• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah pada perilaku perkosaan. Perkosaan secara umum diartikan bentuk hubungan seksual yang dilakukan dengan pemaksaan oleh salah satu pihak dan bukan suatu kehendak bersama. Menurut Poerwandari (dalam Luhulima, 2000), perkosaan merupakan hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat berada di bawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak berdaya, berada di bawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain sehingga tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya.

Kasus yang terjadi pada 26 Juli 2011 di tempat karaoke XKTV Senayan City, Jakarta Pusat pernah terjadi perkosaan kepada remaja berumur 19 tahun oleh teman-temannya saat melakukan karaoke. Acara santai itu diisi dengan minum- minuman keras. Korban yang diperkosa dalam kamar mandi XKTV diduga akibat dicekoki oleh pelaku. Peristiwa yang terjadi pada remaja tersebut kemudian dilaporkan pada 29 Juli 2011. Perkosaan yang terjadi pada remaja yang di daerah Senayan City tersebut memberikan perhatian bagi para remaja.

(2)

Dalam suarapembaruan.com (4 Januari 2013) peristiwa perkosaan dialami seorang remaja berusia 11 tahun yang mengalami koma selama lima hari. Korban yang selama tiga minggu mengalami kejang dan gangguan pernapasan mengalami tindak perkosaan oleh gurunya. Menurut ibu korban awalnya korban mengeluh sakit pusing, mual, lemas yang diikuti oleh fisiknya yang semakin kurus dan perilakunya yang semakin murung juga sering ngucek-ngucek celana dalamnya sendiri. Dokter yang menangani korban curiga karena ada bekas luka di sekitar kemaluan. Ibu korban pun curiga karena dalam sebulan terakhir sering ditemukan bercak di celana dalam dan rok juga korban yang sering ngucek-ngucek celana dalamnya.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menyatakan pihaknya mencurigai Rs mengalami kekerasan seksual. Untuk itu, pihaknya akan mengadukan kasus ini kepihak kepolisian agar dapat dilakukan visum terhadap korban.

Perkosaan yang terjadi pada beberapa kasus memberikan dampak fisik dan psikis yang berat bagi korban juga pihak keluarga. Namun kasus perkosaan yang terjadi di Indonesia sendiri semakin marak. Menurut Indonesia Police Watch (dalam republika.co.id, 2013) terdapat 29 kasus pemerkosaan yang terjadi di berbagai daerah di nusantara hanya selama Januari 2013. Korban yang dalam perkosaan dalam kasus-kasus tersebut di dominasi oleh anak dibawah umur yang mayoritas berusia remaja. Perkosaan merupakan perbuatan dalam pelecehan seksual yang ekstrem dan tindak kejahatan yang keji.

(3)

Dalam sejumlah kasus korban yang mengalami perkosaan dapat kehilangan nyawa dan korban yang hidup dapat mengalami dampak kejahatan yang dialami. Korban yang mengalami perkosaan dapat tertular penyakit kelamin dan hamil. Dengan mengandung janin dari si pelaku perkosaan, tidak mudah bagi korban untuk menerima bayi yang akan dilahirkan merupakan buah perkosaan.

Namun hukum tidak pula mengizinkan terjadinya pengguguran kandungan.

Demikian pula, tidak mudah bagi seorang korban perkosaan untuk mendapatkan pasangan pernikahan.

Matlin (dalam Fausiah, 2002) menekankan bahwa perkosaan adalah tindak kriminal dan tidak hanya sekedar nafsu. Dalam perkosaan, korban dipermalukan dan direndahkan lebih dari sekedar perampokan atau kekerasan fisik belaka. Hal senada juga dikemukakan oleh Poerwandari (dalam Luhulima, 2002) yang menyatakan bahwa perkosaan merupakan tindakan pseudo-seksual, yang tidak hanya sekedar dimotivasi dorongan seksual sebagai motivasi primer, namun berhubungan dengan penguasaan dan dominasi, agresi dan perendahan pada pihak korban oleh pelaku.

Sebagian besar korban pelecehan seksual dan perkosaan adalah wanita, akan tetapi dalam beberapa kasus, laki–laki juga dapat menjadi korban pelecehan seksual yang umumnya dilakukan oleh laki-laki juga. Pada sebagian besar kasus, pelaku perkosaan merupakan orang terdekat dikenal yang korban, misalnya teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan.

Sedangkan sebagian kasus lainnya, pelaku merupakan orang-orang yang baru

(4)

567dikenal dan semula nampak sebagai orang baik-baik yang menawarkan bantuan.

Perkosaan yang dialami pada seseorang menjadi pengalaman yang menakutkan yang menimbulkan pengalaman traumatis terlebih lagi korban yang mengalaminya adalah remaja yang sedang berada dalam masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Menurut Halgin dan Whitbourne (2010) pengalaman traumatis (traumatic experience) adalah peristiwa yang mendatangkan bencana atau peristiwa yang menyakitkan yang menimbulkan efek psikologis dan fisiologis.

Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Seorang remaja pada perkembangannya memiliki kondisi fisik dan mental yang belum matang. Remaja sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk dalam Ali dan Asrori, 2005).

Trauma terhadap sesuatu dapat dialami oleh setiap manusia. Namun jika tidak diselesaikan akan mengakibatkan gejala-gejala yang berkepanjangan.

Pengalaman yang di dapat seorang remaja akan memengaruhi perkembangan dirinya. Dimana pengalaman traumatis yang didapat dapat berkembang menjadi kecemasan pada diri seorang remaja. Kecemasan yang timbul akibat perkosaan dapat berkembang dan menjadi gangguan stress pasca traumatic atau yang disebut dalam istilah psikologi sebagai Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD.

(5)

PTSD adalah sebuah gejala pasca kejadian traumatis yang dapat mengancam kehidupan yang berakibat pada tekanan psikologis yang merusak integritas dan eksistensi dirinya atau orang lain. PTSD merupakan gangguan stres yang muncul karena pemaparan terhadap peristiwa-peristiwa traumatis. Hikmat (2005) mengatakan PTSD adalah sebuah kondisi yang muncul setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa seseorang, misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, sexual abuse (kekerasan seksual), atau perang. Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan fisik dan psikologis yang dapat menimbulkan gangguan PTSD pada remaja.

Gangguan yang muncul setelah terjadinya perkosaan yaitu gangguan stres akut. Gangguan tersebut dapat berkembangan menjadi sebuah PTSD. Dalam

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rothbaum dkk, penderita perkosaan penderitanya sangat tinggi –lebih dari 90%. Beberapa penderitanya berhasil mengatasi gangguan stres akut yang dialami, namun jumlah yang signifikan kemudian menderita PTSD (dalam Davison, Neale & Kring, 2010). Hal tersebut terjadi karena bermacam-macam hal seperti faktor biologis, faktor unik pada setiap individu, faktor yang terkait dengan kejadian dan kejadian setelah peristiwa itu terjadi.

Korban perkosaan sangat rentan mengalami PTSD karena kurangnya penanganan yang tepat serta dukungan sosial yang di dapat. Bagi remaja yang berada dalam proses diantara anak-anak menjadi dewasa membutuhkan identitas

(6)

dalam lingkungan sebagai jati diri. Hal ini memberikan perhatian khusus bagi para korban perkosaan yang saat ini sering terjadi pada usia remaja.

Banyaknya perkosaan yang terjadi pada remaja memberikan dampak langsung fisik dan psikis yang sudah selayaknya korban mendapatkan pemulihan menyeluruh untuk trauma yang mereka alami. Oleh karena itu, peneliti merasa berkepentingan unutuk mengangkat tema “Post Traumatic Stress Disorder pada Remaja yang pernah Mengalami Perkosaan” sebagai bahan penelitian dalam menyusun skripsi ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana perkosaan yang dialami oleh remaja sehingga mengakibatkan gangguan PTSD?

2. Bagaimana kondisi PTSD remaja akibat pengalaman traumatic perkosaan yang dialami?

3. Bagaimana subjek mengalami kehidupan remajanya dalam kondisi PTSD?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap masalah ini yaitu mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai remaja yang mengalami PTSD akibat peristiwa perkosaan yang dialami.

(7)

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1.4.1 Teoritis

Adapun manfaat yang diberikan dari penelitian ini dalam aspek teoritis yaitu untuk dapat membangun wacana tentang bagaimana perkosaan yang terjadi dapat mengakibatkan PTSD, sekaligus memberikan informasi dan masukan teori dari hasil penelitian tersebut.

1.4.2 Praktis

Peneliti berharap dapat memberikan manfaat dan masukan bagi para pembaca, lembaga perlindungan yang menangani kekerasan seksual dan pihak orangtua remaja yang mengalami PTSD akibat perkosaan agar dapat menyesuaikan diri untuk mendukung kondisi anaknya. Adapun penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal sosial yang terbentuk dari petisi online ini lebih cocok untuk difusi informasi, dan menjadi salah satu alternati bentuk

Penggunaan pemodelan berbasis video dibantu dengan folder belajar dapat secara efektif digunakan untuk melatih kejelasan berbicara pada pengucapan fonem dan kata

Pembayaran berdasarkan waktu cocok untuk perusahaan dalam hal teknologi yang digunakan tidak memungkinkan mengukur keluaran individual atau kelompok dan tingkat keluaran diluar

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa sering korban menerima perlakuan pelecehan seksual pada karyawan laki-laki dan perempuan, memberi gambaran

Salah satu cara mempertahankan kondisi yang aerob adalah dengan memberikan pengadukan pada kultur fermentasi, karena peranan agitasi diantaranya adalah menaikan kecepatan

tanah. Metode yang digunakan mirip dengan metode hambatan listrik, namun perubahan hambatan listrik direpresentasikan dengan perubahan tegangan listrik sensor. Dua buah elektroda

Sedangkan untuk Gambar 1 (ii) merupakan solusi analitik dari penyelesaian persamaan Van der Pol yaitu sistem (1) ketika

akan membuat mahasiswa mampu mengelola proses konseling dan menjalankan teknik-teknik yang sudah dikuasainya dengan baik sehingga akan bermuara pada.. keberhasilan