• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala-gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata. Fungsi konsep yakni menyederhanakan pemikiran terhadap ide-ide, hal-hal, benda-benda, maupun gejala sosial agar memungkinkan adanya keteraturan; sehingga memudahkan terjadinya komunikasi ( Tohardi, 2008: 14-15 ).

Konsep yang mendasari penelitian ini yakni latah merupakan gangguan berbicara psikogenik ( berhubungan dengan gangguan kejiwaan ) bukan termasuk gangguan penyakit organik. Fenomena latah mulai diterima dan merupakan sesuatu yang normal bagi masyarakat Indonesia. Latah dipercayai berhubungan erat antara fungsi sistem saraf pusat, psikologi, sosial, dan terkait dengan sistem budaya suatu masyarakat. Latah sebenarnya tidak ada kaitannya dengan penyakit tertentu. Cikal bakal penyakit latah adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi rasa kaget pada masa lalu, dan juga karena seseorang mengikuti kebiasaan orang lain, sehingga latah ini perlu dikaji secara psikolinguistik karena berkaitan dengan gangguan berbicara psikogenik(nonorganik). Latah bisa berupa kata lengkap atau hanya potongan kata paling akhir, dalam hal ini contoh kata-kata dari penderita latah tersebut akan dianalisis secara fonologi maupun sintaksis dalam kajian ilmu bahasa.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik, teori Sintaksis, dan teori Fonologi.

(2)

Secara etimologi psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik. Namun, keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya, hanya objek materialnya saja yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa ( Abdul Chaer, 2003: 5 ). Psikolinguistik menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung pada saat seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi , serta bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia.

Teori Sintaksis merupakan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pembicaraan mengenai latah ini berkaitan dengan contoh-contoh ujaran dalam bentuk kalimat, klausa, ataupun frase yang diucapkan seseorang ketika terjadinya reaksi kaget dalam dirinya karena terganggunya fungsi otak. Pembicaraan tentang kalimat, klausa, frase-frase, dan juga pembicaraan tentang hubungan antara kalimat (1) di atas dengan kalimat-kalimat sebelumnya dan sesudahnya pada tataran wacana itu termasuk dalam bidang sintaksis ( M. Ramlan , 2005: 18).

Tuturan bahasa terdiri atas bunyi. Fonologi meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara ( Abdul Chaer, 2002 : 152 ). Kesilapan fonologi pada penderita latah dapat berupa penggantian fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Kesilapan fonologi atau kesilapan penyederhanaan adalah pengguguran sebuah fonem atau suatu bentuk kesilapan fonem.

(3)

2.3 Tinjauan Pustaka

2.3.1 Gangguan Berbicara Psikogenik

Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Gusdi Sastra, dalam penelitiannya yang berjudul “ Ekspresi Verbal Penderita Stroke Penutur Bahasa Minangkabau: Suatu Analisis Neurolinguistik ” ( 2007: 22 ), mengemukakan bahwa, ”manusia yang tidak bisa berbahasa secara normal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kerusakan pada bagian syaraf bahasa di otak karena suatu hal, kerusakan pada alat-alat artikulasi, dan tekanan mental.”

Secari garis besar, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan berbicara psikogenik.

Gangguan berbicara psikogenik adalah variasi cara berbicara yang normal, yang merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.(Chaer, 2003: 152)

Selanjutnya, Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396) mengatakan, “penyakit psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau stress emosional.”

Jadi, dari dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan bicara psikogenik itu merupakan gangguan bicara yang tidak berasal dari kesalahan sistem organ tubuh, melainkan merupakan suatu gangguan yang hanya

(4)

dipicu oleh mental seperti stres, ingin lain daripada orang pada umumnya, kurang bisa mengendalikan emosi dan sebagainya.

2.3.2 Latah

2.3.2.1 Pengertian

Latah sering disamakan dengan ekolalia, yaitu perbuatan membeo atau menirukan apa yang dilakukan orang lain. Tetapi, sebenarnya latah merupakan suatu sindrom yang bersifat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, latah mempunyai arti:

1. Menderita sakit saraf dengan suka meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain.

2. Berkelakuan seperti orang gila, misalnya; karena kehilangan orang yang dicintai.

3. Meniru-niru sikap, perbuatan, atau kebiasaan orang atau bangsa lain.

4. Mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh, jorok, berkenaan dengan kelamin.

“Latah adalah suatu tindak kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya”, (Soenjono Dardjowidjojo, 2003 : 154).

Maramis (dalam Chaer, 2002: 154) mengatakan bahwa awal mula timbulnya latah menurut mereka yang terserang latah adalah setelah bermimpi melihat banyak sekali penis laki-laki sebesar dan sepanjang belut. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excause” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.

(5)

Selanjutnya, menurut Psikolog Eva Septiana Barlianto M.Si, “latah adalah kebiasaan mengulang kata-kata terakhir yang diucapkan berkali-kali terutama pada kondisi kaget atau situasi tidak sesuai dengan orang yang bersangkutan. Latah bisa berupa kata lengkap atau hanya potongan kata paling akhir”.

Khaltarina mengungkapkan bahwa, ”latah memiliki dimensi gangguan fungsi pusat syaraf, psikologis, dan sosial. Berdasarkan kajian yang dilakukan, gangguan latah biasanya tumbuh dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Latah dianggap sebagai satu sindrom budaya masyarakat setempat.”

Menurut Soenjono Dardjowidjojo ( 2003: 154 ) latah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. latah hanya terdapat di Asia Tenggara b. pelakunya hampir semua wanita

c. kata-kata yang dikeluarkan umumnya berkaitan dengan seks atau alat kelamin pria atau jantan

d. kalau terkejutnya berupa kata, maka si latah juga bisa mengulang kata itu saja. Contoh: bila si A dikejutkan dengan kata kuda , maka konon dia juga akan berkata kuda.

Jadi, berdasarkan pendapat ahli di atas diambil kesimpulan bahwa latah merupakan gangguan berbicara yang tidak jelas asal-usulnya, namun karena fungsi syaraf otak yang salah. Pada umumnya latah terjadi karena prilaku lingkungan sosial dari penderita latah tersebut.

Menurut Elizabeth B. Hurlock ( 1980: 238 ),”Bidang prilaku sosial, ketidakmatangan remaja tanda-tandanya adalah diskriminasi

(6)

terhadap mereka yang berlatar ras, agama, atau sosial ekonomi, yang berbeda; usaha memperbaiki mereka yang mempunyai standar penampilan dan standar prilaku yang berbeda, dan usaha-usaha remaja untuk menarik perhatian dengan mengenakan pakaian yang mencolok, menggunakan bahasa yang tidak lazim, sombong, membual, dan menertawakan orang lain.

Selain itu Elizabeth B. Hurlock ( 1980: 321 ) kembali mengemukakan bahwa usia madya merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostasis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka.

2.3.2.2 Jenis-jenis Latah

Secara umum ada empat jenis latah yaitu:

1. Ekolalia, latah dengan mengulangi perkataan orang lain.

Contoh : jika orang yang berada di dekat penderita mengagetkannya dengan menyebutkan kata gila, maka penderita latah secara spontan akan mengulangi kata-kata tersebut berulang-ulang.

2. Ekopraksia, latah dalam bentuk meniru gerakan orang lain. Artinya, ketika melihat orang lain bertingkah unik, secara spontan orang yang mengidap latah ekopraksia akan meniru persis gerakan orang tersebut secara berulang-ulang. Contoh : jika orang yang berada di dekat penderita latah mengagetkannya sambil menari,maka secara spontan penderita latah akan ikut menari.

3. Koprolalia, latah dengan mengucapkan kata-kata tabu atau kotor. Artinya, ketika ada seseorang yang mengagetkannya secara spontanitas penderita latah akan mengeluarkan kata-kata tabu atau kotor secara berulang-ulang.

(7)

4. Automatic obedience: melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”sujud” atau ”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.

Pada situs Republik Latah, Yoga Putra, mengelompokkan jenis latah menurut sifatnya sebagai berikut.

1. Latah Konsisten.

Latah ini dicirikan dengan ucapan kata atau kalimat, atau bahkan perbuatan, yang selalu sama, apa pun jenis rangsangannya. Contohnya "Eh copot, eh copot, copot..."

2. Latah Variasi

Kalau yang ini kebalikannya latah konsisten. Respon latah amat tergantung dari bunyi suara, perilaku, isi pikiran, perintah seseorang, atau wujud dari rangsangan yang mengagetkan itu sendiri. Mendengar klakson ditekan, langsung ngomong, "Eh tin-tin, eh tin-tin, eh tin-tin... eehh...". Disuruh buka baju langsung buka baju. Disuruh cium langsung cium. Disuruh meluk langsung meluk.

3. Latah Tertunda

Biasanya orang yang seperti ini tidak kaget saat menerima rangsangan, tapi ia terus memikirkannya, dan tanpa sadar menjadi sugesti, lalu tiba-tiba terkejut karena pikirannya sendiri di lain waktu. Orang yang menderita latah tertunda seperti ini, tidak banyak jumlahnya. Ciri utamanya adalah kalimat latah terucap tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Contohnya seseorang yang awalnya mengaku habis menabrak kucing di jalan, saat bercerita dan membayangkan, tiba-tiba dia latah "Eh mati deh, eh mati deh, eh mati deh, tuh kan... kucingnya

(8)

mati...". Padahal, sewaktu nabrak kucing dia cuma bilang "Astagfirullah aladzim."

4. Latah Tidak Tulus

Ini adalah latah yang dilakukan karena mengikuti tren saja. Cirinya adalah ekspresi yang keluar aneh, nada bicara datar, dan diikuti dengan tingkah sok menyalahkan orang lain karena menyebabkan dia latah. Contoh, "Eh kampret, eh copet, eh jambret, eh... apa sih? Eike kan gak latah,". Mereka yang berlatih dengan baik bisa lepas dari ketidak tulusan ini dan mampu menjadi pelatah sejati.

Di dalam penelitian ini, peneliti meneliti sampel berdasarkan jenis latah secara umum yaitu: ekolalia, ekopraksia, koprolalia dan automatic obedience.

2.3.2.3 Penyebab Timbulnya Penyakit Latah

Tingkat risiko tertular penyakit latah antar orang yang satu dengan yang lain tentu tidak sama. Faktor pemicunya pun tidak sama, antara lain:

1. Faktor Pemberontakan

Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang, tanpa merasa salah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih ke arah obsesif karena ada dorongan tidak terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu.

(9)

2. Faktor Kecemasan

Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata?rata, dalam kehidupan pengidap latah, selalu terdapat tokoh otoriter, bisa ayah atau ibu atau di luar lingkungan keluarga. Latah dianggap jalan pemberontakannya terhadap dominasi orangtua yang sangat menekan.

3. Faktor pengondisian.

Inilah yang sering disebut latah karena ketularan. Seseorang mengidap latah karena dikondisikan lingkungan, misalnya di saat latah, seseorang merasa diperhatikan lingkungannya. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian.

2.3.2.4 Contoh Kasus Latah

Dalam istilah bahasa Indonesia, pengertian latah lebih banyak mengandung unsur konotatifnya dibanding unsur denotatifnya. Sedikit sekali menemukan kata latah yang punya makna positif. Yang menarik, timbul pertanyaan mengapa latah lebih banyak ditemukan di dunia hiburan? Begitu banyak pekerja di dunia hiburan, baik itu pelawak, presenter, komedian, pesinetron dan semacamnya yang awalnya normal-normal saja, tiba-tiba ketularan latah? Bahkan menejer, make up artis, hair stylist, orang produksi, bahkan supir artis sekalipun mudah tertular latah.

Anehnya, orang yang bergaya latah itu akhirnya jadi cepat sekali terkenal karena bisa jadi bahan ejekan dan lelucon, serta bentuk fisik yang unik, seorang penderita latah malah sering ditawari berbagai rumah produksi untuk

(10)

memerankan lelakon komedi di sinetron atau film. Padahal latah kerap disebut sebagai budaya keterbelakangan? Sebuah teori bahkan menyebutkan kalau budaya latah biasanya diderita oleh kalangan berpendidikan rendah, dan ekonomi rendah.

Olga Syahputra, komedian sekaligus presenter Dasyhat ini mendapat teguran dari KPI, karena Ia sering melatahkan kata-kata jorok saat siaran langsung. Lantas bagaimanakah tanggapan Olga atas hal tersebut? Menurut penuturan sang produser acara musik Dasyhat, Oke Yahya menuturkan bahwa sebenarnya kejadian Olga latah jorok bukan pada saat saat Ia membawakan acara Dasyhat tapi karena tengah menghadiri salah satu aksi sulap dari finalis ‘D’Master’. Dan pada saat berada di dekat penonton itulah Olga latah jorok. Untungnya, suara pelantun ‘Hancur Hatiku’ itu tak terlalu terdengar, kamera juga tidak tengah mengarah kepadanya. Namun, tetap saja masyarakat tahu kalau Olga baru saja latah jorok. “Mungkin latahnya itu di luar kontrol. Dia tidak bermaksud begitu, malah saat itu Olga langsung minta maaf serta sikapnya mendadak agak berubah, jadi pendiam.

Komedian Parto ‘Patrio’ tentunya sudah tidak asing lagi. Pemilik nama asli, Eddy Supono ini juga dikenal dengan penyakit yang suka berbicara latah. Tidak heran jika setiap kali tampil, Parto menjadi bulan-bulanan bahan ledekan terkait gaya latahnya itu. Pria berkacamata itu mengaku tidak ingat persis bagaimana awal mula penyakit latah ini menderanya. Yang Ia ingat, kebiasaan latah itu berawal dari rasa kaget ketika dia bersama grup Patrio jalan-jalan. “Sejak saat itu saya mulai kagetan, gara-gara dikageti Akri dan Eko, ada truk di belakang saya,” ujarnya. Otomatis apa yang terjadi pada pemain OKB dan Opera Van Java ini menjadi ciri khas dalam penampilannya. Tidak jarang, teman-temannya iseng

(11)

mengagetkan pria 47 tahun ini. Meskipun sering menjadi obyek penderita, Parto mengaku tidak bisa marah karena baginya itu juga menjadi salah satu ibadah menyenangkan orang. “Membuat orang senang itu kan ibadah, jadi senang aja bila ada orang yang ngagetin, biarpun sering jantungan juga, ” tambah Parto. Bagi orang lain, gaya bicara latah Parto itu barangkali sedikit menjengkelkan karena sebagian orang menganggap semua itu dibuat-buat demi memancing tawa. Dengan kata lain, gaya ngomong latah itu dituding bukan sifat natural melainkan trik kesengajaan seorang pelawak untuk menyegarkan suasana. Namun, Parto meyakinkan bahwa semua itu terjadi begitu saja tiap kali ada orang lain menepuk pundaknya dari belakang secara tak terduga.

Satu lagi fenomena artis latah yang sangat sering kita lihat adalah Mpok Atik. Artis multi talenta ini sudah sejak lama menderita latah. Bahkan, Ia mengaku dalam komunikasinya sehari-hari, Ia selalu latah di dalam ucapannya. Tetapi, Iactidak latah berbahasa tabu(koprolalia). Melainkan, Ia hanya mengulang kata-kata orang yang menjadi lawan bicaranya.

(12)

Gambar 1. ekspresi Mpok Atik Ketika Latah

2.3.3 Analisis Psikolinguistik

Secara etimologi, kata psikolinguistik berasal dari kata psikologi dan kata linguistik. Kedua bidang ilmu ini sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya.

Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama yaitu (1) komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang dimaksud, (2) produksi, yakni proses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (3) landasan biologis dan neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa dan (4) pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa.

Ilmu psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis, tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya, psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran bahasa permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan multibahasa, penyakit bertutur seperti afasia,

(13)

gagap,latah dan sebagainya, serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa.

2.3.4 Fonologi dan Sintaksis 2.3.4.1 Fonologi

Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga muncullah apa yang sering disebut celotehan yang merupakan akar dari fonologi. Di dalam penelitian bahasa yang tertentu, para ahli fonologi mendaftarkan setiap fonem dalam suatu bahasa ke dalam komponen utama fonologi.

“Komponen fonologi adalah system bunyi suatu bahasa (Chaer, 2003:43)”. Fonologi boleh disebut ilmu bunyi yang ‘fungsional’.

Untuk memahami rumus dasar fonologi kita ambil contoh kata sederhana gelegak dalam bahasa Indonesia. Bunyi k pada akhir kata gelegak bisa saja dipresentasikan menjadi g. Sehingga lafalnya menjadi gelegag.

Namun, meskipun ucapannya berbeda secara fonologi, tetapi maknanya tidaklah berbeda dan ketika kata itu diucapkan, seluruh orang Indonesia memahaminya. Jadi dapat disimpulkan, bahwa secara fonologi konsonan k dan g dapat saling menggantikan jika muncul atau diucapkan pada akhir kata yang didahului oleh huruf vocal. Contoh lainnya, gagak, gerobak, tegak, dsb.

Berbeda ketika sebuah fonem menjadi fungsi pembeda pada dua buah kata seperti kata rupa dan lupa, perbedaan perubahan bunyi ada pada fonem r dan l, membedakan arti dari kata tersebut.

Jenis-jenis perubahan bunyi tersebut dibagi menjadi: 1. Asimilasi

(14)

Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua buah bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Contohnya, kata tentang dan tendang. Dari segi pengucapan sangatlah mirip satu sama lain atau hampir sama pengucapannya.

2. Disimilasi

Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contohnya, prefiks ber ditambah kata ajar, semestinya menjadi berajar. Namun karena ada dua bunyi r, maka r yang pertama di disimilasi menjadi huruf l, sehingga kata tersebut menjadi belajar.

3. Netralisasi

Netralisasi adalah perubahan bunyi fonetis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Untuk lebih jelasnya perhatikan kata barang dan parang. Pada kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam bahasa Indonesia terdapat fonem [b] dan [p] yang mampu membedakan arti. Namun pada kondisi tertentu, fungsi pembeda pada fonem [b] dan [p] menjadi samar bahkan hilang jika dilihat dari kata sebab dan atap yang pengucapan fonem [b] dan [p] menjadi sama.

4. Zeroisasi

Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia termasuk bahasa-bahasa Indonesia, asal tidak mengganggu proses dan tujuan komunikasi tersebut, secara tidak sengaja telah disepakati bersama oleh komunitas pemakai bahasa itu. Dalam bahasa Indonesia, sering dijumpai

(15)

proses zeroisasi di antaranya kata tidak sering diucapkan menjadi tak atau gak. Kata untuk menjadi tuk, kata bagaimana menjadi gimana dan sebagainya. 5. Diftongisasi

Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal secara berurutan. Contoh, kata teladan menjadi tauladan.

6. monoftongisasi

monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal menjadi vokal tunggal. Contoh, kata kalau berubah jadi kalo

7. anaptiksis

Anaptiksis adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan huruf tertentu untuk memperlancar ucapan tanpa membedakan arti sesungguhnya. Contoh, kata kapak disebut menjadi kampak.

Jadi, berdasarkan wacana di atas dapat disimpulkan bahwa pengucapan fonem ini bergantung pada lingkungan fonem itu sendiri.

2.3.4.2 Sintaksis

Sintaksis merupakan komponen sentral dalam pembentukan kalimat. “Sintaksis adalah urutan dan organisasi kata-kata yang membentuk frase atau kalimat dalam suatu bahasa menurut aturan atau rumus dalam bahasa itu.” (Chaer,2003:39)

Verhaar (2004:161) menyatakan, ”Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan.” tuturan adalah apa yang diucapkan oleh seseorang. Salah satu satuan tuturan adalah kalimat. Jadi secara sederhana sintaksis membahas hubungan antar kata di dalam kalimat.

(16)

Tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan makna-maknanya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan oleh penuturnya.

Frase dibagi atas ( 1 ) frase endosentrik dan ( 2 ) frase eksosentrik. Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Sedangkan, frase eksosentrik adalah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya.

Untuk mengetahui bagaimana cara kerja komponen sintaksis ini, perhatikan contoh.

Kuda itu menendang petani.

Jika dipenggal berdasarkan frasenya maka seharusnya setiap penutur bahasa Indonesia akan memenggalnya menjadi:

Kuda itu // menendang // petani.

Jadi, setiap penutur bahasa Indonesia akan memenggal kalimat tersebut menjadi frase seperti di atas. Kemampuan ini menunjukkan bahwa secara sadar orang Indonesia menunjukkan adanya kompetensi ketatabahasaan dari dirinya.

Referensi

Dokumen terkait

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari

Kesesuaian dengan tujuan prakerin butir satu setelah dilakasanakan prakerin siswa akan lebih siap menghadapi dunia kerja yang sesuai dengan kompetensi keahlian

Bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dalam bidang sejenis, yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian ini diharapakan mampu melanjutkan

Pelatihan ini dilbagi menjadi dua bagian, yaitu di dalam ruangan dan di lapanagan, di dalam ruangan dijelaskan tentang teori ergonomi dan akibat yang akan dirasakan oleh

Sehubungan dengan adanya penelitian untuk tugas penyusunan skripsi, maka peneliti berusaha untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai ”Pengaruh Celebrity

Berdasarkan data di atas, sebagai seorang dokter di Puskesmas tersebut, langkah-langkah apa saja yang akan saudara lakukan untuk memecahkan maslah kesehatan didaerah saudara

Tujuan tugas akhir ini adalah menerapkan Perangkat Lunak LEAP untuk memproyeksikan energi listrik, memproyeksikan jumlah pelanggan listrik, kebutuhan energi listrik

4. Kembali dan berkarya di daerah afirmasi asal setelah selesai studi bagi penerima program beasiswa daerah afirmasi. Mendahulukan kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan