• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pelabuhan merupakan salah satu aset penting suatu daerah yang berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal sekaligus sebagai tempat untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang, kebutuhan masyarakat dan industri serta sebagai tempat pelayanan penyeberangan penumpang baik domestik maupun internasional.

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit dengan melenyapkan atau mengendalikan faktor – faktor risiko lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit (Ehler, 1986).

Kapal adalah semua alat pengangkut, termasuk milik angkatan bersenjata dan yang dapat berlayar. Dengan demikian kapal harus terbebas dari faktor risiko lingkungan dengan cara mempertahankan kondisi kesehatan kapal sehingga tidak dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit.

Sanitasi kapal merupakan salah satu usaha yang ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit guna memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. Sanitasi kapal mencakup seluruh aspek penilaian kompartemen kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar anak buah kapal, penyediaan air bersih, dan penyajian makanan serta pengendalian vektor penular penyakit atau rodent (WHO, 2005).

(2)

Sanitasi kapal berlaku untuk semua jenis kapal baik kapal penumpang, maupun kapal barang. Pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan untuk pengeluaran sertifikat sanitasi guna memperoleh Surat Izin Kesehatan Berlayar (SIKB). Hasil pemeriksaan dinyatakan berisiko tinggi atau risiko rendah, jika kapal yang diperiksa dinyatakan risiko tinggi maka diterbitkan Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) setelah dilakukan tindakan sanitasi dan apabila faktor risiko rendah diterbitkan Ship Sanitation Exemption Control Certificate (SSCEC), dan pemeriksaan dilakukan dalam masa waktu enam bulan sekali (WHO, 2007).

Adapun institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Menurut Permenkes No. 356/Menkes/IV/2008, bahwa KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja Pelabuhan/ Bandara dan Lintas Batas, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Selain itu salah satu fungsi penting KKP adalah pelaksanaan pengamatan penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalulintas internasional, pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan Pelabuhan / Bandara dan Lintas Batas Darat (Depkes RI, 2008)

Tujuan pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan agar kapal bebas dari ancaman penyakit yang berpotensi wabah, dan mencegah penularan penyakit

(3)

menular, serta menciptakan suasana nyaman dan aman bagi penumpang, ABK maupun nakhoda kapal (WHO, 2007).

Upaya sanitasi kapal merupakan tanggung jawab pemilik kapal melalui nakhoda kapal dan anak buah kapal. ABK bertanggung jawab terhadap kebersihan kapal dan sarana lainnya yang mendukung sanitasi kapal. Sedangkan fungsi Nahkoda kapal adalah sebagai pemimpin dan pengendali keseluruhan dari pelaksanaan sanitasi kapal. Pemilik kapal wajib menyertakan Standart Operational Prosedure (SOP) sanitasi kapal yang mengacu pada IHR dan ketentuan lainnya (WHO, 2005).

Menurut WHO (2007) nahkoda kapal bertanggung jawab terhadap keamanan kapal dari sumber panyakit dan melaporkan dalam bentuk form MDH (Maritime Declaration of Health) kepada otoritas kesehatan pelabuhan setiap masuk wilayah suatu negara.

Sanitasi kapal merupakan salah satu bagian integral dari perilaku kesehatan terhadap sanitasi. Mengacu pada dasar tersebut determinan perilaku sanitasi kapal dapat mengacu pada konsep determinan perilaku kesehatan yang dikemukan oleh Green (1980) dan Blum (1979), bahwa derajat kesehatan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh faktor perilaku dan lingkungan selain pelayanan kesehatan dan keturunan. Sedangkan konsep Green (1980) mengemukakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi atau faktor pendukung dalam sanitasi ini adalah berhubungan dengan perilaku anak buah kapal, perilaku Nahkoda yang mencakup pengetahuan dan sikap.

(4)

Faktor enabling mencakup biaya, waktu, dan sarana, sedangkan faktor reinforcing mencakup dukungan petugas kesehatan, dan implementasi kebijakan sanitasi kapal.

Berdasarkan data Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan selama kurun waktu 2005-2008 jumlah kapal yang sudah mendapatkan SSCEC cenderung meningkat. Tahun 2005 terdapat 2.756 unit kapal (70,6%) dari 3.906 kapal yang diperiksa menjadi 2903 (73,3%) dari 3961 kapal yang diperiksa pada tahun 2006. Tahun 2007 menurun menjadi 949 kapal (23,3%) dari 4071 kapal yang diperiksa dan tahun 2008 meningkat menjadi 2.846 (69,6%) dari 4092 kapal yang diperiksa (Depkes RI, 2008). Keadaan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan sanitasi kapal menjadi agenda rutin dan tugas penting bagi KKP, sehingga kapal-kapal yang berlabuh di seluruh pelabuhan di Indonesia terjamin sanitasi kapalnya dan bebas dari sumber penularan penyakit khususnya penyakit yang berpotensi wabah.

Adapun faktor-faktor yang dinilai berkaitan dengan sanitasi kapal antara lain adalah faktor internal seperti perilaku ABK, kepemimpinan Nakhoda, kejelasan SOP sanitasi kapal. Faktor eksternal seperti kebijakan dan pengawasan dari KKP. Beberapa penelitian mengemukakan faktor-faktor tersebut mempunyai kaitan dengan tingkat sanitasi kapal.

Hasil penelitian Supriyadi (2006) mengemukakan bahwa determinan sanitasi kapal di pelabuhan Pangkalbalam antara lain kepemimpinan nahkoda, perilaku anak buah kapal mencakup pemahaman standar operasional prosedur (SOP). Pemahaman SOP yang baik cenderung mempunyai sanitasi kapal yang baik dibandingkan dengan pemahaman SOP oleh ABK yang tidak baik.

(5)

Penelitian Soejoedi (2005), bahwa tindakan hapus tikus di kapal merupakan salah satu bentuk tindakan sanitasi kapal, bahkan merupakan item penting dalam MDH. Salah satu pertanyaan dalam MDH adalah tentang adanya indikasi penyakit pes baik yang timbul diantara ABK maupun diantara tikus. Kepemilikan SSCEC juga sangat memperhatikan Surat Keterangan Hapus Tikus (SKHT), artinya bahwa kepemilikan SSCEC mutlak harus memperhatikan sanitasi kapal secara keseluruhan.

Penelitian Adriyani (2005) di pelabuhan Domestik Gresik menemukan bahwa persoalan sanitasi pelabuhan mencakup sanitasi kapal masih sangat rendah. Kontribusi sanitasi kapal sangat besar terhadap perwujudan sanitasi pelabuhan secara keseluruhan. Cakupan sanitasi kapal hanya 32,6% dari 3091 kapal yang bersandar. Rendahnya sanitasi kapal tersebut mengindikasikan minimnya penyediaan air bersih dan sanitasi dok kapal, serta masih ditemukannya vektor atau rodent dalam kapal meskipun dalam jumlah yang relatif kecil.

Salah satu upaya untuk meningkatkan sanitasi kapal adalah melakukan pengelolaan sampah kapal dengan menetapkan SOP pengelolaan sampah. Pada kapal penumpang perlu diciptakan sanitasi kapal yang benar, selain itu perlu pemenuhan indikator sanitasi lainnya seperti penyediaan air bersih, dan pengendalian vektor atau rodent.

Pelabuhan Lhokseumawe merupakan salah satu pelabuhan yang padat melayani pelayaran domestik dan internasional, khususnya pelayanan kargo. Berdasarkan data KKP (2008) jumlah kapal yang bersandar di pelabuhan Lhokseumawe baik domestik maupun international sebanyak 691 kapal yang terdiri

(6)

atas kapal penumpang, kapal kargo, kapal tangki dan kapal-kapal penangkap ikan. Berdasarkan data tersebut masing-masing mempunyai perbedaan sanitasi baik sanitasi berisiko tinggi maupun sanitasi berisiko rendah.

Hasil pemeriksaan sanitasi kapal tahun 2009, menunjukkan jumlah kapal yang sudah memiliki sertifikat SSCEC (risiko rendah) sebanyak 329 kapal (43,9%), dan 420 kapal (56,1%) memperoleh sertifikat SSCC (risiko tinggi) dari 749 kapal yang diperiksa. Hal ini menunjukkan bahwa kapal yang berlabuh di pelabuhan Lhokseumawe masih berisiko tinggi, sehingga perlu dilakukan upaya strategis untuk meningkatkan cakupan sanitasi kapal. Berdasarkan hasil pemeriksaan sanitasi kapal tahun 2009 yang dilakukan oleh petugas KKP Lhokseumawe, diketahui sanitasi berisoko tinggi pada kapal diindikasikan dari keadaan sanitasi kamar ABK, ketersediaan tempat pembuangan sampah, dan sanitasi dapur. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh faktor perilaku ABK yang tidak menjaga kebersihan ruangan kamar atau dapur.

Berdasarkan wawancara dengan 2 (dua) nakhoda kapal kargo yang berlabuh di Pelabuhan Lhokseumawe tanggal 22 April 2009, menjelaskan bahwa upaya mewujudkan sanitasi kapal yang saniter atau tidak termasuk kapal berisiko tinggi melibatkan seluruh komponen dalam kapal, termasuk komitmen ABK, ketersediaan sarana sanitasi yang memadai seperti perlengkapan penyediaan makanan ABK, ketersediaan air bersih, serta adanya SOP dari pemilik kapal tentang sanitasi kapal, seperti SOP penyediaan makanan yang hygiene, pengelolaan sampah dalam kapal serta pengawasan dari pihak KKP.

(7)

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal terhadap kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe untuk memberikan kontribusi data dan telaah secara analitis dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sanitasi pelabuhan khususnya sanitasi kapal.

1.2 Permasalahan

Sanitasi kapal merupakan salah satu faktor paling penting diperhatikan terhadap kelayakan berlayar sebuah kapal khususnya kapal kargo. Sanitasi kapal penting guna mencegah terjadinya penularan penyakit antar daerah, khususnya penyakit berpotensi wabah. Keadaan sanitasi kapal dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari internal kapal seperti perilaku ABK, Nakhoda, kejelasan SOP sanitasi maupun ekternal seperti pengawasan KKP. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal (penerapan SOP dan kepemimpinan) terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis pengaruh sanitasi kapal dan manajemen kapal (penerapan SOP dan kepemimpinan) terhadap kepemilikan sertifikat sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe

(8)

1.4Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sanitasi kapal, penerapan SOP dan kepemimpinan Nakhoda Kapal berpengaruh terhadap kepemilikan Sertifikat Sanitasi Kapal di Pelabuhan Lhokseumawe.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sanitasi kapal dan pengendalian permasalahan kesehatan yang dihadapi ABK dan penumpang kapal.

2. Menjadi masukan pemilik kapal agar dapat membenahi dan melakukan pengawasan terhadap upaya sanitasi kapal sesuai dengan petunjuk dari IHR. 3. Menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Patogenitas Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii) sebagai Bioinsektisida untuk Pengendalian Hama Wereng Coklat.. Secara

Variabel IRR secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa triwulan I tahun 2013 sampai

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini 1) Untuk mengetahui kelayakan isi Buku Sekolah Elektronik (BSE) Penjasorkes Kelas 2 SD di Kota Semarang. 2) Untuk

hasil dari perampasan kemampuan dan bias gender yang hadir dalam masyarakat dan pemerintah, serta juga akibat meningkatnya insiden “ibu” sebagai kepala rumah

Analisis Dampak Kafein Terhadap Hasil Perhitungan Heart rate Lari 100 M dan Illinoise Agility Kafein mempunyai efek ergogenik yang dapat meningkatkan peforma, terutama

Kontraste estatistikoan banaketa adierazgarria eman duten neurtzeko bide baliokideak alderatu behar ditugu: fona- zioa aditz nagusian luzatzea ( luz0 etiketa aditz nagusian, 9.11

Kelainan-kelainan di kaki seperti adanya ulkus,infeksi dan gangren merupakan  pencetus pasien DM datang berobat kerumah sakit, bahkan tidak sedikit dari mereka

INPUT Username & password siswa Username & password guru Soal yang sesuai dengan design metode drill and practice Detail soal (lama pengerjaan soal, penentuan soal dapat