• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Geofisika, FMIPA UNCEN Jayapura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Program Studi Geofisika, FMIPA UNCEN Jayapura"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN SEBARAN LAPISAN AKUIFER AIR TANAH MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISITIVITAS KONFIGURASI WENNER ALFA SECARA LATERAL DI KAMPUNG

WISITEN ARSOPURA, DISTRIK SKANTO, KABUPATEN KEEROM

Steven Y.Y. Mantiri1, Yusuf Bungkang2, dan Eka Rismartha S.3 Program Studi Geofisika, FMIPA UNCEN Jayapura1, 2, 3

email : svenlly@gmail.com1 email : yusufbungkang@yahoo.com2 email : situmorangeka210@gmail.com3

Abstrak.Penelitian tentang pendugaan letak, kedalaman dan pola sebaran lapisan akuifer menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner alfa secara lateral dilakukan di Kampung Wisiton Arsopura Distrik Skanto, Kabupaten Keerom. Kajian ini dilakukan untuk menduga letak, kedalaman dan pola sebaran lapisan akuifer yang mengandung air tanah bawah permukaan tanah. Metode geolistrik merupakan metode terbaik dalam penelitian air tanah dengan melaksanakan pengukuran berdasarkan sifat-sifat listrik yaitu resisitivitas dari batuan di lapangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei lapanganmenggunakan alat geolistrik resistivitymeter IRES T300f. Pengukuran ini memberikan nilai tegangan dan kuat arus listrik. Model survei dilakukan secara lateral. Resistivitas semu dihitung berdasarkan tegangan dan kuat arus listrik yang terukur di lapangan. Resistivitas sebenarnya dan pola sebaran lapisan diberikan pada analisis oleh perangkat lunak RES2DINV ver 3.4.

Pengukuran geolistrik dilakukan pada 3 lintasan dengan spasi dasar elektroda adalah 20 m untuk lintasan I dan II yang memiliki bentangan yang sama masing-masing 600 m dan spasi dasar 10 meter untuk lintasan III yang memiliki bentangan 300 m. Rata-rata lapisan akuifer bernilai ≤ 7,74 Ωm dengan litologi lanau pasiran bercampur sedikit kerikil kecil. Lapisan akuifer pada lintasan I tersebar memanjang di sepanjang lintasan pengukuran mulai dari jarak 0 – 600 m dari titik lateral (titik 0) dengan kedalaman 20 – 117 m dari permukaan tanah. Lapisan akuifer pada lintasan II tersebar pada 2 anomali tertutup yaitu pada jarak 190 – 290 m dari titik lateral (titik 0 ) dengan kedalaman 20 – 45 m dari permukaan tanah dan pada jarak 360 – 500 m dari titik lateral (titik 0) dan kedalaman 30 – 90 m dari permukaan tanah. Lapisan akuifer pada lintasan III tersebar di sepanjang lintasan pengukuran mulai dari jarak 50 – 300 m dari titik lateral (titik 0) dengan kedalaman rata-rata 20 m sampai lebih dari 60 m ke bawah.

Kata kunci : akuifer, metode geolistrik, resistivitas, Wenner alfa, lateral, Wisiten Arsopura 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi untuk kehidupan sehari-hari. Air dapat diperoleh dari berbagai sumber air, salah satunya adalah air tanah. Air tanah merupakan air yang tersimpan di bawah permukaan tanah. Keberadaan air tanah di alam sangat tergantung dari ada tidaknya batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang bearti atau dalam hal ini disebut sebagai akuifer. Akuifer merupakan suatu batuan/formasi batuan yang mempunyai kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah yang berarti. Secara alami tidak semua batuan dapat bertindak sebagai akuifer, mengingat akan sangat bergantung pada ruang antar butiran (pori) dan permeabilitasnya.

Pada zaman modern ini, survei untuk mendeteksi keberadaan lapisan akuifer dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode geofisika. Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah untuk untuk mendeteksi lapisan akuifer yaitu: metode gravitasi, metode magnetik, metode seismik, dan metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan salah satu cara dalam penelitian air tanah dengan

(2)

melaksanakan pengukuran berdasarkan sifat-sifat listrik yaitu sifat tahanan jenis dari batuan di lapangan. Keunggulan metode ini adalah dapat digunakan untuk mengadakan ekspolarasi dangkal yang tidak bersifat merusak dalam pendeteksiannya (Kirsch, 2009)[5].

Survei akuifer dengan metode geolistrik merupakan survei geofisika yang bersifat survei aktif namun ramah lingkungan. Di Indonesia, survei geolistrik merupakan metode survei yang terbaik untuk eksplorasi air tanah. Budiman, dkk. (2013)[1] melakukan penelitian pendugaan potensi air tanah dengan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger di Jorong Tampus Kanagarian, Ujung Gading, Kecamatan Lembah Malintang, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Darsono (2016)[2]

melakukan pengkajian tentang identifikasi akuifer dangkal dan akuifer dalam dengan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger secara vertikal dan lateral di Kecamatan Masaran. Iswahyudi, dkk. (2017)[4]

melakukan pengukuran geolistrik tahanan jenis untuk menentukan letak akuifer air bawah tanah di Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Kampung Wisiten Arsopura terletak di Distrik Skanto Kabupaten Keerom. Kampung ini awalnya adalah sebuah lahan yang luasnya 1000 m × 900 m, dimana lahan tersebut digunakan oleh sebagian penduduk sebagai ladang untuk menanam kebutuhan pangan seperti cabai, jagung, tebu, serai, dan lain- lain. Kampung ini merupakan salah satu perkampungan baru yang akan dilakukan pembangunan rumah-rumah penduduk. Kajian ini dilakukan untuk menduga letak, kedalaman dan pola sebaran lapisan akuifer yang mengandung air tanah bawah permukaan tanah. Perkiraan ini dapat dijadikan sebagai informasi awal bagi pemerintah dan masyarakat Kampung Wisiton Arsopura Distrik Skanto, Kabupaten Keerom tentang letak, kedalaman dan pola sebaran lapisan akuifer.

1.2 Tinjauan Pustaka (1) Air tanah

Air tanah adalah air yang mengisi celah-celah atau ruang pori-pori tanah dan batuan yang berada dibawah tanah.Air tanah berasal dari bermacam sumber.Air tanah yang berasal dari peresapan air permukaan disebut air meteorik (meteoric water). Selain berasal dari air permukaan, air tanah dapat juga berasal dari air yang terjebak pada waktu pembentukan batuan sedimen. Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeabel (tembus air) yang dikenal sebagai akuifer (juga disebut reservoir air tanah, formasi pengikat air). Akuifer merupakan formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Menurut Krussman dan Ridder (1970)[6], jenis-jenis akuifer terdiri atas: akuifer bebas (unconfined aquifer), akuifer tertekan (confined aquifer), akuifer semi tertekan (semi confined aquifer), dan akuifer semi bebas (semi unconfined aquifer). Akuifer bebas (unconfined aquifer) adalah lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah akuifer yang seluruh jumlahnya air yang dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer. Akuifer semi tertekan (semi confined aquifer) adalah akuifer yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dan di bagian bawahnya merupakan lapisan kedap air. Akuifer semi bebas (semi unconfined aquifer) adalah akuifer yang bagian bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air.

(2) Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus kedalaman bumi. Oleh karena itu metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk di dalamnya yaitu:

Potensial diri (self potential), Arus tellurik, Magnetotelluric, Elekromagnetik, Polarisasi terinduksi (Induced Polarization, IP), Resistivitas (tahanan jenis) (Hendrajaya dan Arif, 1988)[3].

Metode resisitivitas merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resisitivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Resistivitas atau tahanan jenis batuan adalah besaran atau parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik dari suatu batuan. Batuan yang memiliki resistivitas makin besar, menunjukkan bahwa batuan tersebut sulit untuk dialiri oleh arus

(3)

listrik. Menurut Hendrajaya dan Arif (1988)[3], berdasarkan tujuan penyelidikan, metode geolistrik tahanan jenis dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu: Metode resistivitas lateral (mapping) dan Metode reisistivitas vertikal (sounding/drilling). Metode resistivitas leteral (mapping) merupakan metode resisitivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horizontal. Oleh karena itu, pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan di permukaan bumi. Hasil analisis metode memberikan kontur isoresistivitas. Metode resistivitas vertikal (sounding) merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan secara vertikal. Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik vertikal dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda.

Pengubahan jarak elektroda ini dilakukan secara teratur mulai dari jarak elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi.

(3) Konfigurasi Elektroda

Pengukuran metode geolistrik resisitivitas secara umum menggunakan 4 (empat) buah elektroda yang terdiri atas 2 (dua) buah elektroda untuk arus listrik dan 2 (dua) buah elektroda untuk potensial listrik.

Pada metode gelistrik resisitivitas, arus listrik dialirkan/diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Besarnya potensial yang disebabkan karena arus listrik yang diinjeksikan diukur di permukaan bumi melalui dua elektroda potensial. Besarnya beda potensial di antara kedua elektroda potensial tersebut selain tergantung pada besarnya arus yang dialirkan ke dalam bumi, juga tergantung pada letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus yang dipakai. Dalam hal ini tercakup juga pengaruh keadaan batuan yang dilewati arus listrik tersebut. Aturan-aturan penempatan keempat elektroda (2 buah elektroda arus dan 2 buah elektroda potensial) disebut konfigurasi elektroda.

Terdapat berbagai macam bentuk konfigurasi elektroda yaitu: Wenner (Wenner alfa, Wenner beta dan Wenner gamma), Schlumberger, Wenner-Schlumberger, Bipole-dipole, Pole-dipole, Reverse pole- dipole, dan Pole-pole. Masing-masing konfigurasi elektroda di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran, harus diketahui dengan jelas tujuannya sehingga dapat dipilih jenis konfigurasi yang terbaik.

(4) Faktor Geometri, Resistivitas Semu dan Resisitivitas Sebenarnya

Letak dua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus mempengaruhi besarnya beda potensial di antara kedua elektroda potensial tersebut. Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus disebut faktor geometri (geometrical factor). Secara umum skema konfigurasi elektroda pada survei geolistrik ditunjukkan pada gambar 1. Secara umum resistivitas batuan dinyatakan dengan persamaan

= V

k I (1)

dimana k adalah faktor geometri yang berkaitan dengan geometri elektroda. Setiap konfigurasi elektroda memiliki nilai faktor geometri yang berbeda-beda. Dengan mengukur ΔV dan I dan mengetahui konfigurasi elektroda, maka resistivitas ρ dapat ditentukan. Pada tanah homogen isotropik, nilai resistivitas ini akan konstan untuk setiap arus dan pengaturan elektroda.

(4)

Gambar 1. Skema susunan elektroda

Jika tanah tidak homogen dan jarak elektroda bervariasi atau jarak tetap ditetapkan sementara seluruh rangkaian dipindahkan, maka rasionya akan berubah secara umum. Hal ini menghasilkan nilai ρyang berbeda untuk setiap pengukuran. Besarnya secara tidak langsung berhubungan dengan susunan elektroda. Kuantitas yang diukur ini dikenal sebagai resistivitas semu (apparent resistivity), 𝜌𝑎. Meskipun resistivitas ini merupakan diagnostik dari resistivitas sebenarnya (actual resistivity) suatu zona di sekitar rangkaian elektroda, namun resisitivitas semu bukanlah nilai rata-rata dan hanya pada kasus bumi homogen sama dengan resisitivitas sebenarnya. Istilah lain yang sering ditemukan dalam literatur adalah apa yang disebut resistivitas permukaan (surface resisitivity). Resisistivitas ini adalah nilai 𝜌𝑎yang diperoleh dengan jarak elektroda kecil. Tentunyan resisitivitas ini sama dengan resisitivity sebenarnya hanya jika tanahnya seragam di atas volume kira-kira dari dimensi elektroda secara terpisah.

(5) Konfigurasi Wenner

Aturan elektroda Wenner pertama kali diperkenalkan oleh Wenner pada tahun 1915. Aturan ini banyak berkembang di Amerika. Konfigurasi Wenner cenderung diterapkan hanya pada daerah yang permukaanya relatif datar. Jika konfigurasi ini diterapkan untuk kasus permukaan bumi yang miring maka perlu adanya koreksi yang diberlakukan. Susunan elektroda arus dan elektroda potensial konfigurasi Wenner ditunjukkan pada gambar 2. Pada konfigurasi ini, elektroda-elektroda, baik arus maupun potensial diletakkan secara simetris terhadap titik tengah (titik pengukuran/datum). Jarak antara elektroda arus adalah 3 (tiga) kali jarak antara elektroda potensial (Telford, et al., 1990)[7]. Keempat elektroda dengan titik amat/tengah (titik pengukuran/datum) harus membentuk satu garis. Konfigurasi Wenner paling cocok untuk penyelidikan dangkal dan relatif datar. Konfigurasi Wenner memiliki kedalaman semu sebesar 15 dari bentangan terluar AB. Faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah

2 

=

k a

(2)

dimana a adalah jarak antar elektroda. Kolaborasi persamaan (1) dan (2) memberikan resistivitas semu untuk konfigurasi Wenner adalah

a =2

V

a I (3)

Gambar 2. Susunan elektroda konfigurasi Wenner

Tabel 1. Resistivitas mineral (Telford, et al., 1990)[7]

No. Mineral Formula

Resistivitas (Ωm)

Kisaran Rata-rata

1 Bismutinit Bi2S3 18 – 570

2 Covellite CuS 3 × 10-7 – 8 × 10-5 2 × 10-5

3 Kalkosit Cu2S 3 × 10-5 – 0,6 10-4

(5)

4 Kalkopirit CuFeS2 1,2 × 10-5 – 0,3 4 × 10-3

5 Bornit Cu5FeS4 2,5 × 10-5 – 0,5 3 × 10-3

6 Pirit FeS2 2,9 × 10-5 – 1,5 3 × 10-1

7 Pirotit FenSm 6,5 × 10-6 – 5 × 10-2 10-4

8 Cinabar HgS 2 × 107

9 Molibdenit MoS2 10-3 – 106 10

10 Galena PbS 3 × 10-5 – 3 × 102 2 × 10-3

11 Milerit NiS 3 × 10-7

12 Stanit Cu2FeSnS2 10-3 – 6 × 103

13 Stibnit Sb2S3 105 – 1012 5 × 106

14 Spalerit ZnS 1,5 × 107 102

15 Kobaltit CoAsS 3,5 × 10-4 – 10-1

16 Arsenopirit FeAsS 2 × 10-5 – 15 10-3

17 Nikolit NiAs 10-7 – 2 × 10-3 2 × 10-5

18 Bauksit Al2O3.nH2O 2 × 102 – 6 × 103

19 Kuprit Cu2O 10-3 – 300 30

20 Kromit FeCr2O4 1 – 106

21 Spekularit Fe2O3 6 × 10-3

22 Hematit Fe2O3 3,5 × 10-3 – 107

23 Limonit 2Fe2O3.3H2O 103 – 107

24 Magnetit Fe3O4 5 × 10-5 – 5,7 × 103

25 Ilmenit FeTiO3 10-3 – 50

26 Wolframit Fe.Mn.WO4 10 – 105

27 Pirolusit MnO2 5 × 10-3 – 10

28 Kuarsa SiO2 4 × 1010 – 2 × 1014

29 Kasiterit SnO2 4 × 10-4 – 104 0,2

30 Rutil TiO2 30 – 1000 500

31 Uraninit (pitchblende) UO2 1 – 200

32 Anhidrit CaSO4 109

33 Kalsit CaCO3 2 × 1012

34 Fluorit CaF2 8 × 1013

35 Siderit Fe2(CO3)3 70

(6)

36 Garam batu NaCl 30 – 1013

37 Silvit KCl 1011 – 1012

38 Intan (berlian) C 10 – 1014

39 Serpentin 2 × 102 – 3 × 103

40 Hornblende 2 × 102 – 106

41 Mika 9 × 102 – 1014

42 Biotit 2 × 102 – 106

43 Bitum, batubara 0,6 – 103

44 Antrasit 10-3 – 2 × 105

45 Lignit 9 – 200

46 Lempung api 30

47 Air meteorik 30 – 103

48 Air permukaan (batuan beku) 0,1 - 3 × 103

49 Air permukaan (sedimen) 10 – 100

50 Air tanah 100

51 Air alami (batuan beku) 0,5 – 150

52 Air alami (sedimen) 1 - 100 3

53 Air laut 0,2

54 Air garam, 3% 0,15

55 Air garam, 20% 0,05

(6) Resisitivitas Batuan

Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas listrik menunjukkan variasi terbesar. Sebaliknya interval pada densitas, kecepatan gelombang elastik, dan kandungan radioaktif adalah cukup kecil.

Konduktor biasanya didefinisikan sebagai material dengan resistivitas lebih kecil dari 10-5 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih besar dari 107 Ωm. Di antara batas-batas ini terdapat semikonduktor. Logam dan grafit adalah konduktor; yang mengandung sejumlah besar elektron bebas yang mobilitasnya sangat besar. Semikonduktor juga membawa muatan oleh gerakan elektron tetapi memiliki lebih sedikit. Isolator terkarakterisasi oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak (Telford, et al., 1990)[7]. Pada klasifikasi bebas, batuan dan mineral dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: Konduktor baik yaitu mineral dengan nilai resistivitas 10-8 sampai sekitar 1 Ωm, Konduktor menengah yaitu mineral dan batuan dengan resistivitas 1 sampai 107 Ωm, dan Konduktor buruk dengan resistivitas di atas 107 Ωm. Variasi resistivitas dari mineral tertentu ditunjukkan pada tabel 1.

2. METODE

Penelitian ini dilakukan di Kampung Wisiten Arso IV, Distrik Skanto, Kabupaten Keerom. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei lapangan dengan melakukan pengukuran langsung menggunakan alat geolistrik resistivitymeter IRES T300f. Pengukuran dengan alat ini memberikan nilai tegangan dan kuat arus listrik. Model survei menggunakan metode lateral. Resistivitas semu dihitung berdasarkan tegangan dan kuat arus listrik yang terukur di lapangan. Resistivitas sebenarnya dan pola sebaran lapisan diberikan pada analisis oleh perangkat lunak RES2DINV versi 3.4. Pengukuran

(7)

dilakukan pada 3 lintasan seperti ditunjukkan pada gambar 3. Lintasan I memiliki panjang 600 m dengan koordinat titik C1 pada 02047’51.76” LS dan 140033’41.63” BT, dan titik C2 pada 02047’49.03”

LS dan 140033’22.45” BT. Pengukuran di lintasan I berada pada azimuth 285o. Lintasan II memiliki panjang 600 m dengan koordinat C1 pada 02047’49.73” LS dan 140033’31.19” BT, dan titik C2 pada 02047’33.75” LS dan 140033’33.42” BT. Pengukuran di lintasan II berada pada azimuth 352o. Lintasan III memiliki panjang 300 m dengan koordinat C1 pada 02047’44.07” LS dan 140033’38.70” BT, dan titik C2 pada 02047’42.87” LS dan 140033’29.54” BT. Pengukuran lintasan III berada pada azimuth 285o.

Gambar 3. Lokasi penelitian geolistrik 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan letak, kedalaman dan pola sebaran lapisan akuifer dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas di Kampung Wisiten Arsopura, Distrik Skanto, Kabupaten Keerom. Kampung ini bertopografi datar sehingga sangat cocok menggunakan konfigurasi Wenner alfa secara lateral (horizontal). Pengukuran dilakukan dengan spasi dasar elektroda adalah 20 m untuk lintasan I dan II yang memiliki bentangan yang sama masing-masing 600 m dan spasi dasar 10 meter untuk lintasan III yang memiliki bentangan 300 m.

Sebaran nilai resistivitas sebenarnya pada lintasan I ditunjukkan pada gambar 4. Pengolahan data memberikan interval resistivitas sebenarnya 4,615 – 24,5 Ωm dengan kesalahan perhitungan cukup kecil 6,0%. Pada tampilan ini menunjukkan bahwa lapisan akuifer terduga pada rentang nilai resistivitas

≤ 7,68 Ωm berlitologi lanau pasiran dengan sedikit kerikil kecil. Lapisan ini tersebar di sepanjang lintasan pengukuran mulai dari jarak 0 – 600 m dari titik lateral (titik 0) dengan kedalaman 20 – 117 m dari permukaan tanah, hal ini berarti ketebalan lapisan akuifer sekitar 97 m. Hal ini menunjukkan ketersediaan air tanah bawah permukaan cukup banyak pada arah lintasan ini.

(8)

Gambar 4. Profil lapisan lateral pada lintasan I

Sebaran nilai resistivitas sebenarnya pada lintasan II ditunjukkan pada gambar 5. Pengolahan data memberikan interval resistivitas sebenarnya 4,14 – 21,6 Ωm dengan kesalahan perhitungan cukup kecil 8,6%. Pada tampilan ini menunjukkan bahwa lapisan akuifer terduga pada rentang nilai resistivitas ≤ 7,6 Ωm berlitologi lanau pasiran dengan sedikit kerikil kecil. Lapisan ini tersebar pada 2 anomali tertutup di tempat yang berbeda. Tempat pertama pada jarak 190 – 290 m dari titik lateral (titik 0 ) dan kedalaman 20 – 45 m dari permukaan tanah. Tempat kedua pada jarak 360 – 500 m dari titik lateral (titik 0) dan kedalaman 30 – 90 m dari permukaan tanah. Hal ini menunjukkan ketersediaan air tanah bawah permukaan pada arah lintasan ini sangat sedikit.

Gambar 5. Profil lapisan lateral pada lintasan II

Sebaran nilai resistivitas sebenarnya pada lintasan III ditunjukkan pada gambar 6. Pengolahan data memberikan interval resistivitas sebenarnya 6,613 – 17,5 Ωm dengan kesalahan perhitungan kecil 4,3%.

Pada tampilan ini menunjukkan bahwa lapisan akuifer terduga pada rentang nilai resistivitas ≤ 7,94 Ωm berlitologi lanau pasiran dengan sedikit kerikil kecil. Lapisan ini tersebar di sepanjang lintasan pengukuran mulai dari jarak 50 – 300 m dari titik lateral (titik 0) dengan kedalaman rata-rata 20 m sampai lebih dari 60 m ke bawah, hal ini berarti ketebalan lapisan akuifer sekitar lebih dari 40 m ke bawah. Hal ini menunjukkan ketersediaan air tanah bawah permukaan cukup banyak pada arah lintasan ini.

Gambar 6. Profil lapisan lateral pada lintasan III

Analisis hasil perhitungan memberikan pola sebaran lapisan akuifer pada lintasan I dan III sama yaitu memanjang searah lintasan sedangkan pada lintasan II berbentuk anomali tertutup yang terdiri dari 2 anomali. Secara keseluruhan interval resistivitas sebenarnya yang terevaluasi untuk lapisan akuifer pada kisaran rata-rata ≤ 7,74 Ωm dengan lapisan pelindung sekitar 7,74 – 24,5 Ωm. Interval nilai untuk lapisan pelindung menunjukkan litologi tanah lanau dengan sedimen halus tergolong batuan sedimen dengan persentase kandungan lempung dan pasir tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa air tanah pada lapisan akuifer yang terduga diperkirakan keruh atau kabur karena masih dipengaruhi kuat oleh jenis tanah di sekitar lapisan atau lapisan pelindung.

4. KESIMPULAN

Penelitian tentang pendugaan letak, kedalaman dan pola sebaran lapisan akuifer air tanah bawah permukaan tanah menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner alfa secara lateral dilakukan di Kampung Wisiton Arso IV Distrik Skanto, Kabupaten Keerom. Rata-rata lapisan akuifer bernilai ≤ 7,74 Ωm dengan litologi lanau pasiran bercampur sedikit kerikil kecil. Lapisan akuifer pada lintasan I tersebar memanjang di sepanjang lintasan pengukuran mulai dari jarak 0 – 600 m dari titik lateral (titik 0) dengan kedalaman 20 – 117 m dari permukaan tanah. Lapisan akuifer pada lintasan II tersebar pada 2 anomali tertutup yaitu pada jarak 190 – 290 m dari titik lateral (titik 0 ) dengan

(9)

kedalaman 20 – 45 m dari permukaan tanah dan pada jarak 360 – 500 m dari titik lateral (titik 0) dan kedalaman 30 – 90 m dari permukaan tanah. Lapisan akuifer pada lintasan III tersebar di sepanjang lintasan pengukuran mulai dari jarak 50 – 300 m dari titik lateral (titik 0) dengan kedalaman rata-rata 20 m sampai lebih dari 60 m ke bawah.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Budiman, A., Delhasni, dan Widjojo, S.A.H.S., (2013). Pendugaan Potensi Air Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis, Konfigurasi Schlumberger (Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading, Kecamatan Lembah Malintang, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat), Jurnal Ilmu Fisika (JIF), Vol. 5, No. 2, 72 – 78.

[2] Darsono, (2016). Identifikasi Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam dengan Metode Geolistrik (Kasus: Di Kecamatan Masaran), Indonesian Journal of Applied Physics, April 2016, 40 – 49.

[3] Hendrajaya, L. dan Arif, I., (1988). Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, ITB Bandung.

[4] Iswahyudi, A., Prabawa, S.E., Warnana, D.D., dan Rochman, J.P.G.N., 2017. Pengukuran Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Letak Aquifer Air Bawah Tanah (Studi Kasus:

Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara), Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW), Surabaya, 05 Agustus 2017.

[5] Kirsch, R., 2009. Groundwater Geophysics; A Tool for Hydrogeology, Second Edition, Springer, Verlag-Berlin.

[6] Krussman, G.P. and Ridder, N.A. 1970. Analysis and Evaluation of Pumping Test Data, International Institute for Land Reclamation and Improvement,Wageningen.

[7] Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics Second Edition, Cambridge University Press, Cambridge.

Gambar

Gambar 1. Skema susunan elektroda
Gambar 3. Lokasi penelitian geolistrik  3.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5. Profil lapisan lateral pada lintasan II

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi administrasi peternakan yang dibuat dapat membantu user untuk menghitung harga pokok produksi ayam dengan memperhatikan data dari pembelian,

Fakta di lapangan yang peneliti jumpai, proses pembelajaran secara konvensional masih kurang efektif berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik di

 Fungsi dari nukleus adalah sebagai berikut: Nukleus sangat penting untuk keseluruhan aktivitas selular; Nukleus mengandung materi genetik sel (DNA) yang mengkode informasi

Peserta Pandu Penuntun yang dimaksud adalah Pandu HW Penuntun yang memenuhi persyaratan dan terdaftar sebagai peserta Hizbul Wathan Scout Virtual Got Talens Kwarwil Jawa

Dalam kenyataannya berdasarkan hasil penelitian pada variabel bebas pendidikan dan latihan yang dilakukan bahwa pegawai di lingkungan Balai Pelatihan Kesehatan

Tabel 4.7 Jawaban Responden Terhadap Saya Merasa Harga Yang Diberikan Day Avenue Bervariasi Sehingga Konsumen Dapat Memilih Produk Sesuai Dengan Kemampuan.. Hal ini menunjukkan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, teknik, evaluasi, tindak lanjut, dan implikasinya pengelolaan SDM Di SMA Negeri 5 Mataram.