• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Perikanan

Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Adapun yang dimaksud dengan kapal perikanan menurut Nomura dan Yamazaki (1977) adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, mengelola usaha budidaya perairan dan juga penggunaan dalam beberapa aktivitas (seperti untuk research, training, dan inspeksi sumberdaya perairan). Ayodhyoa (1972) mendefinisikan kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam usaha menangkap ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pekerjaan-pekerjaan riset, guidance, training, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut.

Kapal perikanan memiliki kekhususan tersendiri bila dibandingkan dengan kapal lain pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh bervariasinya aktivitas kerja yang dilakukan pada kapal tersebut. Aktivitas yang dilakukan dengan kapal perikanan antara lain mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground), mengejar gerombolan ikan, mengoperasikan alat tangkap, dan sebagai tempat untuk menampung dan membawa hasil tangkapan yang diperoleh.

Menurut Ayodhyoa (1972), kapal perikanan memiliki

karakteristik/keistimewaan yang dapat membedakannya dengan kapal lain, yaitu

(1) kecepatan kapal (speed), (2) kemampuan olah gerak kapal (manuver ability),

(3) layak laut (seaworthiness), (4) luas lingkup area pelayaran, (5) konstruksi

harus kuat, (6) mesin penggerak yang besar, (7) fasilitas penyimpanan dan

pengolahan ikan yang lengkap dan (8) dilengkapi dengan alat bantu penangkapan

(fishing equipment). Keistimewaan kapal perikanan tersebut juga terkait dengan

jenis alat tangkap yang digunakan. Setiap alat tangkap membutuhkan

karakteristik kapal yang berbeda untuk menunjang keberhasilan dalam operasi

penangkapan ikan.

(2)

Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), kapal penangkap ikan dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan metode pengoperasian alat yang digunakan, yaitu :

1) Kapal yang mengoperasikan alat yang diam/statis (static gear), contohnya gillnet, trammel net dan pancing;

2) Kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik (towed gear/dragged gear), contohnya pancing tonda, trawl, pukat ikan dan lainnya;

3) Kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan (encircling gear), seperti purse seine, payang dan dogol;

4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap yang berbeda (multipurpose).

Kapal yang baik adalah kapal yang mampu memberikan kenyamanan dan keamanan baik selama pelayaran maupun selama proses penangkapan ikan berlangsung. Beberapa persyaratan minimal (general requirement) untuk kapal perikanan yang dapat digunakan untuk operasi penangkapan (Nomura &

Yamazaki 1977), yaitu :

1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal;

2) Menunjang keberhasilan operasi penangkapan;

3) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan

4) Memiliki fasilitas penyimpanan hasil tangkapan ikan yang memadai.

2.2 Dimensi Utama Kapal

Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal terdiri atas : 1) Panjang kapal (Length/L)

Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu LOA, LPP dan LWL.

Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak horizontal kapal

yang diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan

titik terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang

terbesar dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti

ditunjukkan pada Gambar 2.

(3)

Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA).

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983 digambar ulang)

Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length Between Perpendicular) adalah jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan (Fore Perpendicular) adalah garis khayal yang terletak tegak lurus pada

perpotongan antara LWL dan badan kapal pada bagian haluan, sedangkan yang dimaksud dengan garis tegak buritan (After Perpendicular) ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 3).

Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LPP).

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983 digambar ulang)

Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal

pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water

line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air

dengan linggi buritan (Gambar 4).

(4)

Gambar 4 Panjang garis air (LWL).

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983 digambar ulang)

Pada kapal yang memiliki bulbous bow pada bagian haluan, maka panjang keseluruhan kapal (LOA) dihitung dari bagian terdepan pada haluan kapal

(bulbous) hingga bagian ujung buritan kapal. Ilustrasi ukuran panjang kapal yang memiliki bulbous bow disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Ilustrasi ukuran dimensi panjang kapal.

(Sumber : Tupper 2004)

2) Lebar kapal (Breadth/B)

Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

Lebar terbesar atau B

max

(Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada

lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang

satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 6).

(5)

Lebar dalam atau B

moulded

(Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 6).

Gambar 6 Lebar kapal.

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983 digambar ulang)

3) Dalam kapal (Depth)

Dalam suatu kapal dibedakan atas :

Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 7).

Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 7).

Lambung bebas (free board), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan dek (Gambar 7).

Gambar 7 Dalam kapal.

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983 digambar ulang)

(6)

Gambar 8 Ilustrasi ukuran dimensi lebar kapal.

(Sumber : Tupper 2004)

Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik

perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi :

1)

2)

3)

Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;

Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan

Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.

Semakin kecil nilai rasio L/B maka akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal karena nilai tahanan geraknya akan semakin besar. Sementara itu nilai L/D yang semakin membesar akan berdampak pada melemahnya kekuatan memanjang kapal dan nilai B/D yang semakin besar akan memberikan stabilitas kapal yang baik tetapi propulsive ability-nya akan memburuk.

Menurut Ayodhyoa dan Sondita (1996), nilai B/D berpengaruh terhadap

stabilitas kapal. Membesarnya nilai B/D akan mengakibatkan stabilitas kapal

semakin membaik. Pada penelitian yang dilakukan terhadap kapal purse seine di

Perairan Selat Malaka, Selat Sunda, Utara Jawa dan Pesisir Jawa - Selat Bali,

menunjukkan bahwa kapal purse seine di perairan tersebut telah memiliki

stabilitas yang baik apabila dibandingkan dengan nilai B/D kapal purse seine

(7)

Jepang yang menjadi standar. Begitu pula dengan nilai L/B dan L/D. Nilai keduanya juga telah memenuhi nilai standar sehingga kapal purse seine di Indonesia memiliki kecepatan yang tinggi (ditunjukkan oleh nilai L/B) dan kekuatan memanjang yang baik (ditunjukkan oleh nilai L/D). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Muhammad dan Iskandar (2007) terhadap Kapal Latih dan Penelitian (KLP) Stella Maris menunjukkan bahwa nilai rasio dimensi utama kapal (B/D, L/B dan L/D) yang relatif kecil telah memenuhi standar sehingga memberikan pengaruh yang positif terhadap stabilitas, kekuatan memanjang dan daya dorong kapal.

Rasio dimensi utama kapal penangkap ikan tradisional di Indonesia yang diteliti oleh Iskandar dan Novita (2000) menunjukkan perbedaan kisaran nilai L/B, L/D dan B/D bila dibandingkan dengan nilai rasio dimensi utama kapal pancing Jepang. Untuk nilai L/B dan L/D, dari kapal yang menjadi contoh, nilai rasionya berada diluar nilai kisaran kapal Jepang. Nilai L/B-nya berada di bawah nilai L/B kapal Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kapal penangkap ikan di Indonesia memiliki ukuran lebar (B) yang lebih besar. Sementara itu, nilai B/D sebagian kapal contoh berada pada kisaran nilai rasio kapal Jepang sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuatan kapal ikan tradisional di Indonesia yang diperoleh secara turun-temurun telah memperhatikan aspek stabilitas dan kekuatan transversal kapal.

2.3 Parameter Hidrostatis

Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung di atas air.

Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) sebelum kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draft. Beberapa parameter hidrostatis yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006) :

1) Volume displacement ( ), menunjukkan kapasitas/volume badan kapal di

bawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal

berada dalam air pada draft tertentu.

(8)

2) Ton displacement (

), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu.

3) Waterplan area (Aw), menunjukkan luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Gambar 9).

Gambar 9 Waterplan area (Aw).

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

4) Midship area (A ), menunjukkan luas area kapal di bagian tengah kapal (midship) pada suatu WL secara melintang (Gambar 10).

Gambar 10 Midship area (A ).

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

5) Ton per centimeter immersion (TPC), menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah draft kapal sebesar 1 cm.

6) Coefficient of fineness, merupakan koefisien yang dapat menunjukkan bentuk badan kapal, terdiri atas :

Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai

volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang

mengelilingi badan kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien

kegemukan badan kapal (Gambar 11).

(9)

Gambar 11 Coefficient of block (Cb).

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A ) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar 12).

Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal. Cvp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara vertikal (Gambar 12).

Gambar 12 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp).

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

(10)

Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area (Gambar 13).

Gambar 13 Coefficient of waterplane (Cw).

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

Coefficient of midship (C ), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C

mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 14).

Gambar 14 Coefficient of midship (C ).

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

7) Longitudinal Centre Buoyancy (LCB), menunjukkan titik buoyancy (gaya

ke atas) dari midship sepanjang longitudinal kapal.

(11)

8) Jarak KB, menunjukkan posisi titik B (buoyancy) dari titik K secara vertikal (Gambar 15).

9) Jarak BM, menunjukkan jarak antara titik B (buoyancy) terhadap titik M (metacentre) secara vertikal (Gambar 15).

10) Jarak KM, menunjukkan jarak antara titik M (metacentre) terhadap titik K secara vertikal (Gambar 15).

11) Jarak KG, menunjukkan jarak antara titik G (gravity) terhadap titik K secara vertikal (Gambar 15).

12) Jarak GM, menunjukkan jarak antara titik M (metacentre) terhadap titik G (gravity) secara vertikal (Gambar 15).

Gambar 15 Jarak KB, BM, KM, KG dan GM.

(Sumber : Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

13) Jarak BML, menunjukkan posisi BM secara longitudinal, dihitung dari midship kapal.

14) Jarak KML, menunjukkan posisi KM secara longitudinal, dihitung dari midship kapal.

2.4 Stabilitas Kapal

Stabilitas kapal ialah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula (tegak) setelah menjadi miring akibat bekerjanya gaya, baik gaya dari dalam maupun dari luar kapal tersebut (Hind 1982). Soegiono et al. (2006)

mendefinisikan stabilitas kapal sebagai kecenderungan kapal untuk tetap berada

dalam keadaan tegak atau kemampuan kapal untuk kembali pada keadaan tegak

(12)

apabila miring (oleng) akibat gelombang, angin dan lain-lain. Kondisi stabilitas kapal dapat dibagi dalam dua jenis yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis.

Stabilitas statis (statical stability) adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak (GZ).

Stabilitas dinamis (dynamic stability) adalah stabilitas kapal yang diukur dengan jalan memberikan suatu ”usaha” pada kapal sehingga membentuk sudut keolengan tertentu (Hind 1982).

Stabilitas kapal merupakan salah satu syarat utama yang menjamin

keselamatan dan kenyamanan kerja di atas kapal. Taylor (1977) dan Hind (1982) mengemukakan bahwa stabilitas sebuah kapal dipengaruhi oleh letak titik-titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Titik tersebut adalah titik B (centre of buoyancy), titik G (centre of gravity), dan titik M (metacentre). Posisi titik G bergantung pada distribusi muatan diatas kapal dan posisi titik B

bergantung pada bentuk kapal yang terendam di dalam air.

2.4.1 Titik-titik penting/utama

Titik-titik penting (utama) yang menentukan keseimbangan kapal awal adalah (Dohri & Soedjana 1983) :

1) Titik berat (G)

Titik berat (Centre of gravity) disingkat dengan titik G, merupakan titik pusat dari gaya-gaya berat yang menekan tegak lurus ke bawah (Gambar 16).

Letak titik berat kapal (G) selalu berada pada tempatnya, yaitu pada sebuah bidang datar yang dibentuk oleh lunas (keel) dan haluan kapal, dimana letak kapal simetris terhadap bidang ini. Bidang tersebut di atas, disebut juga bidang simetris (centre line) disingkat dengan CL.

Letak titik berat kapal (G) akan berubah apabila dalam kapal tersebut terjadi penambahan, pengurangan, dan pergeseran posisi muatan. Dalam stabilitas awal (initial stability) walaupun titik G keluar dari bidang

simetris, tetapi tetap tidak mempengaruhi keseimbangan kapal. Pada kapal

dalam keadaan tegak, titik G selalu berada pada bidang simetris.

(13)

G WL CL

= titik berat

= garis air

= bidang simetris

CL

K KG

= lunas

= letak titik G terhadap lunas

G

WL

K

Gambar 16 Ilustrasi posisi titik berat (G).

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983)

2) Titik apung (B)

Titik apung (centre of buoyancy) atau disingkat dengan titik B, merupakan titik tangkap dari semua gaya yang menekan tegak lurus ke atas, dimana gaya- gaya tersebut berasal dari air. Posisi titik B tergantung dari bentuk bagian kapal dibawah garis air (WL), dan tidak pernah tetap selama adanya perubahan sarat (draft) kapal (Gambar 17).

CL

B = titik apung kapal

KB = jarak titik B terhadap lunas kapal

WL B

K

Gambar 17 Ilustrasi posisi titik apung (B).

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983)

c) Titik metacentre (M)

Titik metacentre ialah titik yang terjadi dari perpotongan gaya yang melalui titik B pada waktu kapal tegak dan pada waktu kapal miring. Titik metacentre juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, supaya kapal selalu memiliki stabilitas yang positif.

ditunjukkan pada Gambar 18.

Ilustrasi posisi titik M

(14)

CL

M

G

B

B1

Gambar 18 Ilustrasi posisi titik metacentre (M).

(Sumber : Dohri dan Soedjana 1983)

2.4.2 Jenis keseimbangan

Perubahan titik G hanya akan terjadi bila ada perubahan, pengurangan, atau pemindahan muatan. Sehubungan dengan perpindahan titik G sepanjang bidang simetri serta letak dari kedua titik utama lainnya, maka keseimbangan kapal dapat dibedakan dalam 3 macam, yaitu (Derret & Barras 2006) :

a) Keseimbangan positif/stabil (stable equilibrium) Keseimbangan kapal disebut positif, apabila : -

- -

Titik G berada dibawah titik M.

GZ positif dengan momen penegak positif.

Momen penegak ini sanggup mengembalikan kapal ke posisi tegak semula. Ilustrasi posisi kapal yang memiliki keseimbangan positif di tunjukkan pada Gambar 19.

b) Keseimbangan negatif/labil (unstable equilibrium)

Kapal mempunyai keseimbangan negatif (labil), apabila : -

-

Titik G berada di atas titik M.

GZ negatif, momen penegak tidak mampu untuk mengembalikan kapal ke

posisi tegak semula, sehingga kapal terus bergerak ke arah kemiringan

tersebut dan kemungkinan kapal akan terbalik seperti di tunjukkan pada

Gambar 20.

(15)

Gambar 19 Keseimbangan positif (stable equilibrium).

(Sumber : Derret dan Barras 2006)

Gambar 20 Keseimbangan negatif (unstable equilibrium).

(Sumber : Derret dan Barras 2006)

(16)

c) Keseimbangan netral (neutral equilibrium)

Kapal disebut memiliki keseimbangan netral, apabila : -

-

Letak titik G dan M berimpit.

Kapal miring akibat gaya yang bekerja dan akan tetap miring, karena tidak ada lengan penegak, dengan sendirinya momen penegak tidak ada.

Ilustrasi kapal yang memiliki keseimbangan netral disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21 Keseimbangan netral (neutral equilibrium).

(Sumber : Derret dan Barras 2006)

Kapal yang baik adalah kapal yang memiliki keseimbangan positif

sehingga ketika kapal mengalami oleng (miring) akibat pengaruh gaya dari luar

kapal memiliki lengan pengembali (GZ) yang positif. Lengan GZ yang positif

akan mengembalikan kapal ke posisi semula (tegak). Posisi keseimbangan kapal

sebagai hubungan titik M, G dan B terhadap stabilitas kapal juga disampaikan

oleh Hind (1982) yang dituangkan dalam gambar seperti ditunjukkan pada

Gambar 22.

(17)

Keterangan :

(a) : Posisi keseimbangan (b) : Keseimbangan yang stabil (c) : Keseimbangan yang tidak stabil (d) : Keseimbangan netral

B : Titik pusat apung

M : Titik metacentre GZ : Lengan pengembali K : Lunas

WL : Garis air

W : Gaya yang bekerja

G : Titik pusat berat θ : Sudut oleng

Gambar 22 Posisi keseimbangan.

(Sumber : Hind 1982)

2.5 Kurva Stabilitas Statis (Kurva GZ)

Kurva stabilitas statis (statical stability curve) merupakan kurva yang

menunjukkan besarnya lengan stabilitas statis pada sebuah kapal pada sudut

kemiringan mulai dari 0-90 derajat pada keadaan pemuatan tertentu (Soegiono et

al. 2006). Sementara itu, Fyson (1985) menjelaskan bahwa perhitungan nilai GZ

atau lengan pengembali/kopel merupakan bagian yang sangat penting dalam

pembahasan mengenai penentuan stabilitas. Hal tersebut berfungsi untuk

menghindari masuknya air ke dalam kapal. Melalui kurva GZ, maka hubungan

lengan pengembali GZ dengan berbagai macam sudut kemiringan pada perubahan

berat yang konstan (constant displacement) suatu kapal dapat diketahui dan

dijadikan pedoman dalam pengoperasian kapal.

(18)

Belenky (1993) menyatakan bahwa keselamatan kapal dipengaruhi oleh beberapa nilai yaitu besar GM kapal, vanishing angle dan stabilitas dinamis. Oleh karena itu perhitungan lengan penegak (GZ) dan distribusi muatan di atas kapal sangat erat kaitannya dengan stabilitas kapal. Perubahan/perbedaan distribusi muatan kapal akan mengakibatkan terjadinya perubahan nilai KG yang pada akhirnya juga akan merubah besar lengan penegak (GZ) yang dihasilkan.

Rawson dan Tupper (1984) menyatakan bahwa stabilitas dapat dijelaskan dalam bentuk momen pengembali/kopel yang dihasilkan dari titik pusat gravitasi ketika kapal menjadi miring dengan perubahan berat yang tetap/konstan.

Besarnya lengan pengembali/kopel dapat disajikan dalam bentuk kurva GZ.

Selain menunjukkan besarnya lengan pengembali/kopel, kurva GZ juga memberikan informasi lain meliputi :

(1) Nilai lengan pengembali untuk sudut kemiringan yang kecil adalah

proporsional terhadap sudut kemiringan, dimana nilai tangent GZ pada titik ini menggambarkan tinggi metacentre;

(2) Nilai maksimum GZ dimana nilainya proporsional dengan momen terbesar yang menyebabkan sudut kemiringan maksimum dan kapal tidak tenggelam;

(3) Nilai selang stabilitas (range of stabillity), yaitu nilai selang dimana nilai GZ adalah positif. Nilai ini biasanya berada pada selang antara 0 ˚ sampai 90˚, dimana kapal akan kembali ke posisi semula setelah momen/gaya yang menyebabkan kemiringan hilang;

(4) Sudut kemiringan pinggir dek kapal. Terdapat sebuah titik perubahan kurva pada sebagian besar bentuk kapal, dimana kurva dapat berubah secara drastis pada sudut bagian pinggir dek menjadi miring;

(5) Area dibawah kurva. Area ini menggambarkan kemampuan kapal untuk menyerap energi yang diberikan oleh angin, gelombang, dan gaya eksternal lainnya.

Menurut Derret dan Barras (2006), kurva stabilitas statis sebuah kapal

berisikan nilai lengan pengembali (GZ) yang diplotkan terhadap suatu kemiringan

tertentu (Gambar 23).

(19)

Gambar 23 Kurva stabilitas statis (Kurva GZ).

(Sumber : Derret dan Barras 2006)

Beberapa informasi mengenai stabilitas dapat ditemukan didalam kurva tersebut. Informasi-informasi tersebut yaitu :

(1) Selang stabilitas (The range of stability), yaitu selang dimana kapal memiliki nilai GZ positif, ditunjukkan oleh jarak CD;

(2) The angle of vanishing stability, yaitu sudut kemiringan dimana nilai GZ kembali nol atau besar sudut dimana nilai GZ berubah dari positif menjadi negatif, ditunjukkan oleh titik D;

(3) Nilai maksimum GZ (The maximum GZ), merupakan nilai pada sumbu x pada puncak tertinggi pada kurva stabilitas; dan

(4) Tinggi metacentre (GM), pada gambar di atas ditunjukkan oleh tinggi YZ.

Titik Z bernilai 1 radian (180/π).

2.6 Stabilitas Dinamis

Stabilitas dinamis (dynamical stability) dapat didefinisikan sebagai gaya

yang bekerja untuk memiringkan kapal (Derret & Barras 2006). Sementara itu

Soegiono et al. (2006) mendefinisikan stabilitas dinamis sebagai besar kerja yang

harus dilakukan untuk memiringkan kapal pada suatu sudut tertentu. Menurut

(20)

+ PG BG∞

+ BG cos BG∞

BG (1 cos )∞

Istopo (1997), stabilitas dinamis merupakan sejumlah tenaga yang diperlukan untuk membuat kapal senget pada sudut tertentu. Besar kerja tersebut adalah sama dengan berat kapal dikalikan dengan jarak antara dua garis tegak yang melalui titik berat dan titik benam (titik pusat gaya tekan air ke atas). Ilustrasi dan perhitungan stabilitas dinamis disajikan pada Gambar 24 dan Gambar 25.

Gambar 24 Ilustrasi perhitungan stabilitas dinamis.

Perhitungan stabilitas dinamis dengan formula Moseley’s (Derret & Barras 2006) adalah sebagai berikut :

Besar gaya = Berat x Jarak vertikal G dan B Stabilitas dinamis = W x (B

1

Z – BG)

= W x (B

1

R + RZ – BG) ϒ v ( gh + g

1

h

1

)

=Wx ′

V

ϒ v ( gh + g

1

h

1

)

=Wx ′

V

ϒ v ( gh + g

1

h

1

) Stabilitas dinamis = W x ′

V

⁄ ƒ

⁄ ƒ

ƒ

(21)

Gambar 25 Prinsip perhitungan stabilitas dinamis dari kurva stabilitas statis.

Apabila kurva stabilitas statis kapal telah diketahui maka nilai stabilitas dinamis dapat dihitung dengan menjumlahkan luas bagian (area) dibawah kurva pada sudut oleng yang berbeda. Prinsip perhitungan yang digunakan adalah

berdasarkan prinsip perhitungan luas trapesium (trapezoidal). Perhitungan dilakukan dengan membagi area dibawah kurva dengan jarak sudut oleng yang sekecil mungkin. Oleh karena itu, jarak sudut oleng yang digunakan adalah 1 radian sehingga secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :

Luas area (m.rad) = Jika (a

1

- a

0

) = h, maka :

2

y

1

+ y

0

⋅ ( a

1

a

0

)

Luas (m.rad) = 2 y

1

+ y

0

⋅ h

(22)

Keterangan : y

1

y

0

h a

1

a

0

= nilai GZ pada sudut yang lebih besar (m);

= nilai GZ pada sudut yang lebih kecil (m);

= selisih antara dua sudut (rad);

= nilai sudut yang lebih besar (rad);

= nilai sudut yang lebih kecil (rad).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan kemampuan moral yang berkarakter pada anak usia dini dengan menerapakan metode demonstrasi

sebagai pengenalnya. Syam’un, Divisi II / Cirebon dipimpin oleh Kolonel Asikin, dan Divisi III / Priangan dipimpin oleh Arudji Kartawinata. Posisi Arudji sebagai Panglima

1996 “Auditors’ Behaviour in an Audit Conflict Situation: A Research Note on The Role of Locus of Control and Ethical Reasoning.” Accounting Organizations and

3 Usaha Jasa Transportasi farasifa Tour dan Travel Sudah Ada (Dalam Pengurusan) 10 Orang. 4 Usaha Jasa Transportasi Halim Perdana Taksi Sudah Ada (Dalam Pengurusan)

Nikotin pada tembakau bisa di ekstrak dan digunakan sebagai insektisida nabati untuk serangga hama pengisap.. Dalam makalah ini akan di laporkan hasil uji efektifitas Ekstrak

Langkah berikutnya menghubungkan modul mikrokontroler dengan modul sensor posisi dan modul sensor pendeteksi barang untuk dapat mengetahui posisi dari kotak pemisah dan

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh variabel total produksi jagung pipilan kering, total produksi beras jagung, harga

Pada penelitian ini peneliti menggunaan algoritma Naive Bayes sebagai penghitung probabilitas untuk melakukan prediksi kemungkinana tepat waktu atau tidak tepat waktu