4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perancangan
2.1.1. Definisi Desain Grafis
Landa (2011) menyatakan bahwa desain grafis adalah suatu bentuk penyampaian pesan kepada target lewat komunikasi visual dengan cara membentuk serta menyusun berbagai elemen visual. Lewat desain grafis, sebuah pesan dapat dibawakan serta disampaikan dengan berbagai cara untuk mempengaruhi target sehingga dapat menjadi sarana yang baik untuk mengubah kebiasaan.
2.1.2. Elemen Desain 2.1.2.1. Garis
Menurut Landa (2011), garis merupakan sebuah elemen desain yang awalnya terbentuk dari perpanjangan sebuah titik dan memiliki panjang yang melebihi lebarnya. Sebuah garis memiliki peran dalam mengarahkan pandangan audience lewat berbagai bentuknya yang dapat berubah seperti lurus, berliku, dan bersudut. Selain mengarahkan pandangan audience, sebuah garis juga dapat memberi kesan serta karakter yang berbeda seperti tegas, kaku, tebal, atau sebaliknya.
2.1.2.2. Bentuk
Bentuk diartikan sebagai elemen yang terdiri dari unsur tinggi dan lebar serta dibentuk oleh garis, warna, tekstur, atau tingkat gelap terang pada suatu bagian dari sebuah permukaan. Umumnya, persegi, segitiga, dan
5 lingkaran merupakan penggambaran dasar yang menghasilkan sebuah bentuk yang kemudian juga dapat menghasilkan wujud tiga dimensi seperti kubus, piramid, dan bola (Landa, 2011).
Gambar 2.1. Basic Shapes and Forms (Landa, 2011)
2.1.2.3. Figure / Ground
Figure / ground biasanya disebut dengan elemen positif dan negatif.
Figure sendiri dapat diartikan sebagai bentuk yang terletak pada sebuah background dan background inilah yang diartikan sebagai ground. Dengan ada nya figure / ground mata audience menjadi lebih mudah dalam membedakan suatu bentuk dari latarnya (Landa, 2011).
2.1.2.4. Warna
Menurut Landa (2011), warna merupakan bagian dari energi cahaya.
Sebagai bagian dari cahaya, warna dapat disebut sebagai reflected color / subtractive color ketika warna yang kita lihat dihasilkan dari pantulan cahaya pada suatu objek.
6 Gambar 2. 1. Subtractive Color System
(Landa, 2011)
Selain warna yang dihasilkan dari pantulan cahaya, warna juga dapat dihasilkan dari layar komputer. Warna ini disebut sebagai warna digital karena merupakan sebuah gelombang cahaya sehingga dapat disebut sebagai additive colors.
Gambar 2.2. Additive Color System (Landa, 2011)
Warna memiliki elemen yang dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu hue, value, dan saturation. Hue adalah nama dari warna itu sendiri.
Namun, tidak semua warna dapat dikategorikan sebagai hue, seperti warna
7 hitam dan putih. Kedua warna ini dikategorikan sebagai tidak berwarna (akromatik) atau netral.
Value dapat diartikan sebagai tingkat gelap terang dari sebuah warna yang dapat diatur dengan warna hitam dan putih. Jika ditambahkan hitam, sebuah warna dapat menjadi lebih gelap dan disebut shades sedangkan jika ditambahkan warna putih, sebuah warna akan menjadi lebih terang dan disebut dengan tints. Sedangkan saturation merupakan tingkat kepekatan dari warna yang dipengaruhi oleh intensitas warna itu sendiri. Ketika suatu warna memiliki intensitas yang tinggi dan tidak tercampur dengan hitam atau putih, warna tersebut dapat mencapai tingkat saturasi yang tinggi. Namun, jika ditambahkan warna hitam atau putih, warna akan cenderung menjadi kusam atau pucat. Semakin tinggi saturation, suatu warna akan semakin mudah untuk menarik perhatian audience.
2.1.2.5. Tekstur
Tekstur merupakan bagian dari sebuah permukaan yang dapat dirasakan oleh indera peraba. Tekstur juga dapat diartikan sebagai perwujudan karakter dari permukaan tersebut. Jika suatu tekstur dapat dirasakan atau disentuh langsung oleh indera peraba, maka tekstur tersebut disebut sebagai tekstur yang sebenarnya.
8 Gambar 2.3. Tekstur Asli
(Landa, 2011)
Tekstur juga terdiri dari tekstur visual yang merupakan jenis tekstur yang dapat dibuat dengan berbagai cara, seperti menggambar, melukis, fotografi, atau teknik pembuatan gambar lainnya
Gambar 2.4. Tekstur Visual (Landa, 2011)
2.1.3. Prinsip Desain
2.1.3.1. Keseimbangan / Balance
Menurut Landa (2011), keseimbangan merupakan suatu prinsip desain yang berperan dalam menciptakan harmoni dalam desain ketika dilihat oleh audience serta saling berhubungan dengan prinsip lainnya.
Keseimbangan juga dipengaruhi oleh tiap elemen yang ada dalam desain sehingga elemen-elemen visual harus ditempatkan atau disebarkan secara
9 merata pada tiap bagian komposisi desain. Suatu komposisi desain yang tidak memiliki unsur keseimbangan dapat menimbulkan respon yang buruk dari audience. Keseimbangan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : a. Keseimbangan simetris / Symmetrical Balance
Keseimbangan simetris dapat diciptakan dengan menempatkan sebuah elemen yang kemudian digandakan dan diletakkan secara berhadapan.
Selain menghadapkan elemen yang sama, keseimbangan simetris juga dapat dicapai dengan meletakkan atau menyebarkan elemen-elemen yang berbeda secara merata dari segi komposisinya. Keseimbangan simetris juga memiliki jenis lain yaitu approximate symmetry dimana elemen yang memiliki perbedaan bentuk diletakkan saling berhadapan namun tetap memiliki komposisi yang seimbang.
Gambar 2.5. Symmetrical Balance (Landa, 2011)
b. Keseimbangan asimetris / Asymmetrical Balance
Untuk keseimbangan asimetris, elemen tidak diletakkan secara berhadapan pada bagian tengah komposisi desain melainkan dengan
10 menempatkan sebuah elemen yang berbeda untuk menyeimbangkan elemen lainnya.
Gambar 2.6. Asymmetrical Balance (Landa, 2011)
c. Radial Balance.
Keseimbangan radial diciptakan dengan menempatkan elemen dengan simetris secara horizontal dan vertikal. Keseimbangan radial dapat diciptakan dengan repetisi berbagai elemen atau membuat elemen seakan menyebar dari satu titik.
Gambar 2.7. Radial Balance (Landa, 2011)
11 2.1.3.2. Hirarki Visual / Visual Hierarchy
Menurut Landa (2011), hirarki visual merupakan prinsip yang menentukan urutan informasi dalam sebuah desain dengan menempatkan berbagai elemen visual berdasarkan pertimbangan elemen mana yang ingin disampaikan terlebih dahulu kepada audience sehingga tiap elemen dalam suatu desain tidak dapat ditonjolkan dalam tingkat yang sama.
2.1.3.3. Penekanan / Emphasis
Landa (2011) menyatakan bahwa emphasis merupakan suatu prinsip untuk mencapai hirarki visual yang dapat diciptakan dengan berbagai teknik, antara lain :
a. Emphasis by Isolation
Penekanan / emphasis dapat diciptakan dengan mengunci elemen utama dengan elemen-elemen lainnya sehingga perhatian dapat terpusat kepada elemen utama tersebut.
b. Emphasis by Placement
Penempatan elemen-elemen visual pada posisi tertentu dalam sebuah komposisi sangat berpengaruh terhadap terciptanya penekanan karena dapat menarik pandangan audience.
c. Emphasis by Scale
Ukuran dan skala pada tiap elemen dapat menciptakan suatu penekanan. Contohnya, jka ada suatu objek yang terlihat lebih besar atau jauh lebih kecil dibandingkan elemen lainnya, maka elemen
12 tersebut dapat menarik perhatian lebih. Selain penekanan, permainan ukuran dan skala pada tiap elemen yang ada pada suatu desain juga dapat menciptakan pergerakan dan kedalaman.
d. Emphasis through Contrast
Satu elemen dapat dibuat lebih menonjol dibandingkan elemen lainnya dengan menciptakan kontras dalam berbagai aspek pada tiap elemen seperti ukuran, warna, skala, lokasi, posisi, dan bentuk.
e. Emphasis through Direction and Pointers
Emphasis dengan arah dan petunjuk dilakukan untuk mengarahkan pandangan audience secara langsung. Hal ini dapat diterapkan dengan penggunaan tanda panah atau garis diagonal.
f. Emphasis through Diagrammatic Structures 1.) Tree structures
Pada tree structures, penekanan diciptakan dengan menempatkan elemen utama pada bagian atas dan elemen pendukung di bagian bawah.
2.) Nest structures
Untuk menciptakan emphasis, elemen utama ditempatkan di layer pertama dan elemen pendukung ditempatkan di belakang elemen utama.
3.) Stair structures
Pada stair structures, elemen utama ditempatkan paling atas dan elemen pendukung di bawah yang disusun seperti anak tangga.
13 Gambar 2.8. Emphasis through Diagrammatic Structures
(Landa, 2011)
2.1.3.4. Irama / Rhythm
Irama memainkan peran yang sangat penting dalam membantu mengarahkan pandangan audience dari satu elemen ke elemen lainnya dan dapat terbentuk dengan dua cara, yaitu :
a. Repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk membentuk suatu irama dengan menempatkan satu atau beberapa elemen secara berulang kali dan konsisten.
b. Variasi
Variasi berperan dalam mempertahankan perhatian audience. Untuk mencapai irama, variasi dapat dilakukan dengan menciptakan jeda atau perubahan pada pola yang sudah ada serta dengan mengubah warna, bentuk, jarak antar elemen, posisi, dan berat visual.
14 2.1.3.5. Kesatuan / Unity
Kesatuan / unity tercapai ketika tiap elemen-elemen yang saling berhubungan pada sebuah desain terlihat sebagai suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Prinsip ini sangat penting agar audience dapat menangkap pesan yang ingin disampaikan dengan lebih baik.
2.1.3.6. Law of Perceptual Organization a. Similarity
Elemen-elemen visual akan dianggap sebagai satu kesatuan jika memiliki karakter yang sama baik dari segi bentuk, warna, tekstur, dan arah.
b. Proximity
Prinsip ini menyatakan bahwa elemen-elemen visual yang saling berdekatan dianggap sebagai satu kesatuan.
c. Continuity
Elemen yang diletakkan terpisah dari elemen sebelumnya akan terlihat seperti kelanjutan dari elemen sebelumnya dan menimbulkan kesan adanya suatu pergerakan sehingga dapat dianggap bahwa elemen- elemen tersebut saling terhubung.
d. Closure
Elemen-elemen yang saling terpisah dapat terlihat membentuk sebuah objek. Hal ini dikarenakan kecenderungan pikiran untuk menghubungkan sesuatu yang terpisah.
15 e. Common Fate
Prinsip ini menggambarkan elemen-elemen yang bergerak dengan arah yang sama terlihat seperti satu kesatuan.
f. Continuing Line
Suatu garis yang terpisah akan tetap terlihat seperti satu garis yang utuh karena arah dari garis tersebut lebih menarik pandangan dibandingkan jarak yang ada di antaranya.
Gambar 2.9. Law of Perceptual Organization (Landa, 2011)
2.1.4. Warna Hangat dan Warna Dingin
Menurut Lauer dan Pentak (2012), manusia cenderung menghubungkan warna dengan sebuah nuansa yang dihasilkan oleh panca indera ketika melihat warna tersebut. Hal ini menyebabkan adanya kategori warna hangat serta warna dingin.
Warna merah, oren, dan kuning merupakan contoh warna yang dikategorikan
16 sebagai warna hangat sedangkan warna dingin biasanya dikategorikan sebagai warna dingin.
2.1.5. Psikologi Warna
Menurut Eiseman (2017), tiap warna dapat menyampaikan pesan tertentu karena memiliki efek yang dapat dirasakan oleh panca indera manusia dan dapat diasosiasikan dengan hal-hal di sekitar.
1) Merah
Merah merupakan warna yang merepresentasikan keberanian dan semangat. Namun, di sisi lain warna merah dapat membuat audiens menjadi reaktif karena memberikan kesan ancaman.
2) Biru
Biru dikenal sebagai warna yang paling dingin. Warna ini merepresentasikan ketenangan serta kestabilan.
3) Hijau
Hijau merupakan warna yang erat dikaitkan dengan alam dan lingkungan serta pertumbuhan.
4) Hitam
Hitam merepresentasikan ketegasan, kekuatan, serta kepercayaan diri Namun, dapat memberi kesan kekelaman dan dapat dilambangkan sebagai rasa duka.
5) Kuning
Kuning merupakan warna yang melambangkan keceriaan, kebahagiaan, serta rasa optimis.
17 6) Oren
Oren merupakan warna yang paling hangat di antara warna lainnya.
Perpaduan warna merah dan kuning menjadikan oren menjadi warna yang memberikan kesan positif, menarik perhatian namun tetap tidak agresif.
7) Putih
Putih merupakan warna yang merpresentasikan kemurnian dan memberikan kejelasan dalam berbagai hal. Penggunaan warna putih dapat memperjelas bentuk, bidang, serta tekstur.
2.1.6. Tipografi
2.1.6.1. Klasifikasi Typeface a. Old Style
Old Style merupakan jenis typeface yang memiliki serif yang bersudut dan memiliki goresan yang sedikit melengkung.
Gambar 2.16. Typeface Old Style (Landa, 2011)
b. Transitional
Jenis typeface Transitional memiliki serif dan merupakan perpaduan antara typeface jenis Old Style dan Modern.
18 Gambar 2.17. Typeface Transitional
(Landa, 2011)
c. Modern
Typeface Modern memiliki ciri khas pada unsur tebal tipis pada goresannya yang terlihat sangat jelas. Selain itu, typeface Modern memiliki goresan vertikal serta bentuk yang cenderung kaku dan simetris.
Gambar 2.8. Typeface Modern (Landa, 2011)
d. Slab Serif
Typeface Slab Serif terdiri dari dua kategori, yaitu Egyptian dan Clarendon. Karakter dari typeface Slab Serif terlihat dari bagian serif yang tebal dan pipih.
Gambar 2.9. Typeface Slab Serif (Landa, 2013)
19 e. Sans Serif
Typeface Sans Serif terdiri dari beberapa kategori, yaitu Grotesque, Humanist, Geometric, dan lain-lain. Typeface ini tidak memiliki serif sama sekali dan memiliki jenis goresan tebal maupun tipis.
Gambar 2.10. Typeface Sans Serif (Landa, 2011)
f. Gothic
Typeface Gothic atau yang biasa dikenal dengan blackletters memiliki karakteristik yang kuat dari goresannya yang tebal serta huruf yang cenderung sempit.
Gambar 2.11. Typeface Gothic / Blackletter (Landa, 2013)
20 g. Script
Typeface Script merupakan jenis typeface yang terlihat paling berbeda dibandingkan typeface lainnya karena memiliki huruf-huruf yang saling menyambung pada umumnya serta menyerupai tulisan tangan.
Gambar 2.12. Typeface Sans Serif (Landa, 2011)
h. Display
Typeface Display merupakan jenis typeface yang biasanya dibuat secara manual dan cenderung dekoratif sehingga sulit terbaca sebagai teks karena umumnya digunakan pada bagian judul.
Gambar 2.13. Typeface Display (Landa, 2013)
21 2.1.7. Layout
2.1.7.1. Grid System
Menurut Cullen (2007), grid merupakan panduan yang berupa pembagian ruang dalam suatu desain yang membentuk baris dan kolom untuk membantu peletakan elemen visual sehingga tercipta harmoni serta komposisi yang seimbang.
a. Single-column Grid
Single-column grid adalah jenis grid yang terdiri dari satu kolom dan umunya digunakan untuk menempatkan teks yang panjang. Agar dapat terbaca dengan jelas, kolom dalam grid ini harus dibuat dengan ukuran yang proporsional. Penggunaan grid ini juga harus memperhatikan jenis, ukuran, dan leading dari typeface.
Gambar 2. 14. Single Column Grid (Cullen, 2007)
22 b. Multiple-column Grids
Berbeda dengan single-column grid yang hanya terdiri dari satu kolom, multiple-column grids terdiri dari beberapa kolom yang memiliki jarak yang sama tiap kolomnya. Grid ini dapat digunakan untuk membantu peletakan berbagai elemen visual seperti teks dan gambar hingga mencapai hirarki yang tepat dengan lebih leluasa.
Gambar 2. 15. Multiple Column Grids (Cullen, 2007)
c. Modular Grids
Modular grid adalah jenis grid yang terbentuk dari pembagian beberapa kolom dan baris dengan ukuran dan jarak yang sama hingga membentuk kotak-kotak kecil yang disebut modules untuk menempatkan tiap elemen visual. Modular grid lebih memungkinkan untuk digunakan dalam berbagai media karena jumlah serta ukuran modules dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
23 Gambar 2. 16. Modular Grids
(Cullen, 2007)
d. Alternative Grids
Alternative grids adalah grid yang digunakan ketika suatu desain memerlukan tata letak yang lebih rumit dan variatif sehingga penggunaan grid ini dibebaskan kepada desainer. Namun, alternative grid juga dapat dirancang dengan kombinasi antar 3 jenis grid lainnya yaitu single-column grid, multiple-column grids, dan Modular grids.
Gambar 2. 17. Alternative Grids (Cullen, 2007)
24 2.1.8. Signs and Symbol
Menurut Landa (2011), berdasarkan teori semiotics terdapat tanda dan simbol yang memiliki berbagai jenis dan fungsi, sign, icon, index, dan symbol.
2.1.8.1. Sign
Sign adalah suatu bentuk merepresentasikan suatu benda dengan menggunakan sebuah tanda atau bahasa visual yang lain. Seperti gambar anjing serta kata “anjing” yang mewakili anjing yang sesungguhnya.
2.1.8.2. Icon
Icon merupakan suatu bentuk visualisasi sebuah benda, tindakan, atau konsep dengan menggunakan visual yang berhubungan dan dapat diterima khalayak secara umum seperti foto, elemen visual, atau simbol.
2.1.8.3. Index
Index adalah visual yang tidak menyerupai ataupun menjelaskan suatu objek yang direpresentasikan. Namun, index tetap dapat diterjemahkan menjadi objek yang diwakili karena memiliki hubungan yang dekat dengan objek tersebut.
2.1.8.4. Symbol
Symbol merupakan suatu bentuk visual dimana suatu objek direpresentasikan oleh objek lain yang tidak berhubungan sama sekali baik dalam bentuk gambar ataupun tulisan. Contohnya, burung merpati merupakan simbol perdamaian karena telah menjadi persepsi umum di masyarakat.
25 Gambar 2. 18. Signs and Symbol
(Landa, 2011)
2.1.9. Logo
Menurut Landa (2011), logo adalah elemen dalam desain grafis yang berfungsi sebagai identitas dari sebuah brand, perusahaan, individu, atau sebuah entitas yang membedakannya dari yang lain. Logo terdiri dari beberapa jenis, yaitu : 1) Logotype
Logotype merupakan jenis logo yang dibentuk dengan menggunakan tipografi yang menarik.
Gambar 2. 19. Logotype (Landa, 2011)
26 2) Lettermark
Lettermark merupakan jenis logo yang menampilkan inisial dari sebuah brand.
Gambar 2. 20. Lettermark (Landa, 2011)
3) Pictorial Symbol
Logo dengan bentuk pictorial symbol dirancang dengan visual yang mewakili sebuah benda, orang ataupun sebuah kegiatan.
Gambar 2. 21. Pictorial Symbol (Landa, 2011)
4) Abstract Symbol
Logo abstract symbol merupakan logo yang dirancang dengan mengatur susuan ataupun memodifikasi bentuk awal logo dan biasanya digunakan untuk tujuan komunikasi.
27 Gambar 2. 22. Abstract Symbol
(Landa, 2011)
5) Nonrepresentational / Nonobjective Symbol
Logo dirancang dengan bentuk-bentuk yang tidak memiliki arti dari segi visual dan tidak mewakili benda atau individu mana pun.
Gambar 2. 23. Nonobjective Symbol (Landa, 2011)
6) Character Icon
Logo menampilkan visual berupa karakter yang menjadi ciri khas dari sebuah kelompok atau brand.
Gambar 2. 24. Character Icon (Landa, 2011)
28 7) Combination Mark
Logo dirancang dengan menggunakan kombinasi kata-kata dan symbol
Gambar 2. 25. Combination Mark (Landa, 2011)
8) Emblem
Logo berjenis emblem dibuat dengan penggabungan kata-kata serta elemen visual yang tidak pernah terpisahkan.
Gambar 2. 26. Emblem (Landa, 2011)
2.1.10. Fotografi
Fotografi adalah sebuah proses membentuk sebuah gambar dari berbagai subjek dengan bantuan cahaya melalui perpaduan antara pikiran, imajinasi, teknik, desain visual, dan kemampuan menyusun elemen (Langford, Fox, & Smith, 2007).
29 2.1.10.1. Framing
Menurut Freeman (2013), framing merupakan teknik untuk menyajikan suatu gambar secara keseluruhan sehingga menjadi hal pertama yang harus dipertimbangkan sebelum mengabadikan suatu objek.
a. Exact
Teknik framing ini cenderung kaku karena objek diletakkan dalam posisi yang presisi untuk menampilkan efek yang diinginkan oleh fotografer dan biasanya diterapkan pada fotografi still-life.
Gambar 2. 27. Exact (Freeman, 2013)
b. Edge-align
Teknik framing ini memanfaatkan elemen pada foto yang membentuk garis lurus dan berdekatan dengan sudut foto dapat membuat foto seolah telah membentuk frame tersendiri.
30 Gambar 2. 28. Edge Align
(Freeman, 2013)
c. Loose
Teknik framing Loose tidak mementingkan peletakan objek yang presisi dalam foto tetapi tetap diperhitungkan dengan baik dari segi sudut pengambilan gambar. Pada teknik ini foto ditekankan pada gestur serta kegiatan yang tengah dilakukan.
Gambar 2. 29. Loose (Freeman, 2013)
d. Frame-fit
Pada teknik ini, objek utama memiliki bentuk yang hamper mirip dengan bingkai foto sehingga objek dapat diabadikan dengan
31 komposisi sedemikian rupa sehingga terlihat rapi dan saling terhubung dengan bagian pinggir foto jika fotografer ingin foto terlihat presisi.
Gambar 2. 30. Frame Fit (Freeman, 2013)
e. Frame Break
Berbeda dengan frame fit, pada frame break objek tidak diabadikan agar terlihat presisi melainkan dapat diabadikan dengan lebih bebas dengan mengkombinasikan atau memotong 2 foto yang digabung menjadi satu.
Gambar 2. 31. Frame Break (Freeman, 2013)
32 f. Tall
Teknik ini dilakukan dengan mengambil foto objek utama yang memiliki fitur yang tinggi dan berada dalam posisi vertikal.
Penggunaan teknik framing ini dapat semakin ditonjolkan dengan memanfaatkan situasi di sekitar objek utama seperti yang terlihat pada gambar dimana ketinggian tebing terlihat jelas dari adanya jurang yang curam dan matahari yang bersinar di bagian tebing.
Gambar 2. 32. Tall (Freeman, 2013)
g. Square
Pada teknik ini objek diletakkan dalam format ukuran gambar 1:1 dan berada di tengah. Penggunaan framing jenis square memang jarang digunakan dalam fotografi, namun framing ini membuat objek tidak akan menuntun pandangan audiens kea rah lain sehingga mata audience akan tertuju langsung pada objek utama. Square juga dapat
33 digunakan ketika ingin memperlihatkan bentuk tertentu pada objek yang diabadikan
.
Gambar 2. 33. Square (Freeman, 2013)
h. Wide
Teknik framing ini menggunakan komposisi dalam berbagai jenis untuk mengambil foto. Foto yang diambil menggunakan format yang lebih lebar dibandingkan foto pada umumnya.
Gambar 2. 34. Wide (Freeman, 2013)
34 i. Panoramic
Pada teknik ini, objek difoto dengan menggunakan teknik panorama dengan mengambil berbagai scene dalam jumlah banyak dan kemudian tiap scene yang telah difoto digabungkan.
Gambar 2. 35. Panoramic (Freeman, 2013)
j. Offstage
Teknik ini mengambil foto dari sudut pandang fotografer, bukan sudut pandang dari subjek yang difoto untuk membuat audiens bertanya- tanya mengenai apa yang terjadi dalam foto. Meskipun awalnya terkesan mengganggu, namun penggunaan teknik offstage dapat membuat foto terlihat lebih menarik.
Gambar 2. 36. Offstage (Freeman, 2013)
35 2.1.10.2. Placing
Placing merupakan teknik penempatan objek pada foto dengan memanfaatkan area yang ada.
a. Off-Center
Penempatan objek dilakukan dengan bebas dan tidak pada bagian tengah foto. Teknik ini membuat foto terlihat lebih alami dan objek utama dapat dibedakan dengan mudah dari latarnya. Terdapat 3 jenis placing yang dapat digunakan dalam off center, yaitu placing pada sekitar area tengah foto, placing pada sekitar area sudut foto, atau placing seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. 37. Off Center (Freeman, 2013)
Gambar 2.29 hanya merupakan salah satu contoh penerapan placing off –center. Pada situasi lain, objek utama dapat ditempatkan hingga memenuhi foto.
b. Centered
Pada teknik centered, objek utama pada foto diletakkan tepat di tengah komposisi sehinggapesan dalam foto dapat tersampaikan dengan tegas.
36 Gambar 2. 38. Centered
(Freeman, 2013)
c. Extreme
Pada teknik ini, objek utama ditempatkan pada bagian sudut foto sehingga membentuk komposisi yang ekstrim.
Gambar 2. 39. Extreme (Freeman, 2013)
d. Framed
Teknik ini dilakukan dimana foto diambil tanpa diatur terlebih dahulu melainkan menunggu objek bergerak pada saat yang tepat sehingga membentuk framing di dalam foto.
37 Gambar 2. 40. Framed
(Freeman, 2013)
e. Just
Teknik ini dengan sengaja mengambil objek dengan komposisi yang tidak lengkap namun tetap terlihat menarik karena menimbulkan rasa penasaran terhadap audience.
Gambar 2. 41. Just (Freeman, 2013)
f. Figure in a Landscape
Teknik ini menjadikan figur utama dalam foto terlihat sangat kecil karena menonjolkan latar pemandangan pada figur.
38 Gambar 2. 42. Figure in Landscape
(Freeman, 2013)
g. Reveal
Teknik ini mengkombinasikan komposisi yang membuat mata akan tertuju langsung kepada objek utama namun setelah itu pandangan diarahkan untuk melihat area lain pada foto.
Gambar 2. 43. Reveal (Freeman, 2013)
h. Two Shot
Teknik placing ini mengambil foto dengan 2 subjek yang mendominasi foto namun ditempatkan pada posisi dengan kedalaman yang berbeda.
39 Gambar 2. 44. Two Shot
(Freeman, 2013)
2.2. Kampanye
2.2.1. Definisi Kampanye
Menurut Venus (2018), kampanye adalah sebuah rangkaian kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif, terencana, dan ditujukan untuk menciptakan dampak bagi masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, suatu kampanye juga memiliki sumber yang ditetapkan sebagai penyelenggara kampanye agar pesan kampanye dapat dipercaya karena pada dasarnya pesan kampanye diciptakan berdasarkan hasil penelitian dan analisis suatu masalah.
2.2.2. Jenis Kampanye
Terdapat 4 jenis kampanye berdasarkan tujuannya yaitu, product-oriented campaign, candidate-oriented campaign, dan ideolligicaly or cause-oriented campaign (Larson, dikutip dalam Venus, 2018).
2.2.2.1. Product-oriented Campaign
Kampanye ini memiliki tujuan utama untuk memperoleh keuntungan dalam bidang bisnis dengan cara memasarkan suatu produk, meningkatkan penjualan, atau meningkatkan citra perusahaan.
40 2.2.2.2. Candidate-oriented Campaign
Candidate-oriented campaigns merupakan kampanye yang memiliki tujuan utama untuk memperoleh dukungan yang banyak terhadap kandidat dalam suatu partai politik agar dapat menduduki jabatan tertentu.
2.2.2.3. Ideologically or Cause-oriented Campaign
Ideological or cause-oriented campaigns merupakan kampanye yang bertujuan untuk menciptakan perubahan sikap maupun perilaku masyarakat sebagai solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan sosial.
2.2.3. Teknik Kampanye
Menurut Ruslan (2013), terdapat beberapa teknik penyampaian pesan kampanye, yaitu teknik partisipasi, teknik integratif, teknik ganjaran, teknik icing, teknik memperoleh empati, dan teknik koersi atau paksaan.
2.2.3.1. Teknik Partisipasi
Teknik ini bertujuan untuk menciptakan nilai kerja sama dengan menyertakan target dalam melaksanakan kegiatan kampanye.
2.2.3.2. Teknik Integratif
Teknik integratif merupakan teknik dimana tujuan kampanye dimaknai sebagai kepentingan bersama sehingga penyelenggara kampanye menyatukan diri dengan target. Pada teknik ini, biasanya subjek yang digunakan dalam kampanye adalah “kita, kami, anda.”
41 2.2.3.3. Teknik Ganjaran
Teknik ini dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menyampaikan suatu manfaat atau ancaman. Kedua cara ini dilakukan untuk menciptakan menyentuh emosi serta memicu perasaan tertentu pada target demi mencapai tujuan kampanye.
2.2.3.4. Teknik Icing
Teknik icing dilakukan dengan menata pesan agar dapat lebih mudah diserap dengan baik oleh seluruh panca indera target. Umumnya, melalui teknik ini, pesan kampanye disampaikan dengan dorongan emosional.
2.2.3.5. Teknik Memperoleh Empati
Melalui teknik ini, penyelenggara kampanye memposisikan diri sebagai target sehingga menciptakan kesan bahwa apa yang dirasakan target penting bagi penyelenggara.
2.2.3.6. Teknik Koersi atau Paksaan
Teknik ini dilakukan dengan memberi rasa takut atau cemas kepada target apabila tidak melakukan sesuatu yang dihimbau dalam kampanye.
2.2.4. Persuasi dalam Kampanye
2.2.4.1. Teori Persuasi Kampanye a. Teori Difusi Inovasi
Teori difusi inovasi digunakan dalam kampanye yang bertujuan menyampaikan suatu gagasan yang baru dan belum umum di kalangan masyarakat. Biasanya ketika menerima sebuah gagasan baru yang
42 belum umum di masyarakat, publik akan cenderung takut untuk menjadi pihak yang pertama kali melaksanakan gagasan tersebut karena tidak ingin diasingkan dalam kelompoknya.
Oleh karena itu, teori ini menyatakan bahwa terdapat dua kombinasi proses komunikasi yang perlu diterapkan, yaitu komunikasi melalui media massa dan komunikasi antar individu lewat seseorang yang berpengaruh atau dipercaya oleh target audience (Venus, 2018).
b. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)
Teori perilaku terencana menjelaskan bahwa perilaku individu akan berubah sesuai yang diharapkan apabila individu tersebut mengetahui tujuan dari perubahan perilaku tersebut. Ketika telah mengetahui tujuan penerapan perilaku, seseorang dapat mengetahui hal yang harus dilakukan demi tercapainya perubahan. Oleh karena itu, terdapat 3 aspek yang mendasari kesadaran akan tujuan tersebut, yaitu :
1. Sikap terhadap perilaku
Seseorang akan bertindak sesuai pesan kampanye bergantung pada persepsi mereka terhadap dampak yang akan diterima. Jika dampak positif dirasakan akan melebihi dampak negatifnya, maka tindakan yang diharapkan dapat terlaksanakan.
2. Norma yang berhubungan dengan perilaku
Suatu perilaku akan terlaksana apabila orang-orang yang berpengaruh bagi seseorang memiliki pandangan yang sejalan dengan perilaku yang diharapkan.
43 3. Persepsi terhadap pengawasan perilaku
Tingkat mudahnya perilaku untuk terlaksana dipengaruhi oleh aspek-aspek eksternal.
c. Teori Disonansi Kognitif
Menurut Festinger (dikutip dalam Venus, 2018), disonansi kognitif dapat terjadi ketika seseorang menyadari bahwa terdapat sesuatu yang bertentangan dengan tindakan yang dilakukannya atau hal yang dipercayainya selama ini sehingga menimbulkan suatu ketidaknyamanan. Jadi, tingkat disonansi berbanding lurus dengan tingkat rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang. Namun, ketika timbul ketidaknyamanan tersebut, suatu perubahan perilaku dapat tercipta karena manusia cenderung berusaha untuk menghindari suatu kondisi psikologis yang tidak nyaman.
d. Teori Tahapan Perubahan
Teori ini menjelaskan bahwa dalam proses membentuk perubahan perilaku, seseorang akan melewati berbagai tahapan sebagai berikut : 1. Precontemplation (Pra perenungan)
Pada tahap ini, seseorang tidak akan peduli terhadap perubahan perilaku yang disarankan karena rendahnya kesadaran serta pengetahuan mengenai masalah dan dampak yang akan dialami.
2. Contemplation (Perenungan)
Tahap ini merupakan tahap dimana seseorang telah menyadari
44 dampak buruk yang dapat dialami olehnya sehingga seseorang merasa perlu untuk mengubah perilaku yang selama ini dilakukan.
Oleh karena itu, pada tahap perenungan pesan kampanye harus menonjolkan dampak-dampak positif yang dapat diperoleh dari perubahan perilaku tersebut.
3. Preparation (Persiapan)
Pada tahap ini, seseorang telah yakin untuk melakukan perubahan perilaku. Oleh karena itu, kampanye harus diarahkan pada penyampaian langkah-langkah apa saja yang perlu diterapkan oleh target audience.
4. Action (Tindakan)
Tahap action adalah tahap dimana seseorang akan melakukan tindakan sehingga pesan positif kampanye harus terus diperkuat untuk menimbulkan perubahan perilaku secara berkelanjutan.
5. Maintenance (Pemeliharaan)
Pada tahap ini pesan kampanye harus difokuskan untuk menyampaikan cara untuk mempertahankan perubahan perilaku yang telah dilakukan.
e. Teori Pembelajaran Kognitif Sosial (Social Cognitive Learning Theory)
Teori pembelajaran kognitif sosial menjelaskan bahwa seseorang akan cenderung melakukan perubahan perilaku jika sebelumnya ia pernah
45 melakukan hal tersebut dan merasakan manfaatnya. Namun, jika belum pernah melakukannya, seseorang akan melihat tindakan yang dilakukan orang-orang di sekitarnya yang ia percayai dan kemudian mengikutinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap persepsi dampak positif yang akan didapatkan dari tindakan yang disarankan dalam suatu kampanye (Bandura, dikutip dalam Venus, 2018).
f. Teori Pertimbangan Sosial (Social Cognitive Learning Theory) Dalam teori pertimbangan sosial, seseorang cenderung akan melakukan suatu perubahan perilaku berdasarkan perbandingan yang dilakukan pada pesan yang diberikan terhadap sikap yang dilakukan selama ini. Jika suatu pesan untuk mengubah perilaku bertentangan dengan nilai atau sikap yang telah dilakukan sebelumnya, maka kemungkinan seseorang melakukan perubahan akan semakin kecil.
2.2.4.2. Strategi Persuasi Kampanye
Perloff (dikutip dalam Venus, 2018) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi persuasi yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan sebuah kampanye, yaitu:
1. Memilih komunikator yang terpercaya agar pesan kampanye mudah diterima oleh publik.
2. Sebelum menyampaikan pesan, penyelenggara kampanye harus memastikan bahwa pesan yang dibawakan sejalan dengan hal yang
46 dipercayai publik. Dengan demikian, perubahan perilaku yang diharapkan dapat tercapai.
3. Untuk dapat membawa perubahan perilaku, pesan yang dibawakan dalam sebuah kampanye disarankan agar dapat meyakinkan publik bahwa mereka dapat melakukan perubahan yang diharapkan.
4. Publik diajak untuk berpikir mengenai hal-hal positif yang disampaikan dalam kampanye melalui penjabaran berbagai fakta, argumentasi ataupun alasan yang dapat mendukung mengapa publik harus melakukan sesuatu.
5. Sebelum menyampaikan pesan kampanye, penting dilakukan strategi keterlibatan publik. Tingkat partisipasi publik ini akan mempengaruhi cara pesan disampaikan.
6. Pesan kampanye yang disampaikan berlawanan dengan hal yang dipercayai publik selama ini agar memicu inisiatif untuk mengubah perilaku. Strategi ini didasari oleh teori disonansi kognitif.
7. Usahakan untuk membangun kekebalan atau resistensi publik terhadap hal yang ingin diatasi oleh kampanye dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan menampilkan argumen yang bertentangan dengan hal negatif yang ingin dicegah dalam kampanye.
2.2.5. Pesan Kampanye
2.2.5.1. Pentingnya Pesan Kampanye
Pesan kampanye merupakan elemen terpenting dalam sebuah kampanye karena pada dasarnya kampanye dilakukan untuk mempengaruhi target
47 melalui pesan yang dibawakan. Oleh karena itu, pesan kampanye harus dirancang dengan sangat baik sesuai dengan karakter target audience karena kampanye dinyatakan berhasil apabila publik dapat menerima serta memahami pesan yang disampaikan dengan baik (Venus, 2018).
2.2.5.2. Ciri-ciri Pesan Kampanye
a. Memiliki overlapping interest dengan publik
Menurut Venus (2018), pesan dalam kampanye harus memiliki overlapping interest atau irisan kepentingan dengan kepentingan publik. Hal ini berarti pesan kampanye harus dirancang agar dapat berhubungan dengan sesuatu yang dibutuhkan oleh publik karena pada dasarnya publik tidak akan peduli terhadap pesan yang tidak relevan atau tidak memberikan keuntungan sama sekali untuk mereka (Venus, 2018, hlm.103).
b. Ringkas, jelas, memorable, dan readable
Menurut Lynn (dikutip dalam Venus, 2018), pesan utama kampanye harus dapat tersampaikan dalam waktu kurang dari satu menit. Jika melebihi waktu tersebut maka publik akan melewatkan pesan tersebut.
(Venus, 2018, hlm.104).
c. Bersifat argumentatif
Publik akan cenderung mengikuti hal yang dianjurkan oleh penyelenggara kampanye ketika pesan kampanye mampu menyampaikan alasan mengapa publik harus melaksanakan hal
48 tersebut baik dari aspek logika, emosi, sosial, atau spiritual (Venus, 2018, hlm.105).
d. Bersifat etis dan dapat dipercaya
Menurut Lynn (dikutin dalam Venus, 2018), dalam menyampaikan pesan kampanye, penyelenggara kampanye harus dapat membuktikan kepada publik cara mereka memahami permasalahan yang terjadi.
e. Bersifat konkret dan berkaitan langsung dengan masalah
Pesan kampanye harus bersifat konkret yang berarti dapat dirasakan secara nyata oleh publik dan tidak menimbulkan persepsi ganda agar dapat dimengerti dengan mudah (Venus, 2018, hlm.105).
f. Bersifat repetisi
Pesan kampanye harus disampaikan secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu lewat berbagai media yang digunakan oleh publik dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menarik perhatian publik dan membuat mereka selalu mengingat pesan yang telah disampaikan. Pengulangan pesan kampanye juga berguna agar perilaku publik tetap terkontrol setelah menerima pesan tersebut sesuai dengan tujuan kampanye (Venus, 2018, hlm.106).
g. Bersifat koheren
Pesan kampanye harus bersifat koheren yang berarti penyampaian pesan tetap konsisten meskipun disampaikan kepada kategori publik yang berbeda (Venus, 2018, hlm.106).
49 h. Bersifat segmentatif
Publik sebagai target kampanye terdiri dari berbagai individu dengan kebiasaan, kepercayaan, sifat, jenjang pendidikan, hingga profesi, dan aspek latar belakang lainnya yang berbeda namun dapat dimanfaatkan untuk mengelempokkan publik. Ketika publik telah dibagi-bagi dalam suatu kelompok maka pesan kampanye dapat dirancang sesuai karakter publik dalam kelompok tersebut (Venus, 2018, hlm.107).
i. Harus memberikan solusi dan arah tindakan
Sesuai dengan tujuannya untuk menciptakan perubahan sosial, pesan dalam kampanye harus mengandung unsur ajakan kepada publik untuk melakukan sesuatu sebagai suatu bentuk penyelesaian masalah yang diangkat dalam kampanye (Venus, 2018, hlm.107).
2.2.6. Saluran Kampanye 2.2.6.1. Media Massa
Media massa dapat menjangkau audience dengan cakupan yang lebih luas.
Melalui media massa, pesan kampanye disampaikan tanpa henti dalam jangka waktu tertentu dan dengan teknik yang berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap sesuatu (Venus, 2018).
a. Surat Kabar
Surat kabar merupakan media massa yang dapat menjangkau masyarakat luas serta dapat menjabarkan detail masalah dengan baik.
Biaya yang dikeluarkan pun termasuk kecil.
50 b. Majalah
Majalah memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan surat kabar dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
c. TV
Penyampaian pesan kampanye lewat TV dapat berlangsung secara berulang dan seluruh elemen visual dan audio pun terlihat nyata. TV juga memiliki sifat yang lebih kredibel dan sering digunakan.
d. Radio
Radio dapat menjangkau target berdasarkan area, waktu dan topik tertentu sehingga meningkatkan keintiman dengan target audience.
e. Film
Film merupakan salah satu media yang memiliki biaya produksi yang cukup besar, namun dapat memberikan dampak yang cukup signifikan.
f. Billboard / bannner
Billboard / banner biasanya ditempatkan dalam jangka waktu yang pendek sehingga biaya pemasangannya lebih rendah.
g. Poster / spanduk
Poster / spanduk merupakan media yang biasanya diletakkan pada tempat umum yang langsung terhubung pada target. Kelebihan dari poster adalah biayanya yang murah dan mudah baik dalam proses implementasi dan penyebarannya.
h. Pengiriman Surat
Media pengiriman surat memungkinkan penyelenggara kampanye
51 untuk memberikan informasi yang detail dan terstruktur tetapi media ini umumnya memiliki respon yang terbatas.
i. Promosi Penjualan
Media ini memancing target untuk dapat mencoba produk / gagasan secara langsung sehingga dapat meningkatkan penjualan secara signifikan.
j. Banner website di internet
Meskipun jangkauannya terbatas, banner website di internet dapat menampung pesan yang memiliki aspek visual, audio, dan pergerakan serta warna yang menarik. Media ini juga dapat memberikan informasi dengan cepat.
2.2.6.2. Media Sosial
Pada saat ini, tingginya penetrasi internet membuat media sosial menjadi salah satu saluran kampanye yang populer. Media sosial dapat menjangkau masyarakat dalam cakupan yang sangat luas serta bersifat personal sehingga setiap individu dapat secara aktif memberikan tanggapan sekaligus kontribusi terhadap pesan kampanye.
2.2.7. Website
Menurut McGee (2010), menggunakan website dalam sebuah kampanye dapat menjadi saluran yang menyajikan informasi yang lebih detail mengenai pesan kampanye. Selain itu, aset yang digunakan sebagai bentuk partisipasi target kampanye juga dapat ditempatkan pada website.
52 2.2.8. Iklan TV
Menurut Landa (2010), iklan untuk TV harus dirancang dengan durasi 15 atau 30 detik serta memiliki narasi yang dapat menyampaikan pesan lebih dari di media cetak. Selain itu, dalam iklan televise juga harus disertakan audio serta efek khusus dalam visual serta memiliki call to action. Kelebihan dari TV adalah dapat mengembalikan perhatian audiens meskipun audiens telah kehilangan ketertarikannya pada 3 detik pertama. Sebelum merancang visual untuk iklan TV, storyboard harus dirancang terlebih dahulu dengan menggambarkan tiap scene beserta keterangan durasi, adegan, suara dan efek visual khusus pada tiap frame.
2.2.9. Video
Menurut Landa (2010), sebuah video online memiliki ketentuan yang sama dengan iklan TV. Video online memiliki kelebihan untuk memancing audiens membagikannya kepada orang lain jika audiens tertarik dengan video tersebut.
2.2.10. Tahap Perencanaan Kampanye
Menurut Gregory (dikutip dalam Venus, 2018), untuk mencapai tujuannya, sebuah kampanye harus direncanakan dengan baik. Proses perencanaan kampanye dijabarkan menjadi berbagai tahap, yaitu analisis masalah, menentukan tujuan, sasaran, pesan, strategi dan taktik, alokasi waktu dan sumber daya, serta evaluasi dan tinjauan.
2.2.10.1. Analisis Masalah
Sebuah perencanaan kampanye harus dimulai dari analisis permasalahan terlebih dahulu secara objektif dan terorganisir. Gregory (dikutip dalam
53 Venus, 2018) membagi analisis masalah menjadi dua jenis, yaitu analisis PEST (political, economic, social, technological) dan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threats).
Pada elemen politik dalam analisis PEST, perencanaan kampanye dimulai dengan menganalisa situasi politik dan kebijakan pemerintah yang dapat mendukung kampanye. Elemen ekonomi dimulai dengan menganalisa situasi perekonomian dunia, harga barang, tingkat inflasi, dan nilai mata uang. Pada elemen sosial, dilakukan analisa terkait kondisi sosial yang terjadi di masyarakat meliputi pendidikan, kebiasaan, pola hidup, populasi, dan tindakan sosial. Sedangkan pada elemen teknologi, analisa yang dilakukan meliputi perkembangan teknologi yang dapat mendukung berjalannya suatu kampanye.
Sementara analisis SWOT meliputi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunities), dan ancaman (threats). Aspek strength dan opportunities digunakan sebagai aspek yang dapat mendukung berjalannya suatu kampanye. Sementara itu terdapat hal-hal negatif yang harus dihadapi oleh kampanye yang dianalisa dalam aspek weakness dan threats. Aspek SWOT dapat dianalisa dengan menggunakan metode kuantitatif maupun kualitatif.
Metode kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan data dalam angka sedangkan metode kualitatif dapat dilakukan dengan FGD (focus group discussion), wawancara langsung atau tidak langsung, serta angket. Selain
54 metode kuantitatif dan kualitatif, media juga dapat digunakan untuk mencari berbagai data terutama data mengenai target.
2.2.10.2. Menyusun Tujuan
Tujuan kampanye harus ditentukan agar pelaksanaan kampanye memiliki arah yang jelas. Terdapat berbagai jenis tujuan kampanye yaitu, memberi pengetahuan baru, mengubah persepsi atau kepercayaan, atau menarik publik untuk melakukan sesuatu. Ketika menentukan tujuan terdapat hal internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan. Hal internal meliputi penyelenggara kampanye, budget, waktu, serta sumber daya yang tersedia untuk mendukung pelaksanaan kampanye. Sedangkan hal eksternal meliputi kondisi kebudayaan sekitar serta ketersediaan sarana dan waktu.
2.2.10.3. Identifikasi dan Segmentasi Sasaran
Setelah tujuan kampanye ditentukan, aspek yang harus direncanakan selanjutnya adalah kepada siapa kampanye ditujukan. Suatu kampanye tidak akan terlaksana dengan baik jika ditujukan untuk semua orang sehingga perlu proses mengidentifikasi dan segmentasi target secara spesifik. Menurut Arens (dikutip dalam Venus, 2018), sasaran kampanye juga dapat ditentukan berdasarkan aspek demografis (demographic), geografis (geographic), perilaku (behaviouristic), dan psikografis (psychographic) yang dijabarkan sebagai berikut :
1. Demographic Segmentation
Aspek ini mengelompokkan target berdasarkan usia, jenis kelamin, profesi, pendapatan, serta tingkat pendidikan.
55 2. Geographic Segmentation
Aspek ini mengelompokkan target berdasarkan daerah tempat tinggal yang meliputi luas daerah, lokasi spesifik, jenis media, dan pola interaksi di daerah tersebut.
3. Behaviouristic Segmentation
Aspek ini meliputi perilaku, status, serta gaya hidup target.
4. Psychographic Segmentation
Aspek ini mengelompokkan target berdasarkan kondisi emosi serta nilai yang dipercayai target.
2.2.10.4. Menentukan Pesan
Pesan kampanye harus sejalan dengan tujuan kampanye karena pesan merupakan elemen dalam kampanye yang dibentuk untuk membuat target melaksanakan hal yang dianjurkan dalam kampanye sehingga menentukan keberhasilan kampanye (Venus, 2018).
Sebelum menentukan pesan, hal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah tema kampanye. Tema kampanye kemudian dijadikan pedoman untuk menurunkan pesan kampanye secara spesifik. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan persepsi target terhadap permasalahan yang dibawa dalam kampanye dan melihat celah dalam persepsi tersebut. Celah yang ada dapat dimanfaatkan untuk menciptakan perubahan dalam persepsi target dengan menetapkan aspek persuasi.
56 2.2.10.5. Strategi dan Taktik
Strategi dan taktik adalah dua hal yang berbeda. Strategi merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan kampanye berdasarkan analisis masalah dan tujuan kampanye. Strategi juga dapat disebut sebagai big idea atau guiding principle.
Sedangkan taktik adalah sebuah proses spesifik yang meliputi langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan strategi sesuai waktu dan sumber daya yang tersedia. Taktik memiliki dua fungsi yaitu sebagai sarana menghubungkan kampanye dan targetnya melalui media tertentu serta sebagai sarana persuasi terhadap target sehingga tujuan kampanye dalam mempengaruhi pikiran, persepsi, serta tindakan target lebih mudah tercapai. Agar tujuan kampanye dapat berjalan dengan baik, taktik ditentukan dengan menggunakan strategi sebagai pedoman agar tetap sejalan dengan tujuan kampanye. Sederhananya, taktik, strategi, dan tujuan harus selalu berhubungan. Taktik yang telah ditetapkan dapat diuji coba untuk mengetahui keefektifannya (Venus, 2018).
2.2.10.6. Alokasi Waktu dan Sumber Daya
Sebelum melaksanakan kampanye, penting dilakukan alokasi waktu karena sebuah kampanye selalu memiliki jangka waktu. Selain alokasi waktu, perencanaan kampanye juga harus dilakukan dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia yang terdiri dari dana, sumber daya manusia, dan alat-alat. Aspek ini harus ditentukan serta
57 diperhitungkan dengan baik agar tujuan kampanye dapat tercapai secara efektif dan efisien.
2.2.10.7. Evaluasi dan Tinjauan
Evaluasi adalah suatu tahap untuk menilai seberapa jauh hasil yang telah didapatkan dari pelaksanaan kampanye. Hasil evaluasi kemudian akan menghasilkan tinjauan yang akan digunakan sebagai pedoman untuk menjalankan kampanye selanjutnya.
2.2.11. Copywriting dalam Kampanye 2.2.11.1. Headline
Menurut Blakeman (2011), headline adalah bagian copywriting yang paling menonjol dari tulisan lainnya karena mewakili ide keseluruhan sebuah kampanye. Gaya bahasa serta kata-kata yang digunakan pada headline harus sesuai dengan karakteristik audience agar pesan dapat tersampaikan dengan tepat. Biasanya headline terdiri dari 5-7 kata atau bahkan dua kalimat.
2.2.11.2. Sub-Headline
Sub-headline adalah bagian dari copywriting yang berfungsi untuk memperjelas headline dan biasanya terdiri dari satu hingga dua kalimat.
Berdasarkan peletakannya, sub-headline juga dapat berperan sebagai sebuah pemberitahuan jika terletak di atas headline. Selain itu, sub- headline juga dapat digunakan untuk mewakili isi dari teks yang ada dibawahnya sehingga target tertarik untuk membaca teks tersebut.
58 2.2.11.3. Body Copy
Body copy adalah bagian yang menjelaskan mengenai keuntungan dari produk atau jasa yang diiklankan secara lebih lanjut. Penggunaan bahasa pada body copy memiliki nuansa yang sama dengan headline serta saling berhubungan dengan visual kampanye. Umumnya, body copy memberikan informasi lewat sebuah alur bercerita sehingga dapat lebih menggugah emosi target.
2.2.11.4. Tagline
Berbeda dengan slogan yang mewakili brand atau perusahaan, sebuah tagline mewakili kampanye itu sendiri sehingga dapat berubah sesuai dengan tema kampanye yang dilakukan.
2.3. Model Komunikasi AISAS
Banyaknya jumlah informasi serta kemudahan akses terhadap informasi tersebut tidak sebanding dengan kesiapan publik untuk mencerna tiap informasi yang telah didapatkan. Hal ini memicu timbulnya information barriers, yaitu suatu kondisi dimana publik membatasi diri mereka agar hanya menerima informasi mengenai hal-hal yang menjadi ketertarikan mereka (Sugiyama & Andree, 2011).
Oleh karena pola penerimaan informasi telah berubah secara signifikan, diciptakanlah model AISAS (Attention, Interest, Search, Action, Share). Model ini diciptakan sebagai pengganti model AIDMA (Attention, Interest, Desire, Memory, Action). Sugiyama dan Andree (2011) beranggapan bahwa model AIDMA sudah kurang relevan dengan perkembangan teknologi dan informasi pada masa ini
59 karena model tersebut hanya berjalan satu arah dan tidak memberikan kesempatan bagi publik untuk menggali informasi yang didapatkan secara lebih mendalam.
Gambar 2.45. Perbandingan AIDMA dan AISAS (Sugiyama & Andree, 2011)
2.3.1. Proses AISAS
Model AISAS telah digunakan oleh Dentsu sebagai pedoman dalam menjalankan berbagai kampanye. Secara keseluruhan proses AISAS terdiri dari Attention, Interest, Search, Action, dan Share. Namun, tahapan-tahapan dalam AISAS tidak harus dijalankan secara berurutan. Bahkan, tahapan yang dilakukan tidak harus lengkap dan dapat diulang. Berikut detail proses komunikasi AISAS :
a. Attention
Pada tahapan ini, suatu produk, jasa, ataupun iklan dikenalkan kepada publik untuk menarik perhatiannya.
b. Interest
Setelah mengetahui keberadaan suatu produk, jasa, ataupun iklan, publik diharapkan menaruh perhatian pada hal tersebut. Selain menarik
60 perhatian, pada tahap ini perusahaan juga harus dapat mengarahkan target agar mau mengunjungi website dari kampanye yang dilakukan.
c. Search
Ketika telah tertarik dengan suatu produk, jasa, ataupun iklan, publik akan mencari informasi lebih lanjut mengenai hal-hal tersebut baik melalui internet atau dengan bertanya mengenai testimoni kepada orang lain.
d. Action
Pada tahapan ini, publik melakukan tindakan yang diharapkan oleh pembawa pesan atau langsung membeli produk yang dipasarkan berdasarkan penilaian mereka terhadap informasi yang telah mereka dapatkan dalam tahap search.
e. Share
Setelah tahapan action, publik kemudian membagikan pengalaman mereka kepada orang lain baik melalui tulisan testimoni di internet ataupun komunikasi secara langsung.
Gambar 2.46. Proses AISAS (Sugiyama & Andree, 2011)
61 2.4. Sharenting
2.4.1. Definisi Sharenting
Sharenting adalah istilah yang menggambarkan aktivitas orang tua yang membagikan informasi terkait anaknya di media sosial baik dalam bentuk tulisan, foto, dan video (Steinberg, 2017; Borsch; 2016).