• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Oleh :

TORA DAENG MASARO 137003048/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(2)

ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

TORA DAENG MASARO 137003048/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI

Nama Mahasiswa : TORA DAENG MASARO Nomor Pokok : 137003048

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan (PWD)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

( Dr. Rujiman, MA )

Anggota

( Agus Suriadi, S.Sos, M.Si )

Ketua Program Studi, Direktur,

( Prof.Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE ) ( Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc )

Tanggal Lulus : 3 Februari 2016

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 3 Februari 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si

2. Prof.Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

3.

Prof.Erlina, SE.M.Si, Ph.D.Ak.CA 4. Prof.Dr. Tarmizi, SE.SU

(5)

ABSTRAK

ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI

Tumbuhnya kawasan permukiman yang kurang layak huni, bahkan yang terjadi pada berbagai kota cenderung berkembang menjadi kumuh dan tidak sesuai lagi dengan standard lingkungan permukiman yang sehat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi permukiman di Kota Tebing Tinggi menunjukkan banyak masyarakat yang menghuni rumah kurang layak huni, rusak maupun struktur bangunan kurang layak, kepadatan rumah tinggi dan konstruksi bangunan dari kayu sehingga rawan terhadap bahaya kebakaran. Selain itu kurangnya pelayanan air bersih, sarana dan prasarana drainase, pembuangan limbah rumah tangga, persampahan, dan kurangnya kualitas jalan lingkungan (banyak jalan dalam kondisi tidak ada perkerasan permukaan jalan/jalan tanah) serta kurangnya kesadaran masyarakat. Tingkat sosial ekonomi masyarakat di permukiman kumuh Kota Tebing Tinggi masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat. Secara simultan faktor-faktor harga lahan, jarak ke tempat kerja, pendapatan dan pendidikan berpengaruh nyata terhadap keputusan masyarakat untuk tinggal di kawasan kumuh. Secara parsial faktor harga lahan, jarak ke tempat kerja, pendidikan dan pendapatan berpengaruh negatif terhadap kawasan kumuh. Pola partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kawasan kumuh sama yaitu rata-rata 60% tidak mengikuti dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, menerima hasil program dan menilai hasil program.

Kata Kunci : kondisi permukiman, sosial ekonomi, partisipasi masyarakat dan strategi penanganan kawasan kumuh

(6)

ABSTRACT

ANALYSIS OF HANDLING THE SLUM CITY IN KOTA TEBING TINGGI

The growth of the settlements less habitable, even occurring in various cities tend to develope become slum city and no longer in line with the standards of healthy living environment. The analytical method which is used in this research are descriptive analysis and multiple linear regression analysis with the amount of respondents as many as 100 people. The results of this research showed that the condition of settlements in Tebing Tinggi shows a lot of people who inhabit the house less habitable, building structures damaged or less decent, high-density houses and construction of wood so prone to fire hazards. Besides the lack of clean water services, facilities and infrastructure drainage, disposal of household waste, solid waste, and lack of the quality of roads (many roads in a condition no pavement surface street / dirt road) and the lack of public awareness.

Socioeconomic conditions in slums of Tebing Tinggi is still low, it is indicated by the low level of education and income. Simultaneously factors of land prices, distance to work, income and education have real impact on people's decision to live in the slums. Partially factor in the price of land, the distance to the workplace, education and income affect slum negatively. The pattern of people participation in handling the slum is similiar that is an average of 60% did not follow in decision-making, implementation, accept the results of the program and assess the results of the program.

Keywords : housing conditions, socioeconomic, people participation and strategies of handling the slum

(7)

RIWAYAT HIDUP

Tora Daeng Masaro, lahir di P. Siantar pada tanggal 01 Nopember 1973, merupakan anak kelima dari 7 (tujuh) bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Ngaidi Bin Said, MM dan Ibunda Hj. Mehnon Nasution (Alm).

Pendidikan formal yang ditempuh, yaitu : Sekolah Dasar di SD Swasta Diponegoro Kisaran, tamat pada tahun 1986, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SMP Negeri 1 Kisaran, tamat pada tahun 1989, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat pada tahun 1992. Pada Tahun 1992 melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Medan Jurusan Teknik Elektro dan selesai pada tahun 1998 dengan gelar Sarjana Teknik (ST). Pada Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

Pada tahun 2005 sampai dengan sekarang, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, dan saat ini Penulis bertugas di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebing Tinggi.

(8)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“ ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI ”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembagunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Medan, 3 Februari 2016 Penulis,

TORA DAENG MASARO

Materai 6000

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Analisis Penanganan Kawasan Kumuh di Kota Tebing Tinggi”. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Bapak Dr. Drs. H. Rujiman, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Agus Suriadi, S.Sos., M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE. selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana USU Medan.

3. Bapak-bapak Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

(10)

4. Seluruh Dosen-Pengajar, beserta Staf Administrasi yang telah banyak memberikan bantuan sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

5. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Drs. H.

Ngaidin Bin Said, MM dan Ibunda (Almarhumah) Hj. Mehnon Nasution yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan mendoakan dan selalu memberi motivasi serta bantuan materi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak mertua (Almarhum) Nirwansyah Harahap, SH dan Ibu mertua Hj.

Gema Sari Waty Lubis terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah terus menerus memberikan semangat, bantuan dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Isteri ku Hazmah Wanty Harahap, ST dan anak-anak tercinta (I Canning, Deceng dan Kei) yang senantiasa berdoa dan memberikan dorongan semangat dan perhatian yang tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Teman-temanku (khususnya Bang Johan, Bisman, Reza, Nasrin, Hendra Kecil, Hendra dan Dedi) yang banyak memberikan masukan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya atas segala kekurangannya, kepada semua pihak dalam kaitan dengan proses penyusunan tesis ini serta selama dalam proses pendidikan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Amiin.

Medan, Februari 2016 Penulis

Tora Daeng Masaro

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 5

1.3. Tujuan Penelitian 6

1.4. Manfaat Penelitian 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu 8

2.2. Perencanaan Wilayah 16

2.3. Permukiman Kumuh 19

2.4. Faktor-faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman Kumuh

21

2.5. Penanganan Kawasan Kumuh 29

2.6. Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman 32

2.6.1. Persyaratan Dasar Perumahan 32

2.6.2. Persyaratan Dasar Pemukiman 32

2.6.3 Maksud dan Tujuan Pembangunan Pemukiman 33 2.7. Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan

Permukiman Kumuh

34 2.7.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Masyarakat

35 2.7.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat 37

2.8. Pengembangan Wilayah 38

2.9. Kerangka Pemikiran 41

2.10. Hipotesis 43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian 44

3.2. Populasi dan Sampel 46

3.2.1. Populasi 46

3.2.2. Sampel 46

3.3. Teknik Pengumpulan 48

3.4. Analisis Data 49

3.5. Definisi Variabel Operasional Penelitian 51 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 55

4.1.1. Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi 55 4.1.2. Kondisi Perumahan di Kota Tebing Tinggi 67

(12)

4.1.2.1. Luas Lantai 67 4.1.2.2. Jenis Dinding dan Atap Rumah 68 4.1.3. Kondisi Permukiman Kawasan Kumuh 69

4.1.3.1. Air Bersih 70

4.1.3.2. Saluran Drainase 71

4.1.3.3. Sanitasi (Saluran Pembuangan Limbah) 73

4.1.3.4. Persampahan 75

4.1.3.5. Jalan 76

4.1.4. Sosial Ekonomi Masyarakat 78

4.1.4.1. Umur 78

4.1.4.2. Pendidikan 79

4.1.4.3. Jenis Kelamin 79

4.1.4.4. Jumlah Tanggungan Keluarga 80 4.1.4.5. Lama Menetap Di Daerah Penelitian 81

4.1.4.6. Pendapatan 81

4.1.4.7. Mata Pencaharian 82

4.1.5. Faktor-faktor Tinggal Di Kawasan Kumuh 83

4.1.5.1. Uji Asumsi Klasik 83

4.1.5.1.1. Normalitas 83

4.1.5.1.2. Multikolinieritas 84

4.1.5.1.3. Uji Heterokedastisitas 85

Uji Glesjer 86

4.1.5.2. Uji Hipotesis 87

4.1.6. Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Kawasan Kumuh

90

4.2. Pembahasan 91

4.2.1 Kondisi Permukiman Kawasan Kumuh 91

4.2.2 Sosial Ekonomi Masyarakat 93

4.2.3 Faktor-faktor Tinggal di Kawasan Kumuh 95 4.2.4 Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan

Kawasan Kumuh

96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 98

5.2. Saran 99

DAFTAR PUSTAKA 100

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Kerangka Konseptual Penelitian 43

3.1. Peta Administrasi Kota Tebing Tinggi 45

4.1. Peta Administrasi Kota Tebing Tinggi 56

4.2. Kondisi Air Bersih Kawasan Kumuh 71

4.3. Kondisi Drainase Kawasan Kumuh 73

4.4. Kondisi Sanitasi Kawasan Kumuh 74

4.5. Pengelolaan Persampahan oleh Masyarakat 76

4.6. Kondisi Jalan Kawasan Kumuh 77

4.7. Hasil Uji Normalitas Faktor-faktor Tinggal di Kawasan Kumuh 84 4.8. Uji Heterokedekasitas Faktor-faktor Tinggal di Kawasan Kumuh 86

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 3.1. Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh 46 3.2. Sebaran Responden pada Lokasi Penelitian 47 3.3. Interpretasi Jenjang Skor Tingkat Partisipasi Masyarakat 51 3.4. Definisi Variabel Operasional Penelitian 54 4.1. Banyaknya Keluarga Menurut Kecamatan dan Klasifikasi

Keluarga di Kota Tebing Tinggi Tahun 2011

66 4.2. Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kota Tebing Tinggi 67 4.3. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut Luas

Lantai Tahun 2007, 2009 dan 2011

67 4.4. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut Jenis

Lantai Tahun 2007, 2009 dan 2011

68 4.5. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut

Dinding Rumah Tahun 2007, 2009 dan 2011

68 4.6. Persentase Rumah Tangga di Kota Tebing Tinggi Menurut Jenis

Atap Tahun 2007, 2009 dan 2011

69

4.7. Distribusi Umur Responden 78

4.8. Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 79

4.9. Distribusi Jenis Kelamin Responden 79

4.10. Distribusi Jumlah Tanggungan Keluarga Responden 80 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menetap 81 4.12. Jumlah Responden berdasarkan Pendapatan 82 4.13. Jumlah Responden berdasarkan Mata Pencaharian 82 4.14. Hasil Analisis Uji Asumsi Multikolinearitas 85

4.15. Uji Glesjer 87

4.16. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda 88 4.17. Partisipasi Masyarakat dalam Indikator I-IV terhadap Program

Penanggulangan Kawasan Kumuh

90

(15)

ABSTRAK

ANALISIS PENANGANAN KAWASAN KUMUH KOTA TEBING TINGGI

Tumbuhnya kawasan permukiman yang kurang layak huni, bahkan yang terjadi pada berbagai kota cenderung berkembang menjadi kumuh dan tidak sesuai lagi dengan standard lingkungan permukiman yang sehat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi permukiman di Kota Tebing Tinggi menunjukkan banyak masyarakat yang menghuni rumah kurang layak huni, rusak maupun struktur bangunan kurang layak, kepadatan rumah tinggi dan konstruksi bangunan dari kayu sehingga rawan terhadap bahaya kebakaran. Selain itu kurangnya pelayanan air bersih, sarana dan prasarana drainase, pembuangan limbah rumah tangga, persampahan, dan kurangnya kualitas jalan lingkungan (banyak jalan dalam kondisi tidak ada perkerasan permukaan jalan/jalan tanah) serta kurangnya kesadaran masyarakat. Tingkat sosial ekonomi masyarakat di permukiman kumuh Kota Tebing Tinggi masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat. Secara simultan faktor-faktor harga lahan, jarak ke tempat kerja, pendapatan dan pendidikan berpengaruh nyata terhadap keputusan masyarakat untuk tinggal di kawasan kumuh. Secara parsial faktor harga lahan, jarak ke tempat kerja, pendidikan dan pendapatan berpengaruh negatif terhadap kawasan kumuh. Pola partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kawasan kumuh sama yaitu rata-rata 60% tidak mengikuti dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, menerima hasil program dan menilai hasil program.

Kata Kunci : kondisi permukiman, sosial ekonomi, partisipasi masyarakat dan strategi penanganan kawasan kumuh

(16)

ABSTRACT

ANALYSIS OF HANDLING THE SLUM CITY IN KOTA TEBING TINGGI

The growth of the settlements less habitable, even occurring in various cities tend to develope become slum city and no longer in line with the standards of healthy living environment. The analytical method which is used in this research are descriptive analysis and multiple linear regression analysis with the amount of respondents as many as 100 people. The results of this research showed that the condition of settlements in Tebing Tinggi shows a lot of people who inhabit the house less habitable, building structures damaged or less decent, high-density houses and construction of wood so prone to fire hazards. Besides the lack of clean water services, facilities and infrastructure drainage, disposal of household waste, solid waste, and lack of the quality of roads (many roads in a condition no pavement surface street / dirt road) and the lack of public awareness.

Socioeconomic conditions in slums of Tebing Tinggi is still low, it is indicated by the low level of education and income. Simultaneously factors of land prices, distance to work, income and education have real impact on people's decision to live in the slums. Partially factor in the price of land, the distance to the workplace, education and income affect slum negatively. The pattern of people participation in handling the slum is similiar that is an average of 60% did not follow in decision-making, implementation, accept the results of the program and assess the results of the program.

Keywords : housing conditions, socioeconomic, people participation and strategies of handling the slum

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek yang sangat terasa adalah semakin sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan atau tempat tinggal bagi penduduk. Hal itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan untuk membangun perumahan yang layak serta semakin terbatasnya lahan perkotaan untuk membangun permukiman yang mencukupi dan memenuhi syarat.

Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi berdampak pada masalah pembangunan termasuk dalam hal ini penyediaan sarana permukiman yang semakin mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya pengembangan dan pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang tinggi menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman meningkat yang pada gilirannya menyebabkan tingginya harga lahan. Tingginya harga lahan di pusat kota serta rendahnya pendapatan perkapita menyebabkan masyarakat cenderung mencari areal permukiman di daerah pinggiran kota dengan lingkungan yang tidak memadai serta sarana penunjang yang sangat minim. Hal inilah yang menyebabkan tumbuhnya kawasan kumuh dan illegal (slum and sqatter area) seperti di bantaran sungai, bantaran rel, dan tanah-tanah kosong milik pemerintah lainnya.

(18)

Sebagai konsekuensi dari keadaan di atas maka banyak orang yang terpaksa membangun di atas tanah yang tidak direncanakan semula. Keadaan itu menjadikan lingkungan perumahan tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dasar seperti jalan lingkungan, sumber air bersih, saluran pembuangan air kotor, persampahan dan sebagainya.

Suatu daerah permukiman yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan menimbulkan berbagai masalah baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan dan kenyamanan, maupun dari segi hukum yang berlaku. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan jika pada suatu permukiman kumuh timbul berbagai kasus sosial dan kriminalitas dengan jumlah dan jenis yang cukup tinggi.

Walaupun keadaan seperti di atas telah dipahami sepenuhnya oleh semua pihak, namun kemampuan untuk mengatasinya masih sangat dibatasi oleh berbagai faktor. Akibatnya keadaan seperti itu masih banyak dijumpai di kota- kota negara berkembang termasuk Indonesia. Di kota-kota besar permukiman kumuh tumbuh secara liar pada umumnya di wilayah pinggiran kota atau pada daerah permukiman lama yang tidak terkendali dengan baik. Juga banyak ditemukan di tempat-tempat yang sebelumnya bukan merupakan wilayah permukiman, namun setelah terjadi perkembangan kota maka tempat tersebut berubah menjadi wilayah permukiman yang tumbuh secara liar. Keadaan seperti itu biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat pembuangan sampah, atau pada daerah yang berawa-rawa dan telah ditimbuni.

Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin.

Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota di Indonesia bahkan di dunia

(19)

khususnya kota-kota negara berkembang. Kawasan kumuh umumnya dihubung- hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Bahkan kawasan kumuh sering menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis. Juga di lihat dari sisi infrastruktur, kawasan kumuh sangat padat antar rumah berdekatan sehingga sangat sulit untuk dilewati kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran.

Kota Tebing Tinggi yang merupakan salah satu kota di Sumatera Utara, tidak lepas dari permasalahan permukiman kumuh seperti yang dikemukakan di atas. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Tebing Tinggi yang cukup pesat akhir-akhir ini, di samping memperlihatkan hasil yang positif juga menimbulkan masalah-masalah bagi pemerintah kota, misalnya arus urbanisasi yang tinggi dari daerah hinterland (pinggiran), kondisi perumahan yang belum memenuhi standar dan syarat kesehatan, penggunaan tanah kota yang semrawut, lalu lintas kurang teratur, banjir yang terjadi setiap tahun, pengelolaan sampah yang belum mantap, air bersih yang masih terbatas, jalan-jalan masih banyak mengalami kerusakan dan masalah-masalah lain yang merupakan dampak hasil pembangunan.

Dari sekian banyak permasalahan yang dikemukakan di atas, salah satu diantaranya yang cukup menarik dan akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah permasalahan tentang permukiman kumuh. Tercatat ada beberapa kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Tebing Tinggi memiliki daerah permukiman yang kumuh. Berdasarkan SK Walikota No. 050/2128 Tahun 2014 tentang penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Kota Tebing Tinggi dimana terdapat 5 Kelurahan kumuh dengan luasan total

(20)

10,05 Ha. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi adalah harga lahan, jarak ke tempat kerja, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan.

Tumbuhnya kawasan permukiman yang kurang layak huni, bahkan yang terjadi pada berbagai kota cenderung berkembang menjadi kumuh dan tidak sesuai lagi dengan standard lingkungan permukiman yang sehat. Pada kota-kota yang menunjukkan tingkat primacy (dominasi) yang tinggi, penguasaan lahan oleh sekelompok penduduk secara tidak legal juga cukup tinggi. Lahan mana berkembang cepat menjadi hunian sementara yang kumuh dan seringkali bukan pada peruntukan perumahan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas permukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau pemugaran, peremajaan serta pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.

Peremajaan itu sendiri diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut. Peremajaan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan, harkat, derajat, dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah, untuk memperoleh perumahan yang layak dalam lingkungan yang permukiman yang sehat dan teratur. Secara fisik, psikologis, sosiologis, dan kultural manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Manusia selalu berusaha untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi dalam setiap interaksi adaptasi. Meskipun

(21)

demikian, manusia tetap memiliki keterbatasan dan untuk menutupi keterbatasan tersebut dibutuhkanlah teknologi.

Demikian halnya dengan kawasan kumuh di Kota Tebing Tinggi, yang menuntut penyesuaian perilaku penghuninya, arsitektural akan membantu proses adaptasi ini. Hal tersebut diatas mengisyaratkan perancangan rumah sebagai hunian tidak hanya memperhatikan aspek arsitektural secara fisik saja tetapi juga aspek psikologis, struktur ekonomi masyarakat, dan gaya hidup masyarakat yang selalu bersosialisasi. Aspek fungsional yang akan dimaksimalkan dalam perancangan sangat berkaitan dengan struktur ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat golongan ekonomi lemah. Kenyamanan yang menyangkut kenyamanan termal, tata ruang, dan pengkondisian lingkungan tetap diperhatikan.

Dari semua aspek tersebut akan direncanakan suatu lingkungan hunian yang manusiawi, ekonomis, dan efisien. Pengkondisian udara dan pencahayaan alami direncanakan seefisiensi mungkin untuk menekan biaya pembangunan.

Pembangunan rumah di kawasan permukiman padat di Kota Tebing Tinggi, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat golongan ekonomi rendah yang saat ini menghuni permukiman kumuh

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kekumuhan maka penulis memilih judul penelitian “Analisis Penanganan Kawasan Kumuh Kota Tebing Tinggi”.

1.2. Rumusan Masalah

Perkembangan pembangunan di daerah perkotaan cenderung semakin meningkat sedang lahan perkotaan relatif terbatas, maka pengaruhnya

(22)

selanjutnya mengakibatkan kekumuhan suatu kawasan/lingkungan/kelurahan.

Untuk menanggulangi kekumuhan permukiman daerah perkotaan, pada dasarnya terletak pada partisipasi (peran serta) dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan. Akan tetapi tingkat partisipasi dalam penanganan kekumuhan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi warga kota yaitu tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan, ukuran keluarga, dan tingkat kesakitan anggota keluarga. Oleh karena itu, perlu inisiasi efektif Pemerintah Kota untuk menggerakkan partisipasi warga dalam penanganan kumuh. Kemudian perlu diketahui faktor sosial ekonomi apakah yang mempengaruhi partisipasi warga dalam upaya penanganan kumuh di lingkungan permukiman. Sehubungan dengan itu, beberapa masalah yang mendapat perhatian dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kondisi kawasan kumuh di Kota Tebing Tinggi ?

2. Bagaimanakah tingkat sosial ekonomi masyarakat di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi ?

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi masyarakat tinggal di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi ?

4. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan di atas, kajian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis kondisi kawasan kumuh di Kota Tebing Tinggi.

(23)

2. Menganalisis tingkat sosial ekonomi masyarakat di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi.

4. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kawasan kumuh Kota Tebing Tinggi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para peneliti lain, pemerintah maupun masyarakat luas.

1. Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi Pemerintah Kota Tebing Tinggi, menyangkut kebijakan penanganan kawasan kumuh.

2. Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama menyangkut ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah pedesaan dan perkotaan.

3. Hasil penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi para peneliti lain yang berminat melakukan kajian dan menindaklanjuti penelitian sejenis.

4. Untuk membantu Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam menentukan program peningkatan peran serta warga kota dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan berkaitan dengan kawasan kumuh, antara lain : Advianty dan Handayeni (2013) melakukan studi mengenai “Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso”. Fenomena yang dikaji adalah berbagai program/kegitan perbaikan lingkungan telah diterima Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari yang merupakan salah satu kawasan permukiman kumuh di Kota Surabaya. Namun, program/kegiatan tersebut belum efektif mengatasi kekumuhan di Kelurahan Ploso karena adanya permasalahan partisipasi masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada permukiman kumuh Kelurahan Ploso. Metode analisis yang digunakan pada penelitian terdiri dari dua teknik analisis yaitu, pertama menggunakan teknik pembobotan/skoring untuk menentukan tingkat kekumuhan tiap RW dan mengukur tingkat partisipasi masyarakat; kedua menggunakan teknik analisis crosstab (tabulasi silang) untuk menganalisis keterkaitan factor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Ploso. Hasil studi menunjukkan bahwa permukiman di Kelurahan Ploso memiliki kategori tingkat kekumuhan sedang dan tinggi.

Tingkat partisipasi masyarakat pada permukiman dengan tingkat kekumuhan tinggi berada pada tangga partisipasi ketiga yaitu Pemberian Informasi. Berbeda dengan tingkat partisipasi masyarakat pada kekumuhan sedang yang tangga partisipasinya lebih

(25)

bervariasi. Tingkat partisipasi berbeda berdasarkan kekumuhannya dan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi adalah frekuensi dilibatkan, keinginan untuk terlibat, frekuensi kehadiran dan jumlah jenis sumbangan yang diberikan masyarakat.

Cahya dan Juanda (2012) melakukan penelitian mengenai “ Penataan Kawasan Kumuh (Pulo Geulis) Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor”.

Fenomena yang dikajia adalah meningkatnya kawasan kumuh perkotaan adalah dampak adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap konflik kemampuan dan kebutuhan akan hunian. Penanganan kawasan kumuh dengan menggusur penduduk seringkali memunculkan masalah baru yang sama peliknya, sehingga perlu dicari alternative penanganan dengan bantuan stakeholders dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. Masalah permukiman kumuh dikota-kota besar seperti di Kota Bogor belum bisa diatasi dengan baik, salh satunya adalah masalah permukiman kumuh di bantaran sungai, salah satunya adalah Pulo Geulis yang berada di Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor. Hasil analisis terhadap dapat disimpulkan bahwa: minimnya aksesibilitas menuju atau keluar wilayah, kekumuhan yang terjadi juga dikarenakan kondisi fasilitas dan utulitas yang di lokasi studi saat ini belum memenuhi standar yang layak dan belum mengakomodasikan kebutuhan fasilitas pendukung untuk kenyamana dan keamana masyarakat, ditambah rendahnya penghasilan masyarakat Pulo Geulis yang mengakibatkan ketidak mampuan dalam memperbaiki fisik lingkungan wilayah sendiri.

Putro (2011) melakukan penelitian mengenai “Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya”. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kawasan kumuh yang terdapat di kecamatan Sungai Raya kabupaten Kubu Raya. Lokus dari penelitian ini adalah pemukiman yang berada di pinggiran sungai

(26)

dan daerah sekitarnya. Hasil identifikasi tersebut dijadikan pedoman dalam penataan kawasan kumuh tersebut. Identifikasi kawasan kumuh tersebut dilakukan dengan beberapa kriteria yaitu vitalitas nonekonomi, vitalitas ekonomi, status tanah, kondisi prasarana, komitmen pemerintah daerah dan prioritas penanganan. Hasil dari penelitian ini merumuskan beberapa strategi perencanaan dalam penataan kawasan kumuh tersebut. Strategi tersebut yaitu strategi perencanaan fisik bangunan dan strategi perencanaan sarana dan prasarana. Strategi perencanaan fisik bangunan meliputi strategi pengaturan kepadatan bangunan, strategi pengaturan sempadan bangunan, strategi peningkatan kualitas fisik bangunan Strategi Perencanaan Sarana dan Prasarana meliputi perbaikan jalan, penyediaan akses jalan/jembatan penghubung, pembuatan saluran drainase, penyediaan sarana MCK umum, penyediaan air bersih dengan membuat jaringan air bersih, penyediaan bak-bak penampung air hujan, penyediaan spot-spot tempat pembuangan sampah.

Mulia (2008) melakukan penelitian mengenai “ Analisis Faktor-faktor Tekanan Lingkungan pada Permukiman Kumuh (Studi Kasus Permukiman Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah)”.

Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor aspek ekonomi, aspek fisik, aspek sosial dan budaya yang mempengaruhi tekanan lingkungan pada pemukiman kumuh yang berada di Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Pengambilan sampel dengan purposive sampling menggunakan metoda random dengan kriteria responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah kepala keluarga. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa metoda, yaitu studi dokumentasi, observasi lapangan, kuesioner, wawancara bebas mendalam. Metode analisis data yang digunakan adalah

(27)

Analisis Faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemukiman Kampung Kubur mengalami tekanan lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dari aspek ekonomi, sosial dan budaya, fisik lingkungan. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi tekanan lingkungan pada pemukiman Kampung Kubur terdiri dari:

Faktor aspek ekonomi yang terdiri dari: pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, kemampuan menabung keluarga. Faktor aspek fisik hunian yang terdiri dari tidak terpenuhinya standard luasan lantai rumah, tidak terpenuhinya standard kenyamanan rumah sehat, tidak terpenuhinya persyaratan teknis rumah yang sehat. Faktor aspek sosial dan budaya terdiri dari wawasan yang kurang mengenai lingkungan yang sehat.

Surtiani (2006) melakukan penelitian mengenai “ Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh Di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Kota Salatiga). Fenomena yang dikaji adalah kawasan Permukiman Pancuran adalah kawasan permukiman yang terletak di pusat Kota Salatiga yang dikelilingi oleh kawasan pertokoan Jend. Sudirman, Pasar Raya I dan II, Pasar Gedhe dan Pasar Blauran. Dalam perkembangannya, kawasan permukiman Pancuran ini dipengaruhi oleh interaksi kawasan perdagangan tersebut. Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode analisis regresi dan diperoleh hasil bahwa faktor yang mempunyai pengaruh kuat penyebab Kawasan Permukiman Pancuran menjadi kumuh adalah tingkat penghasilan, status kepemilikan hunian, dan lama tinggal. Hasil analisis studi dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan kawasan Pancuran menjadi kumuh adalah faktor tingkat penghasilan, status kepemilikan hunian, dan lama tinggal.

Malau (2006) yang melakukan penelitian mengenai “Analisis Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Kumuh di Kecamatan Teluk Nibung Kota

(28)

Tanjung Balai”. Fenomena yang dikaji adalah sebagian besar kawasan kumuh merupakan permukiman penduduk yang menempati lahan marginal, dimana tidak berkembang sama sekali dan di bawah standard layak, yaitu di sepanjang pinggiran sungai atau kali. Variabel yang diteliti adalah kondisi rumah dengan prasarana dasar, kepadatan hunian, kualitas bangunan, prasarana lingkungan, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. Metode penelitian menggunakan analisis secara non-parametrik dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat kekumuhan kawasan Teluk Nibung dilihat dari aspek kepadatan hubian sangat tinggi, kualitas bangunan umumnya rendah, dan prasarana lingkungan tidak baik. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat dilihat dari aspek tingkat pendapatan tergolong rendah, jenis pekerjaan buruh dan berpendidikan sekolah dasar. Faktor sosial ekonomi (pendapatan, pekerjaan dan pendidikan) berpengaruh signifikan terhadap kepadatan hunian dan kualitas bangunan di kawasan Teluk Nibung, sedangkan terhadap prasarana lingkungan dasar, variabel yang berpengaruh signifikan adalah pendapatan dan pendidikan.

Bangun (2005) melakukan penelitian mengenai “Permukiman Kumuh dan Permasalahannya Serta Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Wilayah Kota”.

Fenomena yang dikaji adalah penduduk miskin yang bermukim di lokasi kawasan kumuh di Kota Medan, secara fisik memberikan gambaran yang kurang menguntungkan keindahan Kota Medan. Variabel yang diteliti adalah karakteristik permukiman kumuh, faktor-faktor yang menyebabkan penduduk tinggal di daerah kumuh, dan sikap responden terhadap pengembangan wilayah. Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa permukiman kumuh Kelurahan Kampung Baru tumbuh akibat tidak terpeliharanya sarana prsarana yang ada serta bangunan tanpa perencanaan (berhimpitan satu dengan yang lain). Permukiman kumuh

(29)

di sepanjang bantaran rel kereta api Kelurahan Sei Rengas I adalah akibat migrasi dan urban bias perkotaan. Tumbuhnya permukiman kumuh di sepanjang sungai Deli Kelurahan Labuhan Deli adalah akibat tuntutan pekerjaan sebagai nelayan. Faktor-faktor yang menyebabkan penduduk tinggal di daerah kumuh adalah legalitas kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, dan pendapatan. Sikap responden di permukiman kumuh secara umum mendukung pengembangan wilayah dan juga merasakan akan pentingnya estetika perkotaan, tetapi kondisi ekonomi telah membuat mereka untuk tidak peduli terhadap program pemerintah yang ada.

Zulkarnaen (2004) melakukan penelitian mengenai “Permukiman Kumuh sebagai Dampak dari Urbanisasi di Kota Medan (Studi Kasus di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Kota Medan)”. Fenomena yang dikaji adalah dampak urbanisasi di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Kota Medan. Variabel yang diteliti adalah karakteristik sosial dan ekonomi warga, faktor-faktor yang paling dominan yang menyebabkan warga memilih tinggal di lingkungan kumuh, dan kaitan antara kondisi ekonomi dan sosial warga terhadap munculnya lingkungan kumuh di Kelurahan Kampung Baru. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa karakteristik responden yang tinggal di lingkungan kumuh di Kelurahan Kampung Baru adalah warga kota yang hidup dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan relatif rendah. Mayoritas pekerjaan mereka adalah sebagai pekerja sektor informal dan mempunyai pendapatan secara umum belum memadai atau kurang bila melihat tingkat kebutuhan hidup di kota Medan yang relatif tinggi, sehingga mereka tetap tinggal di lingkungan kumuh ini.

Lubis (2004) melakukan penelitian mengenai “Identifikasi Permasalahan dan Alternatif Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan (Studi Kasus Lingkungan

(30)

IX Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan)”. Fenomena yang dikaji adalah kawasan perumahan lingkungan IX Kelurahan Tanjung Rejo yang tidak terencana dan lahan yang cukup kecil akan menghasilkan tata letak bangunan yang tidak beraturan dengan memanfaatkan seluruh lahan untuk bangunan perumahan tanpa memperhatikan kemampuan lahan dan kelengkapan fasilitas lingkungan. Variabel yang diteliti adalah pemanfaatan lahan, psikologis sosial ekonomi masyarakat, dan alternatif penanganan pada kawasan permukiman kumuh. Metode penelitian menggunakan metode analisis Chi-Square. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi penduduk bertempat tinggal di permukiman kumuh adalah faktor harga, keadaan lingkungan, pelayanan fasilitas dan jarak ke tempat kerja serta bagi penyewa faktor yang mempengaruhi adalah luas rumah, desain bangunan, ventilasi, fasilitas listrik dan beranda.

Mulyo (2000) melakukan penelitian mengenai “Peranan dan Kinerja Dinas Perumahan Kota Surakarta Dalam Peremajaan Kawasan Kumuh (Studi Kasus : Peremajaan Permukiman Kumuh di Kelurahan Mojosongo Surakarta)”. Fenomena yang dikaji adalah Dinas Perumahan Kota Surakarta merupakan salah satu dinas otonom yang mempunyai tugas pokok membantu Walikota dalam urusan Perumahan dan Permukiman. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya telah melakukan berbagai upaya penataaan permukiman kumuh. Salah satunya adalah peremajaan permukiman kumuh yang dilakukan pada tahun 1998/1999 di Bantaran Barat Kalianyar RT 03 RW 1 Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres. Variabel yang diteliti adalah peranan dan kinerja Dinas Perumahan Surakarta. Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian lapangan. Hasil studi menyimpulkan bahwa peranan Dinas Perumahan Surakarta dalam setiap kegiatan sudah menunjang fungsi dan tugasnya dalam peremajaan kawasan kumuh. Peranan pada setiap kegiatan baik pada

(31)

tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi cukup penting, kevuali pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok masyarakat (P2BPK) Dinas Perumahan hanya memberi bantuan teknis saja.

Hal ini sejalan dengan tujuan P2BPK yang ingin memberdayakan masyarakat dan menjadikannya peran utama dalam pembangunan.

2.2. Perencanaan Wilayah

Handayaningrat dalam Safi’i (2007) mendefinisikan perencanaan sebagai keputusan untuk waktu yang akan datang, apa yang akan dilakukan, bilamana yang akan dilakukan dan siapa yang akan melakukan. Menurut Safi’i (2007) definisi perencanaan adalah suatu proses untuk mempersiapkan secara sistematis dengan kesadaran penggunaan sumber daya yang terbatas akan tetapi diorientasikan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, di mana untuk mencapai tujuan diperlukan perumusan kebijakan yang akurat.

Etzioni dalam Safi’i (2007) mengemukakan dalam teori perencanaan terdapat beberapa tipologi, antara lain rational planning model; incremental planning model; dan strategic planning model.

1. Pendekatan komprehensif (rational planning model) merupakan suatu kerangka pendekatan logis dan teratur, mulai dari diagnotis sampai kepada tindakan berdasarkan kepada analisis fakta yang relevan, diagnosis masalah yang dikaji melalui kerangka teori dan nilai-nilai, perumusan tujuan dan sasaran untuk memecahkan masalah, merancang alternatif cara-cara untuk mencapai tujuan, dan pengkajian efektivitas cara-cara tersebut. Pendekatan ini memerlukan survey yang komprehensif pada semua alternatif yang ada

(32)

untuk mendapatkan informasi yang lengkap dalam pengambilan keputusan yang rasional.

2. Pendekatan inkremental (incremental planning model). Memilih diantara rentang alternatif yang terbatas yang berbeda sedikit dari kebijaksanaan yang ada. Pengambilan keputusan dalam pendekatan ini dibatasi pada kapasitas yang dimiliki oleh pengambil keputusan serta mengurangi lingkup dan biaya dalam pengumpulan informasi. Pengambil keputusan hanya berfokus terhadap kebijaksanaan yang memiliki perbedaan yang inkremental dari kebijaksanaan yang telah ada.

3. Pendekatan mixed-scanning (strategic planning model). Kombinasi dari elemen rasionalistik yang menekankan pada tugas analitik penelitian dan pengumpulan data dengan elemen inkremental yang menitikberatkan pada tugas interaksional untuk mencapai konsensus.

Proses yang tercakup dalam mixed scanning ini adalah strength, weakness, opportunity dan threat (SWOT) analisis yang hasilnya adalah berupa strategic planning yaitu proses untuk menentukan komponen-komponen yang dianggap prioritas atau utama dan yang tidak. Kemajuan yang diharapkan dalam proses ini adalah terjadinya efek bergulir (snowballing) dari komponen yang diprioritaskan tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah pendekatan perencanaan mixed scanning dengan melakukan analisis SWOT sebagai komponen strategis yang diharapkan dapat menimbulkan efek bergulir.

Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu :

(33)

1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan kota satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota dalam perencanaan kota dan wilayah.

2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang penduduknya banyak menganggur dan dalam keadaan stagnasi industri (wilayah khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan konsesi pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di wilayah itu.

3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara pedesaan dan perkotaan.

Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi, sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut satuan daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan desentralisasi yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan lokal. Dalam desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik.

(34)

2.3. Permukiman Kumuh

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.

Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Kata kumuh menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif. Clinard dalam Putro (2011) pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :

1. Sebab Kumuh. Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari (1) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara, (2) segi masyarakat/ sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalu lintas, sampah.

2. Akibat Kumuh. Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain (1) kondisi perumahan yang buruk; (2) penduduk yang terlalu padat; (3) fasilitas lingkungan yang kurang memadai; (4) tingkah laku menyimpang; (5) budaya kumuh;

(6) apati dan isolasi.

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Putro, 2011).

(35)

Permukiman kumuh berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (13) adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Suparlan dalam Putro (2011) mengemukakan ciri-ciri permukiman kumuh, adalah:

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai: a) Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar; b) Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah; c) RT atau sebuah RW; d) Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

5. Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

(36)

6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

2.4. Faktor-faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman Kumuh

Pada dasarnya suatu permukiman kumuh terdiri dari beberapa aspek penting, yaitu tanah/lahan, rumah/perumahan, komunitas, sarana dan prasarana dasar, yang terajut dalam suatu sistem sosial, sistem ekonomi dan budaya baik dalam suatu ekosistem lingkungan permukiman kumuh itu sendiri atau ekosistem kota. Oleh karena itu permukiman kumuh harus senantiasa dipandang secara utuh dan integral dalam dimensi yang lebih luas. Menurut Asrun (2009) beberapa dimensi permukiman kumuh yang menjadi penyebab tumbuhnya permukiman adalah sebagai berikut:

1. Faktor Urbanisasi dan Migrasi Penduduk. Substansi tentang urbanisasi yaitu proses modernisasi wilayah desa menjadi kota sebagai dampak dari tingkat keurbanan (kekotaan) dalam suatu wilayah (region) atau negara.

Konsekuensinya adalah terjadi perpindahan penduduk (dengan aktifitas ekonominya) secara individu atau kelompok yang berasal dari desa menuju kota atau daerah hinterland lainnya. Hal ini perlu dibedakan dengan pengertian tingkat pertumbuhan kota (urban growth) yang diartikan sebagai laju (rate) kenaikan penduduk kota, baik skala mandiri maupun kebersamaan secara nasional. Ukuran tingkat keurbanan, biasanya dalam konteks kependudukan yaitu dengan memproporsikan antara jumlah penduduk perkotaan terhadap jumlah penduduk nasional. Tetapi masalah urbanisasi tidak harus diinterpretasikan dalam konteks kependudukan semata, kenyataannya harus mencakup dimensi perkembangan dan kondisi sosial, ekonomi masyarakat,

(37)

bahkan lebih jauh mencakup pula aspek budaya dan politik. Pada intinya dalam aspek kegiatan ekonomi, pengertian urbanisasi merupakan substansi pergeseran atau transformasi perubahan corak sosio-ekonomi masyarakat perkotaan yang berbasis industri dan jasa-jasa.

2. Faktor Lahan di Perkotaan. Pertumbuhan dan perkembangan kota yang sangat pesat telah menyebabkan berbagai persoalan serius diantaranya adalah permasalahan perumahan. Permasalahan perumahan sering disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penyediaan unit hunian bagi kaum mampu dan kaum tidak mampu di perkotaan. Di samping itu sebagian kaum tidak mampu tidak menguasai sumber daya kunci untuk menopang kehidupannya, sehingga kaum tidak mampu ini hanya mampu tinggal di unit-unit hunian sub standar di permukiman yang tidak layak. Permasalahan perumahan di atas semakin memberatkan kaum tidak mampu ketika kebijakan investasi pemanfaatan lahan mengikuti arus mekenisme pasar tanpa mempertimbangkan secara serius pentingnya keberadaan hunian yang layak bagi kaum miskin diperkotaan.

Investasi pemanfaatan lahan yang salah, semata-mata berpihak pada kaum mampu pada akhirnya mendorong lingkungan permukiman kaum tidak mampu yang tidak layak ini terus mengalami penurunan kualitas dan rentan masalah sosial lainnya.

3. Faktor Prasarana dan Sarana Dasar. Secara umum karakteristik permukiman kumuh diwarnai juga oleh tidak memadainya kondisi sarana dan prasarana dasar seperti halnya suplai air bersih, jalan, drainase, jaringan sanitasi, listrik, sekolah, pusat pelayanan kesehatan, ruang terbuka, pasar dan sebaginya.

Bahkan hampir sebagian besar rumah tangga di lingkungan permukiman

(38)

kumuh ini mampunyai akses yang sangat terbatas terhadap pelayanan sarana dan prasarana dasar tersebut. Rendahnya kemampuan pelayanan sarana dan prasarana dasar ini pada umumnya disebabkan kemampuan pemerintah yang sangat terbatas dalam pengadaan serta pengelolaan sarana dan prasarana lingkungan permukiman, kemampuan dan kapasitas serta kesadaran masyarakat juga terbatas pula. Bahkan juga disebabkan pula oleh terbatasnya peran berbagai lembaga maupun individu atau pihak di luar pemerintah, baik secara profesional atau sukarela dalam peningkatan permasalahan sarana dan prasarana dasar.

4. Faktor Sosial Ekonomi. Pada umumnya sebagian besar penghuni lingkungan permukiman kumuh mempunyai tingkat pendapatan yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja yang ada. Tingkat pendapatan yang rendah ini menyebabkan tingkat daya beli yang rendah pula atau terbatasnya kemampuan untuk mengakses pelayanan sarana dan prasarana dasar. Di sisi lain, pada kenyataannya penghuni lingkungan permukiman kumuh yang sebagian besar berpenghasilan rendah itu memiliki potensi berupa tenaga kerja kota yang memberikan konstribusi sangat signifikan terhadap kegiatan perekonomian suatu kota. Aktivitas ekonomi di sektor informal terbukti telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap berlangsungnya kehidupan produksi melalui sektor informal. Dengan demikian tingkat pendapatan penghuni lingkungan permukiman kumuh yang rendah ini merupakan permasalahan yang serius keberlangsungan produtivitas suatu kota.

Permasalahan sosial ekonomi merupakan salah satu pendorong meningkatnya arus urbanisasi dari desa ke kota, dari daerah pinggiran ke pusat kegiatan

(39)

ekonomi sehingga menumbuhkan lingkungan permukiman kumuh baru.

Ketidakmampuan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah juga menjadi faktor penyebab munculnya permukiman kumuh di daerah perkotaan.

Keterbatasan penghasilan akibat dari semakin sulitya mencari pekerjaan didaerah perkotaan membuat masyarakat yang berada di garis kemiskinan semakin kesulitan untuk menyediakan perumahan yang layak huni bagi mereka sendiri.

5. Faktor Sosial Budaya. Permukiman kumuh juga sering ditandai oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah. Pada umumnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah ini sangat erat dengan rendahnya tingkat pedapatan penduduk sehingga mambatasi akses terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Di samping itu struktur sosial penghuni lingkungan permukiman sangat majemuk dengan beragam norma-norma sosialnya masing-masing. Keragaman ini kadang-kadang menimbulkan kesalahpahaman, saling tidak percaya antar penghuni, yang menyebabkan rendahnya tingkat kohesivitas komunitas. Masing-masing mengikuti struktur hubungan antar sesama dan budaya yang beragam, yang mempengaruhi bagaimana sebuah individu, keluarga dan tetangga dalam berinteraksi di lingkungannya. Sehingga kadang-kadang menyulitkan upaya membentuk suatu lembaga yang berbasis pada komunitas atau upaya-upaya peningkatan kesejahteraan bersama. Konflik sosial antara warga kota dapat dilihat dari konflik untuk mencari pekerjaan dan semakin tingginya angka kejahatan dikota membuat kota semakin tidak aman bagi masyarakat kota.

(40)

6. Faktor Tata Ruang. Dalam konstelasi tata ruang kota, permukiman kumuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsfigurasi struktur ruang kota. oleh karena itu, perencanaan tata ruang kota perlu didasarkan pada pemahaman bahwa pengembangan kota harus dilakukan sesuai dengan daya dukunya termasuk daya dukung yang relatif rendah di lingkungan permukiman kumuh. Investasi yang salah terhadap pemanfaatan ruang kota akan menimbulkan dampak yang merusak lingkungan serta berpotensi mendorong tumbuhkembangnya lingkungan permukiman kumuh atau kantong-kantong lingkungan permukiman kumuh baru, bahkan bisa jadi akan menghapus lingkungan permukiman lama atau kampung-kampung kota yang mempunyai nilai warisan budaya tinggi yang kebetulan pada saat itu lingkungan telah mengalami kemerosotan atau memburuk.

7. Faktor Aksesibilitas . Secara umum, salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh adalah terbatasnya akses penduduk miskin kepada kapital komunitas (community capital). Kapital komunitas ini meliputi kapital terbangun, individu dan sosial serta lingkungan alam. Kapital terbangun meliputi informasi, jalan, sanitasi, drainase, jaringan listrik, ruang terbuka, perumahan, pasar, bangunan-bangunan pelayanan publik, sekolah dan sebagianya. Kapital individu, antara lain meliputi pendidikan, kesehatan kemampuan dan keterampilan. Kapital sosial, antara lain meliputi koneksitas dalam suatu komunitas-cara manusia berinteraksi dan berhubungan dengan lainnya. Dalam skala lebih luas, sekelompok manusia membentuk organisasi, baik organisasi sukarela, bisnis melalui perusahaan maupun pemerintah dan sebagainya, termasuk berbagai sistem sosial yang ada, termasuk kebijakan

(41)

pembangunan kota. Sedangkan kapital lingkungan alam meliputi sumber daya alam, pelayanan ekosistem dan estetika alam. Sumber daya alam adalah apa saja yang diambil dari alam sebagai bagian dari bahan dasar yang dipakai untuk proses produksi. Pelayanan ekosistem antara lain berupa kemampuan tanah untuk budidaya tanaman yang bisa memberikan bahan makanan, bahan untuk pakaian dan sebagainya.

8. Faktor Pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam hal pencapaian pekerjaan dan pendapatan. Meskipun begitu, pendidikan sangat ditentukan oleh pendidikan itu sendiri dan pekerjaan orang tua untuk mampu menyekolahkan anak mereka pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini berarti perbedaan latar belakang budaya dan sosial ekonomi (pendidikan dan pekerjaan) orang tua tidak hanya berpengaruh terhadap pendidikan anak tetapi juga untuk pencapaian pekerjaan dan pendapatan mereka. Sedangkan faktor lain seperti : tempat tinggal, agama, status perkawinan dan status migrasi, serta umur sangat kecil pengaruhnya terhadap pencapaian pekerjaan dan pendapatan. Banyak kaum migran tidak bisa bekerja dengan standar- standar yang tinggi. Sementara persaingan untuk mencari lapangan kerja sangat tinggi dan kesemuanya dituntut dengan tingkat propesionalisme dan tingkat pendidikan pula yang harus dapat bersaing dengan orang lain. Dilain pihak kota-kota di Indonesia memiliki kelebihan jumlah tenaga kerja yang belum dapat tersalurkan baik yang memiliki pendidikan tinggi maupun mereka yang sama sekali tidak memiliki skill dan keterampilan yang tinggi untuk bisa bertahan pada jalur formal. Elemen lain yang juga menentukan adalah tidak adanya lapangan kerja yang disiapkan oleh pemerintah. Dampak dari

(42)

akumulasi kejadian tersebut memunculkan angka pengangguran yang setiap tahunnya semakin bertambah.

Menurut Suparlan dalam Putro (2011) penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di kota adalah :

1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi. Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat di antara sesama pendatang maka pendatang-pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak.

2. Faktor bencana. Dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.

Penghasilan rendah, pendidikan yang sangat kurang, dan kelangkaan waktu yang tersedia oleh pekerjaan, menyebabkan masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan. Proses yang ditempuh masyarakat miskin untuk memperoleh perumahan seringkali berada di luar hukum. Menurut Mc Auslan dalam Hasanuddin (2014) ada lima konsekuensi yang berbahaya, antara lain :

1. Orang terpaksa membangun rumah di tempat yang buruk lingkungannya atau berbahaya bagi kesehatannya. Permukiman miskin sering bermunculan di atas tanah landai yang mudah longsor, di atas rawa-rawa, dibantalan sungai, atau sepanjang

(43)

kiri-kanan rel kereta api. Tanah yang demikian tidak mempunyai nilai komersial sehingga penghuniannya terhindar dari kemungkinan terkena operasi pembongkaran atau penggusuran.

2. Karena status yang tidak legal dan tidak menentu, mereka praktis tidak terjangkau prasarana yang dibuat pemerintah, seerti air ledeng, pembuangan sampah, jalan aspal, sekolah, dan puskesmas.

3. Kota itu sendiri berkembang secara serampangan, permukiman-permukiman liar bermunculan di bagian kota yang tidak diinginkan, sehingga seringkali ketersediaan pelayanan umum yang sangat dibutuhkan tersebut tidak memungkinkan.

4. Karena para penghuni liar ini berada dalam keadaan tidak menentu dan tidak mengetahui apakah akan digusur atau tidak, maka mereka tidak berani memperbaiki perumahan mereka.

5. Karena statusnya sebagai permukiman liar, perkampungan miskin itu lebih banyak mendapat tekanan dari oknum-oknum petugas, yang melakukan pembongkaran dan penggusuran.

2.5.Penanganan Kawasan Kumuh

Kondisi kekumuhan pada kawasan perkotaan yang sulit dipertahankan baik sebagai hunian maupun kawasan fungsional lain. Jenis kekumuhan yang perlu dihapuskan atau dikurangi dengan prinsip didayagunakan (direvitalisasi atau di- refungsionalkan) adalah sebagai berikut:

1. Kawasan Kumuh Di Atas Tanah Legal

Yang dimaksud dengan kawasan kumuh legal adalah permukiman kumuh (dengan segala ciri sebagaimana disampaikan dalam kriteria) yang berlokasi di atas lahan

(44)

yang dalam RUTR diperuntukkan sebagai zona perumahan. Untuk model penanganannya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:

a. Model Land Sharing

Yaitu penataan ulang di atas tanah/lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Dalam penataan kembali tersebut, masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan luasan yang sama sebagaimana yang selama ini dimiliki/dihuni secara sah, dengan memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum (jalan, saluran dll). Beberapa prasyarat untuk penanganan ini antara lain : a) Tingkat pemilikan/penghunian secara sah (mempunyai bukti pemilikan/ penguasaan atas lahan yang ditempatinya) cukup tinggi dengan luasan yang terbatas, b) Tingkat kekumuhan tinggi dengan kesediaan lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana dan sarana dasar, dan c) Tata letak permukiman tidak terpola.

b. Model Land Consolidation

Model ini juga menerapkan penataan ulang di atas tanah yang selama ini telah dihuni. Beberapa prasyarat untuk penanganan dengan model ini antara lain : a) Tingkat penguasaan lahan secara tidak sah (tidak memiliki bukti primer pemilikan/penghunian) oleh masyarakat cukup tinggi, b) Tata letak permukiman tidak/kurang berpola, dengan pemanfaatan yang beragam (tidak terbatas pada hunian), dan c) Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih strategis dari sekedar hunian. Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya penggunaan campuran (mix used) hunian dengan penggunaan fungsional lain.

(45)

2. Kawasan Kumuh Di Atas Tanah Tidak Legal

Yang dimaksudkan dengan tanah tidak legal ini adalah kawasan permukiman kumuh yang dalam RUTR berada pada peruntukan yang bukan perumahan. Disamping itu penghuniannya dilakukan secara tidak sah pada bidang tanah; baik milik negara, milik perorangan atau Badan Hukum. Contoh nyata dari kondisi ini antara lain:

permukiman yang tumbuh di sekitar TPA (tempat pembuangan akhir persampahan), kantung-kantung kumuh sepanjang bantaran banjir, kantung kumuh yang berasal di belakang bangunan umum dalam suatu kawasan fungsional, dan lain-lain.

Penanganan kawasan permukiman kumuh ini antara lain melalui:

a. Resettlement/pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan, yang biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat.

Pemindahan ini apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu direvitalisasikan sehingga memberikan nilai ekonomi bagi Pemerintah Kota/Kabupaten.

b. Konsolidasi lahan apabila dalam kawasan tersebut akan dilakukan re- fungsionalisasi kawasan dengan catatan sebagian lahan disediakan bagi lahan hunian, guna menampung penduduk yang kehidupannya sangat bergantung pada kawasan sekitar ini, bagi penduduk yang masih ingin tinggal di kawasan ini dalam rumah sewa.

c. Program ini diprioritaskan bagi permukiman kumuh yang menempati tanah- tanah negara dengan melakukan perubahan atau review terhadap RUTR.

Menurut Ridlo dalam Kumala dan Yusman (2014) terdapat usaha bentuk-

(46)

Peremajaan Kota (Urban Renewal); b) Program Perbaikan Kampung (KIP); c) Rumah Susun; d) Relokasi (Resettlement); e) Konsolidasi Lahan; f) Pembagian Lahan (Land Sharing) dan g. Pengembangan Lahan Terarah (Guide Land Development).

2.6. Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman 2.6.1. Persyaratan Dasar Perumahan

Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut : a. Aksesibilitas

Yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan. Aksesibilitas dalam kenyataannya berwujud jalan dan transportasi.

b. Kompatibilitas

Yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya.

c. Fleksibilitas

Yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.

d. Ekologi

Yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.

2.6.2. Persyaratan Dasar Pemukiman

Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab Perumahan dan Permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 3.1 Peta Adminstrasi Kota Tebing Tinggi
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Tebing Tinggi
Tabel 4.2. Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kota Tebing Tinggi  Tahun  Garis Kemiskinan  Jumlah Penduduk Miskin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Hakim MK berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: (1) MK menganut perbedaan pengaturan tentang masalah usia perkawinan baik dalam masing-masing agama maupun

Evaluasi program dan umpan balik, dilakukan terhadap keseluruhan pelaksanaan program pengabdian. Pada kegiatan ini akan dievaluasi kelebihan dan kekurangan teknik

The endogenous variables within this study were nutritional status in terms of Weight/ Age, nutrition intake, History of infectious disease , mother’s psychological stress,

Preservation specialists within the broad cultural heritage community of libraries, archives, and museums have explored how to integrate digitiza- tion technologies into their suite

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa model Think Pair Share dapat meninngkatkan keterampilan guru,aktivitas belajar siswa meningkat, hasil belajar

The authors organized the literature into five major areas of interest: The Physical and the Virtual: Libraries and Collections in Transition; Mass Digitization and Its Impact

Simpulan penelitian ini yaitu penerapan model pembelajaran TPS berbantu media visual pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan mengajar guru dan meningkatkan

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Penerapan Azas