• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1. Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi sarana bagi peserta didik dalam mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis serta didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia. Beberapa definisi mengenai IPA diantaranya:

1. Nokes dalam bukunya “Science in Education” menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus. 2. IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan

yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen yang sistematis, artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku untuk seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten, Powler (dalam Winataputra, 1992:122).

3. IPA adalah suatu cara untuk mengamati alam, Nash (dalam Hendro Darmojo, 1992:3 dalam bukunya The Nature of Science).

(2)

4. IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmojo, 1992:3).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan Ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam yang mempunyai objek dan merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip serta menggunakan metode ilmiah dalam sebuah proses penemuan.

2.1.1.1 Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah Dasar

IPA sebagai disiplin ilmu serta penerapannya dalam masyarakat menjadikan pendidikan IPA menjadi sangat penting. Semua guru harus paham kenapa IPA perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Ada beberapa alasan yang menyebabkan pelajaran IPA dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, antara lain digolongkan menjadi empat golongan yaitu:

a) IPA memberikan manfaat bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materiil suatu bangsa banyak yang tergantung kepada kemampuan bangsa tersebut dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar dari teknologi yang sering disebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan yang menjadi dasar untuk teknologi adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

b) Bila IPA diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan bagi setiap peserta didik untuk berpikir kritis.

c) Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan secara mandiri oleh peserta didik, maka IPA bukan merupakan mata pelajaran yang hanya bersifat hafalan saja.

d) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan, yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian yang baik pada peserta didik secara keseluruhan.

Pelajaran IPA dapat melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar mengandung arti pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, antara lain rasional dan

(3)

objektif. Rasional memiliki arti masuk akal atau logis, serta dapat diterima oleh akal sehat. Sedangkan objektif memiliki arti sesuai dengan objeknya atau sesuai dengan kenyataan serta sesuai dengan pengalaman yang dapat diamati melalui panca indera.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memuat tujuan Pelajaran IPA di SD/MI. Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang memiliki manfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses yang dimiliki oleh peserta didik untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah serta membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran peserta didik untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran peserta didik untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep serta keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP/MTs.

Tujuan yang tertuang dalam permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis.

(4)

2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya.

3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.

4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya.

5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya. 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan

perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.

2.1.1.3 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya yang meliputi: benda cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.2 Model Pembelajaran Discovery

Model pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri.

Menurut Budiningsih (2005) (dalam Agus N. Cahyo, 2013;101), metode discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.

(5)

Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga peserta didik dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, peserta didik melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Discovery merupakan proses mental dimana peserta didik mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dengan teknik tersebut, peserta didik dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Dengan demikian, pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri, dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Pada intinya, model discovery learning ini mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented di mana guru menjadi pusat informasi menjadi student oriented, peserta didik menjadi subjek aktif belajar. Model ini juga mengubah dari modus expository siswa yang hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery yang menuntut peserta didik secara aktif menemukan informasi sendiri melalui bimbingan guru.

2.1.2.1 Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning

Model belajar discovery memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini kelebihan dan kelemahan model discovery learning (dalam Agus N. Cahyo, 2013;115-118) antara lain:

a. Kelebihan discovery learning

Menurut Bruner dalam Budiningsih (2005), pendekatan discovery mempunyai empat keuntungan yaitu: kode-kode generik

(6)

(general) memfasilitasi transfer dan retensi. Discovery memfasilitasi transfer dan memory (ingatan). Transferabilitas yang telah berkembang menampak dalam apa yang disebut oleh Bruner sebagai intellectual potency.

Dua keuntungan lainnya berkaitan dengan abilitas problem solving (pemecahan masalah) dan motivasi. Bruner menandaskan bahwa makin sering digunakan metode-metode discovery, makin membawa seorang pelajar untuk menguasai keterampilan dalam pemecahan masalah. Mengenai motivasi, Bruner yakin bahwa discovery mengantarkan pelajar pada suatu penggiliran dari reliansi pada extrinsic reward ke reliansi intrinsic reinforcement.

Dalam artikel The Act of Discovery, Bruner menyebutkan ada beberapa keuntungan jika suatu bahan dari suatu mata pelajaran disampaikan dengan menerapkan pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada discovery learning, yaitu (Bruner, J. 1969):

1) Adanya suatu kenaikan dalam potensi intelektual. 2) Ganjaran intrinsik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik.

3) Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning.

4) Murid lebih senang mengingat-ingat materi.

Selain keuntungan yang dijelaskan oleh Bruner, Ausubel & Robinson (1969) juga mengemukakan keuntungan-keuntungan dari penerapan discovery learning, yaitu:

1) Discovery mempunyai keuntungan dapat mentransmisikan suatu konten mata pelajaran pada tahap orientasi-operasi konkret.

2) Discovery dapat dipergunakan untuk mengetes meaningfulness (keberartian) belajar.

3) Belajar discovery perlu dalam pemecahan masalah jika diharapkan murid-murid mendemonstrasikan apakah mereka telah memahami metode-metode pemecahan masalah yang telah mereka pelajari.

(7)

4) Transfer dapat ditingkatkan bila generalisasi-generalisasi telah ditemukan oleh pelajar daripada bila diberikan kepadanya dalam bentuk final.

5) Penggunaan discovery mungkin mempunyai efek-efek superior dalam menciptakan motivasi bagi pelajar. Hal ini dikarenakan belajar discovery sangat dihargai oleh masyarakat kontemporer. b. Kelemahan discovery learning

Meski Ausubel memberi beberapa kelebihan dalam model discovery, ia juga memberi beberapa kelemahan dari model ini. Menurutnya, pada kenyataannya setiap alternatif yang menjadi teori tersebut tak akan efektif bagi waktu, biaya, dan keuntungan-keuntungan bagi pelajar. Sesungguhnya hanya sedikit sekolah-sekolah yang mengembangkan model belajar discovery pada peserta didik. Hal ini karena bukan hanya membutuhkan waktu lama, melainkan peserta didik kurang memiliki kemampuan dalam mengikuti model discovery yang justru membutuhkan penguasaan informasi yang lebih cepat, dan tidak diberikan dalam bentuk final.

Ausubel menandaskan bahwa setelah berumur 11 atau 12 tahun, peserta didik memang memiliki cukup informasi untuk mampu memahami banyak konsep-konsep baru yang sangat jelas jika diperjelas kepada mereka. Pada usia ini, bila peserta didik diminta untuk menemukan suatu konsep memang bisa dilakukan namun butuh banyak waktu belajar. Sehingga akibatnya banyak waktu yang terbuang hanya untuk menguasai dan menemukan satu materi pelajaran saja.

2.1.2.2 Aplikasi Model Pembelajaran Discovery

Dalam Agus. N Cahyo (2013) untuk mengaplikasikan model belajar discovery learning, setidaknya dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan aplikasi tersebut dan tahap kedua memperhatikan prosedur aplikasinya.

1. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner (1969):

(8)

a. Menentukan tujuan pembelajaran.

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik. f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks,

dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. 2. Prosedur Aplikasi Discovery Learning

Menurut Syah (2004), dalam mengaplikasikan model discovery learning di dalam kelas, tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut: a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama, peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Pada tahap ini, guru bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini, Bruner memberikan stimulation menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan peserta didik pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

(9)

Setelah dilakukan stimulation, langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Kemudian, salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

c. Data collection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya suatu hipotesis. Dengan demikian, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collect) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.

d. Data processing (pengolahan data)

Data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga coding atau pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut, peserta didik akan mendapat pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

e. Verification (pembuktian)

Menurut Bruner, verification bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

(10)

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalization adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, tentu saja dengan memperhatikan hasil verifikasi. Dengan kata lain, tahap ini berdasarkan verifikasi tadi peserta didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu. Akhirnya, peserta didik dapat merumuskan suatu kesimpulan dengan kata-kata/tulisan tentang prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

2.1.3 Motivasi Belajar 2.1.3.1 Pengertian Belajar

Berikut ini adalah pengertian belajar menurut beberapa ahli, diantaranya:

a. Skinner (dalam Barlow, 1985) dalam Pupuh Faturrohman mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

b. M.Sobri Sutikno dalam bukunya Menuju Pendidikan Bermutu (2004), mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

c. Slameto (1995: 2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

d. Baharuddin (2010: 11) belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan dan sikap. Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kata seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

e. Sardiman (2008: 22) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan. Belajar merupakan

(11)

aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman pengalaman.

f. Thursan Hakim dalam bukunya Belajar Secara Efektif (2002), mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan daya pikir dan lain-lain kemampuannya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha atau proses yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai perubahan tingkah laku yang didapat dari berbagai pengalaman di lingkungan sekitar.

Arden N. Frandsen (dalam Hamzah B. Uno; 2011) menyatakan ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk belajar, yaitu:

a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas. b. Adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan adanya keinginan

untuk selalu maju.

c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-temannya.

d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi. e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai

pelajaran.

f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku belajar menurut Slameto (dalam Pupuh Faturrohman) adalah :

a. Perubahan terjadi secara sadar.

Hal ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

(12)

b. Perubahan terjadi dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.

Sebagai hasil belajar perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

Dalam perbuatan belajar perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar itu dilakukan, maka semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata, bersin dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses bersifat menetap atau permanen. Hal ini berarti bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

Hal ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Perubahan yang diperoleh seseorang melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, maka sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, ketrampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

(13)

2.1.3.2 Pengertian Motivasi Belajar

Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.

Menurut Mc Donald (dalam Sardiman A.M:2014,73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang dikemukakan Mc Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu: (1) motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia; (2) motivasi ditandai dengan munculnya rasa/”feeling”, afeksi seseorang; (3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.

Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

Menurut Noehi Nasution (1993: 8) dalam Jamal Ma’ruf Asmani, motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.

Hamalik (2001) dalam Aunurrahman, mengemukakan motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Motivasi terkait erat dengan kebutuhan.

Dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting dalam menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Tugas guru adalah meyakinkan para peserta didik agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap peserta didik. Guru hendaknya dapat

(14)

meyakinkan peserta didik bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan.

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. (dalam Agus Suprijono, 2013:163)

Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Peserta didik yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang muncul pada peserta didik baik dari dalam ataupun dari luar diri peserta didik yang memungkinkan peserta didik untuk belajar.

2.1.3.3 Ciri-ciri Motivasi Belajar

Motivasi yang ada pada diri peserta didik sangat penting dalam kegiatan belajar. Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Sardiman AM (2014 : 83) motivasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral dan sebagainya).

(15)

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri tersebut, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar-mengajar. dalam kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. 2.1.3.4 Jenis-jenis Motivasi

Seperti yang dikutib dalam Sardiman AM (2014 : 86-91) motivasi atau motif-motif yang aktif sangat bervariasi, beberapa macam motivasi antara lain:

Motivasi intrinsik dan ekstrinsik a. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Contoh: seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya.

Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya.

Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.

(16)

b. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu. Contoh: seseorang belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh orangtua, guru, atau temannya.

Motivasi ekstrinsik juga dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu untuk belajar.

2.1.3.5 Cara Menumbuhkan Motivasi Belajar

Di dalam kegiatan belajar mengajar, peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, peserta didik dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Cara dan jenis menumbuhkan motivasi belajar adalah bermacam-macam, seperti yang dikutip dalam Sardiman (2014: 92-95) antara lain:

a. Memberi angka

Banyak peserta didik belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga peserta didik biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport baik. Angka-angka yang baik itu bagi peserta didik merupakan motivasi yang sangat kuat. b. Hadiah

c. Saingan/kompetisi

Persaingan baik individu atau kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

(17)

d. Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran pada peserta didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.

e. Memberi ulangan

Para peserta didik akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.

f. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong peserta didik untuk lebih giat belajar.

g. Pujian

Apabila ada peserta didik yang sukses dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.

h. Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.

i. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik jika dibandingkan dengan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.

j. Minat

Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok.

k. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan menjadi alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami

(18)

tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.

Selain beberapa cara di atas, masih ada beberapa strategi untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa sesuai yang dikutip dalam Pupuh Faturrohman (2014), yaitu:

a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. b. Hadiah.

c. Saingan/kompetisi. d. Pujian.

e. Hukuman.

f. Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar. g. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.

h. Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun komunal (kelompok).

i. Menggunakan metode yang bervariasi.

j. Menggunakan media yang baik serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Dalam Aunurrahman (2010: 118), agar motivasi belajar siswa dapat tumbuh dengan baik maka guru harus berusaha:

a. Merancang atau menyiapkan bahan ajar yang menarik. b. Mengkondisikan proses belajar aktif.

c. Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan. d. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan peserta didik di dalam belajar

(dihargai, tidak merasa tertekan, dsb).

e. Meyakinkan peserta didik bahwa mereka mampu mencapai prestasi. f. Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan peserta didik dan sesegera

mungkin pula memberitahukan hasilnya.

g. Memberitahukan nilai dari pelajaran yang sedang dipelajari peserta didik dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari. 2.1.3.6 Indikator, Fungsi dan Peran Motivasi Belajar

(19)

Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (dalam Agus Suprijono, 2013:163-164) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d. Adanya penghargaan dalam belajar.

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.

Motivasi belajar bertalian erat dengan tujuan belajar. Terkait dengan hal tersebut, motivasi mempunyai fungsi:

a. Mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong atau motor dari setiap kegiatan belajar.

b. Menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar yang hendak dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran. c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan

kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.

Oemar Hamalik (2002) dalam Pupuh Faturrohman, menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi sebagai langkah penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.

(20)

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran antara lain:

1. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seseorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.

2. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak.

3. Motivasi menentukan ketekunan belajar

Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha untuk mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak tahan lama belajar. Itu berarti motivasi sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan ketekunan belajar.

2.1.4 Hasil Belajar

2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Darman Syah dalam Miftakhul Janah (2010:4) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2001) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut.

Menurut Reigelut (Hamzah, 2007:137) hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan

(21)

suatu metode di bawah kondisi yang berbeda. Menurut mulyono Abdurahman (1993:31) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Menurut Nasution (2003:42) hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentukkecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2004:14) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, atau tes perbuatan.

Dari pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah sejumlah pengalaman atau akibat yang diperoleh peserta didik yang mencakup bidang kognitif, bidang afektif dan bidang psikomotor setelah melakukan kegiatan belajar dalam bentuk nilai yang diperoleh melalui tes.

Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan (Gagne, 1998). Menurut Gagne, ada lima kemampuan yang ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu pengajaran. Lima kemampuan tersebut yaitu:

1. Keterampilan intelektual

Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.

2. Strategi kognitif

Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir disebut sebagai strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan peserta

(22)

didik (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1985). 3. Informasi verbal

Informasi verbal disebut juga pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (rancangan-rancangan) (Gagne, 1985 dalam Prof. Dr. Ratna Wilis Dahar, M.Sc, 2011:123). Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, mendengar dari radio, televisi, dan media lainnya.

4. Sikap

Sikap merupakan pembawaan yang dimiliki seseorang yang dapat dipelajari dan dapat memengaruhi perilaku orang tersebut terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Dalam pelajaran IPA, sikap sosial dapat dipelajari selama peserta didik melakukan percobaan di laboratorium. Misalnya saat memanaskan zat dalam tabung reaksi, peserta didik tidak menghadapkan mulut tabung reaksi tersebut pada temannya agar temannya tidak terkena percikan zat panas dalam tabung reaksi.

5. Keterampilan motorik

Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya dalam pelajaran IPA, peserta didik dapat secara terampil menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, termometer, tabung reaksi, dan sebagainya.

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008) dalam Jamal Ma’mur Asmani; 2009, belajar hakikatnya merupakan proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja memengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri tetapi terlepas dari faktor lain yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.

(23)

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang melakukan belajar. Faktor internal mencakup antara lain:

a. Kesehatan dan cacat tubuh

Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar seseorang. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

b. Intelegensi (kecerdasan)

Intelegensi merupakan kemampuan umum seseorang dalam menyesuaikan diri, belajar, atau berpikir abstrak. Secara umum, seseorang dengan tingkat kecerdasan tinggi dapat mudah belajar menerima apa yang diberikan padanya. Adapun yang intelegensinya rendah cenderung lebih lambat menerima materi yang diberikan (kesulitan menangkap materi yang diberikan). c. Bakat dan minat

Seseorang yang mempunyai bakat dan minat terhadap sesuatu tentu akan lebih mudah dalam mempelajarinya, karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan menjadi tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru perlu membangkitkan minat peserta didik agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

d. Kematangan (kesiapan)

Kematangan adalah apabila suatu organ atau bagian tubuh dalam diri seseorang telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing, sehingga dalam belajar akan lebih berhasil jika peserta didik tersebut siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.

e. Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang yang entah disadari atau tidak untuk melakukan suatu tindakan dengan

(24)

tujuan tertentu (KBBI). Motivasi yang tinggi tercermin dari ketekunan untuk mencapai kesuksesan walaupun berbagai kesulitan menghadang. Ia akan tetap belajar meskipun sulit demi meraih apa yang menjadi tujuannya (cita-citanya).

f. Kelelahan

Kelelahan yang dialami peserta didik dapat menyebabkan peserta didik tidak bisa belajar secara optimal. Kelelahan dalam beraktivitas dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Meskipun peserta didik sebenarnya memiliki semangat tinggi untuk belajar, namun karena fisiknya lemah maka peserta didik tidak dapat beljar sebagaimana mestinya. g. Perhatian dan sikap (perilaku)

Perhatian dan sikap peserta didik dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan senang ataupun tidak senang baik pada penampilan guru, mata pelajaran, atau lingkungan yang ada di sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap negatif dalam belajar, menjadi tugas guru untuk lebih profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar peserta didik, yang meliputi tiga hal antara lain:

a. Faktor keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama yang paling berpengaruh pada kehidupan peserta didik sebelum kondisi di sekitar mereka (masyarakat dan sekolah). Dalam lingkungan keluarga yang dapat memengaruhi tingkat kecerdasan atau hasil belajar pada peserta didik antara lain: cara mendidik yang dilakukan orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

b. Faktor sekolah

(25)

dan masyarakat sekitar. Faktor lingkungan sekolah yang dapat memengaruhi kesulitan belajar peserta didik antara lain: guru, metode mengajar, instrumen/fasilitas, kurikulum sekolah, relasi guru dengan peserta didik, relasi antar peserta didik, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu, standar pelajaran, kebijakan penilaian, keadaan gedung, dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat

Selain dalam keluarga dan sekolah, peserta didik juga berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan masyarakat yang dapat memengaruhi hasil belajar antara lain berupa: kegiatan peserta didik dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan dalam masyarakat.

2.1.5 Hubungan Antara Model Pembelajaran Discovery dengan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik

Motivasi dan perhatian adalah dua faktor yang membuat peserta didik tetap tertarik untuk belajar. Strategi yang beraneka ragam akan membuat peserta didik rajin mengerjakan tugas. Untuk menumbuhakan perhatian diperlukan adanya motivasi. Menurut Brophy (1987), motivasi siswa merupakan kompetensi yang diperoleh dan dikembangkan melalui pengamatan secara umum, namun distimulasi melalui pemodelan, ekspektasi dalam berkomunikasi, dan instruksi langsung atau sosialisasi dengan orang lain.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan di sekitarnya kurang dapat memengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Tugas guru adalah

(26)

membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.

Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Peserta didik yang tidak memiliki motivasi belajar, dengan demikian tidak akan mendapat kualitas belajar dan prestasi yang baik. Selain peserta didik harus menjaga motivasinya, guru juga harus membantu peserta didik untuk menjaga dan meningkatkan motivasi belajarnya. Dalam konteks itulah variasi belajar yang dilakukan oleh guru berkontribusi besar untuk membantu peserta didik agar lebih termotivasi dalam belajar (Hamzah B. Uno, 2011).

Terdapat banyak kasus, peserta didik memilih-milih pelajaran berdasarkan kesenangannya. Yang sering terjadi, peserta didik kurang termotivasi untuk belajar IPA. Hal ini bukan disebabkan oleh pandangan peserta didik bahwa IPA sulit, melainkan kemungkinan besar guru IPA kurang mampu menampilkan pelajaran IPA dengan bervariasi. Guru merupakan faktor motivasi ekstrinsik dalam rangka agar peserta didik termotivasi untuk belajar. Melalui pengajaran bervariasi itulah berarti guru telah mampu menghadirkan motivasi ekstrinsik bagi peserta didik.

Salah satu cara untuk membangkitkan motivasi belajar IPA peserta didik adalah dengan melakukan variasi model dan metode pembelajaran di kelas, salah satunya dengan model pembelajaran discovery. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik akan belajar untuk memecahkan suatu masalah dengan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan tersebut melalui berbagai kegiatan pembelajaran seperti praktikum, eksperimen dan kerja kelompok. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan untuk peserta didik sehingga akan timbul motivasi belajar dalam diri peserta didik.

Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut memengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri, yakni dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat

(27)

dicapai dengan belajar (M. Dalyono, 1997: 57) dalam Jamal Ma’ruf Asmani.

Beberapa penemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Menurut Prasetya Irawan dkk. Mengutip hasil penelitian Fyan dan Maehr bahwa dari tiga faktor yang memengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi, maka faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik. Walberg dkk. menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi yang dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36%, sedangkan McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi mempunyai kontribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar. (dalam Agus Suprijono, 2013:162)

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan belajar. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Dengan adanya motivasi yang tinggi untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai juga akan meningkat.

2.2. Kajian Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Yohanes Andri Kristiawan dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPA dengan Metode Discovery di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai ulangan harian pra siklus pada bab sifat-sifat cahaya yaitu 58,97% atau sebanyak 23 dari 39 siswa telah tuntas KKM dengan nilai rata-rata 68,59. Setelah dilaksanakan siklus I menunjukkan sebanyak 30 dari 39 siswa atau 76,92% telah tuntas KKM dengan rata-rata 75,77. Hasil tersebut kemudian diperbaiki dalam siklus II karena belum mencapai indikator keberhasilan. Dari hasil tes siklus II menunjukkan sebanyak 94,87% atau 37 dari 39 siswa telah memenuhi standar keberhasilan ketuntasan minimal dengan nilai rata-rata 86,26. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas dengan menggunakan

(28)

metode discovery dalam pembelajaran IPA kelas V di SDN Tingkir Tengah 02 telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwijaya Putri Iriany dengan judul Penggunaan Media Gambar dalam Menerapkan Metode Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas III SD Negeri 03 Purwodadi Semester I Tahun Ajaran 2011/2012. Subyek yang diteliti berjumlah 46 siswa yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada minggu kedua bulan November 2011. Hasil belajar pada siklus I yang diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada minggu akhir pertemuan siklus I diperoleh jumlah siswa yang tuntas KKM adalah 34 siswa atau 74%. Sedangkan hasil belajar pada siklus II diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir siklus II dengan jumlah siswa yang tuntas KKM sebanyak 41 siswa atau 89%. Hal ini menunjukkan bahwa metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas III SDN 03 Purwodadi semester I tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Dian Hermawan dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPA Tentang Sifat-Sifat Cahaya Melalui Model Pembelajaran Guided Discovery Pada Siswa Kelas V SDN 05 Bletoh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa, yang nilainya memenuhi KKM ada 8 siswa dengan persentase 44,44% dan yang belum tuntas KKM ada 10 siswa dengan persentase 55,56%. Setelah dilaksanakan siklus I terjadi peningkatan hasil belajar. Siswa yang tuntas KKM ada 13 siswa dengan persentase 72,78% dan yang tidak tuntas KKM ada 5 siswa dengan persentase 27,22%. Kemudian pada siklus II terjadi peningkatan yang lebih baik dari sebelumnya, siswa yang tuntas KKM ada 16 dengan persentase 88,89% dan siswa yang tidak tuntas KKM ada 2 siswa dengan persentase 11,11%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa di kelas V SDN 05

(29)

Bletoh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora pada KD “Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya dan Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya” Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

2.3. Kerangka Berpikir

Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar khususnya pada pembelajaran IPA dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi peserta didik. Dilihat dari nilai peserta didik, ada peserta didik yang masih di bawah KKM dan ada yang di atas KKM. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan model pembelajaran discovery yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA kelas IV SDN 02 Ngombak menjadi lebih baik dan menyenangkan bagi peserta didik.

Dengan model pembelajaran discovery (penemuan) diharapkan mampu melatih keterampilan berpikir dan ketrampilan bertanya serta mampu memunculkan aktivitas-aktivitas yang selama ini tidak terlihat atau belum tampak dalam kegiatan belajar mengajar. Dan diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dan mendapatkan kemudahan dalam menerima dan memahami materi yang diajarkan oleh guru sehingga hasil belajar menjadi lebih maksimal. Model pembelajaran discovery (penemuan) juga diharapkan mampu menumbuhkan rasa ingin tahu yang besar pada peserta didik sehingga motivasi dan semangat belajar peserta didik akan lebih meningkat, karena model pembelajaran discovery (penemuan) memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mencoba dan menemukan sendiri konsep yang dipelajari dalam memecahkan suatu masalah, sehingga proses kegiatan pembelajaran yang berlangsung akan lebih bermakna bagi peserta didik dan akan lebih mudah untuk dipahami dan diingat.

Agar lebih jelas, skema kerangka berfikir dapat dilihat dalam Gambar 2.1 berikut:

(30)

Kondisi Awal

1. Peserta didik kurang memahami konsep ketika pembelajaran berlangsung. 2. Peserta didik pasif

dalam pembelajaran. 3. Motivasi belajar IPA

rendah.

4. Hasil belajar IPA rendah.

5. Nilai peserta didik di bawah KKM (64) Permasalahan dalam

pembelajaran IPA di kelas IV SDN 02 Ngombak

Tindakan

Penerapan model pembelajaran discovery dalam pembelajaran IPA

di kelas IV SDN 02 Ngombak Diharapkan: 1. Melatih keterampilan berpikir dan keterampilan bertanya peserta didik. 2. Memunculkan aktivitas yang selama ini tidak terlihat dalam kegiatan belajar mengajar. 3. Peserta didik termotivasi

untuk belajar. 4. Menumbuhkan rasa

ingin tahu yang besar. 5. Semangat belajar peserta

didik meningkat. 6. Peserta didik dapat

mencoba dan menemukan sendiri konsep untuk memecahkan masalah. 7. Proses pembelajaran lebih bermakna. 8. Peserta didik mudah

untuk memahami dan mengingat materi. Kondisi Akhir

Setelah diterapkan model pembelajaran discovery: 1. Peserta didik aktif dalam

pembelajaran. 2. Motivasi belajar IPA

meningkat. 3. Hasil belajar IPA

meningkat.

4. Nilai peserta didik di atas KKM (64) Peserta didik tidak

dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Guru mendominasi proses pembelajaran dengan metode caramah.

Media dan alat peraga kurang mendukung dalam

pembelajaran.

Peserta didik tidak dibiasakan bekerja dalam kelompok.

Guru tidak melakukan variasi pembelajaran.

melakukan praktik/percobaan.

Peserta didik hanya menghafal materi.

(31)

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut:

1. Motivasi belajar IPA peserta didik kelas IV SDN 02 Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan semester genap tahun pelajaran 2013/2014 dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran discovery.

2. Hasil belajar IPA peserta didik kelas IV SDN 02 Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan semester genap tahun pelajaran 2013/2014 dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran discovery. 3. Penerapan langkah-langkah pembelajaran discovery dapat

meningkatkan motivasi belajar IPA peserta didik kelas IV SDN 02 Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan semester genap tahun pelajaran 2013/2014.

4. Penerapan langkah-langkah pembelajaran discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA peserta didik kelas IV SDN 02 Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan semester genap tahun pelajaran 2013/2014.

Gambar

Gambar 2.1 Skema kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Dari sisi pembangunan ekonomi nasional, bukti empiris menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peran penting terhadap ekonomi nasional, yang dapat dilihat dari

Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau tanpa mencantumkan peringatan kesehatan berupa gambar dan tulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15,

Dari sekian banyak permasalahan yang muncul dari judul di atas, maka untuk lebih terarahnya penelitian ini, penulis membatasinya dengan pemikiran Ibnu Ḥazm tentang

Melalui model penemuan terbimbing (discovery learning), peserta didik menggali informasi dan mempelajari dari berbagai sumber belajar, diharapkan peserta didik dapat menjelaskan

Rumus mencari NPV (negative predictive value) adalah proporsi kasus dengan hasil diagnosa negatif. Metode penelitian yang penulis lakukan adalah metode penelitian

Pada penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh signifikan ekstrak buah jambu biji merah ( Psidium guajava ) terhadap morfologi spermatozoa mencit ( Mus musculus )

Melalui pendekatan SAINTIFIK, penerapan model pembelajaran Discovery Learning, dan dengan menumbuhkan sikap menyadari kebesaran Tuhan, peserta didik diharapkan mampu:

Pada perancangan ini direkomendasikan suatu aplikasi yang dapat mendukung penerapan manajemen risiko TI yang dilengkapi dengan speseifikasi aplikasi yang direkomendasikan untuk