• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Posisi Perkara Perdata Nomor : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM. A. Posisi Perkara Perdata Nomor : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

25 BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Posisi Perkara Perdata Nomor : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim

Pangkal sengketa perkara perdata Nomor: 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim, adalah diawali dari adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim. Secara singkat, dapat diuraikan sebagai berikut: Pada tanggal 28 Oktober 2013, drs. Anak Agung Arka Hardiana, MM atau selanjutnya disebut Penggugat, mendaftarkan surat gugatannya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan Register Nomor : 409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim melawan H. Mohamad Hanansyah atau selanjutnya disebut Tergugat.40 Dengan obyek sengketa berupa sebidang tanah beserta bangunan diatasnya seluas 525 M2 (lima ratus dua puluh lima meter persegi) yang terletak di Jln. Haji Ali No. 20 Rt.

05/04, Kelurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.

Adapun dalil-dalil yang digunakan Penggugat dalam gugatan sebagai berikut:

1. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah sepakat untuk membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah beserta Bangunannya didepan Notaris/PPAT Dewi Kusumawati, SH pada tanggal 18 April 2008 dengan Akta No. 21;

2. Bahwa Tergugat telah menjual sebidang tanah beserta bangunan diatasnya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 547/Tengah yang terletak di Jln. Haji Ali

40 Putusan No.409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim

(2)

26 No. 20 Rt. 05/04, Kelurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur seluas 525 M2 (lima ratus dua puluh lima meter persegi) dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Tanah Milik Saidi;

Sebelah Timur : Gang Hali IV;

Sebelah Selatan : Jalan Haji Ali;

Sebelah Barat : Tanah Milik Harjo;

3. Bahwa Penggugat telah menerima penjualan tanah beserta bangunan diatasnya seperti tersebut diatas dengan harga Rp. 1.062.279.000,- (satu milyar enam puluh dua juta dua ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) dan Tergugat telah menerima pembayaran penjualan tanah beserta bangunan tersebut dari Penggugat (Bukti P-1);

4. Bahwa disamping Tergugat membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli No.21 tanggal 18 April 2008, Tergugat juga membuat Akta Kuasa Jual No.

22 tanggal 18 April 2008, Notaris/PPAT Dewi Kusumawati, SH (Bukti P-2);

5. Bahwa dalam Akta Nomor: 21 tanggal 18 April 2008 tersebut telah ditegaskan bahwa dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak ditandatanganinya akta maka Tergugat sanggup untuk mengosongi tanah dan bangunan, serta kesanggupan untuk pengosongan tersebut diperkuat dengan Akta Nomor: 23, Notaris Dewi Kusumawati, SH tanggal 18 April 2008 Pasal 1 mengatakan :

“Pihak pertama sebagai pemilik dari tanah dan bangunan yang telah dijual kepada pihak kedua sebagaimana tersebut diatas menerangkan dengan ini

(3)

27 berjanji dan mengikat diri terhadap pihak kedua untuk segera melaksanakan pengosongan tanah dan bangunan terhitung 6 (enam) bulan sejak ditandatangani akta ini sampai dengan tanggal 18 Oktober 2008 (Bukti P-3);

6. Bahwa ternyata sampai sekarang tanah beserta bangunan diatasnya belum dikosongkan dan belum diserahkan kepada Penggugat meskipun sudah beberapa kali Penggugat untuk memintanya demikian juga permintaan tersebut melalui keluarga Penggugat yang ada di Jakarta, Tergugat tetap tidak mau mengosongkan;

7. Bahwa meskipun Tergugat sudah menyerahkan Sertifikat Hak Milik Nomor : 547/Tengah atas nama Tergugat kepada Penggugat, akan tetapi tetap tidak mau mengosongkannya (Bukti P-4);

8. Bahwa ternyata usaha Penggugat untuk meminta pengosongan kepada Tergugat sia-sia maka dengan sendirinya telah terbukti yang sangat meyakinkan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi dan atau ingkar janji seperti yang telah diatur pasal 1338 KUH Perdata;

9. Bahwa dengan adanya perbuatan Tergugat telah melakukan wanprestasi dan atau ingkar janji yaitu tidak mau mengosongkan tanah dan bangunan miliknya pada tanggal 18 Oktober 2008 sesuai Akta Nomor: 21 tanggal 18 April 2008 Jo. Akta Nomor: 23 tanggal 18 April 2008 Notaris Dewi Kusumawati, SH maka dengan sendirinya Penggugat mengalami kerugian, yaitu antara lain :41

41 Ibid., hlm. 2.

(4)

28 9.1. Tidak dapat menggunakan tanah dan bangunan sejak 18 Oktober 2008

sampai sekarang;

9.2. Bahwa apabila tanah beserta bangunannya diserahkan dan atau dikontrakkan maka akan menghasilkan Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) setiap tahun;

10. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat berdasarkan bukti otentik, mohon agar putusan dalam perkara ini dapat terlebih dahulu dilaksanakan meskipun ada bantahan, banding maupun kasasi;

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutus sebagai berikut:42

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan sebagai hukum, bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi dan atau ingkar janji;

3. Menyatakan sebagai hukum, bahwa barang bukti P-1 s/d P-4 yang telah diajukan dalam persidangan adalah sah dan berharga;

4. Menghukum Tergugat untuk melaksanakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Akta No. 21 tanggal 18 April 2008 Notaris/PPAT Dewi Kusumawati, SH dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ada putusan tetap dari Pengadilan;

5. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah beserta bangunan diatasnya dalam keadaan kosong, serta memerintahkan kepada siapa saja yang menguasainya untuk menyerahkan kepada Penggugat;

42 Ibid., hlm. 3.

(5)

29 6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa kepada Penggugat atas keterlambatan Tergugat untuk melaksanakan putusan tetap dari Pengadilan tiap hari membayar uang sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);

7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat uang sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) setiap tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan ada putusan tetap dari Pengadilan;

8. Menyatakan sebagai hukum, bahwa putusan perkara ini dapat terlebih dahulu dilaksanakan meskipun ada bantahan, banding dan kasasi;

9. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara ini.

Selanjutnya untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat sebagai berikut:43

1. Foto copy Akta Perjanjian Tentang Pengikatan Jual Beli Nomor : 21 tanggal 18 April 2008 yang dibuat dihadapan Dewi Kusumawati, SH., Notaris dan PPAT di Jakarta, yang diberi tanda Bukti P-1;

2. Foto copy Akta Kuasa Jual Nomor : 22 tanggal 18 April 2008 yang dibuat dihadapan Dewi Kusumawati, SH., Notaris dan PPAT di Jakarta, yang diberi tanda Bukti P-2;

3. Foto copy Akta Perjanjian Pengosongan Nomor : 23 tanggal 18 April 2008 yang dibuat dihadapan Dewi Kusumawati, SH., Notaris dan PPAT di Jakarta, yang diberi tanda Bukti P-3;

4. Foto copy Sertifikat Hak Milik Nomor : 547, tanggal 12 Desember 1996 atas nama pemegang hak Mohamad Hanan Syah, yang diberi tanda Bukti P-4.

43 Ibid., hlm. 5

(6)

30 Pada hari persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat hadir menghadap beserta Kuasanya tetapi Tergugat tidak hadir dan tidak pula menyuruh kuasanya yang sah untuk hadir dipersidangan, meskipun telah dipanggil secara sah dan patut sesuai dengan relas panggilan sidang tertanggal 05 Desember 2013, tertanggal 16 Desember 2013, tertanggal 06 Januari 2014 dan tertanggal 20 Januari 2014. Kemudian gugatan tersebut dimenangkan oleh Penggugat dengan amar putusan sebagai berikut :44

11. Menyatakan Tergugat tidak hadir dipersidangan, meskipun telah dipanggil dengan patut;

12. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan Verstek;

13. Menyatakan sebagai hukum, bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi atau ingkar janji;

14. Menyatakan sebagai hukum, bahwa barang bukti P-1 s/d P-4 yang telah diajukan dalam persidangan adalah sah dan berharga;

15. Menghukum tergugat untuk melaksanakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Akta No.21 tanggal 18 April 2008 Notaris/PPAT Dewi Kusumawati,SH dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ada Putusan tetap dari Pengadilan;

16. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah dengan sertifikat Hak Milik Nomor : 547/Tengah, terletak di Jalan Ali No.20, Rt.005/04, Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, seluas 525 M2 (lima ratus dua puluh lima meter persegi) beserta bangunan diatasnya dalam keadaan

44 Ibid., hlm. 9.

(7)

31 kosong, serta memerintahkan kepada siapa saja yang menguasainya untuk menyerahkan kepada Penggugat;

17. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa kepada Penggugat sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) setiap hari atas keterlambatan Tergugat untuk melaksanakan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

18. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat uang sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) setiap tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan ada Putusan tetap dari Pemgadilan;

19. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang diperhitungkan sebesar Rp. 822.000,- (delapan ratus dua puluh dua ribu rupiah);

20. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.

Dalam hal ini, putusan telah berkekuatan hukum tetap, karena kemudian Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur tanggal 6 November 2014 memerintahkan Jurusita untuk datang kerumah Tergugat dengan membawa Surat Panggilan Penegoran Aanmaning No.24/2014.Eks/PN.Jkt.Tim tanggal 30 Oktober 2014 Jo.

No. 409/Pdt.G /2013/PN.Jkt.Tim yang isinya agar Tergugat datang menghadap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, untuk diberi tegoran, agar Tergugat mau dengan sukarela melaksanakan bunyi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 409/Pdt.G /2013/PN.Jkt.Tim tanggal 22 Mei 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap.

(8)

32 Dan atas Penetapan No. 24/2014.Eks/PN.Jkt.Tim tanggal 30 Oktober 2014 Jo. No.409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim Tergugat mengajukan Surat Perlawanannya tanggal 17 November 2014, yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tanggal 27 November 2014, dengan Register Nomor : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim.

Adapun untuk meneguhkan dalil-dalil perlawanannya, Pelawan semula Tergugat mengajukan bukti surat yaitu:45

1. Foto copy Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor : 21 tanggal 18 April 2008 yang dibuat dihadapan Dewi Kusumawati, SH., Notaris di Jakarta, diberi tanda (P-1);

2. Foto copy Akta Kuasa Jual Nomor : 22 tanggal 18 April 2008 yang dibuat dihadapan Dewi Kusumawati, SH., Notaris di Jakarta, diberi tanda (P-2);

3. Foto copy Perjanjian Pengosongan Nomor : 23 tanggal 18 April 2008 dibuat dihadapan Dewi Kusumawati, SH., Notaris di Jakarta, diberi tanda (P-3);

4. Foto copy kwitansi tanda terima uang sebesar Rp. 272.000.000,- (dua ratus tujuh puluh dua juta rupiah), tanggal 18 April 2008, diberi tanda (P-4);

5. Foto copy tandaterima asli Sertifikat tanggal 18 April 2008 diberi tanda (P-5);

6. Foto copy Sertifikat Hak Milik No.547/Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timut atas nama pemegang Hak Mohamad Hanan Syah, diberi tanda (P-6).

Pihak Terlawan semula Penggugat, untuk menguatkan bantahannya juga mengajukan bukti surat, yaitu :

45 Putusan No : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim

(9)

33 1. Foto copy Putusan Nomor : 409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim tanggal 22 Mei

2014, diberi tanda (T-1);

2. Foto copy Relas Pemberitahuan Isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim tanggal 05 Agustus 2014, diberi tanda (T-2).

Dan Majelis Hakim dalam Pertimbangan Hukumnya memutus perkara Nomor : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim dengan putusan;46

Dalam Provisi :

- Menolak Tuntutan Provisi dari Pelawan semula Tergugat;

Dalam Eksepsi :

- Mengabulkan Eksepsi dari Terlawan semula Penggugat;

Dalam Pokok Perkara :

- Menyatakan bahwa perlawanan Pelawan semula Tergugat tidak dapat diterima;

- Menyatakan Pelawan semula Tergugat adalah Pelawan yang tidak benar;

- Menguatkan Putusan Verstek Nomor : 409/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim tanggal 22 Mei 2014;

- Menghukum Pelawan semula Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 822.000,- (delapan ratus dua puluh dua ribu rupiah).

Putusan perkara Nomor : 409/Pdt.Plw/2013/PN.Jkt.Tim, diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada hari Rabu, tanggal 20 Mei 2015 yang diketuai oleh Ida Marion, SH, MH.,

46 Ibid., hlm. 12.

(10)

34 Tri Hadi Budisatrio, SH., dan Abdul Bari A.Rahim, SH, MH sebagai anggota, serta sebagai Panitera Pengganti Irsyaf Lubis, SH, dengan dihadiri oleh Kuasa Pelawan semula Tergugat dan Kuasa Terlawan semula Penggugat.

B. Tinjauan Umum Tentang Perlawanan ( Verzet ) B.1. Pengertian Perlawanan

Verzet secara bahasa merupakan kata yang diambil dari bahasa Belanda yang artinya perlawanan.47 Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat (ps.125 ayat 3 jo. 129 HIR, 149 ayat 3 jo. 153 Rbg). Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang (pada umumnya) dikalahkan.48

Bobot perlawanan sebagai upaya hukum adalah “hak” yang diberikan Undang-undang kepada para pihak yang bersengketa. Oleh karena perlawanan berbobot sebagai hak, bukan sebagai kewajiban hukum, maka sifat dan fungsinya bersifat fakultatif. Terserah kepada pihak yang berkepentingan untuk mempergunakannya atau tidak.49

Dengan adanya verzet maka kedudukan tergugat adalah pelawan (opposant), sedangkan pihak terlawan adalah penggugat asal yang akan diletakkan beban pembuktian. Jadi dengan demikian dalam pemeriksaan verzet yang diperiksa adalah gugatan penggugat, maka penggugat mempunyai kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya. Adapun mengenai praktek upaya

47 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1997, hlm. 881.

48 Sudikno Mertokusumo, Op. cit, hlm. 232.

49 M. Yahya Harahap (b), Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 26.

(11)

35 hukum verzet ini harus dinyatakan oleh tergugat secara tegas, bila tidak dinyatakan secara tegas maka verzet diyatakan tidak dapat diterima.50

Mengenai keterkaitan verzet bila dihubungkan dengan putusan verstek mengandung arti bahwa tergugat melawan putusan verstek atau tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek (antekenen tegen verstekvonnis). Tujuan melakukan perlawanan ialah agar terhadap putusan itu dilakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai dengan proses pemeriksaan kontradiktor dengan permintaan agar putusan verstek dibatalkan, serta sekaligus meminta agar gugatan penggugat ditolak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa verzet merupakan pemberian kesempatan yang lumrah dan wajar kepada tergugat untuk membela kepentingannya atas kelalaiannya tidak menghadiri persidangan diwaktu yang lalu.51

Berangkat dari uraian diatas perlu diperhatikan bahwa dalam mengajukan perlawanan tersebut harus sesuai peraturan dalam Pasal 129 ayat 1 HIR, 153 Rbg dan Pasal 83 Rv hanya terbatas pada pihak tergugat saja terhadap penggugat tidak diberi hak mengajukan perlawanan. Ketentuan tersebut sesuai dengan penegasan putusan MA No. 524/sip/1975 yang menyatakan, verzet terhadap verstek hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak dalam berperkara, dalam hal ini pihak tergugat tidak boleh pihak ketiga. Sedangkan perluasan atas hak yang dimiliki oleh tergugat untuk mengajukan upaya hukum perlawanan verzet adalah sebagai berikut :

50 Dadan Muttaqien, Dasar-dasar Hukum Acara Perdata, Insania Citra Pres, Yogyakarta, 2006, hlm. 71.

51 M. Yahya Harahap (c), Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 400.

(12)

36 1. Ahli warisnya, apabila pada tenggang waktu pengajuan perlawanan tergugat

meninggal dunia;

2. Mengajukan kuasa (perwakilan), berdasarkan surat kuasa khusus yang digariskan Pasal 123 ayat 1 HIR, 147 ayat 1 Rbg jo. SEMA No. 6 Tahun 1994.

Dari ketentuan tersebut diatas dapat dipahami bahwa perlawanan terhadap putusan adalah merupakan hak yang diberikan oleh Undang-undang bagi setiap orang untuk mempertahankan hak-haknya, namun dalam hal ini terbatas kepada tergugat saja dan tidak termasuk penggugat.52 Sebaliknya pada ketentuan Undang-undang menurut Pasal 8 UU. 20/1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan dan Pasal 200 Rbg, 189 HIR apabila penggugat meminta banding maka tertutup hak tergugat mengajukan verzet.53 Hak ini diberikan kepada penggugat untuk mensejajari persamaan perlakuan yang seimbang dengan tergugat. Kepada tergugat diberi upaya verzet dan kepada penggugat upaya banding. Jika undang- undang tidak memberi hak banding kepada penggugat berarti hukum mematikan haknya meminta koreksi terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan tingkat pertama.54

B.2. Tenggang Waktu Mengajukan Perlawanan

Jangka waktu mengajukan gugat Perlawanan dalam praktek peradilan telah diangkat dan dijadikan sebagai “syarat formal” yang sangat menentukan

52 Ibid., hlm. 400.

53 Sudikno Mertokusumo, Op. cit, hlm. 234.

54 M. Yahya Harahap (d), Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Dalam Tingkat Banding, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 102.

(13)

37 keabsahan gugat. Dapat atau tidak dapat diterima pengajuan gugat Perlawanan, ditentukan oleh waktu pengajuan.55

Putusan verstek harus diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan serta diterangkan bahwa ia berhak mengajukan perlawanan atas putusan tersebut dalam pengadilan negeri yang memutus perkara itu. Perlawanan terhadap putusan verstek ini harus diajukan sebelum masa tenggang waktunya habis sesuai dengan ketentuan Pasal 129 HIR :

1. Orang yang digugat, yang dihukum dengan putusan tak hadir (verstek) dan tiada menerima keputusan itu, boleh melawan keputusan hakim itu.

2. Jika putusan hakim itu diberitahukan kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu boleh diterima dalam empat belas hari sesudah pemberitahuan itu. Jika putusan hakim itu tiada diberitahukan kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan boleh itu boleh diterima sampai hari kedelapan sesudah teguran yang tersebut pada pasal 196, atau dalam hal tidak datang, sesudah dipanggil dengan patut, sampai hari kedelapan sesudah dijalankan surat perintah ketua, yang tersebut pada pasal 197.

3. Tuntutan perlawanan putusan tak hadir itu dimasukkan dan diperiksa dengan cara yang biasa, yang diatur bagi perkara sipil.

4. Jika tuntutan perlawanan putusan tak hadir, telah dimasukkan kepada pengadilan negeri, maka tertahanlah pekerjaan menjalankan keputusan hakim itu, kecuali jika diperintahkan menjalankan putusan hakim itu, walaupun ada perlawanan putusan tak hadir.

55 M. Yahya Harahap (b), Op. cit, hlm. 89.

(14)

38 5. Jika dijatuhkan kedua kalinya putusan tak hadir pada orang yang digugat, maka kalau ia meminta memajukan pula perlawanan putusan tak hadir, permintaannya itu tidak diterima.

Dan dalam RBg diatur pada Pasal 153, yang berbunyi :

1. Si tergugat yang dihukum dengan verstek dan tidak menerima baik keputusan hukum itu, dapat memajukan perlawanan (verzet) terhadap keputusan itu.

2. Apabila keputusan hukum tersebut diberitahukan kepada terhukum sendiri (inpersoon), perlawanannya dapat diterima apabila dimajukan dalam tempo empat belas hari terhitung dari tanggal pemberitahuan tersebut.

Apabila keputusan hukum itu diberitahukan tidak kepada terhukum sendiri maka perlawanannya dapat diterima sampai dengan hari kedelapan terhitung dari tanggal peringatan yang dimaksud dalam pasal 207 atau apabila tidak hadir untuk diperingati itu walaupun telah dipanggil dengan sempurna, sampai dengan hari keempat belas terhitung dari tanggal pelaksanaannya surat perintah yang disebut dalam pasal 208.

3. Dalam keadaan tertentu Pengadilan Negeri berhak dalam keputusannya memperpanjang jangka-jangka waktu yang disebut dalam ayat kedua diatas ini.

4. Gugatan verzet dimajukan dan diperiksa dengan cara yang biasa ditentukan untuk perkara-perkara perdata.

5. Gugatan verzet yang dimajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, menunda eksekusi kecuali apabila diputuskan bahwa eksekusi ini dapat dijalankan walaupun adanya verzet (perlawanan).

(15)

39 6. Pelawan yang untuk kedua kalinya membiarkan perkaranya diputuskan tanpa dihadirinya akan dinyatakan tidak dapat diterima apabila ia sekali lagi hendak memajukan perlawanan (verzet).

Pengajuan sebelum eksekusi dijalankan merupakan faktor keabsahan formal pengajuan gugat perlawanan. Seperti pendapat dari Yahya Harahap bahwa gugatan perlawanan harus diajukan sebelum putusan atau penetapan yang dilawan belum selesai dieksekusi. Jika sudah dieksekusi, upaya gugat perlawanan dianggap melanggar ketentuan tata tertib beracara.56 Akibatnya, Perlawanan dinyatakan “tidak dapat diterima”. Dan tuntutan penundaan atau permintaan penetapan eksekusi agar dinyatakan tidak berkekuatan, berubah menjadi tuntutan pembatalan eksekusi melalui upaya gugat biasa.

B.3. Proses Pemeriksaan Perlawanan (Verzet)

Proses pemeriksaan perlawanan terhadap putusan verstek (verzet) adalah sebagai berikut : Perlawanan diajukan kepada Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan verstek ; perlawanan terhadap verstek, bukan perkara baru ; perlawanan mengakibatkan putusan verstek mentah kembali ; pemeriksaan perlawanan.57

1. Perlawanan diajukan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek.

Kewenangan menerima dan memeriksa perlawanan, merupakan yurisdiksi PN semula yang menjatuhkan putusan verstek. Dengan demikian, agar permintaan perlawanan memenuhi syarat formil:

• diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya;

56 Ibid., hlm. 90.

57 M. Yahya Harahap (c), Op. cit, hlm. 407

(16)

40

• disampaikan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek sesuai dengan batas tenggang waktu yang ditentukan Pasal 129 HIR dan 153 RBg;

• perlawanan ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik pihak lain, selain daripada penggugat semula.

2. Perlawanan terhadap verstek, bukan perkara baru.

Perlawanan bukanlah gugatan baru atau perkara baru, akan tetapi, merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan. Sedemikian eratnya kaitan antara perlawanan dengan gugatan semula, menyebabkan komposisi pelawan (opposant) sama persis dengan tergugat asal dan terlawan adalah penggugat asal.

3. Perlawanan mengakibatkan putusan verstek mentah kembali.

Apabila diajukan verzet terhadap putusan verstek, dengan sendirinya menurut hukum :58

• putusan verstek menjadi mentah kembali;

• eksistensinya dianggap tidak pernah ada (never existed);

• oleh karena itu, jika terhadapnya diajukan perlawanan, putusan verstek tidak dapat dieksekusi, meskipun putusan itu mencantumkan amar dapat dilaksanakan lebih dahulu (uitvoerbaar by voorraad).

Dalam hal terhadap putusan verstek diajukan verzet dapat timbul akibat sebagai berikut,

1) Eksistensinya akan lenyap secara mutlak, apabila perlawanan dikabulkan.

58 Ibid., hlm. 408

(17)

41 2) Eksistensi putusan verstek mutlak menjadi dasar penyelesaian perkara

apabila perlawanan yang diajukan tergugat (pelawan) ditolak.

3) Eksistensinya absolut apabila terhadapnya tidak diajukan verzet.

4. Pemeriksaan perlawanan (verzet)

a. Pemeriksaan berdasarkan gugatan semula.

Pertimbangan sebagaimana Putusan MA No.938 K/Pdt/1986 adalah sebagai berikut,59

• Substansi verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/penggugat asal.

• Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/

tergugat asal menghadiri persidangan tidak relevan.

• Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru.

b. Proses pemeriksaan dengan acara biasa.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 129 ayat 3 HIR, 153 ayat 4 RBg yang berbunyi :

“Surat perlawanan itu dimaksud dan diperiksa dengan cara yang biasa, yang diatur untuk perkara perdata.”

Meskipun diberi nama perlawanan (verzet). Akan tetapi, posisi para pihak tidak berubah dari status semula. Pelawan tetap sebagai tergugat dan terlawan sebagai penggugat. Oleh karena itu, sistem beban wajib bukti yang digariskan Pasal 163 HIR, Pasal 283 RBg, Pasal 1865 KUH Perdata, tetap

59 Ibid., hlm. 409

(18)

42 ditegakkan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pada prinsipnya beban wajib bukti untuk membuktikan dalil gugatan, dibebankan kepada terlawan dalam kedudukannya sebagai penggugat. Sebaliknya kepada pelawan dibebani wajib bukti untuk membuktikan dalil bantahannya dalam kedudukannya sebagai tergugat.

c. Surat Perlawan sebagai jawaban tergugat terhadap dalil gugatan.

Karena kedudukan pelawan sama dengan tergugat, maka surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PN, pada hakekatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat 2 HIR, Pasal 145 ayat 2 RBg, Pasal 142 Rv. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama.60

Bertitik tolak dari fungsi dan kualitas surat perlawanan sama dengan jawaban pada sidang pertama, dalam pemeriksaan proses perlawanan (verzet) harus ditegakkan penerapan sebagai berikut,

1) Dalam surat perlawanan dapat diajukan eksepsi.

2) Menegakkan proses replik dan duplik.

3) Membuka tahap proses pembuktian yang dilanjutkan dengan pengajuan konklusi.

C. Tinjauan Umum Tentang Penetapan Eksekusi C.1. Pengertian Eksekusi

Adapun pengertian eksekusi menurut Kamus Bahasa Indonesia ialah 1.

Pelaksanaan keputusan pengadilan, termasuk hukuman mati; 2. Pelaksanaan

60 Ibid., hlm. 410

(19)

43 keputusan pengadilan untuk menyita atau menjual harta orang yang tidak dapat membayar utangnya (dengan perjanjian).61

Menurut Kamus Hukum, eksekusi ialah pelaksanaan putusan pengadilan:

pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan hukuman badan pengadilan (khususnya hukuman mati); penyitaan dan penjualan seseorang atau lainnya karena berutang.62

Menurut Wildan Suyuthi eksekusi ialah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.63

Muhammad Nasir secara sederhana mengartikan eksekusi sebagai pelaksanaan putusan hakim yang memiliki kekuatan eksekutorial yang dilaksanakan secara paksa apabila pihak yang kalah tidak berkenan menjalankan putusan secara sukarela.64

C.2. Asas-Asas Eksekusi Dalam Perkara Perdata

Biasanya tindakan eksekusi baru merupakan masalah apabila pihak yang kalah ialah pihak Tergugat, apabila pihak yang kalah dalam perkara adalah penggugat, maka tidak ada putusan yang perlu dieksekusi. Hal ini sesuai dengan sifat sengketa dan status para pihak dalam suatu perkara.

Penggugat bertindak selaku pihak yang meminta kepada pengadilan agar pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan suatu barang, mengosongkan rumah atau sebidang tanah, melakukan sesuatu, menghentikan sesuatu, atau membayar

61 J.S. Badudu, Kamus Bahasa Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2003, hlm. 77.

62 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 114.

63 Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi : Praktek Kejurusitaan Pengadilan, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2004, hlm. 60.

64 Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 234.

(20)

44 sejumlah uang. Salah satu amar atau diktum putusan yang demikianlah yang harus dipenuhi dan ditaati pihak tergugat sebagai pihak yang kalah.

Adapun asas-asas umum eksekusi, antara lain:65 1. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

a. Asas atau Aturan Umum.

Pada prinsipnya, hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang dapat dijalankan, sehingga pada asasnya putusan yang dapat dieksekusi adalah:

1) Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (res judicata);

2) Karena hanya dalam putusan yang telah berkekuatan hukum terkandung wujud hubungan hukum yang tetap (fixed) dan pasti antara pihak berperkara;

3) Disebabkan hubungan hukum antara pihak yang berperkara sudah tetap dan pasti;

a) Hubungan hukum tersebut mesti ditaati, dan

b) Mesti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (pihak tergugat).

4) Cara mentaati dan memenuhi hubungan hukum yang ditetapkan dalam amar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;

a) Dapat dilakukan atau dijalankan secara sukarela oleh pihak tergugat, dan b) Bila enggan menjalankan secara sukarela, hubungan hukum yang

ditetapkan dalam putusan harus dilaksanakan dengan paksa dengan bantuan kekuatan umum.

65 M. Yahya Harahap (a), Op. cit, hlm. 6.

(21)

45 Pada prinsipnya, apabila terhadap putusan masih ada pihak yang mengajukan upaya hukum berupa banding atau kasasi, putusan yang bersangkutan belum berkekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 1917 KUHPerdata. Prinsip ini dipertegas dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 1043 K/Sip/1971, tanggal 3 Desember 1974.66

Dengan demikian eksekusi merupakan tindakan paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, putusan belum dapat dijalankan. Dengan kata lain, selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, upaya dan tindakan eksekusi belum dapat berfungsi. Eksekusi baru berfungsi sebagai tindakan hukum yang sah dan memaksa, terhitung :

1. Sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan

2. Pihak tergugat (pihak yang kalah) tidak mau menaati dan memenuhi putusan secara sukarela.

Dengan demikian, apabila ditinjau dari segi yuridis, asas ini mengandung makna bahwa eksekusi menurut hukum perdata adalah menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Cara menjalankan pelaksanaannya secara paksa dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak tergugat (pihak yang kalah) tidak memenuhi putusan secara sukarela. Cara melaksanakan putusan (eksekusi) diatur dalam Pasal 195 HIR atau Pasal 206 RBg serta pasal-pasal berikutnya.67

66 M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah Hukum: Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata: Masa Setengah Abad, Swara Justitia, Jakarta, 2005, hlm. 262.

67 M. Yahya Harahap (a), Op. Cit., hlm. 8.

(22)

46 b. Pengecualian Terhadap Asas Umum.

Beberapa pengecualian yang dibenarkan Undang-undang yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan diluar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, antara lain:

1) Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu yang biasa disebut uitvoerbaar bij voorraad (berdasarkan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg). Eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap putusan pengadilan, sekalipun putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal diatas member hak kepada penggugat untuk mengajukan permintaan agar putusan dapat dijalankan eksekusinya terlebih dahulu, sekalipun tergugat mengajukan banding atau kasasi. Jadi putusan tersebut merupakan putusan yang dapat dieksekusi serta merta

2) Pelaksanaan putusan provisi (berdasarkan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg, maupun Pasal 54 dan 55 RV); menurut ketentuan tersebut putusan provisi adalah tuntutan lebih dahulu yang bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan tersebut, putusan dapat dieksekusi sekalipun pokok perkaranya belum diputus. Bunyi pasal diatas memperbolehkan menjalankan pelaksanaan putusan provisi mendahului pemeriksaan dan putusan pokok perkara;

3) Akta Perdamaian (berdasarkan Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBg); selama persidangan berlangsung, kedua belah pihak yang berperkara dapat

(23)

47 berdamai, baik atas anjuran hakim maupun inisiatif dan kehendak kedua belah pihak. Apabila tercapai perdamaian dalam persidangan maka hakim akan membuat akta perdamaian (akta van dading) dengan amar atau diktumnya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi akta perdamaian. Akta perdamaian yang dibuat dipersidangan mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;68

4) Eksekusi Jaminan Fidusia (JF) dan Hak Tanggungan (HT) (berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan); Terhadap dua produk ini, pihak kreditur dapat langsung meminta eksekusi atas obyek barang JF dan HT apabila debitur melakukan wanprestasi membayar angsuran utang pokok atau bunga pinjaman. Bahkan dimungkinkan kreditur melakukan eksekusi penjualan lelang melalui kantor lelang tanpa campur tangan pengadilan apabila diperjanjikan kalusul kuasa menjual sesuatu.

2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela.

Eksekusi dalam suatu perkara baru tampil dan berfungsi apabila pihak tergugat (pihak yang kalah) tidak bersedia menaati dan menjalankan putusan secara sukarela. Keengganan tergugat menjalankan pemenuhan putusan secara sukarela menimbulkan konsekuensi hukum berupa tindakan paksa yang disebut dengan eksekusi.69

68 Ibid., hlm. 10

69 Ibid., hlm. 12.

(24)

48 3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnator.

Hanya putusan yang bersifat kondemnator (condemnatoir) yang dapat dieksekusi, yakni putusan yang amar atau diktumnya mengadnung unsur penghukuman. Putusan yang amar atau diktumnya tidak mengandung unsur penghukuman, tidak dapat dieksekusi atau non eksekutabel, seperti putusan yang bersifat declaratoir dan konstitutief.

4. Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.

Asas ini diatur dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBg, didalamnya berisi beberapa hal yang perlu dipedomani dan dijelaskan, yakni:

1) Menentukan Pengadilan Negeri mana yang berwenang menjalankan eksekusi putusan, yakni ;

a. Di Pengadilan Negeri mana perkara (gugatan) diajukan, dan

b. Di Pengadilan Negeri mana perkara diperiksa dan diputus tingkat pertama.

Manfaat dari ketentutan ini adalah kepastian kewenangan eksekusi bertujuan menghindari saling rebutan diantara Pengadilan Negeri.70

2) Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri.

Perihal menjalankan eksekusi terhadap putusan pengadilan mutlak hanya diberikan kepada instansi peradilan tingkat pertama, yakni Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung tidak mempunyai wewenang menjalankan eksekusi. Tidak persoalan apakah putusan yang hendak

70 Ibid., hlm. 19.

(25)

49 dieksekusi merupakan hasil putusan Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, eksekusinya tetap berada dibawah kewenangan Pengadilan Negeri yang memutus perkara itu dalam tingkat pertama.

3) Eksekusi atas Perintah dan dibawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.

Rumusan ini merupakan asas eksekusi yang diatur dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBg yang menentukan bahwa eksekusi dijalankan “atas perintah” dan “dibawah pimpinan” Ketua Pengadilan Negeri (op last en onder leiding van den voorzitter van den landraad). Jadi secara formal Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang :

- memerintahkan eksekusi; dan - memimpin jalannya eksekusi.

Kewenangan Ketua Pengadilan memerintahkan dan memimpin eksekusi merupakan kewenangan formal secara ex officio yang diatur dalam Pasal 197 ayat (1) HIR atau Pasal 208 RBg.

Dengan keterkaitan Pasal-pasal diatas, maka gambaran konstruksi hukum kewenangan menjalankan eksekusi secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :71

- Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi;

- Kewenangan memerintahkan dan memimpin eksekusi yang ada pada Ketua Pengadilan Negeri adalah secara ex officio;

- Perintah eksekusi dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri berbentuk Surat Penetapan (beschikking) atau decree (order);

71 Ibid., hlm. 21.

(26)

50 - yang diperintahkan menjalankan eksekusi ialah panitera atau juru sita

Pengadilan Negeri.

Dari hal ini dapat disimpulkan, eksekusi secara nyata dilakukan oleh panitera atau juru sita berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri yang dituangkan dalam bentuk Surat Penetapan yang merupakan landasan yuridis tindakan eksekusi. Tanpa surat penetapan, syarat formal eksekusi belum memadai.

C.3. Bentuk-Bentuk Eksekusi

Menurut M. Yahya Harahap pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk eksekusi ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam putusan Pengadilan, yaitu Eksekusi Riil dan Eksekusi Pembayaran Uang.72

1) Eksekusi Riil

Eksekusi ini tidak diatur dalam HIR maupun RBg, tetapi dalam praktek dijalankan berdasarkan kebutuhan, misalnya putusan untuk pengosongan rumah.

Eksekusi riil ialah suatu eksekusi dari gugatan yang hasilnya adalah sebagaimana yang dimaksud oleh penggugat dalam gugatannya, contohnya suatu perjanjian utang-piutang dibuat dihadapan Notaris (notarieele schuldbekentenis), pencabutan hipotek (roya). Jika Tergugat tidak bersedia mengroyer hipotek itu, Penggugat dapat pergi ke Kantor Kadaster dan disana mengroyer hipotek itu. Dengan demikian roya hipotek itu adalah eksekusi riil.

Contoh lain mengenai eksekusi riil dimuat dalam Pasal 1053 Rv yang berbunyi bahwa; “Jikalau putusan hakim yang memerintahkan pengosongan

72 Ibid., hlm. 23.

(27)

51 (ontruiming) suatu barang yang tidak bergerak, tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka hakim akan memerintahkan dengan surat penetapan kepada seorang jurusita supaya dengan bantuannya alat kekuasaan negara, barang itu dikosongkan oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang kepunyaannya”73.

HIR/RBg hanya mengenal eksekusi riil pada penjualan lelang, yang disebut dalam Pasal 200 ayat (11) HIR atau Pasal 215 ayat (11) RBg, yaitu perintah dengan bantuannya Panitera Pengadilan Negeri dan jika perlu juga dengan bantuannya alat kekuasaan Negara, barang yang tidak bergerak yang telah dijual lelang, dikosongkan oleh orang yang dijual barangnya tersebut. Meskipun eksekusi riil dari putusan hakim tidak dikenal dalam HIR/RBG, eksekusi demikian lazim dijalankan oleh Pengadilan sejak dahulu berdasarkan atas kebutuhan praktek.

2) Eksekusi Pembayaran Uang

Eksekusi pembayaran sejumlah uang adalah pelaksanaan putusan dengan melakukan tindakan “pembayaran sejumlah uang”. Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas putusan Pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan”

nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap antara lain terdiri dari :74

- grosse akta pengakuan hutang;

- grosse akta hipotek;

73 Ibid., hlm. 23

74 Ibid., hlm. 26

(28)

52 - Crediet verband;

- Hak Tanggungan (HT) - Jaminan Fidusia (JF)

Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata pembagian eksekusi meliputi:75

- Eksekusi Pasal 196 HIR, yaitu eksekusi pembayaran sejumlah uang;

- Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR yaitu menghukum seseorang melakukan suatu perbuatan;

- Eksekusi riil, yang dalam praktek banyak dilakukan akan tetapi tidak diatur dalam HIR/RBg.

Menurut Sudikno Mertokusumo, ada beberapa jenis pelaksanaan eksekusi, antara lain:76

- Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR atau Pasal 208 RBg). Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang;

- Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melaksanakan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR atau Pasal 259 RBg). Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan tetapi pihak yang dimenangkan dapat meminta pada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang;

75 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Op. cit., hlm. 130.

76 Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hlm. 206.

(29)

53 - Eksekusi riil. Eksekusi ini tidak diatur dalam HIR maupun RBg tetapi diatur dalam Pasal 133 Rv. Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung;

- Parate eksekusi atau eksekusi langsung diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata.

C.4. Peringatan, Penetapan, Dan Berita Acara Eksekusi

Peringatan atau aanmaning (warning) merupakan salah satu syarat pokok eksekusi. Dengan tidak dilakukannya peringatan terlebih dahulu, maka eksekusi tidak dapat dijalankan karena eksekusi berlaku secara efektif terhitung sejak tenggang waktu peringatan dilampaui.

Peringatan dalam kaitannya dengan menjalankan putusan (tenuitvoer legging van vonnissen) atau execution of a judgement merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri berupa “teguran” kepada pihak yang kalah/tergugat agar menjalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan Negeri.77

Peringatan atau teguran dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri agar tergugat menjalankan putusan dalam tenggang waktu tertentu setelah nyata-nyata tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kemudian isi putusan diberitahukan secara resmi dan patut kepada pihak yang kalah/tergugat.

Namun demikian, untuk menentukan tenggang waktu pihak yang kalah/tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela dapat diambil landasan berdasarkan tenggang waktu yang “patut” (reasonable). Seorang

77 M. Yahya Harahap (a), Op. cit, hlm. 30.

(30)

54 tergugat dianggap patut menjalankan putusan secara sukarela dalam waktu satu minggu atau sepuluh hari dari sejak tanggal putusan diberitahukan secara resmi kepadanya.

Adapun pengaturan mengenai tenggang waktu peringatan sebagaimana diatur dalam Pasal 196 HIR atau 207 RBg. Batas maksimum masa peringatan yang diberikan Ketua Pengadilan Negeri paling lama “delapan hari”. Apabila jangka waktu tersebut dilampaui, maka dapat disimpulkan bahwa pihak yang kalah/tergugat dapat dianggap “ingkar” menjalankan putusan secara sukarela.

Dengan begitu sejak jangka waktu tersebut dilampaui, maka terbukalah kesempatan untuk menempuh proses peringatan.

Peringatan tidak dapat dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri secara ex officio. Peringatan dapat dilakukan atau dijalankan setelah diterimanya pengajuan permohonan eksekusi dari pihak penggugat (pemohon eksekusi) kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengajuan permohonan eksekusi merupakan prasyarat dalam melakukan atau menjalankan proses peringatan.

Pengajuan permohonan eksekusi ini dapat diajukan baik oleh penggugat pribadi maupun oleh kuasa hukumnya (harus disertakan “Surat Kuasa Khusus”) dengan bentuk secara lisan maupun tulisan.78

Apabila Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan eksekusi dari penggugat/pihak yang menang, kemudian Ketua Pengadilan Negeri memanggil tergugat/pihak yang kalah untuk menghadap dipengadilan pada hari, tanggal, dan jam yang telah ditentukan. Pada saat sidang peringatan, Ketua Pengadilan Negeri

78 Ibid, hlm. 32.

(31)

55 memberi batas waktu kepada tergugat, agar dalam batas waktu itu, putusan dijalankan.

Lanjutan dari proses peringatan yang telah ditempuh, adalah dikeluarkannya suatu penetapan atau disebut juga surat perintah eksekusi yang mana dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri berisi perintah kepada pejabat pelaksana eksekusi dalam hal ini panitera dibantu juru sita untuk melaksanakan atau menjalankan eksekusi.

Penetapan ini dapat dikeluarkan tanpa melampaui tenggang waktu peringatan, apabila pihak yang kalah/tergugat tidak memenuhi panggilan peringatan tanpa alasan yang sah. Akan tetapi, apabila panggilan peringatan dipenuhi, namun putusan tidak dijalankan selama tenggang waktu peringatan, maka Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat penetapan tersebut. Ketentuan mengenai sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) HIR atau Pasal 208 ayat (1) RBg. Apabila pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 195 ayat (1) HIR atau 206 ayat (1) RBg, maka terlihat bahwa fungsi memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi berada pada Ketua Pengadilan Negeri (ex officio), sedangkan fungsi melaksanakan atau menjalankan eksekusi secara nyata dan fisik dilakukan oleh panitera yang dibantu oleh juru sita.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (5) HIR, 209 ayat (4) RBg, yang menjelaskan bahwa pejabat yang melaksanakan eksekusi diperintahkan secara tegas untuk membuat berita acara eksekusi. Dengan demikian, keabsahan pelaksanaan eksekusi dinyatakan dengan adanya berita acara eksekusi. Apabila

(32)

56 tidak dibuatnya berita acara eksekusi oleh pejabat pelaksana eksekusi, maka eksekusi tersebut dianggap tidak sah atau melawan hukum.

Tidak hanya peristiwa menjalankan eksekusi yang harus dicatat dalam berita acara. Saksi yang membantu dan menyaksikan eksekusi pun harus tercantum dalam berita acara, sekurang-kurangnya dua orang. Apabila pelaksanaan eksekusi tidak dihadiri dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi maka pelaksanaan eksekusi tersebut tidak memenuhi syarat formal dalam cara menjalankan eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (5) HIR, atau Pasal 210 RBg.79

79 Ibid., hlm. 38

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 39 ayat 1 huruf f dan g, Pejabat yang berwenang dapat menolak membuatkan