• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons Indonesia."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ARTIKEL PENELITIAN

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4 October - December 2013 147

Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons

Indonesia

I MADE DIRA SWANTARA, WIWIK SUSANAH RITA, DAN JAMES SIBARANI

Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana, Jln. P.B Sudirman, Denpasar

Diterima 13 November 2013; Direview 14 November 2013; Disetujui 6 Februari 2014

ABSTRACT

Anticancer activity test of the most toxic isolates obtained from three different spesies of sponges which consist of Callyspongia aerizusa, Haliclona fascigera, and Lanthella basta have been conducted. Isolation of metabolites from the sponges were carried out by maseration followed by separation and purification steps using partition and column chromatography. Toxicity screening test was carried out based on Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Anticancer activity test in vitro of the most toxic isolates was carried out using HeLa cell line. Based on the results, it was found that isolates Callyspongia aerizusa and Lanthella basta have high anticancer activity with LC50 of 5.50 ppm and 18.62 ppm resvectively. While, isolate obtained from Haliclona fascigera sponge was considered to be having no anticancer activity since the LC50 was high of 44.67 ppm.

Keywords: anticancer activity; Callyspongia aerizusa; Haliclona fascigera; Lanthella basta

ABSTRAK

Telah dilakukan uji antikanker isolat toksik 3 (tiga) jenis spons yang berasal dari perairan Indonesia. Ketiga spons tersebut adalah Callyspongia aerizusa, Haliclona fascigera, dan Lanthella basta. Isolasi metabolit dalam spons dilakukan dengan cara maserasi, kemudian dilanjutkan dengan tahap pemisahan dan pemurnian menggunakan cara partisi serta kromatografi kolom. Skrining toksisitas dilakukan dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji antikanker secara in vitro isolat yang paling toksik menggunakan sel HeLa. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa spons Callyspongia aerizusa bersifat sebagai antikanker dengan LC50 sebesar 5,50 ppm. Spons Haliclona fascigera tidak bersifat antikanker terhadap sl HeLa, karena harga LC50 sebesar 44,67 ppm. Sedangkan spons Lanthella basta bersifat antikanker dengan harga LC50 sebesar 18,62 ppm.

Kata Kunci: aktivitas antikanker; Callyspongia aerizusa; Haliclona fascigera; Lanthella basta

PENDAHULUAN

K

ebutuhan obat baru antikanker semakin mendesak karena obat-obatan yang

dipakai selama ini disamping harganya mahal juga selektivitasnya masih rendah. Pencarian sumber-sumber baru untuk menghasilkan senyawa antikanker terus dilakukan di antaranya dari organisma laut. Pemanfaatan kekayaan laut Indonesia selama ini masih pada budidaya ikan dan sejenisnya untuk konsumsi pakan, sedangkan pemanfaatan dalam bidang medis dan pengobatan masih jarang dilakukan. Di lain pihak, potensi bioprospecting dari biota laut untuk bahan dasar industri farmasi, kosmetik, bioenergi, dan industri lain di Indonesia sangat besar, diperkirakan

KORESPONDENSI:

Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M. Si Program Studi Magister Kimia Terapan Universitas Udayana Jl. P. B. Sudirman, Denpasar

(4)

mencapai nilai ekonomi sebesar 40 miliar dollar AS per tahun.1 Pada 1995, hasil perdagangan untuk

dunia obat-obatan yang berasal dari bioprospecting ini mencapai angka $ US 14 milliar.1 Ironisnya,

Indonesia masih belum bisa memproduksi bahan dasar kimia untuk produksi obat dengan hampir 90% bahan dasar kimia tersebut masih diimpor.

Penyakit kanker merupakan penyakit ganas yang sangat ditakuti oleh masyarakat. Beberapa jenis terapi pengobatan modern seperti operasi, kemoterapi atau radiasi selama ini telah banyak digunakan. Namun, kendala yang masih ada adalah adanya tingkat kesuksesan yang sangat bervariasi tergantung pada stadium dan jenis kanker tersebut, timbulnya efek samping, dan mahalnya biaya dari terapi modern tersebut. Oleh karena itu, eksplorasi terhadap kandungan senyawa-senyawa aktif dengan aktivitas anti kanker gancar dilakukan di beberapa negara terutama negara maju. Penelitian tersebut telah merambah pula pada bahan alami laut dan memberikan berbagai alternatif obat baru melawan kanker.2

Spons adalah salah satu biota yang melimpah di laut. Di perairan Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 1000 spesies (jenis) spons. Dilaporkan spons merupakan bahan bioaktif dari laut yang sangat prospektif. Hampir 5000 senyawa telah berhasil diisolasi dari hewan ini dengan berbagai aktivitas seperti anti mikroba, anti jamur, anti virus, dan anti kanker.2 Spons merupakan organisme multiseluler

tak bertulang belakang yang potensial dijadikan bahan eksplorasi pencarian senyawa baru antikanker karena spons merupakan penghasil senyawa bioaktif antiviral maupun senyawa sitotoksik.3 Data dari

Schmitz et al., menyebutkan bahwa dari 434 struktur kimia biota laut yang bersifat sitotoksik, spons menempati peringkat terbesar dengan 193 senyawa, ascidian (57), alga (44), moluska (46), Koral lunak (27), gorgonian (20), dinoflagella (8), anemon (8), echinoderm (7), worms (8), briozoan (5), bakteri (3), dan hydroid (3).4

Perkembangan penelitain aktivitas sitotoksik dan antikanker pada spons di berbagai negara sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, sudah tentu belum dapat mengungkap seluruh spesies spons yang ada, terutama spons Indonesia. Penelitian-penelitian tentang aktivitas antikaker spons yang sudah dilakukan, antara lain Setyowati et al., yang melaporkan telah dapat mengisolasi senyawa sitotoksik spons Kaliapsis.1 Isolasi senyawa antikanker

Leukimia dari spons Aglas nakamuai dan Heliclona sp. dilaporkan oleh Trianto dan Ambariyanto.2 Uji

sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp: potensial pengembangan sebagai antikanker dilaporkan oleh Astuti et al.5

Uji antikanker salah satunya menggunakan sel HeLa karena HeLa cell line merupakan sel turunan yang tumbuh sebagai sel yang semi melekat. Sel HeLa diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim (serviks) manusia. Sel ini diisolasi pada 1951 dari rahim wanita penderita kanker leher rahim bernama Henrietta Lacks yang berusia 31 tahun. Sel HeLa dapat digunakan untuk tes antitumor, transformasi, uji tumorigenesis, biologi sel, dan invasi bakteri. Sel ini secara morfologi merupakan sel epitelial yang sudah dimasuki oleh Human Papiloma Virus (HPV) tipe 18. Sel ini bersifat immortal dan sangat agresif sehingga mudah dikultivasi, tetapi sel ini mudah menginvasi kultur sel lain.6

MATERI DAN METODE

Spons yang akan dijadikan sampel pada penelitian ini adalah Callyspongia aerizusa (diambil dari perairan Gili Trawangan, Lombok pada bulan Mei 2012), Haliclona fascigera (dimbil dari perairan Nusa Penida, Bali, pada Agustus 2012), dan Lanthella basta (diambil dari perairan Raja Ampat, Papua, pada April 2012). Ketiga sampel tersebut diidentifikasi di Department of Marine Toxicology, University of California. Sampel-sampel tersebut dibersihkan dari pengotornya dengan air, lalu ditambahkan etanol 70% sampai terendam dan selanjutnya dihancurkan dengan blender. Adonan spons ini ditempatkan pada gelas beker tertutup dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian disaring. Filtratnya dikumpulkan dan ampasnya ditambahkan lagi etanol sampai terendam. Pekerjaan ini diulangi 3 – 4 kali sampai diperkirakan semua senyawa terekstraksi. Filtrat yang terkumpul tersebut diuapkan dengan penguap putar vakum sampai semua pelarutnya menguap sehingga diperoleh ekstrak kasar (Crude extract).

Ekstrak kasar etanol masing-masing sampel dilarutkan dengan campuran etanol – air (3:7) 500 mL, lalu diuapkan etanolnya menggunakan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak air. Ekstrak air tersebut dipartisi dengan n-heksan sebanyak 3 x 100 mL. Lapisan n-heksan dikumpulkan dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan (EH). Residu (ekstrak air) dipartisi kembali dengan kloroform sebanyak 3 x 100 mL. Lapisan kloroform dikumpulkan dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental kloroform (EK). Terakhir, ekstrak air (EW) diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental

(5)

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4 October - December 2013 149

air (EW). Ketiga ekstrak kental di atas (EH; EK; dan EW) diuji toksisitasnya. Ekstrak yang menunjukkan toksisitas paling tinggi selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan.

Pemisahan dan Pemurnian Metabolit

Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel 60 F254. Pemilihan fasa gerak (larutan pengembang) yang dipakai didasarkan dengan cara mencoba-coba berbagai sistem pelarut dengan prinsip like dissolves like (perbedaan tingkat kepolaran). Penampak noda menggunakan radiasi ultraviolet panjang gelombang (λ) 254 dan 366 nm. Fase gerak yang memberikan jumlah noda yang paling banyak dengan jarak pemisahan yang bagus selanjutnya akan dipilih sebagai eluen dalam analisis kromatografi kolom.

Pemisahan dengan teknik kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh ASTM) dan fasa geraknya menggunakan eluen terbaik hasil analisis kromatografi lapis tipis di atas. Kecepatan alir eluen sekitar 1 mL/menit. Eluat ditampung setiap 3 mL pada botol penampung. Elusi dihentikan setelah diperkirakan semua komponen keluar dari kolom.

Setiap botol eluat dilihat pola nodanya pada plat kromatografi lapis tipis. Eluat yang memiliki pola pemisahan noda yang sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi. Fraksi-fraksi yang diperoleh diuji toksisitasnya. Fraksi yang mempunyai toksisitas paling tinggi selanjutnya diuji kemurniannya.

Uji Toksisitas

Uji toksisitas menggunakan larva udang (Artemia salina L) mengikuti metode Meyer.7 Media untuk

menetaskan larva Artemia salina dibuat dengan menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan ke dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu satu bagian dibuat gelap yang ditutup dengan kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan terbuka. Telur Artemia salina diletakkan secukupnya pada bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48 jam sehingga telur menetas menjadi larva yang siap digunakan untuk pengujian.

Seberat 20 mg masing-masing ekstrak kasar sampel dilarutkan dengan 2 mL n-heksana. Dari larutan itu diambil sebanyak 500 µL, 50 µL, dan 5

µL, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan. Ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasuki 1 mL air laut, 50 µL dimetilsulfoksida, 10 ekor larva, dan

setetes ragi. Kemudian ditambahi air laut sampai volumenya 5 mL sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak pada masing-masing tabung: 1000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Pada kondisi yang sama, dibuat juga konsentrasi 0 ppm sebagai kontrol tanpa penambahan ekstrak. Setiap konsentrasi dibuat ulangan tiga kali. Masing-masing tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil dan dilubangi sedikit lalu dibiarkan pada suhu kamar. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap kematian larva. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan penghitungan LC50 menggunakan program Microsoft excel.

Uji Antikanker Isolat Toksik terhadap Sel HeLa Sel kanker serviks (HeLa) dikultur pada media RPMI 1640, dihitung jumlah awal sel di bawah mikroskop. Kemudian sel dipanen dengan penambahan tripsin. Selanjutnya sel disentrifugasi sehingga terbentuk dua lapisan (endapan dan supernatan). Supernatan dibuang, endapannya dibentuk pelet dan ditambahkan media komplit 1 mL, kemudian dihitung jumlah selnya menggunakan hemositometer. Setelah sel mencukupi, sel ditanam pada microwell plate 96 sumuran. Tiap sumuran

berisi 2x104 sel dalam 100 μL. Inkubasi sel selama

1-2 jam hingga sel melekat. Setelah itu, ditambahkan isolat toksik yang akan diuji dengan berbagai

konsentrasi, yaitu 1000 μg/mL; 500 μg/mL; 250 μg/

inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C CO2 5%. Setelah 24 jam dilihat di bawah mikroskop, ditambahkan MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida) (5μg/ 1mL), dan PBS sebanyak 10 μL pada tiap-tiap well, kemudian diinkubasi selama 4 jam. Selanjutnya, larutan stop SDS (sodium dodesil sulfat) 10% dalam 0,01 N HCl ditambahkan pada tiap-tiap well dan diinkubasi kembali semalaman. Absorbansinya dibaca menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi 1000 gram masing-masing sampel spons dengan etanol menghasilkan ekstrak sebagai berikut: Callyspongia aerizusa (17,80 gram); Haliclona

(6)

fascigera (12,46 gram); dan Lanthella basta (11,10 gram).

Toksisitas (LC50) ekstrak kasar terhadap Artemia salina masing-masing sampel adalah sebagai berikut: Callyspongia aerizusa (22,91 ppm); Haliclona fascigera (15,85 ppm); dan Lanthella basta (17,78 ppm.

Data di atas menunjukkan bahwa ekstrak etanol ketiga sampel menunjukkan sifat toksik terhadap Artemia salina. Dengan demikian, ketiga ekstrak etanol tersebut dipartisi ke dalam pelarut yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

Partisi 10 gram masing-masing ekstrak etanol ke dalam pelarut n-heksan; kloroform; dan air menghasilkan ekstrak seperti pada tabel 1.

Tabel 1: Hasil partisi masing-masing sampel ke dalam masing-masing pelarut

Nama Sampel Berat ekstrak (gram)

Etanol awal n-heksan Kloroform Air

Callyspongia aerizusa 10 2,23 1,63 3,25

Haliclona fascigera 10 1,53 1,65 5,48

Ianthelloa basta 10 0,75 0,98 2,71

Masing-masing ekstrak hasil partisi yang diperoleh dari ketiga sampel diuji toksisitasnya sehingga menghasilkan data seperti terdapat pada tabel 2.

Tabel 2: Toksisitas ekstrak hasil partisi

Sampel LC50 (ppm)

Eks n-heksan Eks Kloroform Eks Air

Callyspongia aerizusa 69,18 43,65 251,19

Haliclona fascigera 398,11 63,10 199,53

Ianthella basta - 22,39 41,69

: tidak bisa dihitung (> 1000 ppm)

Berdasarkan harga toksisitas masing-masing ekstrak di atas menunjukkan bahwa ekstrak kloroform dari ketiga sampel tersebut bersifat paling toksik. Selanjutnya, ekstrak kloroform masing-masing sampel dipisahkan dan dimurnikan.

Pemisahan dan Pemurnian Metabolit

Eluen terbaik untuk proses pemisahan dan pemurnian metabolit dicari dengan metode kromatografi lapis tipis. Hasil pencarian eluen terbaik masing-masing ekstrak adalah ekstrak spons Callyspongia aerizusa (kloroform – etanol , 7:3); Haliclona fascigera (kloroform – etil asetat, 8:2);

dan Lanthella basta (n-heksana – etil asetat- kloroform, 1:2:7).

Proses pemisahan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silikagel 60 dengan fase gerak yang sesuai untuk masing-masing ekstrak menghasilkan fraksi berturut-turut sebagai berikut: Callyspongia aerizusa lima fraksi (A-E); Haliclona fascigera lima fraksi (A-E); dan Lanthella basta empat fraksi (A-D).

Uji Toksisitas Masing-masing Fraksi

Masing-masing fraksi hasil pemisahan di atas selanjutnya diuji toksisitasnya terhadap Artemia salina untuk memperoleh fraksi (isolat) paling toksik. Hasil uji toksisitas tersebut disajikan pada tabel 3.

Tabel 3: Toksisitas masing-masing fraksi

Sampel Fraksi LC50 (ppm)

Callyspongia aerizusa A 52,48*

B 83,18

C 331,13

E 158,49

Haliclona fascigera A 141,25

B 251,19

C 281,84

E 89,13*

Ianthella basta A 501,12

B 151,36

C 35,36*

D 36,31

*) Fraksi paling toksik

Fraksi-fraksi paling toksik tersebut selanjutnya diuji antikanker terhadap sel HeLa dan diidentifikasi senyawanya.

Uji Antikaker Isolat Toksik terhadap Sel HeLa Aktivitas antikanker terhadap sel HeLa ditentukan dengan metode MTT (3,[4,5-dimetilthiazol-2yl]-2,5-difenil tetrazolium bromida). MTT assay dapat digunakan untuk mengukur proliferasi sel secara kolorimetri. Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida) (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT diabsorpsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria menjadi formazan yang terlarut dalam SDS 10% berwarna ungu pemecahan MTT pada mitokondria sel yang hidup oleh enzim suksinat hidrogenase. Reaksi menggunakan MTT ini melibatkan

(7)

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4 October - December 2013 151

piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel hidup sehingga jumlah formazan yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel yang hidup. Semakin banyak sel yang hidup, semakin banyak kristal formazan yang terbentuk.8

Warna ungu formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektrofotometri denganELISA reader pada panjang gelombang maximumnya 552-554 nm.

Absorbansi tersebut menggambarkan jumlah sel

hidup. Semakin kuat intensitas warna ungu yang

terbentuk, semakin tinggi absorbansi. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang

diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Absorbansi ini digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respons.9 Untuk mengetahui nilai LC

50

masing-masing isolat maka dibuat grafik persen mortalitas v.s. log konsentrasi, seperti terlihat pada gambar 1.

A

B

Gambar 1: Grafik antara % mortalitas v.s. log konsentrasi isolat toksik

A. Fraksi A Callyspongia aerizusa, B. Fraksi E Haliclona fescigra, C. Fraksi C Ianthella basta

C

(8)

Grafik-grafik di atas menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan peningkatan kematian sel HeLa. Dari grafik A tersebut

diperoleh nilai log LC

50

sebesar 0,76 sehingga

nilai LC

50

sebesar 5,50 ppm. Dengan cara yang

sama, untuk

grafik B diperoleh nilai LC50 sebesar 44,67 ppm dan untuk grafik C diperoleh nilai LC50 sebesar 18,62 ppm.

Kuatnya aktivitas antikanker menurut Cho dikategorikan sebagai berikut: LC50 < 5 µg/ml dikatagorikan sangat aktif; LC50 = 5-10 µg/ml dikatagorikan aktif; LC50 = 11-30 µg/ml dikatagorikan sedang; dan LC50 > 30 µg/ml dikatagorikan tidak aktif. 10 Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa

isolat toksik spons Callyspongia aerizusa aktif sebagai antikanker terhadap sel HeLa dengan LC50 sebesar 5,50 ppm; isolat toksik spons Haliclona fescigra tidak bersifat antikanker karena nilai LC50 sebesar 44,67 ppm; sedangkan isolat toksik spons Ianthela basta bersifat antikanker dengan katagori sedang dengan LC50 sebesar 18,62 ppm.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isolat toksik spons Callyspongia aerizusa bersifat antikanker terhadap sel HeLa dengan LC50 sebesar 5,50 ppm. Isolat toksik spons Ianthela basta bersifat antikanker terhadap sel HeLa dengan LC50 sebesar 18,62 ppm, sedangkan isolat toksik spons Haliclona fascigera tidak bersifat antikanker terhadap sel HeLa karena LC50 sebesar 44,67 ppm.

SARAN

Disarankan kepada para peneliti untuk meneliti potensi spons Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penelitian ini, terutama kepada saudara Made Rai Rahayu, Kadek Dewi Wirmandiyanthi, dan Ni Wayan Sri Sukmarianti yang telah membantu pengerjakan penelitian ini sampai selesai. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia karena telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2013. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana yang telah berperan dalam pengusulan proposal penelitian ini sampai bisa didanai. Semoga amal kebaikan mereka mendapat pahala dari Ida Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).

DAFTAR PUSTAKA

1. Setyowati, E. P. , Umar A. J., Sudarsono, Kardono, B., Rachmaniar, R. dan Meiyanto, E. Isolasi Senyawa Sitotoksik Spons Kaliapsis. Majalah Farmasi Indonesia, 2007; 18(4): 183 – 189.

2. Trianto A, Ambariyanto, Muwarni R. Skrining bahan anti kanker pada berbagai jenis sponge dan gorgonian terhadap L1210 cell line. Jurnal Ilmu Kelautan, 2004; 9(3):120-124.

3. Garson, M.J. The Biosynthesis of Secondary Metabolits: Why is Important. Proseding dari 4th International Porifera Conggress. Amsterdam/Netherland. 1994.

4. Schmitz F.J., Bowden B.F. dan Toth, S.I. Antitumor and cytotoxic compounds from marine organisms, dalam: Attaway, D. H. dan Zaborsky, O. R. penyunting. Marine Biotechnology. New York: Plenum Press: 1998, h. 197-308.

5. Astuti, P., Alam, G., Hartati, M.S., Sari, D., dan Wahyuono, S. Uji sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp: potensial pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia 2005; 16(1): 58 – 62.

6. Amalia, N.L. ”Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Merica Hitam (Piper nigrum L.) terhadap Sel HeLa” 2008. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

7. Meyer, B.N, Ferrigni, N.R, and McLaughlin. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active plant Constituents. Journal of Planta Medical Research, 1982; (45): 31-34.

8. Doyle, A, dan Griffiths, J. B. Cell and Tissue Culture For Medical Research. John Wiley and Sons Ltd. New York: 2000.

9. Sieuwerts, Anieta M, Jan G. M. Klijn, Harry A. Peters, John A. Foekens. The MTT Tertazolium Salt Assay Scrutinized: How to Use this Assay Reliably to Measure Metabolic Activity of Cell Cultures in vitro for the Assessment of Growth Characteristics, IC50 Values and Cell Survival. s. 1995; (33): 813-823.

10. Cho, S. J. Novel Cytotoxic Polyprenila-terd Xanthones From Garcinia gaundichaudii (Guttiferae). Tetrahedron 1998; (54): 10915-10924.

Gambar

Tabel 3: Toksisitas masing-masing fraksi
Gambar 1: Grafik antara % mortalitas v.s.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah kopi (4,54), karet (4,49) dan kelapa sawit (4,45) produk unggulan prioritas daerah berbasis komoditas yang memiliki rantai nilai industri yang

Pejabat pengadaan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Musi Banyuasin untuk program peningkatan sarana dan prasarana aparatur kegiatan pembangunan gedung kantor

Intensitas puncak kuarsa pada katalis dolomit yang didispersi dengan abu layang leaching lebih tinggi daripada katalis dolomit yang didispersi dengan abu layang tanpa

1ari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan baha tuberkulosis paru 1ari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan baha tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa penggunaan film plastik berlubang PE atau PP (ketebalan 0,6 mm) pada buah cabai yang telah didesinfeksi

Pada bagian ini, Saudara mulai dengan membahas benda yang bergerak tanpa berotasi (berputar). Gerak seperti ini disebut gerak translasi. Pada bab ini saudara

Hasil dari analisis dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penyebab kesulitan untuk mencari ruang dikarenakan tidak adanya media informasi yang menerangkan tata letak

Sangat berpori, karena kristal zeolit merupakan kerangka yang terbentuk dari.. jaring tetrahedral SiO 4 4- dan AlO