Melaksanakan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini (Studi Kasus di RA Abdul Qadir Medan)
TESIS
Oleh:
ERA NADIRA RANGKUTI 157045006
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Melaksanakan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini (Studi Kasus di RA Abdul Qadir Medan)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Master Ilmu Komunikasi
dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ERA NADIRA RANGKUTI 157045006
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
Telah diuji pada Tanggal : 20 Mei 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketia : Dr. Nurbani, M.Si
Anggota : Prof. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph D Dra. Mazdalifah, M.Si, Ph.D
Dra. Fatma Wardy Lubis,M.A
PENDIDIKAN KARAKTER DAN ANAK
Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua dan Anak dalam Melaksanakan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini
(Studi Kasus di RA Abdul Qadir Medan)
Dengan ini penulis menyatakan bahwa:
1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.
2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.
3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah di tulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Medan, 20 Mei 2019
Era Nadira Rangkuti
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efektivitas komunikasi antarpribadi orang tua dan anak serta pendidikan karakter pada anak usia dini di RA Abdul Qadir Medan. Lokasi penelitian ini dilakukan di kecamatan Medan Sunggal karena lokasi RA Abdul Qadir yang bertepatan di lokasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan unit analisisnya adalah Pendidikan anak usia dini dengan menggunakan metode populasi sampling diperoleh lima informan sepasang suami istri. Pengumpulan data dilakukan kurang lebih selama dua bulan.
Temuan penting yang diperoleh dalam penelitian ini karakter anak terbentuk dari keluarga, terutama dari bagaimana orangtua menyampaikan nilai-nilai moral, kejujuran, agama kepada anak melalui komunikasi yang baik. Orangtua tidak hanya menyampaikan melalui kata-kata, tetapi juga memberi teladan dalam tingkah laku. Strategi mencari informasi dari orangtua diperoleh dari pengamatan dan pengungkapan diri anak. Penting juga mendengarkan ungkapan perasaaan anak ke orangtua. Karakter yang terbentuk dari bawaan karena latar belakang budaya sang anak dibentuk dari keluarga dan masyarakat. Jadi, anak bisa berkembang sesuai dengan karakter akar budayanya. Pendidikan yang bersifat universal dapat dibuat seragam namun budaya adi luhur yang bersifat kearifan lokal sudah selayaknya untuk dipelihara, misalnya kebersamaan dalam keluarga, rasa malu bila melanggar norma yang berlaku, dan takut jika berbuat salah.
Keyword : Efektivitas Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Pendidikan Karakter, Keluarga, Anak Usia Dini
ABSTRACT
This study aims to analyze the effectiveness of interpersonal communication between parents and children and character education in early childhood at RA Abdul Qadir Medan. The location of this research was carried out in the Medan Sunggal sub-district because of RA Abdul Qadir's location which coincided at that location. This study uses qualitative methods and the unit of analysis is Early Childhood Education using the sampling population method obtained by five informants of a husband and wife. Data collection is carried out for approximately two months. Important findings obtained in this study are the character of children formed from the family, especially from how parents convey moral values, honesty, religion to children through good communication. Parents not only convey through words, but also set an example in behavior. The strategy of seeking information from parents is obtained from the observation and self- disclosure of children. It is also important to listen to expressions of feelings for children to parents. Character that is formed from innate because the cultural background of the child is formed from family and society. So, children can develop according to the character of its cultural roots. Universal education can be made uniform, but the noble culture that is local wisdom is proper to be maintained, for example togetherness in the family, shame when violating the prevailing norms, and fear of doing wrong.
Keywords: Communication Effectiveness, Interpersonal Communication, Character Education, Family, Early Childhood
Segala Puji ke hadirat Allah SWT atas Rahmat, Nikmat dan Taufiknya, sehingga dapat dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yakni Bapak Rahmanuddin Rangkuti,SH, Mkn dan Ibu Erma Sari Siregar yang sudah membesarkan dan mendidik sehingga dengan do’a mereka yang mengetuk pintu langit untuk mengantarkan anak bungsunya ke jenjang pendidikan magister.
Semoga Allah mengantikan setiap keringat dan tetes airmata dengan kebahagiaan di hari senja hingga menuju surgaNya kelak. Rasa terimakasih dan syukur juga penulis curahkan kepada keluarga kecil yaitu kepada suami tercinta Muhammad Mirza Mustaqim S.Pi yang senantiasa memberikan support, do’a, dan buah hati Misykah Zea Mustaqim yang semoga kelak dapat menjalani pendidikan yang lebih baik lagi.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu,SH, MHum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr.Muryanto Amin,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Lusiana Andriani Lubis,MA,Ph.d, selaku ketua Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Nurbani, Msi dan Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan ide, saran dan kritiknya.
5. Ketua Yayasan, Kepala Sekolah dan Seluruh Guru RA Abdul Qadir yang telah menerima kehadiran penulis dan membantu penulis dalam memperoleh data.
6. Orang tua murid selaku informan yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian di RA Abdul Qadir sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
7. Teman-teman seperjuang Magister Ilmu Komunikasi 2015 yang memberikan dukungan agar dapat menyelesaikan studi.
8. Staf Administrasi Magister Ilmu Komunikasi Muhammad Andrizal Siregar,S.Kom dan Osedan Sitompul, S.Sos yang telah mengurus keperluan administrasi penulis selama penulis mengikuti perkuliahan di Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Medan, 20 Mei 2019 Penulis
Era Nadira Rangkuti
ABSTRAK...i
ABSTRACT...ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS...iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...iv
PERNYATAN... v
KATA PENGANTAR...vi
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Fokus Masalah ... 14
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Interpretative... ... 15
2.2 Kajian Terdahulu ... 17
2.3 Kajian Pustaka ... 24
2.3.1 Komunikasi Antar Pribadi ... 24
2.3.2 Komunikasi Keluarga ... 39
2.3.3 Pendidikan Karakter ... 46
2.3.4 Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan) ... 56
2.3.5 Psikologi Komunikasi ... 58
2.3.6 Teori Belajar Sosial dari Bandura dan Walter ... 65
2.3.7 Teori Kecerdasan Majemuk ... 68
2.4 Kerangka Pemikiran ... 74
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian Kualitatif... 75
3.2 Format Desain Penelitian Kualitatif Studi Kasus ... 76
3.3 Subjek Peneltian/ Populasi Sampling ... 77
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 78
3.5 Metode Analisis Data ... 80
3.6 Keabsahan Data ... 81
BAB IV TEMUAN PENELITIAN 4.1 Proses Penelitian ... 84
4.2 Lokasi Penelitian ... 85
4.2.1 Profil Yayasan Pendidikan RA Abdul Qadir ... 86
4.3 Hasil Penelitian ... 88
4.4 Informan Tambahan... 132
4.5 Temuan Penelitian ... 143
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Komunikasi Antar Pribadi Orangtua dalam Pendidikan Karakter Anak di Sekolah RA Abdul Qadir ... 155
5.1.1 Peranan, Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak ... 160
5.1.2 Aneka Komunikasi dalam Keluarga Informan ... 163
5.1.3 Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga ... 166
5.2 Pendidikan Karakter Anak Usia Dini ... 168
5.3 Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini ... 157
5.4 Teori Tindakan Beralasan ... 173
5.5 Belajar Sosial RA Abdul Qadir Medan ... 175
5.6 Perbedaan Pendidikan Pola Asuh Anak Usia dini ... 177
5.7 Membangun Karakter Anak ... 178
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ... 180 6.2 Saran ... 181
DAFTAR PUSTAKA ... 182 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1 Keterkaitan antara Komponen Moral dalam Rangka
Pembelajaran…...9
2.3.3 Nilai-Nilai Karakter Berlandaskan Budaya Bangsa ………...53
2.3.4 Theory Reasoned Action ...56
2.3.6 Social Learning Theory ...66
2.3.9 Perkembangan Anak Berdasarkan Usia Secara Teoritis ……….72
DAFTAR TABEL
Tabel
4.3.1 Gambar Informan Istri………..89 4.3.2 Daftar Inrorman Keseluruhan………90 4.5.1 Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Istri dan Suami pada anak……..144 4.5.2 Pendidikan Karakter Anak Usia Dini di RA Abdul Qadir Medan……..147 4.5.3 Perbedaan Pola Asuh Anak Laki-laki dan Perempuan………....149 4.5.4 Tabel Kecerdasan Anak Usia dini……….151
1.1 Latar Belakang Masalah
Terciptanya sebuah masyarakat yang madani tidak terlepas dari suasana yang harmonis di setiap keluarga. Keluarga merupakan unit sosial pertama dan utama dalam pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian individu yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Membentuk suatu keluarga yang harmonis pastilah di dukung dengan komunikasi yang berjalan dengan baik di dalam sebuah keluarga.
Hubungan ini memang ditandai dengan prinsip hubungan darah yang kental sekali dengan rasa emosional yang mendalam maupun rasa cinta dan kasih diantara mereka sangat tinggi. Pada satu keluarga yang memiliki anak lebih dari satu maka terjadi pula hubungan yang di sebut persaudaraan /siblings. Cinta yang menandai hubungan mereka mesipun sangat emosional namun mereka merasakan sesuatu kedekatan yang lain sebagai rasa kita dari pada mereka dari anak-anak keluarga yang lain (Liliweri,1991).
Keluarga adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”, yang memiliki kesadaran untuk hidup bersama sebagai suami istri yang saling berinteraksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk komunikasi baru. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat.
Kalvin dan Brommel (dalam Arwani, 2003 : 4) memberikan makna komunikasi (komunikasi keluarga) sebagai suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga lebih banyak komunikasi antarpribadi. Relasi antarpribadi dalam setiap keluarga menunjukkan sifat-sifat yang kompleks. Komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan diantara dua orang atau kelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik. Komunikasi dalam keluarga lebih banyak komunikasi antarpribadi. Setiap komponen harus dipandang dan dijelaskan sebagai bagian yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi antarpribadi.
Tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orang tua adalah untuk memberikan informasi, nasihat, mendidik dan menyenangkan anak-anak. Anak berkomunikasi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan saran, nasihat, masukan atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang tua. Komunikasi antar anggota keluarga dilakukan untuk terjadinya keharmonisan dalam keluarga. Sebuah keluarga terbentuk dalamnya terdiri dari suami, istri dan anak saling berhubungan, saling berinteraksi di antara mereka melahirkan dinamika kelompok karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga.
Konflik dalam keluarga harus diminimalkan untuk mewujudkan keluarga seimbang dan bagaimana cara berkomunikasi dalam keluarga dengan baik. Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dan ibu antara ayah dan anak serta antara ibu dan anak. Setiap anggota keluarga tahu tugas, tanggung jawab,dansaling percaya kepada masing-
masing anggota keluarga. Tidak dapat dipungkiri, hubunganyang menjadi kepedulian kebanyakan orang adalah hubungan dalam keluarga mewakili suatu konstelasi hubungan yang sangat khusus.
Komunikasi juga sangat besar kedudukannya dalam mempertahankan kelangsungan hidup dari keluarga yang bersangkutan. Tanpa dibarengi dengan pelaksanaan komunikasi yang terbuka antar anggota dalam suatu keluarga dipastikan tidak akan terjadi keharmonisan di dalamnya. Kalvin dan Brommel (dalam Arwani 2003) memberikan makna komunikasi (komunikasi keluarga) sebagai suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga lebih banyak komunikasi antarpribadi. Relasi antarpribadi dalam setiap keluarga menunjukkan sifat-sifat yang kompleks.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly: 2002). Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Anak merupakan suatu anugerah dari Tuhan untuk setiap orang tua.
Sebagaimana kertas putih yang ada, tanpa garis, tulisan, bacaan atau bahkan noda begitulah layaknya seorang anak yang terlahir dunia. Dalam sebuah keluarga masing – masing memiliki peranan dalam menentukan keharmonisan sebuah keluarga.
Keluarga merupakan tempat yang paling awal dalam memulai komunikasi dan pendidikan karakter. Sebagian besar perilaku orangtua dan lingkungan dalam keluarga akan selalu dijadikan proses pendidikan bagi anak-anak yang berada di dalam keluarga tersebut. Infromasi dalam lingkungan keluarga pun menyertai kehadiran proses komunikasi, baik langsung ataupun tidak langsung. Seperti halnya proses komunikasi, proses perjalanan informasi dalam lingkungan keluarga selalu sejalan sebagai penyerta proses komunikasi. Orang tua yang terbiasa untuk berbicara yang jujur, santun dan lemah lembut akan menjadi contoh bagi anak dalam berperilaku. Di dalam keluarga tentu ada komunikasi yang terjalin antara ayah dengan ibu, ibu dengan anak dan ayah ibu ke anak.
Komunikasi yang terjalin tersebut dinamakan dengan komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Adapun bisa mengenal diri sendiri, orang lain, bisa mengetahui dunia luar, dapat menjalin hubungan yang lebih bermakna, dapat melepaskan ketegangan, mengubah nilai- nilai dan sikap seseorang, dan bisa memperoleh hiburan dan menghibur orang lain, dan sebagainya. Singkatnya komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam kegunaan.
Setiap anggota keluarga pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter sesuai dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi memerlukan proses panjang dalam pembentukan karakter melalui pengasuhan dan pendidikan sejak anak usia dini. Komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga pasti dimulai dengan komunikasi antar pribadi, sepasang suami istri mengawali perjumpaan mereka dengan komunikasi antar pribadi dan berlanjut pada kedalaman komunikasi sehingga memutuskan untuk membentuk sebuah keluarga.
Pendidikan karakter sebagai usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik perlu ditanamkan terus oleh orang tua sebagai suatu kebiasaan sehingga dapat menjadi sifat kebaikan anak sejak kecil. Dunia pendidikan telah hangat dan banyak dibicarakan mengenai pendidikan karakter. Adanya realita sosial yang menunjukkan bahwa karakter bangsa pada zaman globalisasi ini merosot dengan sangat tajam, hal ini lah yang melatarbelakangi mengapa pendidikan berkarakter sangat menarik untuk di pahami lebih jauh.
Pendidikan sering dianggap sebagai suatu metode yang paling jitu dalam mengembangkan potensi anak terutama yang berada di usia dini baik berupa keterampilan, ketangkasan maupun wawasan.Pendidikan juga diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam sebuah masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan akan terus menerus di bangun dan di kembangkan untuk menghasilkan generasi yang berkatakter. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hayat, setiap manusia pasti membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan di manapun ia berada, seperti kata pepatah belajar itu dari buayan hingga ke liang lahat.
Keberadaan pendidikan sangat berarti bagikehidupan manusia, sebab tanpa pendidikan manusia sekarang tidak akan lebih merosot dengan generasi di masa lampau. Menurunnya karakter bangsa yang akhir-akhir ini marak terjadi disebabkan karena pengaruh perkembangan zaman berupa teknologi, seperti pengaruh kemajuan teknologi informasi yang menyuguhkan beraneka ragam pilihan program acara, hal ini berdampak pada karakter anak. Program televisi yang bersifat edukatif (mendidik) kini jumlahnya sangat sedikit, kebanyakan program yang ditampilkan cenderung menampilkan kisah romansa dewasa dan
geng motor, belum lagi dengan adanyaempat ratus tiga puluh lima ribu konten pornografi di internet (VIVA.co.id). Keberadaan internet justru kini lebih banyak dimanfaatkan untuk hal-hal negatif seperti membuka situs porno yang tidak layak mereka tonton, bahkan mereka kemudian melakukan adegan yang amoral dan asusila.Secara perlahan tapi pasti budaya asing pun kini telah masuk ke dalam setiap relung kehidupan manusia dengan menggeser nilai-nilai lokal sebagai nilai luhur yang semestinya ditumbuh kembangkan pada diri setiap anak.
Kasus kekerasan bullying di kawasan sekolah pada beberapa tahun ini sangat sering kita dengar di berbagai media. Seorang siswa SMAN 1 Semarang menjadi korban bullying yang mengakibatkan kematian. Ponsel korban di temukan rekaman video saat korban yang berjenis kelamin laki-laki mengunakan BH dan rok mini atas perintah senior, selain itu ditemukan kertas yang bertuliskan
“ketinggian 6 meter dan kedalaman 5,3 meter”. Korban di temukan tewas di kolam berenang setelah melakukan lompatan di ketinggian 6 meter di kolam renang jati diri (detik news).
Tudingan akan adanya tindak kekerasan dan menurunnya karakter bangsa yang marak terjadi sekarang ini, lebih ditujukkan pada kegagalan dunia pendidikan. Tidak hanya pornografi, fenomena lainnya yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia adalah kasus bullying disekolah atau diluar sekolah, penganiayaan yang dilakukan anak dibawah umur, dewasa sebelum waktunya dan masih banyak lagi. Hal-hal dasar seperti ini akan berdampak buruk dimasa yang akan datang baik untuk si anak ataupun untuk bangsa Indonesia sehingga diperlukannya pendidikan karakter guna mendidik karakter anak sejak kecil yang
dimana hal tersebut menjadi pondasi dasar untuk setiap anak dalam berperilaku dan berpikir.
Pendidikan karakter berupaya menanamkan nilai-nilai sosial dan pancasila pada setiap anak, seperti cara bertegur sapa dengan mengucapkan salam kepada teman-teman, anak membantu kesulitan sesama, anak bergembira bila mendengarkan berita baik, anak perempuan cenderung bermain dengan permainan yang feminine seperti boneka, masak-masakan, engklek sedangkan anak laki-laki bermain yang banyak mengunakan motorik seperi bermain bola kaki,basket dan mobil-mobilan.
Diakui atau tidak diakui saat ini terjadinya krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga yaitu anak-anak. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat obatan, pornografi, pemerkosaan, perampasan, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat teratasi secara tuntas.
Perilaku anak remaja kini banyak diwarnai dengan perilaku menyontek, kebiasaan bullying (mengejek) di seolah dan tawuran.
Menyadari bahaya dibalik menurunnya karakter bangsa dan maslah masalah sosial yang semakin marak terjadi di tengah msayarakat dewasa ini, pemerintah dengan cepat mengambil langkah penting dengan mengangkat kembali pendidikan karakter dan memasukannya dalam kurikulum pendidikan nasional. Adapun pendidikan karakter kini tidak hanya diberikan pada pendidikan menengah dan atas saja, melainkan juga telah memasukannya pada pendidikan
anak usia dini.Pendidikan karakter bagi anak usia dini sangat penting dengan maksud untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan secara terus menerus, agar menjadi kebiasaan dan karakter yang kuat bagi anak kelak dewasa atau pada jenjang pendidikan selanjutnya. Masa usia dini merupakan masa yang tepat untuk melakukan pendidikan. Sebab pada masa ini, anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa.
Anak pada usia dini cenderung belum memiliki pengaruh negatif yang banyak dari luar atau lingkungannya sehingga orang tua maupun pendidik akan jauh lebih mudah dalam mengarahkan dan membimbing anak-anaknya, terutama dalam menanamkan nilai-nilai karakter. Namun sangat disayangkan, banyak orang tua tidak memahami akan karakteristik tumbuh kembang anak-anaknya.
Sehingga mereka membiarkan anak-anaknya tumbuh tanpa sentuhan dan stimulasi perilaku-perilaku khusus yang sejatinya sangat berguna bagi tumbuh kembang anak.
Menurut Lickona (2012) “Pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.Bagan dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini”.
Gambar 1.1
Keterkaitan antara komponen moral dalam rangka pembentukan Sumber : http.belajarpsikologi.com
Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti yang mengkristal dengan pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling) dan tindakan (action).
Pendidkan karakter merupakan ”panglima” kehidupan, menghindari split of personality (kerpibadian yang terpecah), yaitu belum mampu menyatukan perkataaan dengan perbuatan dan kesenjangan antara teori dan praktek, sebagian orang telah mengetahui dan memahami nilai-nilai atau ilmu tetapi masih minim dalam mempraktekkannya.Setiap orang harus membangun karakter secara solid, tetapi bagi orang yang belum dewasa dibutuhkan proses pendidikan (Lickona, 2012).
Pendidikan karakter dilakukan dengan pembiasaan untuk berperilaku positif dan menjauhi perilaku negatif.The Character Education Partnership menyusun 11 prinsip pendidikan karakter yang efektif yaitu: (1) mempromosikan nilai-nilai kode etik berdasarkan karakter positif; (2) mendefinisikan karakter secara komprehensip untuk berpikir, berperasaan dan berperilaku; (3)
menciptakan komunitas sekolah yang penuh kepedulian; (5) menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dan mengembangkan tindakan bermoral; (6) menyusun kurikulum yang menantang dan bermakna untuk membantu agar semua siswa dapat mencapai kesuksesan; (7) membangkitkan motivasi instrinsik siswa untuk belajar dan menjadi orang yang baik di lingkungannya; (8) menganjurkan semua guru sebagai komunitas yang profesional dan bermoral dalam proses pembelajaran; (9) merangsang tumbuhnya kepemimpinan yang transformasional untuk mengembangkan pendidikan karakter sepanjang hayat; (10) melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam pendidikan karakter; (11) mengevaluasi karakter warga sekolah untuk memperoleh informasi dan merangcang usahausaha pendidikan karakter selanjutnya (Lickona, Schaps, & Lewis: 2003).
Pendidikan non formal di usia dini sangat besar berperanguh pada tumbuh kembang sikap anak, dan dengan terus berkembangnya waktu sampai anak mendapatkan pendidikan di jalur formal berupa pendidikan. Pada saat anak memasuki pendidikan pada jalur formal, sebaiknya orang tua memilih memperhatiankan esensi dari tujuan pendidikan.Karena pada dewasa ini kebanyakan pendidikan formal lebih memusatkan perhatian kepada prestasi di bidang akademik saja, dan kurang memperhatikan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Hal ini dapat di lihat dengan kurang memadukannya nilai-nilai ketuhanan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya, ironisnya justru lebih banyak berorientasi pada pengembangan struktur kognitif semata.
Kebanyakan orang tua beranggapan kalau anak-anak sudah diserahkan kepada guru di sekolah, maka selesailah tugas mereka dalam mendidik anak.Tugas mereka sekarang adalah mencari uang untuk membiayai sekolah anak-anak mereka.Sehingga tidak ada waktu lagi melakukan pembinaan akhlak pada anak-anak pulang ke rumah sudah dalam keadaan letih.Pada akhirnya anak- anak tumbuh dan berkembang tanpa mendapatkan perhatian dari orang tua.Anak- anak mencari kepribadiannya sendiri tanpa ada bimbingan orang tua mereka.Itulah sebabnya maka banyak anak-anak yang kurang memiliki akhlakul karimah, seperti kurang memiliki rasa hormat pada orang tua, saudara dan gurunya.Jarang melaksanakan ibadah seperti shalat di rumah atau di masjid, karena asyik bermain sampai sore hari.
Minimnya pengetahuan tentang pembinaan akhlak anak dan kelalaian orang tua dalam mendidik akhlak anak akan menimbulkan persoalan yang besar pada anak. Seperti krisis akhlak akan terjadi pada anak, anak kurang memiliki akhlak terhadap Tuhan, bersikap semaunya terhadap orang tua, saudara, kerabat, tetangga, teman dan siapa saja yang berhadapan dengannya. Dengan kata lain anak tidak memiliki adab dan tata karma dalam lingkungan pergaulan. Masalah yang lebih besar yang akan terjadi pada anak lagi yaitu anak akan terlibat dalam tindak dekadensi moral, dan tindak kriminalitas lainnya dan lebih parah lagi anak akan terlibat dalam narkoba dan miras. Persoalan pendidikan yang terus masih menjadi ”trending topic” dan sering dikaji dari berbagai sudut pandang adalah pembentukan karakter anak.
Fenomena tersebut tentunya sangat bertentangan dan membuat jarak antara tujuan dan hasil pendidikan nasional semakin jauh. Berbagai fenomena
tersebut dan semakin menggelindingnya proses dekadensi moral di kalangan generasi bangsa, semakin menunjukkan bahwa praktik pendidikan dewasa ini tidak bersandar pada amanah undang-undang yang mengisyaratkan pendidikan yang berbasis pada seperangkat nilai (pendidikan nilai) serta semakin penting dan mendesaknya pendidikan nilai. Kenyataan lain juga menunjukkan bahwa masih banyak ibu yang lalai, lupa dan belum tahu cara melaksanakan tugas mendidik anak dengan baik. Kabanyakan orang tua beranggapan kalau anak-anak sudah diserahkan kepada guru di sekolah atau kelomok bermain /Play group, maka selesailah tugas mereka dalam mendidik anak.
Peneliti tertarik meneliti mengenai efektivitas komunikasi antar pribadi orang tua dan anak dalam melaksanakan pendidikan karakter pada anak dikarenakan bahwa peran orang tua sudah sangat kurang berperan. Dijaman sekarang ini, kebanyakkan orang tua sudah melupakan perannya dikarenakan sibuk bekerja dan menjadikan sekolah adalah tempat penitipan anak. Namun komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak ketika di rumah sangat sedikit dan terjalin hanya sekedarnya saja. Keluarga sangat dekat dengan terbentuknya karakter pada anak dikarenakan pengajaran pendidikan karakter pada anak harus disampaikan melalui komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak sehingga terjalin yang namanya hubungan batin. Hal lain yang terjadi antara anak dan orang tua adalah dimana orang tua kurang memahami anaknya dan hanya berharap penuh kepada anak tanpa mampu mengarahkannya dengan baik. Sebagai contoh, orang tua selalu suka melarang anaknya berbuat ini dan itu namun tidak memberikan penjelasan dengan baik mengapa hal tersebut tidak boleh dilakukan.
bahkan orang tua juga kurang memberi contoh dar perilakunya mengenai apa yang baik untuk di tiru oleh anak.
Peneliti memilih melakukan penelitian di RA Abdul Qadir karena RA ini sudah berdiri sejak tahun 1992 dan merupakan sekolah pertama ditahun itu hingga sampai sekarang yang menerapkan pendidikan karakter anakyang berada di daerah Medan kecamatan Medan Sunggal. Dilihat dari tahun berdirinya sekolah RA Abdul Qadir tentu sudah sangat berpengalaman dalam mendidik anak khususnya anak usia dini. Saat ini RA Abdul Qadir juga telah melahirkan alumni kurang lebih sekitar tujuh ratus orang yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia yang kini menduduki posisi yang baik pada profesinya. Kurikulum di sekolah RA Abdul Qadir juga sangat mendukung pada pendidikan karakter yang dimana mereka juga banyak melakukan kegiatan di luar sekolah yang tujuan dari kegiatan tersebut salah satunya menerapkan pendidikan karakternya seperti dilakukannya perlombaan menggambar (pendidikan karakter dalam kreativitas anak), perlombaan modeling busana daerah (pendidikan karakter akan cinta tanah air dan peningkatan kepercayaan diri anak) dan masih banyak lagi. Sekolah RA ini juga sedang dalam pengurusan akreditasi yang memang sudah menjadi salah satu keharusan yang di atur oleh pemerintah.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini “Bagaimana Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua dan Anak dalam membangun Karakter pada Anak Usia Dini di RA Abdul Qadir Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisa Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua dan Anak.
2. Untuk Menganalisa Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini di RA Abdul Qadir Medan Medan Sunggal.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis
Peneliti berharap agar hasil dari penelitian ini dapat member sumbangsih bagi kepustakaan khususnya yang berkaitan dengan Teori Komunikasi antar pribadi sebagian dari ilmu komunikasi di Indonesia dengan keragaman budaya di Indonesia.
2. Manfaat Akademik
Secara akademis, peneliti berharap agar hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi para peneliti yang meninjau lebih jauh terkait dengan topik kajian komunikasi antar pribadi orang tua dan anak dalam melaksanakan pendidikan karakter pada anak usia dini.
3. Manfaat Praktik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk setiap orang tua khususnya ibu yang memiliki anak di usia dini untuk mengaplikasikan prinsip- prinsip dasar komunikasi antar pribadi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Interpretative
Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian atau penelitian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum.
Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi dilokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012 : 73).
Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (Tahir, 2011 : 59) adalah sekumpulan anggapan dasar mengenai pokok permasalahan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian yang akan di teliti. Penelitian kualitatif “teori” lebih ditempatkan pada garis yang digunakan dibidang sosiologi dan antropologi dan mirip dengan istilah paradigma. Paradigma adalah kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti. Peneliti yang bagus menyadari tentang dasar teori mereka dan menggunakannya untuk membantu mengumpulkan dan menganalisis data.
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitemologis yang panjang (Mulyana, 2005: 9). Dapat disimpulkan bahwa paradigma adalah pandangan yang mendasar dari para ilmuan untuk mencari sebuah kebenaran dari realita sosial dan dalam penelitian tersebut, terdapat suatu kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti dalam mengungkap kebenaran realitas sosial tersebut.
Penelitian ini menggunakan paradigma interpretive. Paradigma interpretive adalah cara pandang yang bertumpu pada sebuah tujuan untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial dari kacamata aktor yang terlibat didalamnya. Paradigma tersebut memandang realitas sosial sebagai suatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala interaktif. Jika metode objektif dalam penelitian kualitatif bertujuan membuat standarisasi observasi maka metode subjektif (penelitian interpretatif) berupaya menciptakan interpretasi. Jika ilmu pengetahuan berupaya untuk mengurangi perbedaan diantara para peneliti terhadap objek yang diteliti maka para peneliti humanistik berupaya untuk memahami tanggapan subjektif individu. Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan misteri pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian.
Maka dalam penelitian ini, peneliti akan berkacamata dari sebuah kacamata peneliti yang berupaya menciptakan interpretasi. Peneliti berusaha mencari informasi sebanyak mungkin yang memiliki kesesuaian dengan fokus penelitian pada objek peneliti yang nantinya dapat menggambarkan Bagaimana efektivitas komunikasi antar pribadi orang tua dan anak dalam melaksanakan pendidikan karakter pada anak usia dini di RA Abdul Qadir Medan Sunggal.
2.2 Kajian Terdahulu
Kajian terhadulu merupakan penelitian yang sudah ada dan relevan dengan kajian yang akan diangkat namun terdapat perbedaan tertentu yang menjadikan kajian terdahulu menjadi sebuah perbandingan bagi peneliti. Kajian terdahulu dibutuhkan untuk menjadi bahan referensi dan sumber rujukan bagi seorang peneliti. Pada Bagian ini, peneliti akan memaparkan sekilas bahwa pada penelitian sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang mengangkat permasalahan yang peneliti angkat yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan efektivitas komunikasi orang tua dan anak dalam melaksanakan pendidikan karakter pada anak usia dini di RA Abdul Qadir Medan yaitu :
1. Penelitian dari Neri Aprilina Iyoq pada tahun 2017 berjudul “Efektivitas Komunikasi Orang Tua pada Anak dalam Membentuk Perilaku Positif (Studi Deskriptif di Kelurahan Sungai Pinang dalam Kecamatan Sungai Pinang).”
Penelitian ini dilatar belakangi oleh banyaknya orang tua yang merasa kesulitan dalam memahami perilaku anak-anaknya yang seringkali terlihat tidak logis dan tidak sesuai dengan akal sehat. Maka untuk memahami anak dan bisa berkomunikasi secara efektif dengan anak, orang tua dituntut untuk
meningkatkan komunikasi keluarga dengan membuka jalur komunikasi agar semuanya dapat berbicara , mendengarkan, memahami, dan menyenangkan orang lain, sehingga bisa menciptakan komunikasi yang efektif dengan adanya keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan diantara orang tua dan anak. Tujuan penelitian ini yaitu agar bisa dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti dan para orang tua dalam menciptakan sebuah komunikasi yang efektif dan dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal. Penelitian ini menggunakan teori analisis transaksional karena lewat analisis transaksional maka akan diketahui apa saja yang sesungguhnya terjadi dalam diri individu ketika berkomunikasi, yang terjadi antara orang ketika berkomunikasi, dan bagaimana mengidentifikasi, memahami dan mengendalikan aspek-aspek yang terkait dengan komunikasi yang sedang berlangsung tersebut. Hasil penelitian komunikasi antar pribadi yang terjadi antar orang tua dan anak pada penelitian ini lebih banyak masuk dalam jenis transaksi komplementer karena adanya beberapa faktor yang membuat komunikasi ini menjadi efektif, seperti ; keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.
Walau pun terkadang terjadi transaksi silang namun hal tersebut tidak mengurangi kedekatan emosional antara orang tua khususnya ibu dan anak.
2. Penelitian yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Orang Tua dan Pendidik terhadap Keberhasilan Program Kelompok Bermain” pada bulan November
2016 dilakukan oleh Febru Puji Astuti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan komunikasi orang tua dan pendidik yang dilakukan di lembaga PAUD Happy Bear, Magelang. Penelitian ini merupakan studi
kasus, menggunakan metode kualitatif. Unit penelitian meliputi pendidik, orang tua, dan pengelola. Data dikumpulkan melalui teknik pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan tiga kegiatan utama, yakni: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data dilakukan dengan kredibilitas melalui pemeriksaan ketekunan pengamatan, triangulasi sumber dan triangulasi metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi antara orang tua dan pendidik di PAUD Happy Bear lebih cenderung menggunakan pola keterbukaan yang memungkinkan seluruh pihak yang berkepentingan untuk saling bertukar informasi. Kegiatan program dilaksanakan dan dikomunikasikan melalui pertemuan yang melibatkan orang tua. Efektivitas komunikasi yang ada ditunjukan adanya perubahan yang makin baik dalam ketercapaian dan keberhasilan program kelompok bermain. Persamaannya pada penelitian peneliti adalah sama-sama meneliti efektivitas komunikasi dan objek penelitiannya terletak pada anak usia dini. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian pendidikan karakter anak usia dini peneliti di RA Abdul Qadir.
3. Penelitian ini di lakukan oleh Rahminur Diadha di Taman Kanak-kanak Negeri Pembina Kabupaten Pelalawan, Riau pada tahun 2015. Penelitian yang berjudul “Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak.” Keterlibatan orang tua merupakan aspek pendting dalam sebuah pendidikan terutama dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Hal tersebut karena orang tua merupakan pendidik pertama di ruamh dan merupakan orang yang pertama kali berinteraksi dengan anak.
Baik buruknya kualitas sebuah lembaga pendidikan akan dapat dilihat melalui hubungannya dengan orang tua siswa. Akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan masih sangat rendah. Hal tersebut tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu penelitian ini penelitian ini membahas berbagai hal terkai dengan keterlibatan orang tua, seperti pengertian keterlibatan orang tua, manfaat keterlibatan orang tua, bentuk-bentuk keterlibatan orang tua, faktor yang mempengaruhinya serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan orang tua itu sendiri, sehingga memunculkan keinginan untuk mengupayakan atau meningkatkan pelaksanaan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak dengan lebih bermakna dan bermanfaat bagi perkembangan dan belajar anak, bagi orang tua maupun bagi lembaga itu sendiri.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurhayati ,S.Pd. AUD salah seorang mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta pada tahun 2014 melakukan penelitian terdahulu tentang “Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita di RA Pembina Kecamatan Sanden.” Dilatarbelakangi adanya kegelisahan dari segenap bangsa Indonesia mengingar bahwa kondisi bangsa Indonesia masih jauh dari yang di cita- citakan. Hal ini terlihat dari perilaku dan tindakan yang kurang bahkan tidak berkarakter. Fenomena merosotnya karakter anak bangsa di tanah air khususnya, di sebabkan lemahnya pendidikan karakter dalam meneruskan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Di samping itu juga, masih lemahnya penerapan nilai-nilai berkarakter di lembaga-lembaga pemerintah dan kemasyarakatan serta makin berkembangnya era globalisasi yang mengikis
kaidah-kaidah moral budaya bangsa. Berangkat dari masalah tersebut, sebagai langkah antisipasif yang perlu dilakukan agar kondisi ini tidak berlarut semakin parah adalah dengan memberikan proses pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini melalui metode bercerita. Ini merupakan salah satu langkah strategis mengingat usia awal perkembangan anak merupakan masa golden age. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di RA pembina kecamatan Sanden. Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara umum mengenai penerapan metode bercerita di RA pembina kecamatan Sanden serta menyajikan dan menguraikan implikasi dari penerapan metode tersebut dalam pengembangan nilai-nilai karakter anak usia dini di RA tersebut.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif yang di arahkan pada field research. Jenis data yang digunakan adalah data-data yang diperoleh bersumber dari observasi, pengumpulan data di lapangan, interview, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses penerapan metode bercerita di RA pembina kecamatan Sanden dilakukan dengan beberapa tahap, yakni tahap perencanaan, tahap penerapan dan tahap evaluasi. Ketiga tahap tersebut untuk mengetahui sejau mana bercerita ini dapat mempengaruhi karakter pada anak. Pada tahap pelaksanaan metode bercerita, guru biasanya mengunakan alat peraga, ilusi gambar serta menerapkan metode dramatisasi dalam menyampaikan acerita. Implikasi dari penerapan metode bercerta di RA pembina kecamatan Sanden tealah mempengaruhi karakter anak dalam kehidupan sehari-hari. Karakter tersebut adalah cinta kepada Allah, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tangung jawab. Karakter – karakter tersebut telah mereka tunjukkan baik di sekolah maupun di rumah.
5. Penelitian yang berjudul “Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak dalam Membentuk Perilaku Positif Anak pada Murid SDIT Cordova Samarinda” ini diteliti oleh Rio Ramadhani pada tahun 2013. Penelitian ini membahas komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai sesuatu yang unik. Komunikasi antarpribadi yang paling sederhana dapat kita amati di dalam keluarga. Semua orang tua ingin memiliki anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan mereka.
Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik maupun mental. Para orang tua ingin sekali anaknya tumbuh menjadi pribadi yang sehat, bahagia dan matang secara sosial, tetapi mereka sering kali tidak yakin bagaimana membantu anak mereka untuk mencapai tujuan itu. Salah satu alasan dari frustasi yang dirasakan para orang tua adalah karena mereka menerima pesan- pesan yang saling bertentangan tentang bagaimana mereka mengatur anak.
Banyak orang tua mempelajari tradisi pengasuhan anak dari orang tua mereka. Padahal, budaya dan nilai-nilai masyarakat yang berlaku saat ini sudah mengalami perubahan. Akibatnya, tidak sedikit pula orangtua yang merasa bingung tentang apa yang harus mereka lakukan dalam mengarahkan
perilaku anak yang diterima secara normatif dan dalam mengawasinya.
Sayangnya, ketika tradisi pengasuhan akan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, baik yang diinginkan dan tidak diinginkan biasanya muncul. Peneliti tertarik untuk meneliti anak – anak berprestasi yang ada di SDIT Cordova untuk mengetahui apakah peran komunikasi interpersonal orang tua dan anak dapat membentuk perilaku positif pada anak, dalam hal ini pada murid SDIT Cordova Samarinda. Kualitas hubungan dan komunikasi yang diberikan orang tua pada anak akan menentukan kualitas kepribadian dan moral mereka. Hubungan yang penuh akrab dan bentuk komunikasi dua arah antara anak dan orang tua merupakan kunci dalam pendidikan moral keluarga. Pada penelitian terdahulu peneliti melihat peranan orang tua baik ibu maupun ayah dalam membentuk perilaku positif pada murid SD, di mana anak usia ini harus dianggap sebagai periode sensitf dan orang tua merupakan orang yang paling bertangung jawab dalam pengembangan pribadi anak hingga ia tumbuh menjadi dewasa. Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan mengunakan deskiptif kwalitatif yang berlokasi di Samarinda.
Sedangkan penelitan yang akan saya lakukan untuk mengetahui adanya efektivitas komunikasi antar pribadi antara ibu dan anak dalam pembentukan karakter anak balita.
2.3 Kajian Pustaka
Teori merupakan landasan bagi penulis untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan–batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan
penelitian yang akan dilakukan. Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran.
Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model – model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma (Sugiyono, 2008: 55).
2.3.1 Komunikasi Antar Pribadi
Terbentuknya suatu keluarga yang harmonis dalam suatu lingkungan masyakarat yang terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak tak lepas dari adanya komunikasi antar pribadi yang terjalin dalam keluarga. Sebelum memutuskan untuk membina suatu rumah tangga seorang lelaki dan wanita pasti melakukan hubungan antar pribadi dan dapat melewati semua tahapan. Untuk membahas mengenai komunikasi antar pribadi kiranya kita perlu memahami definisi yang telah di kemukakan oleh para alhi.
De Vito mendefinisikan komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurutnya, “Komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orangorang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).” Sementara menurut Tan mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih. Sementara Dean Barnulus mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi
biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua individ, tiga individu ataupun lebih yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur (Liliweri, 2011).
Rogers (dalam Depari, 2002) “Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi”. Onong U. Effendy (2003) mendefinisikan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan, komunikasi jenis ini bisa langsung secara berhadapan muka (face to face) bisa juga melalui medium, umpamanya telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi adalah dua arah atau timbal balik. Trenholm dan Jensen mendefinisikan komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi diadik dimana dua individu, berbagi peran pengirim dan penerima, terhubung melalui aktivitas bersama untuk menciptakan makna. Sedangkan Beebe, Beebe, dan Redmond mendefinisakan komunikasi antar pribadi adalah Komunikasi interpersonal adalah bentuk khas komunikasi manusia yang didefinisikan tidak hanya oleh jumlah orang yang berkomunikasi, tapi juga dengan kualitas komunikasi. Komunikasi interpersonal terjadi bukan saat Anda berinteraksi dengan seseorang, tapi saat Anda memperlakukan yang lain sebagai manusia yang unik (dalam Charles, Michael,dan David, 2015).
Dari beberapa definisi komunikasi antar pribadi dapat di simpulkan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses hubungan yang tercipta, tumbuh dan berkembangantar individu yang satu (sebagai komunikator) dengan individu lain (sebagai komunikan), komunikator dengan gayanya sendiri menyampaikan pesan kepada komunikan, sedangkan komunikan dengan gayanya sendiri menerima pesan dari komunikator yang biasanya terjadi secara tatap muka,
spontan. Pada komunikasi tatap muka ini memiliki harus ditinjau manakah ciri- ciri yang menunjukkan perbedaan yang khas antara komunikasi antarpribadi dengan bentuk komunikasi yang lain. Reardon (dalam Liliweri, 2011) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:
a. Komunikasi antarpribadi dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong.
b. Komunikasi antarpribadi berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja.
c. Komunikasi antarpribadi kerapkali berbalas-balasan.
d. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antarpribadi.
e. Komunikasi antarpribadi suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan
f. Komunikasi antarpribadi menggunakan berbagai lambang yang bermakna.
Komunikasi antar pribadi tentu selalu dilakukan oleh setiap orang di masyarakat karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial dimana pun mereka berada dan akan selalu melakukan komunikasi dengan siapapun.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa komunikasi antar pribadi sangat melekat pada diri setiap manusia. Dari berbagai sumber di atas, maka Alo Liliweri menyimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan terjadi sambil lalu saja
2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu Kebanyakan komunikasi antarpribadi tidak mempunyai satu tujuan yang diprogramkan terlebih dahulu, seperti pertemuan di ruang perpustakaan kemudian merencanakan belajar bersama, saling mengajak makan bersama setelah bertemu di rumah makan. Namun bisa saja komunikasi antarpribadi telah dijanjikan dan mempunyai tujuan terlebih dahulu, namun konteksnya berbeda dengan komunikasi kelompok.
3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas.
4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan 6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit melibatkan
hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan
7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan sukses jika tidak membuahkan hasil
8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang bermakna.
Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang lika-liku hidup pihak lain, pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku seseorang. Mereka yang sudah saling
mengenal secara mendalam memiliki interaksi komunikasi yang lebih baik daripada yang belum mengenal (Liliweri, 2011: 13-19).
De Vito (dalam Liliweri, 2011) mengemukakan suatu komunikasi antar pribadi yang mengandung ciri- ciri antara lain adalah :
a. Keterbukaan atau openess
Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahwa permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua- keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing- masing.
b. Empati atau Empathy
Kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya dalam menciptakan keinginan untuk menolong sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain
c. Dukungan atau Supportiveness
Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak- pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta merih tujuan yang didambakan.
a. Rasa positif atau Positiveness
Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat gagasan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan pihak- pihak yang berkomunikasi
untuk tidak curiga atau prasangka yang menggangu jalannya interaksi keduanya.
b. Kesamaan atau Equality
Suatu komunikasi lebih akrab dalam jalinan pribadi lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi dan sebaiknya.
Dari ciri-ciri komunikasi yang telah di jelaskan di atas dapat di paparkan sebelum membentuk keluarga, terjadi hubungan lelaki dan wanita yang telah melewati beberapa fase, mulai dari mereka memiliki keterbukaan satu sama lain setelah beberapa kali melakukan komunikasi antar pribadi, karena komunikasi antar pribadi pada umumnya di lakukan berulang-ulang kali. Dari keterbukaan antara satu sama lain terjadi terbentuk empati yaitu berupa emosi yang serupa dengan orang yang di ajak berkomunikasi. Sebagai contoh ketika seorang lelaki menawarkan untuk mengantar jemput gadis pujaan hatinya untuk pergi ke kampus, dan si gadis tersebut memasakkan makanan yang enak untuk lelaki yang telah berbuat baik kepadanya sekaligus. Dilanjutkan dengan memberikan dukungan baik berupa perhatian lisan, tulisan bahkan sebuah tindakan. Sebagai contoh ketika seorang lelaki mendapat musibah kecelakan speda motor saat dalam perjalanan pulang ke rumah, maka si wanitapun akan merasakan emosi yang sama baik berupa sedih, kasihan, dan merasa sakit seperti yang di alami oleh lelaki tersebut, walaupun si wanita tidak mengalami secara langsung namun ia dapat merasakan hal yang serupa. Dengan adanya dukungan maka akan dilanjutkan dengan rasa positif akan menimbulkan kepercayaan, sehingga setiap komunikasi yang terjalin akan di tanggapi dengan positive dan tidak mudah untuk curiga. Dan
terakhir adanya equality atau kesamaan baik dari keyakinan, cara pandang, nilai- nilai yang di anut, sikap yang di tunjukkan, dan idiologi. Dengan adanya kesamaan dan sikap saling menerima antara satu lain makan terjalinlah sebuah kesepakatan berupa pernikahan untuk membangun sebuah keluarga.
A. Fungsi komunikasi antar pribadi
Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi adalah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan social. Steinberg, L & Silk, J.S. (2002) sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insan atau human communication yang baik adalah komunikasi yang menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi yang produktif. Kegagalan relatif mengarah kepada kebahagiaan yang akhirnya bisa terjadi krisis identitas diri. Sedangkan yang dimaksud dengan imbalan ialah setiap akibat berupa perolehan fisik, ekonomi, dan sosial yang dinilai positif. Uang dianggap sebagai suatu akibat perolehan ekonomi yang dinilai positif. Komunikasi antarpribadi yang biasanya terjadi secara wajar namun tidak dirasakan oleh seseorang bahwa komunikasi tersebut akan membentuk karakter anaknya ketika dewasa. Untuk itu perlu dijabarkan agar dapat menjadi perhatian bagi keluarga dalam mendidik anak-anak dari usia dini. Maka dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa komunikasi antarpribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi antar dua orang atau lebih. Bentuk komunikasi ini biasa terjadi antarteman, kekasih, suami dan isteri atau orangtua dengan anaknya. Dalam hal ini komunikasi antar pribadi lebih kepada orang tua kepada anaknya dalam hal
membentuk karakternya. Orang tua akan selalu melakukan komunikasi, bersosial kepada anak untuk mengajarkan anak dalam bersosial dan berperilaku di masyarakat yang dimana pengajaran pendidikan karakter dilakukan dengan komunikasi antar pribadi yang juga merupakan salah satu fungsi komunikasi antar pribadi.
B. Eskalasi hubungan dalam komunikasi antar pribadi
Kemampuan atau kecakapan antar pribadi dapat membantu kita memulai, membangun dan memelihara hubungan yang sehat dengan orang lain. Pengertian hubungan merupakan jumlah harapan yang dua orang memiliki bagi perilaku mereka didasarkan pada pola interaksi antara mereka (Littlejohn, 2002).Hubungan antar pribadi dapat didefinisikan sebagai serangkaian interaksi antara dua individu yang saling kenal satu sama lain (Duck and Gilmour, 2003). Hubungan yang baik ialah dimana interaksi sifatnya memuaskan dan sehat bagi mereka yang terlibat dalam interaksi. Kemampuan seseorang dalam komunikasi tentu berbeda-beda dan biasanya tergantung pada pengamalan dan kecakapan hidup seseorang.
C. Jenis-jenis Hubungan Komunikasi Antar Pribadi
Maslow berpendapat bahwa salah satu dari empat kebutuhan utama manusia yaitu adanya kebutuhan sosial untuk memperoleh rasa aman dan nyaman.
Emosi tersebut terjadi akibat hubungan komunikasi antar pribadi. Kemudian, hubungan yang hangat dan ramah mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi lebih baik. Sebab komunikasi yang terjalin setiap hari berfungsi untuk memupuk dan memelihara hubungan kita dengan lingkungan (dalam
pakarkomunikasi.com). Jenis – jenis hubungan komunikasi antar pribadi diantaranya :
a. Perkenalan
Tahap ini adalah tahap dimana awal mula terjadinya komunikasi. Ini berupa “fase kontak permulaan” atau adanya usaha dari masing – masing individu untuk mengetahui secepatnya identitas, dan sikap dari lawan bicara.
b. Persahabatan
Beberapa alasan umum, seseorang memutuskan menjalin persahabatan adalah untuk mengurangi rasa kesepian. Selain itu, juga untuk menguatkan dorongan karena manusia membutuhkan dorongan semangat kala sedih, terpuruk ataupun berusaha bangkit. Hubungan persahabatan sangat penting dimulai sejak dini. Ini dinilai membantu melewati masa transisi dari kanak – kanak hingga dewasa. Bahkan membantu memperoleh pengalaman hidup untuk proses pengembangan identitas diri, serta peningkatan kemampuan bersosialisasi dan keterampilan komunikasi dalam mengatasi konflik.
Persahabatan itu berkembang dan berkesinambungan, beberapa perilaku kunci harus ada. Samter (2003), menjelaskan lima kompetensi penting untuk hubungan persahabatan: Inisiasi (initiation) dimana seseorang harus berhubungan atau berkenalan dengan orang laindan interkasi harus berjalan mulus, santai dan menuenangkan. Sebuah persahabatan tidak akan terjalin antara dua orang yang jarang berinteraksi atau interaksinya tidak memuaskan.
a. Sifat tidak maumendengarkan (responsiceness)
Masing-masing harus mendengarkan kepada yang lain, fokus kepada lawan bicara dan merespons pembicaraan. Sulit untuk menjalin
persahabatan kepada orang yang hanya focus pada dirinya sendiri atau masalahnya sendiri.
b. Pengungkapan diri (self-disclosure)
Kedua belah pihak mampu mengungkapkan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain. Persahabatan tidak akan terjalin, jika masing-masing hanya mendiskusikan hal-hal yang abstrak saja atau membicarakan masalah- masalah yang sifatnya dangkal.
c. Dukungan emosional (emotional support)
Setiap orang berharap untuk mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari temannya. Kita berharap mendapatkan teman dengan sifat-sifat seperti ini d. Pengelolaan konfilik (Conflict management)
Suatu hal yang tidak terelakkan bahwa teman-teman yang tidak setuju mengenai gagasan ataupun perilaku kita. Persahabatan tergantung pada keberhasilan menangani perbedaan pendapat tersebut , dan apabila konflik tersebut dapat teraktasi dengan baik maka mereka dapat mempererat hubungan sebelumnya.
c. Keakraban
Keakraban sangat identik dengan sahabat karib atau close friend. Setiap orang saling menggantungkan diri satu sama lain dan terikat dalam tanggung jawab. Bentuk tanggung jawab tersebut bertujuan untuk saling percaya, mendukung satu sama lain, memberikan dorongan semangat yang positif.
d. Suami Istri
Hubungan suami istri dianggap sebagai hubungan yang unik. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik antara suami dan istri membentuk hubungan antar pribadi lainnya seperti :
1. Prediksi yang dilakukan tiap pasangan menjadi kebiasaan rutin.
2. Dalam berinteraksi, komunikasi yang terjalin antara suami istri adalah komunikasi berdasarkan kejelasan pengetahuan. Misalnya, bila suatu pagi suami tidak bangun pagi dan berangkat ke kantor, dengan segera istri dapat menjelaskan alasannya karena sedang tidak enak badan.
3. Suami istri menetapkan peraturan pribadi dalam interaksinya setiap hari Dengan adanya komunikasi yang terbuka antara suami dan istri, sikap saling pengertian pun akan terbina, rumah tangga menjadi lebih harmonis dan minim akan pertengkaran rumah tangga karena kesalah pahaman komunikasi.
Terakhir aspek penting dalam hubungan suami istri adalah komunikasi waktu.
Kebutuhan untuk bersikap dewasa dan pengertian dari masing – masing pasangan dinilai penting guna terwujudnya komunikasi ini.
e. Orang tua dan Anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak terikat dalam hubungan keluarga. Hubungan yang terjalin ini bersifat dua arah, dimana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anak kemudian anak bertanggung jawab dalam mematuhi nasehat orang tua. Hubungan interpersonal antara orang tua dan anak muncul melalui transformasi nilai – nilai dalam bentuk sosialisasi yang ditanamkan sejak dini hingga dewasa. Pada proses sosialisasi, orang tua
menanamkan nilai budi perkerti luhur yang dianutnya guna mendidik kepribadian sang anak melalui komunikasi (dalam pakarkomunikasi.com).
4. Peranan, Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi
Johnson (dalam Supratiknya, 2003) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, yakni:
1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain.
2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia