• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. PEMBAHASAN. dengan metode kemungkinan maksimum, tetapi terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. PEMBAHASAN. dengan metode kemungkinan maksimum, tetapi terhadap"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

VI. PEMBAHASAN

Pada analisis yang menggunakan pendekatan model acak satu faktor (model persamaan 4.1), metode kuadrat terkecil secara umum memberikan hasil dugaan yang berbeda dengan metode kemungkinan maksimum. Pada kasus jumlah ulangan sama, pendugaan metode kuadrat terkecil terhadap µ dan σ memberikan hasil yang sama 2 dengan metode kemungkinan maksimum, tetapi terhadap σ ternyata memberikan α2 hasil yang berbeda. Dugaa n σ yang dihasilkan oleh metode kuadrat terkecil ˆα2 cenderung lebih besar daripada dugaa n σ yang dihasilkan oleh metode kemungkinan ˆα2 maksimum. Bahkan untuk kasus yang telah dibahas pada Bab 4 nampak hasil pengujian terhadap komponen σ , pendekatan kuadrat terkecil dan pendekatan kemungkinan α2 maksimum memberikan hasil yang saling bertentangan. Pada kasus jumlah ulangan yang berbeda, hasil pendugaan kedua metode tersebut berbeda pada seluruh komponen parameter model (µ, σ dan 2 σ ). α2

Hasil dugaan metode kemungkinan maksimum terhadap µ dan ragam dari µˆ untuk data kasus Tabel 7 (hasil ubinan kentang dengan jumlah ulangan tidak sama) ternyata berbeda dengan pendekatan konvensional yang telah dibahas pada Bab 3. Pada pendekatan konvensional diperoleh penduga µ dan ragam dari µˆ untuk data contoh kasus tersebut masing-masing sebesar 24.734 dan 1.083, sedangkan dengan pendekatan kemungkinan maksimum diperoleh masing-masing sebesar 25.305 dan 0.873.

Fenomena ini menunjukkan bahwa ragam dugaan dari µˆ pada pendekatan metode kemungkinan maksimum cenderung lebih kecil dibandingkan dengan metode konvensional.

Pendekatan menggunakan metode Bayes ternyata memberikan hasil yang beragam, sangat tergantung dari sebaran prior yang digunakan. Hasil pendugaan metode Bayes tersebut juga dicoba diperbandingkan dengan metode kemungkinan maksimum. Perbandingan hasil dugaan metode Bayes dengan metode konvensional sudah umum dilakukan, seperti yang dilakukan juga oleh Lindley & Smith (1972) yang membandingkan Bayes dengan metode kuadrat terkecil. Pada kasus lain, misalnya dijumpai pada Chen (2001), yang membandingkan hasil pendugaan metode Bayes

(2)

dengan metode kemungkinan maksimum pada kasus pendugaan statistik area kecil (small-area estimation).

Untuk kasus dimana seluruh parameter menggunakan noninformative prior (kasus-a), ternyata pendekatan Bayes secara umum memberikan hasil dugaan yang berbeda dengan metode kemungkinan maksimum. Pada kasus jumlah ulangan sama, hasil dugaan Bayes terhadap µ ternyata sama dengan metode kemungkinan maksimum, tetapi ragam bagi µˆ pada metode Bayes jauh lebih kecil dibandingkan dengan metode kemungkinan maksimum, yaitu 0.534 dibanding 0.829. Fenomena yang sama juga terjadi pada penduga bagi σ dan 2 σ , dimana hasil penduga Bayes lebih kecil α2 daripada hasil penduga kemungkinan maksimum. Disamping itu, profil likelihood σ α2 yang dihasilkan oleh metode Bayes tersebut tampaknya lebih mengarah pada bentuk sebaran normal dibandingkan dengan pr ofil likelihood bagi σ pada metode α2 kemungkinan maksimum.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

0.0 5.0Sigma_a210.0 15.0 20.0

Likelihood

Profil Likelihood P e n d e k a t a n N o r m a l

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

0.0 5.0 Sigma_a210.0 15.0 20.0

Likelihood

P r o f i l L i k e l i h o o d P e n d e k a t a n N o r m a l

(a) (b)

Gambar 6 Perbandingan profil likelihood bagi σ : (a) Bayes kasus-a dengan profil α2 likelihood normal, dan (b) Bayes kasus -b dengan profil likelihood normal

Pendekatan Bayes dengan menggunakan prior sebaran normal untuk σ dan α2 noninformative prior untuk µ dan σ2 (kasus-b), ternyata memberikan hasil yang agak berbeda. Pada kasus jumlah ulangan sama, penduga Bayes yang dihasilkan untuk σ α2 lebih mirip dengan penduga kemungkinan maksimum, sedangkan untuk σ lebih kecil, 2 baik dengan metode kemungkinan maksimum maupun dengan penduga Bayes kasus-a.

Walaupun hasil dugaan terhadap σ relatif sama dengan metode kemungkinan α2

(3)

maksimum, tetapi profil likelihood yang dihasilkan tampaknya berubah cukup drastis mengarah pada bentuk sebaran normal. Sehingga pendekatan normal untuk σ α2 mungkin menjadi lebih sesuai. Perbandingan profil posterior bagi σ untuk penduga α2 Bayes kasus-a dan kasus-b dengan profil likelihood normal disajikan pada Gambar 6.

Penambahan informasi prior tentang µ terhadap Bayes kasus-a dan kasus-b (menjadi kasus -c dan kasus -d) ternyata tidak terlalu banyak merubah hasil dugaan.

Hasil dugaan yang banyak dipengaruhi hanya menyangkut dugaan terhadap µ , sedangkan hasil dugaan terhadap σ dan 2 σ tidak banyak mengalami perubahan. α2

Pada kasus jumlah ulangan tidak sama, pendekatan Bayes secara umum memberikan hasil yang berbeda dengan metode kemungkinan maksimum. Tidak seperti kasus jumlah ulangan sama, pada kasus ulangan tidak sama, pendekatan Bayes (hampir) selalu memberikan hasil dugaan yang berbeda terhadap µ . Hasil dugaan metode Bayes terhadap σ 2 secara umum lebih kecil dibandingkan dengan metode kemungkinan maksimum. Sedangkan penduga ragam dari µˆ , metode Bayes memberikan performans dugaan yang berbeda tergantung sebaran prior yang digunakan.

Pada pendekatan Bayes kasus -a dan kasus-c, diperoleh penduga ragam µˆ yang lebih kecil (0.604 dan 0.603) dibandingkan dengan metode kemungkinan maksimum (0.873) dan metode konvensional (1.083). Sedangkan pada Bayes kasus-b dan kasus -d, diperoleh penduga ragam µˆ yang lebih besar (0.883 dan 0.884) dibandingkan dengan metode kemungkinan maksimum.

Penetapan parameter dari sebaran prior (hyper-prior ) ternyata memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap hasil dugaan. Pada kasus-b, penetapan ragam hyper-prior σ yang semakin besar ternyata memberikan hasil dugaan terhadap α2 σ α2

dan ragam(µˆ) yang semakin kecil, dan sebaliknya, semakin kecil ragam hyper-prior

2

σ maka semakin besar hasil dugaan terhadap α σ dan ragam( µˆ ). Perbedaan ragam α2 hyper-prior σ ini relatif tidak berpengaruh terhadap hasil dugaan terhadap α2 σ2 dan µ . Sedangkan penetapan nilai tengah hyper-prior σ ternyata memberikan pengaruh yang α2 sangat besar terhadap hasil dugaan seluruh parameter model. Pada nilai tengah hyper- prior σ yang semakin besar dan semakin jauh terhadap hasil dugaan metode α2

(4)

kemungkinan maksimum, maka nilai dugaan µˆ, σ , ˆ2 σ , dan ragam(ˆα2 µˆ) menjadi membesar. Nilai dugaan µˆ, σ , ˆ2 σ , ragam(ˆα2 µˆ) pada berbagai skenario hyper-prior dari σ untuk kasus-c disajikan pada Tabel 20. α2

Tabel 20 Nilai dugaan µˆ , σ , ˆ2 σ , ragam( µˆ ) pada berbagai skenario nilai hyper-ˆα2 prior dari σ untuk kasus-b α2

Nilai hyper -prior σ α2 Nilai dugaan

Nilai Tengah Ragam µˆ σ ˆ2 σ ˆα2 ragam(µˆ)

4 7 25.309 3.502 3.943 0.883

4 4 25.309 3.501 3.959 0.886

4 2 25.309 3.501 3.975 0.889

4 1 25.310 3.501 3.986 0.892

4 8 25.309 3.502 3.939 0.882

4 12 25.309 3.502 3.927 0.880

4 16 25.309 3.502 3.919 0.878

7 7 25.326 3.497 6.076 1.310

9 7 25.334 3.497 7.971 1.689

12 7 25.341 3.499 11.038 2.302

Pada kasus-c, penetapan ragam hyper -prior µ yang semakin besar ternyata memberikan hasil dugaan terhadap µ juga semakin besar, tetapi perubahan ini relatif tidak berpengaruh terhadap nilai dugaan σ , ˆ2 σ , dan ragam( µˆ ). Sedangkan ˆα2 penetapan nilai tengah hyper-prior µ ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap hasil dugaan terhadap µ , σ , dan ragam( µˆ ). Pada nilai tengah hyper-prior α2

µ yang semakin kecil dan semakin jauh terhadap hasil dugaan metode kemungkinan maksimum, maka nilai duga an µˆ menjadi semakin kecil, nilai dugaan σ dan ˆα2 ragam(µˆ) semakin membesar, sedangkan nilai dugaan σˆ2 cenderung semakin kecil walaupun perubahannya relatif kecil. Nilai dugaan µˆ, σ , ˆ2 σ , ragam(ˆα2 µˆ) pada berbagai skenario hyper-prior dari µ untuk kasus-c disajikan pada Tabel 21.

(5)

Tabel 21 Nilai dugaan µˆ, σ , ˆ2 σ , ragam(ˆα2 µˆ) pada berbagai skenario nilai hyper - prior dari µ untuk kasus-c

Nilai hyper-prior µ Nilai dugaan

Nilai Tengah Ragam µˆ σˆ2 σ ragam( µˆ ) ˆα2

25 1 25.177 3.527 2.541 0.603

25 5 25.253 3.525 2.543 0.603

25 10 25.268 3.525 2.544 0.603

25 15 25.273 3.525 2.544 0.603

25 1 25.129 3.528 2.545 0.604

20 1 21.426 3.523 13.266 2.749

17 1 17.875 3.516 42.272 8.550

15 1 15.695 3.515 68.987 13.893

Pengaruh perubahan hyper-prior pada kasus -d ternyata sejalan dengan kasus -b dan kasus -c. Penetapan ragam hyper-prior σ yang semakin besar memberikan hasil α2 dugaan σ dan ragam( µˆ ) yang semakin kecil, dan sebaliknya. Sedangkan penetapan α2 nilai tengah hyper-prior σ ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap α2 hasil dugaan seluruh parameter model. Pada nilai tengah hyper-prior σ yang semakin α2 besar dan semakin jauh terhadap hasil dugaan metode kemungkinan maksimum, maka nilai dugaan µˆ , σ , ˆ2 σ , dan ragam( µˆ ) menjadi membesar. ˆα2

Penetapan ragam hyper-prior µ yang semakin besar memberikan hasil dugaan terhadap µ juga semakin besar, tetapi perubahan ini relatif tidak berpengaruh terhadap nilai dugaan σ , ˆ2 σ , dan ragam( µˆ ). Sedangkan penetapan nilai tengah hyper-prior ˆα2 µ ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap hasil dugaan terhadap µ ,

2

σ , dan ragam( µˆ ). Pada nilai tengah hyper-prior µ yang semakin jauh terhadap hasil α

dugaan metode kemungkinan maksimum, maka nilai dugaan µˆ juga semakin jauh dari nilai dugaan kemungkinan maksimum, nilai dugaan σ dan ragam( µˆ ) semakin ˆα2 membesar, sedangkan nilai dugaan σ cenderung semakin kecil walaupun ˆ2

(6)

perubahannya relatif kecil. Nilai dugaan µˆ, σ , ˆ2 σ , dan ragam(ˆα2 µˆ) pada berbagai skenario hyper-prior dari σ dan µ untuk kasus-d disajikan pada Tabel 22. α2

Tabel 22 Nilai dugaan µˆ, σ , ˆ2 σ , ragam(ˆα2 µˆ) pada berbagai skenario nilai hyper - prior dari σ dan µ untuk kasus-d α2

Nilai hyper-prior

µ σ α2 Nilai dugaan

Nilai

Tengah Ragam

Nilai

Tengah Ragam µˆ σˆ2 σ ragam( µˆ ) ˆα2

25 1 4 7 25.164 3.503 3.946 0.884

25 5 4 7 25.263 3.502 3.942 0.883

25 10 4 7 25.284 3.502 3.942 0.883

25 15 4 7 25.292 3.502 3.942 0.883

25 1 4 4 25.164 3.503 3.961 0.887

20 1 4 7 22.233 3.555 6.450 1.386

Pada model acak tersarang dua faktor, penduga Bayes yang telah dibahas pada Bab 5 hanya mengambil kasus data seimbang. Pengambilan kasus ini dilakukan karena kesulitan memperoleh fungsi kemungkinan maksimum bagi kasus data yang tak berimbang (jumlah taraf tersarang dan/atau jumlah ulangan tidak sama).

Untuk kasus seluruh parameter noninformative prior (kasus-a), ternyata penduga Bayes bagi µ dan ragam(µˆ) sama dengan penduga metode kemungkinan maksimum.

Namun demikian, nilai dugaan ragam(µˆ) dapat berbeda antara metode Bayes dengan metode kemungkinan maksimum karena nilai dugaan σˆ2, σ , dan ˆβ2 σ kedua metode ˆα2 tersebut berbeda. Nilai penduga Bayes bagi σ2, σ , dan β2 σ sedikit berbeda dengan α2 penduga kemungkinan maksimum. Perbedaannya terletak pada pembagi JK yang dikoreksi dengan penambahan bilangan 2. Dengan penambahan bilangan 2 pada pembagi JK, maka potensi diperolehnya penduga komponen ragam yang negatif menjadi lebih kecil.

Untuk kasus parameterµ N~ (τ,δ2) dan komponen ragamnya noninformative prior (kasus -b), ternyata penduga Bayes bagi µ merupakan kombinasi linier antara

(7)

penduga kemungkinan maksimum (y...) dan rataan hyper priornya (τ ), dimana peranan rataan hyper prior ini dalam mempengaruhi nilai µˆ diboboti dengan

( )

2 ...

2

2 2

2 ( )

) (

ˆ ˆ

ˆ

δ δ

σ σ

σ β α ragam y

abn bn

n + =

+ .

Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai ragam(y...) atau semakin kecil nilai δ maka 2 semakin besar peranan nilai rataan hyper prior τ dalam membentuk nilai µˆ. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil nilai ragam(y...) atau sema kin besar nilai δ2 maka semakin kecil peranan nilai rataan hyper prior τ dalam membentuk nilai µˆ.

Penduga ragam( µˆ) dalam kasus -b ini berbeda antara metode Bayes denga n metode kemungkinan maksimum. Secara umum dugaan ragam(µˆ) pada metode Bayes lebih kecil daripada metode kemungkinan maksimum. Semakin besar nilai ragam hyper priornya (δ ), maka nilai dugaan ragam( µˆ ) pada metode Bayes semakin mendekati 2 dugaan metode kemungkinan maksimum.

Kondisi bahwa ragam( µˆ ) yang dihasilkan oleh metode Bayes lebih kecil daripada metode kemungkinan maksimum tampaknya berlaku umum. Hasil simulasi pada berbagai skenario keragaman yang disajikan pada Tabel 23 dan Tabel 24 menunjukkan bahwa ragam(µˆ ) yang dihasilkan oleh metode kemungkinan maksimum (melalui pendekatan model acak) tidak selalu lebih kecil daripada metode konvensional.

Penggunaan metode kemungkinan maksimum melalui pendekatan model acak tampaknya cukup baik pada kondisi ragam dusun setidaknya sama atau lebih besar daripada ragam petani atau plot , sedangkan pada kondisi ragam dusun yang lebih kecil dari ragam petani ata u plot, penggunaan metode kemungkinan maksimum melalui pendekatan model acak terlihat kurang efektif. Namun hal ini tidak berlaku bagi metode Bayes, dari Tabel 24 tersebut terlihat jelas bahwa pada berbagai kondisi yang ada, ragam(µˆ ) yang dihasilkan oleh metode Bayes selalu lebih kecil, baik dibandingkan dengan metode kemungkinan maksimum maupun dengan metode konvensional.

(8)

Tabel 23 Skenario keragaman untuk menguji hasil pendugaan metode kemungkinan maksimum dan metode Bayes

Skenario Keragaman Ragam dusun vs petani Ragam dus un Ragam pet ani

S0 Sedang Lebih besar 6.074 3.714

S1 Kecil Relatif sama 2.893 2.820

S2 Besar Lebih kecil 1.459 16.621

S3 Besar Lebih besar 13.159 3.348

S4 Sangat Besar Jauh lebih kecil 0.802 22.911

S5 Besar Relatif sama 8.807 8.669

S6 Kecil Lebih kecil 0.833 2.410

S7 Kecil Lebih besar 3.900 1.848

Tabel 24 Perbandingan hasil pendugaan terhadap µ dan ragam(µˆ) dengan metode konvensional, metode kemungkinan maksimum (ML), dan metode Bayes (kasus-a)

Konvensional ML Bayes Kasus -a

Skenario µˆ Ragam(µˆ ) µˆ Ragam(µˆ ) µˆ Ragam(µˆ ) S0 24.735 1.083 25.305 0.873 25.284 0.604 S1 25.585 0.670 25.308 0.630 25.325 0.419 S2 24.403 0.702 24.579 0.754 24.402 0.500 S3 26.803 2.192 25.993 2.188 26.004 1.542 S4 24.283 0.754 24.374 0.821 24.284 0.663 S5 25.895 1.757 25.271 1.769 25.313 1.186 S6 25.483 0.262 25.392 0.225 25.483 0.087 S7 26.035 0.694 25.639 0.682 25.649 0.474

Salah satu sifat penduga yang baik adalah tak bias, atau nilai harapannya sama dengan parameter populasi. Pada kasus data seimbang, penduga Bayes bagi µ untuk kasus-a (non informa tif prior untuk seluruh parameter model) ternyata memiliki sifat tak bias karena E(µˆ)=E(y..)=µ. Untuk kasus data yang tak seimbang, dengan asumsi nilai komponen ragam σ dan 2 σ diketahui maka α2 µˆ juga memiliki sifat yang tak bias karena:

(9)

µ

µ = =

=

i i i

i i

i i i

i i

k y E k k

y k E E

) ( ˆ)

(

. .

dimana 2 2 σα

σ i

i

i n

k n

= +

Sedangkan pada kasus data yang tak seimbang dan nilai komponen ragam σ dan 2 σ α2 tidak diketahui, ma ka nilai komponen ragam tersebut harus diduga dengan σ dan ˆ2 σ . ˆα2 Hal ini berakibat sifat ketakbiasan dari µˆ tidak dapat dibuktikan secara analitik karena terkait dengan sebaran dari σ dan ˆ2 σ yang tidak diketahui. ˆα2

Pembuktian sifat ketakbiasan dari µˆ sebenarnya juga dapat dilakukan secara empiris, dengan menduga lebih dahulu sebaran dari σ dan ˆ2 σ . Namun karena ˆα2 ketersediaan data empirisnya kurang memadai maka pembuktian secara empiris dalam disertasi ini juga tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, penelaahan sifat ketakbiasan penduga Bayes bagi µ untuk kasus data tidak seimbang dicoba didekati dengan simulasi. Simulasi didisain dengan mengambil nilai parameter µ yang tetap ( µ =25) dengan komponen ragam σ dan 2 σ yang berbeda (α2 σ2 =4 & σα2 =4, σ2 =4 &

2 =16

σα , dan σ2 =16 & σα2 =4), dan ukuran contoh yang berbeda yaitu 40 dan 60.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa penduga Bayes bagi µ untuk kasus-a memiliki kecenderungan tak bias atau kalaupun berbias, nilai biasnyapun sangat kecil.

Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 7 – 10, dimana nilai dugaan µˆ cenderung berada di sekitar parameter dan rataan nilai dugaannya cenderung mendekati nilai parameter (25) dengan semakin besarnya frekuensi bangkitan.

Khusus untuk metode Bayes kasus -b (non informatif prior bagi σ 2 & σ , dan α2 )

, (

~ τ δ2

µ N ), penduga Ba yes bagi µˆ sudah pasti berbias. Besarnya bias merupakan fungsi dari jarak τ terhadap µ . Semakin besar jaraknya, semakin besar juga biasnya.

(10)

20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0

1 101 201 301 401 501 601 701 801 901

bangkitan ke

dugaan

24.0 24.2 24.4 24.6 24.8 25.0 25.2 25.4 25.6 25.8 26.0

1 101 201 301 401 501 601 701 801 901

frekuensi bangkitan

rataan

Gambar 7 Nilai dugaan µˆ (gambar kiri) dan pola rataan bagi µˆ (gambar kanan) pada σ2 =4 & σα2 =4 dengan jumlah plot contoh 40

2 0 . 0 2 1 . 0 2 2 . 0 2 3 . 0 2 4 . 0 2 5 . 0 2 6 . 0 2 7 . 0 2 8 . 0 2 9 . 0 3 0 . 0

1 3 1 6 1 9 1 121 151 181 211 241 271

bangkitan ke

dugaan

24.0 24.2 24.4 24.6 24.8 25.0 25.2 25.4 25.6 25.8 26.0

1 3 1 6 1 9 1 121 151 181 211 241 271

frekuensi bangkitan

rataan

Gambar 8 Nilai dugaan µˆ (gambar kiri) dan pola rataan bagi µˆ (gambar kanan) pada σ2 =4 & σα2 =16 dengan jumlah plot contoh 40

2 0 . 0 2 1 . 0 2 2 . 0 2 3 . 0 2 4 . 0 2 5 . 0 2 6 . 0 2 7 . 0 2 8 . 0 2 9 . 0 3 0 . 0

1 3 1 6 1 9 1 121 151 181 211 241 271

bangkitan ke

dugaan

24.0 24.2 24.4 24.6 24.8 25.0 25.2 25.4 25.6 25.8 26.0

1 31 61 91 121 151 181 211 241 271

frekuensi bangkitan

rataan

Gambar 9 Nilai dugaan µˆ (gambar kiri) dan pola rataan bagi µˆ (gambar kanan) pada σ2 =16 & σα2 =4 dengan jumlah plot contoh 40

Jumlah plot=60

2 0 . 0 2 1 . 0 2 2 . 0 2 3 . 0 2 4 . 0 2 5 . 0 2 6 . 0 2 7 . 0 2 8 . 0 2 9 . 0 3 0 . 0

1 3 1 6 1 9 1 121 151 181 211 241 271

bangkitan ke

dugaan

Jumlah plot=60

24.0 24.2 24.4 24.6 24.8 25.0 25.2 25.4 25.6 25.8 26.0

1 31 61 91 121 151 181 211 241 271

frekuensi bangkitan

rataan

Gambar 10 Nilai dugaan µˆ (gambar kiri) dan pola rataan bagi µˆ (gambar kanan) pada σ2 =4 & σα2 =4 dengan jumlah plot contoh 60

Gambar

Tabel  21   Nilai dugaan  µˆ ,  σ ,   ˆ 2 σ ,  ragam( ˆ α 2 µˆ )  pada  berbagai skenario  nilai hyper - -prior dari  µ  untuk kasus-c
Tabel  22   Nilai dugaan  µˆ ,  σ ,   ˆ 2 σ ,  ragam( ˆ α 2 µˆ )  pada berbagai skenario  nilai hyper - -prior dari  σ  dan  µ  untuk kasus-d  α2
Tabel  23   Skenario keragaman untuk  menguji hasil pendugaan  metode kemungkinan  maksimum dan metode Bayes
Gambar 7    Nilai dugaan  µˆ  (gambar kiri) dan pola rataan bagi  µˆ  (gambar kanan)  pada  σ 2 = 4  &  σ α 2 = 4  dengan jumlah plot contoh 40

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan pemahaman konsep matematika adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan

Ayunan

Siluet baju ini diambil dari suasana modern dan dinamis dalam film yang telah dipilih, disesuaikan dengan gaya wanita zaman modern ini yang dengan adanya

Pada pembibitan kelapa sawit sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar berasal dari penggunaan bahan bakar solar, pupuk NPK, pestisida, dan fungisida. Second

Dalam hal keuangan pribadi, kini 67% masyarakat Indonesia (tidak berubah) memperkirakan bahwa keuangan keluarga mereka akan ‘lebih baik’ di waktu yang sama tahun depan,

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat rancangan rangka sepeda trisona sekaligus melakukan analisis kekuatan konstruksinya dengan parameter distribusi tegangan,

melainkan para orang tua yang mengantar calon PNS ini//Tidak lain halnya di pemerintah kota yogyakarta/banyak pendaftar CPNS yang melihat nomor pendaftaran

Tanpa memudaratkan terma-terma dan peruntukan yang disebut di atas dan di samping dan tanpa menjejaskan kuasa, hak dan remedi lain yang dipunyai oleh Bank,