasi flavonoid karena penghambatan COX atau lipooksigenase. Penghambatan jalur COX atau lipooksigenase ini secara langsung juga menyebabkan penghambatan biosintesis eikosanoid dan leukotrien yang merupakan produk akhir dari jalur COX dan lipooksigenase.

2. Penghambatan akumulasi leukosit

(33)

leukosit bergerak bebas sepanjang dinding endotel. Selama inflamasi, berbagai mediator turunan endotel dan faktor komplemen mungkin menyebabkan adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga menyebabkan leukosit menjadi immobil dan menstimulasi degranulasi netrofil. Pemberian flavonoid dapat menurunkan jumlah leukosit immobil dan mengurangi aktivasi komplemen sehingga menurunkan adhesi leukosit ke endotel dan mengakibatkan penurunan respon inflamasi tubuh.

3. Penghambatan degranulasi netrofil

Flavonoid dapat menghambat degranulasi netrofil sehingga secara langsung mengurangi pelepasan asam arakidonat oleh netrofil.

4. Penghambatan pelepasan histamin

Efek anti-inflamasi flavonoid didukung oleh aksinya sebagai antihistamin. Histamin adalah salah satu mediator inflamasi yang pelepasannya distimulasi oleh pemompaan kalsium ke dalam sel. Flavonoid dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast. Flavonoid diduga dapat menghambat enzim c-AMP fosfodiesterase sehingga kadar c-AMP dalam sel mast meningkat, dengan demikian kalsium dicegah masuk ke dalam sel yang berarti juga mencegah pelepasan histamin.

5. Penstabil Reactive Oxygen Species (ROS)

(34)

(ROS) dengan bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal sehingga radikal menjadi inaktif (Hidayati, Listyawati dan Setyawan, 2005).

Beberapa flavonoid spesifik mempengaruhi sistem enzim yang terlibat dalam proses peradangan, terutama tirosin dan serin-treonin protein kinase. Enzim ini terlibat dalam sinyal transduksi dan proses aktivasi sel seperti proliferasi sel T, aktivasi limfosit B atau produksi sitokin oleh rangsangan monosit. Flavonoid juga menunjukkan efek pada proses sekresi dari sel-sel inflamasi. Beberapa flavonoid seperti luteolin, kaempferol, apigenin, atau quercetin telah dilaporkan sebagai

inhibitor dari β-glukoronidase dan pelepasan lisozim dari neutrofil. Flavonoid ini

secara signifikan menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran, efek yang berkorelasi dengan degranulasi (Lafuente, Guillamon, Villares, Rostagno, dan Martinez, 2009).

Prostaglandin berperan penting dalam timbulnya tanda inflamasi seperti kemerahan, panas, pembengkakan, nyeri, dan hilangnya fungsi. Biosintesis PGE2 melibatkan tiga enzim yaitu fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase (COX), dan PGEsintase (PGES). Beberapa flavonoid menurunkan sintesis prostaglandin dengan cara menghambat aktivitas ketiga enzim atau menghambat ekspresi enzim yang menginduksi inflamasi, COX-2, atau mikrosomal PGES-1. Flavonoid dalam

(35)

D. Ekstraksi

Salah satu cara untuk membuat sediaan obat dari tanaman yaitu ekstraksi. Tumbuhan segar yang telah dihaluskan atau material tanaman yang dikeringkan diproses dengan cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi dan cairan pengekstraksi (menstruum) yang digunakan sangat bergantung dari kelarutan bahan kandungan serta stabilitasnya (Voigt, 1995).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).

Maserasi adalah cara ekstraksi paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali (Voigt, 1995).

Fase dalam proses ekstraksi dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Fase pembilasan

(36)

pertama ekstraksi ini, sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam bahan pelarut. Semakin halus serbuk simplisia, akan semakin optimal proses pembilasannya.

2. Fase ekstraksi

(37)

E. Gel

Gel adalah sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Dirjen POM, 1995).

Gel merupakan dua komponen sistem semipadat yang mengandung banyak air. Gel memiliki karakteristik yaitu struktur yang berkesinambungan memberikan sifat seperti bentuk padat. Gel yang bersifat polar, di mana polimer alami atau sintetik membentuk matriks tiga dimensi cairan hidrofilik. Mayoritas gel terbentuk dari agregasi partikel padat koloidal, sistem padat atau semipadat sehingga membentuk gel yang terpenetrasi dalam cairan. Partikel saling terhubung membentuk jaringan yang mengakibatkan kekakuan pada struktur (Aulton, 2002).

Hidrogel merupakan sistem gel di mana air terjebak oleh polimer tidak larut. Salah satu keunggulan hidrogel sebagai komponen sistem penghantaran obat adalah kompatibiltas yang baik dengan jaringan biologis. Beberapa polimer yang digunakan dalam hidrogel akan terhidrolisis perlahan (Zats dan Kushla, 1996).

(38)

F. Gelling agent

Gelling agent yang ideal untuk produk farmasetik dan kosmetik seharusnya memiliki kriteria inert, aman, dan kompatibel dengan komponen lain dalam formulanya. Sejumlah polimer digunakan untuk membentuk jaringan struktural yang merupakan bagian penting dalam sistem gel. Polimer tersebut antara lain polimer alami, derivat selulosa dan carbomer (Zats dan Kushla,1996).

Carbomer atau Carbopol (gambar 1) adalah polimer sintetik asam akrilat dengan berat molekul tinggi yang memiliki ikatan silang dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaerithritol. Carbomer mengandung kelompok asam karboksilat 56% hingga 68% yang dihitung dari basis kering. Berat molekul resin carbomer secara teoritis adalah 7 x 105 hingga 4 x 109. Secara umum carbomer digunakan dalam formulasi sediaan cair atau semisolid sebagai suspending atau sebagai agen untuk meningkatkan viskositas. Carbomer berfungsi sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-2%. Carbomer berwarna putih, bersifat asam, serbuk yang higroskopis dan memiliki bau yang khas (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006).

(39)

Carbomer merupakan bahan stabil dan higroskopis yang dapat dipanaskan hingga temperatur dibawah 1040C selama 2 jam tanpa mempengaruhi efisiensi kekentalan. Namun pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan perubahan warna dan penurunan stabilitas. Dekomposisi terjadi dengan pemanasan selama 30 menit pada suhu 2600C. Carbomer yang berbentuk serbuk tidak mendukung untuk pertumbuhan jamur dan kapang. Sedangkan pada dispersi cair akan memungkinkan tumbuhnya jamur dan kapang. Oleh karena itu diperlukan pengawet sebagai antimikroba. Viskositas dispersi carbomer dapat dipertahankan selama penyimpanan pada suhu kamar. Penyimpanan yang dihindarkan dari sinar matahari atau penambahan antioksidan dapat menjaga viskositas dispersi. Paparan cahaya dapat menyebabkan oksidasi yang ditunjukkan dengan penurunan viskositas dispersi. Stabilitas gel carbomer dari sinar UV dapat ditingkatkan dengan trietanolamin yang juga berfungsi untuk netralisasi. Sediaan topikal dengan gelling agent carbomer tidak menunjukkan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe dkk., 2006).

(40)

G. Humektan

Humektan dapat meningkatkan kelembaban kulit dan menjaga agar tidak terhidrasi. Humektan juga mencegah formulasi menjadi kering. Lapisan humektan yang tipis akan terbentuk untuk mempertahankan kelembaban dan memberikan penampilan pada kulit yang lebih baik (Mukul, Surabhi dan Atul, 2011).

Gliserin (gambar 2) banyak digunakan untuk produk farmasetika yang meliputi sediaan oral, optalmik, topikal dan parenteral. Produk topikal dan kosmetik menggunakan gliserin sebagai humektan dan emolien. Gliserin digunakan sebagai humektan pada konsentrasi kurang dari 30%. Gliserin memiliki ciri-ciri jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopik, dan memiliki rasa manis. Gliserin murni tidak rawan mengalami oksidasi oleh atmosfer kondisi penyimpanan melainkan dekomposisi terjadi ketika pemanasan (Rowe dkk., 2006). Gliserin merupakan humektan yang paling umum digunakan karena mencegah iritasi kulit (Barel, Paye dan Malbach, 2001).

(41)

H. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain untuk menetukan secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton dan Bon, 2004).

Ada beberapa istilah yang perlu dipahami dalam desain faktorial yaitu: 1. Faktor adalah variabel yang ditetapkan. Faktor dapat bersifat kualitatif atau

kuantitatif. Keduanya harus dapat ditetapkan harganya dengan angka. Desain faktorial dapat terdiri dari dua atau lebih faktor.

2. Level adalah harga yang ditetapkan untuk faktor.

3. Respon adalah hasil terukur yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan. Perubahan respon dapat disebabkan oleh bervariasinya level. Respon yang diukur harus dapat dikuantifikasi.

4. Interaksi dapat dianggap sebagai batas dari penambahan efek-efek faktor. Interaksi dapat bersifat sinergis atau antagonis. Sinergis berarti hasil interaksi mempunyai efek yang lebih besar dari masing-masing efek faktor. Antagonis berarti hasil tersebut mempunyai efek yang lebih kecil daripada masing-masing efek faktor (Kurniawan dan Sulaiman, 2009).

(42)

sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan „-„. Hal ini menjadi penting untuk penentuan interaksi antar faktor (Armstrong dan James, 1996).

Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Eksperimen Faktor A Faktor B

1 - -

Formula 1 : formula dengan level rendah faktor A dan B

Formula A : formula dengan level tinggi faktor A dan level rendah faktor B Formula B : formula dengan level rendah faktor A dan level tinggi faktor B Formula AB : formula dengan level tinggi faktor A dan B

(Armstrong dan James, 1996) Rancangan desain faktorial akan menghasilkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 (Bolton dan Bon, 2004).

I. Landasan Teori

(43)

yang mengalami pembengkakan (Suhono dan Tim LIPI, 2010). Oleh karena itu, ekstrak daun cocor bebek diformulasikan dalam bentuk gel. Pemilihan bentuk sediaan gel bertujuan agar lebih mudah dan nyaman ketika diaplikasikan pada area kulit yang mengalami inflamasi. Gel sesuai digunakan untuk sediaan anti-inflamasi karena memberikan sensasi dingin ketika diaplikasikan pada kulit. Komponen dalam formula gel yang memiliki peran penting yaitu gelling agent dan humektan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan gel yang dihasilkan. Humektan berfungsi untuk mempertahankan kandungan air dalam sediaan sekaligus mempertahankan kelembaban kulit. Gelling agent yang digunakan pada proses preparasi akan menentukan konsistensi sediaan yang dihasilkan (Marriott dan Wilson, 2010). Gelling agent yang digunakan adalah Carbopol, sedangkan humektan yang digunakan adalah gliserin.

Optimasi terhadap gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dilakukan untuk memperoleh area komposisi optimum formula gel sehingga dapat dihasilkan sediaan gel yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas. Optimasi menggunakan metode desain faktorial dua faktor (Carbopol dan gliserin) dan dua level (level tinggi dan level rendah). Rancangan desain faktorial akan menghasilkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2. Persamaan tersebut dibuat countour plot

respon sifat fisik gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Countour plot masing-masing respon ditumpangtindihkan sehingga diperoleh countour plot superimposed

(44)

Tahapan analisis data meliputi uji normalitas, uji variansi data dan uji ANOVA. Uji ANOVA bertujuan untuk mengetahui signifikansi efek Carbopol, gliserin, serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak daun cocor bebek.

J. Hipotesis

1. Faktor Carbopol memberikan efek dominan yang menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.).

2. Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin dapat ditemukan sehingga diperoleh gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) yang memenuhi parameter sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas).

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level yang bersifat eksploratif yaitu mencari formula optimum gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sediaan gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas selama penyimpanan 4 minggu).

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian adalah kecepatan dan lama pencampuran, kondisi penyimpanan, alat penelitian, habitat tumbuh, waktu panen, galur tikus, umur tikus, dan jenis kelamin tikus.

(46)

2. Definisi operasional

a. Gel adalah sediaan semipadat yang mengandung zat aktif yang terpenetrasi dalam suatu cairan. Penelitian ini menggunakan zat aktif yang berasal dari ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.).

b. Sediaan anti-inflamasi adalah sediaan untuk mengurangi gejala inflamasi yang merupakan respon tubuh ketika terjadi kerusakan jaringan.

c. Ekstrak daun cocor bebek adalah hasil ekstraksi daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan cairan penyari etanol 70% kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator

dan diuapkan sisa pelarutnya diatas waterbath selama 3 jam dengan pengadukan setiap setengah jam sekali.

d. Gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek adalah sediaan semipadat mengandung ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) yang menggunakan Carbopol sebaagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dan bertujuan untuk mengurangi gejala inflamasi.

e. Gelling agent adalah bahan pembawa dalam sediaan gel dan berpengaruh terhadap bentuk sediaan gel yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent. Carbopol adalah salah satu faktor yang dioptimasi untuk memperoleh formula optimum.

(47)

menggunakan gliserin sebagai humektan. Gliserin adalah salah satu faktor yang dioptimasi untuk memperoleh formula optimum.

g. Sifat fisik dan stabilitas fisik gel adalah parameter yang menunjukkan kualitas fisik dan tingkat kestabilan sediaan gel. Parameter sifat fisik meliputi viskositas dan daya sebar, sedangkan parameter stabilitas meliputi pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 4 minggu.

h. Viskositas adalah salah satu parameter kualitas fisik yang menunjukkan tingkat kekentalan sediaan gel.

i. Daya sebar adalah salah satu parameter kualitas fisik yang menunjukkan kemampuan sediaan untuk dioleskan ketika diaplikasikan pada area tertentu. j. Pergeseran viskositas adalah selisih viskositas gel anti-inflamasi ekstrak

daun cocor bebek setelah penyimpanan empat minggu dengan viskositas gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek setelah dua hari pembuatan pada suhu kamar.

(48)

l. Faktor adalah suatu besaran yang berpengaruh pada respon yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu komposisi gelling agent

(Carbopol) dan humektan (gliserin).

m. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Penelitian ini menggunakan dua level untuk masing-masing faktor yaitu level tinggi dan level rendah.

n. Respon adalah perubahan yang dapat diamati dan dinyatakan sebagai besaran yang dapat dikuantitasikan. Respon dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik gel yang meliputi viskositas dan daya sebar serta hasil uji stabilitas gel yang meliputi pergeseran viskositas.

o. Efek adalah perubahan respon sebagai akibat dari adanya variasi level dan faktor. Nilainya dihitung dari selisih antara rata-rata respon yang timbul pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

p. Countour plot adalah grafik yang berfungsi untuk memprediksi area komposisi optimum suatu formula berdasarkan parameter kualitas sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.).

q. Countour plot superimposed adalah penggabungan grafik countour plot

masing-masing respon daya sebar dan viskositas sehingga diperoleh area optimum.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cocor bebek,

(49)

NaCl, suspensi karagenan-salin 1 %, Carbopol (kualitas farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), gliserin (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas famasetis), etanol 70% (kualitas farmasetis), dan Voltadex®.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserator, alat-alat gelas (cawan porselin, pipet tetes, batang pengaduk, gelas arloji, pipet volume, gelas ukur, gelas Beaker, Erlenmeyer, labu hisap), propipet, corong Buchner, pompa vacuum,

mixer (Maspion MT-1150), blender (Phillip), Viskometer seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, waterbath, neraca analitik, oven, vacuum rotary evaporator,

indikator pH universal (pH stick), alat uji daya sebar, dan jangka sorong digital.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.)

Determinasi dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi berdasarkan acuan Backer dan van Den Brink (1963). Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri morfologi tanaman dengan kunci determinasi hingga diperoleh kategori spesies sehingga dapat diketahui kebenaran identitas tanaman.

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek

(50)

dibudidayakan di Kebun Obat Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan. Daun cocor bebek dipanen pada umur tiga bulan (sebelum berbunga). Daun cocor bebek yang telah dipanen kemudian dicuci dengan air bersih dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat pada daun. Daun yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari tidak langsung selama 2 hari dilanjutkan dalam almari pengering dengan suhu 350C hingga seluruh bagian daun mengering. Daun yang telah kering diserbukkan dengan blender kemudian diayak dengan pengayak ukuran 40 mesh.

b. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek. Pembuatan ekstrak mengacu pada penelitian Nwose (2013) dengan modifikasi pelarut dan proses pemekatan. Serbuk simplisia daun cocor bebek dilakukan penyarian dengan metode maserasi menggunakan cairan penyari yaitu etanol 70% dengan perbandingan 2:5. Perendaman dilakukan selama 48 jam pada suhu kamar. Serbuk dan maserat dipisahkan menggunakan corong Buchner dan kertas saring dengan bantuan pompa vacuum. Bagian serbuk dilakukan penyarian kembali menggunakan cairan penyari yang sama dan direndam selama 48 jam. Kedua hasil penyarian dicampur kemudian dipekatkan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 550C. Selanjutnya cairan dipindahkan ke cawan porselin untuk diuapkan sisa pelarutnya menggunakan waterbath

(51)

c. Uji kuantitatif kandungan ekstrak daun cocor bebek. Uji kandungan flavonoid ekstrak daun cocor bebek secara kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri visibel. Pengujian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan menggunakan pembanding quercetin. Pengujian diawali dengan pembuatan kurva standar quercetin kemudian kadar flavonoid ditetapkan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 510 nm.

3. Optimasi formula gel

a. Formula. Formula yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada penelitian “Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus)” oleh Hasyim dkk. (2012) seperti terlihat dalam tabel II.

Tabel II. Formula gel acuan

Bahan Komposisi (%b/v)

Ekstrak daun cocor bebek 2,5

Carbopol 0,6

(52)

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi

Formula 1 : formula dengan level rendah faktor Carbopol dan gliserin Formula A : formula dengan level tinggi faktor Carbopol dan level rendah

gliserin

Formula B : formula dengan level rendah faktor Carbopol dan level tinggi

gliserin

Formula AB : formula dengan level tinggi faktor Carbopol dan gliserin

Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dengan menggunakan level rendah dan tinggi untuk masing-masing faktor. Level rendah dan tinggi Carbopol ditetapkan sebesar 1-1,4 g, sedangkan gliserin sebesar 30-60 g.

b. Pembuatan gel. Carbopol dikembangkan dalam wadah berisi aquadest. Pengembangan Carbopol dilakukan dengan cara menaburkan Carbopol diatas

(53)

mixer dengan skala putar 1 selama 5 menit. Penambahan trietanolamin dilakukan pada menit pertama setelah proses pencampuran dimulai.

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel

a. Uji organoleptis dan pH. Uji organoleptis dilakukan terhadap penampilan fisik sediaan gel ekstrak daun cocor bebek yang telah dihasilkan meliputi warna, bau, dan homogenitas. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal (pH stick). Sediaan gel dioleskan pada

pH stick kemudian warna yang dihasilkan dibandingkan dengan standar pada

pH stick.

b. Uji viskositas. Pengujian viskositas gel dilakukan setelah 48 jam proses pembuatan dan setelah penyimpanan selama 4 minggu. Masing-masing formula gel ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Ukuran paddle yang digunakan adalah skala 2 karena rentang viskositas yang diteliti antara 100 hingga 4000 d.Pa.S. Sediaan gel dimasukkan ke dalam cup sampai terisi ¾ cup. Paddle dipasang ke rotor dengan posisi tegak lurus. Cup dipasang kemudian rotor dinyalakan. Nilai viskositas ditunjukkan oleh jarum penanda.

(54)

beban 125 gram diletakkan diatas gel kemudian didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter sebarnya (Garg dkk., 2002).

5. Uji aktivitas anti-inflamasi

a. Penyiapan hewan uji. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Sprague Dawley yang berumur 2-3 bulan dengan berat 100-200 g. Tikus diberi pra perlakuan sebelum pengujian dengan dipuasakan selama 12 jam.

b. Pembuatan larutan NaCl 0,9 %. NaCl ditimbang sebanyak 0,9 g kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 ml.

c. Pembuatan suspensi karagenan-salin 1 %. Karagenan ditimbang sebanyak 0,1 g kemudian dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9% dalam labu ukur 10 ml. d. Uji aktifitas anti-inflamasi. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

(55)

dioleskan Voltadex® dan gel) , 30, 60, 120, 180 (Matthew dkk., 2013). Nilai edema tiap jam diukur dengan rumus :

Yu = Yt –Yo ... (1) Keterangan :

Yu : Edema kaki tikus pada waktu tertentu

Yt : Tebal kaki tikus pada waktu tertentu setelah diradangkan dengan karagenan 1%

Yo : Tebal kaki tikus sebelum diradangkan dengan karagenan 1%

Nilai AUC total masing-masing perlakuan dihitung dengan rumus:

∑ [( ( ] ... (2)

Persen penghambatan inflamasi dihitung dengan rumus:

( ( (

(56)
(57)
(58)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman

(59)
(60)

cocor bebek langsung diekstraksi tanpa dilakukan penyimpanan yang terlalu lama untuk mencegah terjadinya absorbsi lembab dari lingkungan dan degradasi senyawa aktif.

(61)

pada suhu 550C. Vacuum rotary evaporator ini akan menguapkan pelarut dibawah titik didihnya dengan cara menurunkan tekanan dalam labu alas bulat sehingga senyawa aktif yang diinginkan (flavonoid) tidak rusak karena pemanasan suhu tinggi. Selanjutnya cairan dipindahkan ke cawan porselin untuk diuapkan sisa pelarutnya menggunakan waterbath suhu 700C selama 3 jam dengan pengadukan yang dilakukan setiap setengah jam sekali. Hasil ekstrak yang diperoleh berwarna hijau tua pekat sebanyak 3,2 gram sehingga didapatkan persen yield sebesar8%.

C. Uji Kuantitatif Ekstrak Daun Cocor Bebek

Pengujian terhadap ekstrak daun cocor bebek dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kandungan flavonoid dan menetapkan kadarnya dalam ekstrak. Pengujian kandungan flavonoid ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Metode untuk uji kuantitatif ini menggunakan spektrofotometri visibel. Uji kuantitatif memerlukan senyawa standar untuk membuat kurva baku di mana untuk golongan flavonoid dapat menggunakan quercetin atau rutin (Saifudin, Rahayu, dan Teruna, 2011). Pembanding yang digunakan untuk uji flavonoid dalam penelitian ini adalah

(62)

D. Orientasi Level setiap Faktor Penelitian

Faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan. Hal ini dikarenakan kedua faktor tersebut mempengaruhi sifat fisik gel. Parameter sifat fisik gel meliputi viskositas dan daya sebar. Oleh karena itu, dilakukan orientasi kedua faktor yang bertujuan untuk menetapkan level tinggi dan rendah untuk masing-masing faktor tersebut. Pengaruh adanya variasi komposisi Carbopol terhadap respon sifat fisik gel ditunjukkan pada tabel IV.

Tabel IV. Pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap sifat fisik gel

Carbopol (g) Viskositas

(63)

Gambar 3. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap viskositas

Gambar 4. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap daya sebar

Gambar 3 menunjukkan bahwa komposisi Carbopol sebesar 1 - 1,4 g memberikan respon daya sebar yang berbeda tiap levelnya dan linear. Ketika dilakukan penambahan Carbopol diatas 1,4 g tidak terjadi perbedaan respon daya

(64)

sebar yang signifikan. Berdasarkan gambar 4, komposisi Carbopol sebesar 1 - 1,6 g menimbulkan respon viskositas yang berbeda setiap levelnya dan linear. Peningkatan komposisi Carbopol diatas 1,6 g memberikan respon viskositas yang relatif konstan. Berdasarkan hasil orientasi tersebut didapatkan daerah irisan dari kedua grafik yaitu 1 g sebagai level rendah dan 1,4 g sebagai level tinggi. Menurut Rowe dkk. (2006), Carbopol digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-2,0%.

Tabel V. Pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap sifat fisik gel

Gliserin (g) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)

10 300 4,475

(65)

Gambar 6. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap daya sebar

Pengaruh adanya variasi komposisi gliserin terhadap respon sifat fisik gel ditunjukkan pada tabel V. Seiring penambahan jumlah gliserin maka respon daya sebar akan meningkat. Berdasarkan gambar 5, komposisi gliserin sebesar 30 – 60 g akan menyebabkan terjadinya peningkatan respon daya sebar yang berbeda pada setiap levelnya dan linear. Sedangkan respon viskositas akan menurun dengan dilakukannya penambahan jumlah gliserin. Pada gambar 6 diketahui bahwa komposisi gliserin sebesar 30 – 60 g juga menunjukkan respon viskositas yang berbeda tiap levelnya dan linear. Berdasarkan hasil orientasi tersebut didapatkan masing-masing level tinggi dan rendah gliserin yaitu 30 - 60 g. Gliserin digunakan sebagai humektan pada konsentrasi 30% (Rowe dkk., 2006).

(66)

E. Pembuatan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek

Zat aktif yang digunakan dalam formula gel anti-inflamasi ini adalah ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.). Ekstrak daun cocor bebek diformulasikan ke dalam bentuk sediaan gel. Pemilihan bentuk sediaan gel karena daya sebar yang baik pada kulit, efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya proses pengeluaran zat tertentu seperti garam melalui kelenjar keringat. Gel tidak melapisi permukaan kulit secara kedap, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air dan memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut (Pramita, 2013).

Komponen penyusun gel selain zat aktif adalah eksipien. Eksipien yang memiliki pengaruh terhadap sediaan gel yang akan dihasilkan antara lain gelling agent dan humektan. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.

Carbopol secara umum digunakan pada sediaan cair atau semipadat sebagai

suspending agent atau agen peningkat viskositas. Kelebihan Carbopol adalah mudah terdispersi dalam air karena termasuk dalam golongan carbomer hidrofilik. Penggunaan Carbopol sebagai gelling agent juga memberikan penampilan yang jernih. Selain itu, sediaan topikal dengan gelling agent Carbopol tidak menunjukkan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe dkk., 2006)

(67)

perlu dinetralkan agar tidak menyebabkan iritasi ketika kontak dengan kulit. Salah satu agen yang digunakan untuk menetralkan polimer Carbopol yaitu suatu amina organik polar trietanolamin (Rowe dkk., 2006). Ketika Carbopol dinetralisasikan dengan penambahan basa maka akan meningkatkan viskositasnya. Netralisasi akan meningkatkan rantai Carbopol menjadi lebih panjang melalui tolakan muatan untuk memproduksi jaringan gel yang saling berkaitan. pH berperan penting dalam pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel (Swarbrick dan Boylan, 1992). Selain sebagai agen penetral, trietanolamin juga berperan dalam menjaga stabilitas sediaan gel dengan basis Carbopol. Ketika temperatur meningkat atau adanya paparan sinar UV yang dapat menyebabkan oksidasi maka trietanolamin dapat mencegah terjadinya penurunan viskositas sediaan selama penyimpanan (Rowe dkk., 2006).

(68)

bersifat larut air dapat terlarut dengan baik karena komposisi utama gel (hidrogel) adalah air.

Humektan berfungsi untuk menjaga kestabilan sediaan dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, humektan juga dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering. Sediaan gel ini menggunakan gliserin sebagai humektan. Gliserin merupakan humektan yang umum digunakan dalam sediaan farmasi maupun produk kosmetik.

(69)

F. Pengujian Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek Evaluasi terhadap daya sebar dan viskositas gel dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik yang akan menentukan kenyamanan sediaan ketika diaplikasikan. Pengamatan terhadap daya sebar dan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Hal ini dikarenakan setelah 48 jam sediaan gel telah berada dalam kondisi yang stabil tanpa adanya pengaruh gaya atau energi yang diberikan selama pembuatan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran respon daya sebar dan viskositas.

1. Uji organoleptis dan pH

Uji organoleptis yang dilakukan terhadap sediaan gel meliputi warna, bau, konsistensi, dan homogenitas. Sedangkan pH diuji dengan menggunakan indikator pH universal. Pengujian terhadap pH sediaan bertujuan untuk memastikan tingkat keasamanan sediaan agar dapat diaplikasikan pada area kulit yang mengalami inflamasi tanpa menimbulkan iritasi. Hasil pengujian organoleptis dan pH ditunjukkan pada tabel VI.

Tabel VI. Uji organoleptis dan pH gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek

Formula Kriteria

(70)

kekuningan dengan bau yang tidak menyengat sehingga secara penampilan fisik dapat diterima. Pengujian terhadap pH menunjukkan bahwa sediaan gel tidak bersifat iritatif karena memenuhi rentang pH kulit antara 4,5 hingga 7 (Zulkarnain, Ernawati dan Sukardani, 2013). Nilai pH sediaan stabil selama penyimpanan 4 minggu.

2. Uji viskositas

(71)

Semakin tinggi viskositas (η) maka tahanan semakin besar dan koefisien difusi (D) semakin kecil. Menurunnya koefisien difusi diikuti dengan penurunan kecepatan pelepasan zat aktif sehingga pelepasannya lebih lambat (Arifin, Syarmalena, Serlahwaty, Nabilah, Hasanah, dan Azhar, 2013). Rentang viskositas yang dikehendaki yaitu 50-300 d.Pa.s (Christanty, 2012). Rentang viskositas sediaan gel tersebut menunjukkan sifat fisik yang mudah diaplikasikan secara topikal. Hasil pengujian viskositas ditunjukkan pada tabel VII.

Tabel VII. Viskositas ( ̅ gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek

Berdasarkan tabel VII hasil pengujian viskositas, dapat diketahui bahwa semua formula gel memenuhi kriteria viskositas yang dikehendaki.

3. Uji daya sebar

(72)

Menurut Garg, Aggarwal, Garg, dan Singla (2002) respon daya sebar yang dikehendaki 5-7 cm di mana sediaan menunjukkan konsistensi semifluid yang nyaman dalam pengaplikasiannya. Hasil pengujian daya sebar ditunjukkan pada tabel VIII.

Tabel VIII menunjukkan bahwa semua formula memenuhi kriteria sediaan gel dengan daya sebar antara 5-7 cm.

G. Stabilitas Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek

(73)

Tabel IX. Persentase pergeseran viskositas ( ̅ gel anti-inflamasi ekstrak daun

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi perubahan viskositas namun semua formula memiliki stabilitas yang baik karena memenuhi kriteria pergeseran viskositas kurang dari 10%.

Stabilitas sediaan selain dapat dilihat dari pergeseran viskositas juga dapat dianalisis menggunakan metode statistik. Metode statistik yang digunakan adalah T-test berpasangan untuk data yang terdistribusi normal atau Wilcoxon untuk data yang terdistribusi tidak normal.

Viskositas 48 jam setelah pembuatan dibandingkan dengan 4 minggu, 3 minggu, 2 minggu dan 1 minggu penyimpanan. Pengujian dimulai dengan membandingkan 48 jam dengan 4 minggu penyimpanan jika hasil perbandingan tersebut menghasilkan data yang signifikan maka dilanjutkan dengan membandingkan viskositas 48 jam setelah pembuatan dengan 3 minggu, 2 minggu dan 1 minggu penyimpanan. Tahapan analisis data untuk stabilitas ini antara lain uji normalitas dengan Shapiro test, uji variansi data dengan Levene’s test dan T-test

(74)

sehingga dilanjutkan dengan T-test berpasangan. Hasil pengujian dengan T-test

berpasangan dilihat pada tabel X.

Tabel X. Pengujian stabilitas dengan T-test berpasangan

Formula Nilai p minggu penyimpanan, diketahui bahwa semua formula tidak signifikan karena nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan viskositas formula 48 jam setelah pembuatan dan viskositas 4 minggu penyimpanan tidak terjadi perbedaan yang signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa semua formula stabil selama penyimpanan 4 minggu. Grafik viskositas selama 4 minggu penyimpanan ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik viskositas selama penyimpanan 4 minggu 0

48 jam 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu

(75)

H. Efek Penambahan Carbopol dan Gliserin serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek Variasi level dan faktor yang digunakan dalam formula gel anti-inflamasi ini mengakibatkan terjadinya perubahan respon. Efek yang ditimbulkan karena adanya variasi penambahan Carbopol dan gliserin serta interaksi kedua faktor dalam menentukan sifat fisik gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek dianalisis menggunakan software statistik R 3.1.2 dengan uji two way ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95%. Penelitian ini juga menganalisis signifikansi tiap faktor dan interaksi kedua faktor dalam menimbulkan efek. Nilai efek bersifat mutlak artinya faktor mengakibatkan penurunan respon jika bertanda negatif dan faktor menaikkan respon jika bertanda positif.

Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Carbopol dan gliserin digunakan sebagai faktor dengan masing-masing level rendah dan tinggi. Variasi formula hanya pada komposisi Carbopol dan gliserin untuk mengetahui efek yang ditimbulkan karena dua komponen tersebut.

1. Uji normalitas data

(76)

Tabel XI. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar

Hasil pengujian normalitas data menunjukkan bahwa semua formula memberikan nilai p > 0,05 pada respon viskositas dan daya sebar. Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki distribusi yang normal.

2. Uji variansi data

Uji variansi data bertujuan untuk melihat kesamaan varian dari data sehingga dapat diketahui homogenitas data yang diperoleh. Pengujian ini menggunakan

Levene’s test. Jika diperoleh nilai p > 0,05 maka disimpulkan bahwa data tersebut homogen (Rohman, 2014). Hasil uji variansi data ditunjukkan pada tabel XII.

Tabel XII. Uji variansi data viskositas dan daya sebar

Jenis data Nilai p Viskositas 0,7447 Daya sebar 0,614

(77)

3. Respon viskositas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui efek faktor gelling agent (Carbopol), humektan (gliserin), serta interaksi kedua faktor tersebut dalam mempengaruhi respon viskositas sediaan gel. Hasil analisis terhadap respon viskositas ditunjukkan pada tabel XIII.

Tabel XIII. Efek Carbopol dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas

(78)

Y = - 158,3333+333,3333(X1)-0,4167(X2)-0,4167(X1)(X2) X1 : Carbopol

X2 : gliserin

X1X2 : interaksi Carbopol dan gliserin 4. Respon daya sebar

Uji ini bertujuan untuk mengetahui efek faktor gelling agent (Carbopol) dan humektan (gliserin) serta interaksi kedua faktor tersebut dalam mempengaruhi respon daya sebar sediaan gel. Hasil analisis terhadap respon daya sebar ditunjukkan pada tabel XIV.

Tabel XIV. Efek Carbopol dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar Gliserin 0,0087500 0,000215 0,0075564

Interaksi -0,0006944 0,913734 0,0062113

(79)

nilai efeknya bertanda positif. Nilai efek Carbopol paling besar sehingga Carbopol dominan dalam menurunkan respon daya sebar gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Diperoleh nilai p persamaan yang mememuhi kriteria p < 0,05 yaitu 2,788 × 10-8. Persamaan desain faktorial untuk respon viskositas sebagai berikut:

Y = 8,5375000 – 2,4791667(X1) + 0,0087500(X2) – 0,0006944(X1)(X2) X1 : Carbopol

X2 : gliserin

X1X2 : interaksi Carbopol dan gliserin

I. Optimasi Area Komposisi

Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin ditetapkan untuk mendapatkan formula gel anti-inflamasi yang memenuhi sifat fisik yang dikehendaki. Persamaan desain faktorial viskositas dan daya sebar yang diperoleh dibuat countour plot. Countour plot digunakan untuk melihat area komposisi optimum yang memenuhi kriteria masing-masing respon viskositas dan daya sebar.

1. Countour plot viskositas

Gambar

Tabel XV. Validasi area komposisi optimum ...........................................
Gambar 1. Struktur kimia Carbopol (Rowe dkk., 2006)
Gambar 2. Struktur kimia gliserin (Rowe dkk., 2006)
Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan capaian hasil belajar siswa tersebut penulis yang juga sebagai guru kelas 2 SD Negeri Mojoagung 01 Kecamatan Trangkil menyadari adanya masalah dalam

Pembentukan portofolio investasi menjadi hal yang sangat penting untuk setiap Dana Pensiun, karena melalui pemilihan instrumen yang menjadi komponen penyusun portofolio serta

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) perlu diadakannya observasi kelas agar materi yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat diterima secara optimal sesuai

menyarankan nasabah untuk mengisi tabungannya secara rutin agar pada saat jatuh tempo angsuran kredit nasabah akan lebih mudah untuk membayarnya.. - Untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan layanan bimbingan belajar bagi anak retardasi mental di SD Negeri Kalinegoro 6 Magelang. Penelitian ini merupakan penelitian

Biaya reproduksi adalah sama dengan jumlah uang atau pembayaran lainnya yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu aktiva yang identik dengan aktiva yang sudah

• Kesanggupan mndapatkan informasi dan merubah informasi dengan pasien/klien dari semua umur,anggota keluarga,ma- syarakat,sejawat dan profesi lain. syarakat,sejawat dan

9 Saya merasa puas karena saat ini saya bekerja sesuai dengan bidang keahlian saya. 10 Saya merasa puas dengan sistem kompensasi yang diterapkan ditempat saya bekerja saat