Penentuan Lokasi Sumber dengan Menggunakan Hydrophone Tunggal
Annisa Firasanti, Wirawan, Endang Widjiati
Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak – Penentuan lokasi pasif merupakan topik yang penting dalam penelitian komunikasi akustik bawah air. Penentuan lokasi sumber dilakukan dengan beberapa hydrophone, tetapi pada tugas akhir ini hanya digunakan hydrophone tunggal. Kekurangan informasi spasial yang ada pada metode hydrophone tunggal dapat diatasi dengan sinyal sumber yang mempunyai frekuensi pita lebar. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengestimasi lokasi sumber dengan sinyal sumber chirp dengan. Pemodelan dilakukan dengan kanal perairan dangkal dengan beberapa karakteristik yang disesuaikan dengan INTIMATE ’96. Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi adalah berdasarkan teknik Match Field
Processing yaitu Maximum Likelihood, Signal Subspace
dan Noise Subspace. Langkah awal penentuan lokasi adalah mengestimasi delay multipath dari ketiga metode ini dengan menggunakan metode Time-Delay Estimation. Nilai delay yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam persamaan delay yang merupakan fungsi dari jarak dan kedalaman. Untuk mencari nilai jarak, diberikan nilai kedalaman yang benar pada persamaan, begitu juga sebaliknya.
Kata kunci : Waktu delay, hydrophone tunggal, MFP,
Subspace, Maximum Likelihood
I. PENDAHULUAN
Salah satu isu yang sering diminati dalam penelitian
underwater acoustic adalah penentuan sumber secara pasif.
Artinya metode penentuan lokasi sumber suara hanya dengan menggunakan suara yang diterima saja. Penentuan lokasi pasif digunakan untuk mendeteksi keberadaan benda yang mengeluarkan suara tertentu. Hal ini dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan kapal selam, atau binatang laut yang mengeluarkan suara seperti ikan paus dan lumba-lumba. Penentuan lokasi pada tugas akhir kali ini dilakukan dengan sistem hydrophone tunggal karena dengan hanya menggunakan satu hydrophone saja akan lebih mengurangi biaya.
Metode matched-field processing (MFP) adalah sebuah metode yang telah digunakan secara luas, khususnya untuk topik penentuan lokasi ini. Secara garis besar, metode ini membandingkan sinyal hasil simulasi dengan sinyal
pengukuran asli. Kedua sinyal tersebut diproses
menggunakan beberapa macam processor, dan kemudian akan menghasilkan data yang diinginkan. Dalam hal ini, yang digunakan adalah Maximum Likelihood, dimana dalam metode ini variabel yang memberikan hasil maksimal dari
perkalian sinyal sumber dengan replikanya dianggap sebagai data yang benar, dalam hal ini delay.
II. TEORI PENUNJANG
2.1 Simulasi Pemodelan Kanal
Propagasi akustik di laut dijelaskan menggunakan persamaan gelombang. Metode Ray Theory merupakan suatu metode yang efektif untuk penerapan propagasi pada medium nonhomogen pada lautan. Dalam ray model, energy suara dikonsepkan merambat sepanjang jalur ray, dimana jalur tersebut adalah sebuah garis lurus
jika kanal yang dilewati mempunyai kecepatan
perambatan yang sama di semua kedalaman. Shallow
Water Channel (SWA) ini akan dimodelkan sesuai
dengan Pekeris Waveguide seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema pemodelan kanal WSWA [1]
Pada Gambar 1, R adalah jarak transmisi (m), d1
adalah kedalaman sumber (m), d2 adalah kedalaman
penerima (m), dan h adalah kedalaman perairan (m). Jarak yang ditempuh melalui eigenray lurus dapat
dinotasikan sebagai D00, dimana:
𝐷𝐷00= �𝑅𝑅2+(𝑑𝑑1− 𝑑𝑑2)2 (1)
Sedangkan jarak eigenray yang mengalami pantulan
𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠 = �𝑅𝑅2+ [2𝑠𝑠ℎ + 𝑑𝑑1− (−1)𝑠𝑠−𝑠𝑠𝑑𝑑2]2 (2)
𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠 = �𝑅𝑅2+ [2𝑠𝑠ℎ + 𝑑𝑑1− (−1)𝑠𝑠−𝑠𝑠𝑑𝑑2]2 (3)
dimana Dsb adalah eigenray yang mengalami pantulan
dari permukaan (surface) dan Dbs adalah eigenray yang
mengalami pantulan dari dasar laut (bottom) terlebih dahulu.
Selain model ray, kondisi fisik lautan yang beragam menimbulkan banyak fenomena yang dapat mempengaruhi propagasi sinyal. Beberapa parameter yang dapat mempengaruhi kondisi kanal yaitu:
a. Spreading Loss
Spreading Loss adalah efek geometris yang
mewakili melemahnya gelombang suara ketika ia menyebar
keluar dari sebuah sumber.Bentuk penyebaran silindris dan
sferis adalah tipe spreading loss yang biasa dipakai. Karena jarak transmisi D jauh lebih besar dari pada kedalaman laut
h, maka sinyal tidak bisa menyebar dalam bentuk bola
sempurna. Sehingga bentuk penyebaran yang digunakan adalah silindris dengan nilai rugi-rugi sebesar
𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝐷𝐷−1 2� (4)
b. Redaman oleh penyerapan dan penyebaran
Saat suara berpropagasi di dalam lautan, beberapa bagian dari energi akustik terserap secara kontinyu, dalam hal ini misalnya berubah menjadi energi panas. Formula untuk menghitung koefisien redaman di air laut pada frekuensi 100 Hz-3kHz adalah
𝛽𝛽 = 0.11𝑓𝑓1 + 𝑓𝑓22+4100 + 𝑓𝑓44𝑓𝑓2 2 [𝑑𝑑𝑑𝑑/𝑘𝑘𝑘𝑘] (5)
Penyerapan energi pada jarak 𝐷𝐷 adalah
𝐿𝐿𝐴𝐴(𝐷𝐷) = 10−�
𝐷𝐷
20000𝛽𝛽� (6)
c. Redaman oleh endapan
Suara yang berpropagasi diantara lapisan endapan akan mendapat efek redaman. Secara matematis, redaman
akustik (𝛼𝛼) dinyatakan dalam bentuk exponensial yaitu 𝑒𝑒−𝛼𝛼𝛼𝛼
menggunakan satuan nepers (Np) per satuan jarak dari 𝛼𝛼.
𝛼𝛼(𝑑𝑑𝑑𝑑𝜆𝜆−1) = 𝜆𝜆(𝑘𝑘)𝛼𝛼(𝑑𝑑𝑑𝑑𝑘𝑘−1) (7)
d. Pantulan oleh Permukaan
Impedance mismatch antara laut dan udara
menyebabkan permukaan laut menjadi bersifat reflektor. Jika permukaan laut relative tenang, pantulannya akan mendekati sempurna, sehingga sebagai asumsi bahwa koefisien refleksi adalah -1. Jika permukaan kasar (disebabkan oleh gelombang), akan terjadi loss pada setiap interaksi dengan
permukaan. Rugi-rugi ini dimodelkan sebagai konstanta Lsr
di setiap interaksi dengan permukaan [2]. e. Pantulan oleh Dasar Laut
Seperti halnya pada permukaan, impedansi yang tidak cocok antara laut dan dasar laut menyebabkan seabed
dapat memantulkan beberapa suara yang datang. Jika ρ dan c
adalah kerapatan dan kecepatan suara pada perairan laut, ρ1
dan c1 adalah kerapatan dan kecepatan suara pada dasar laut,
maka untuk dasar laut yang lembut, pantulan adalah sudut dependen dan dijelaskan oleh koefisien refleksi Rayleigh sebagai berikut [2] 𝐿𝐿𝑑𝑑(𝜃𝜃) = �𝑘𝑘 cos 𝜃𝜃 − √𝑛𝑛 2− 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑛𝑛2𝜃𝜃 𝑘𝑘 cos 𝜃𝜃 + √𝑛𝑛2− 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑛𝑛2𝜃𝜃� (8) Dimana 𝑘𝑘 =𝜌𝜌1 𝜌𝜌 , 𝑛𝑛 = 𝑐𝑐 𝑐𝑐1
Sudut kedatangan 𝜃𝜃 dapat dikomputasikan
berdasarkan geometri dari gelombang Pekeris. Jika sudut 𝜃𝜃𝑠𝑠𝑠𝑠
berhubungan dengan eigenray 𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠 dan sudut 𝜃𝜃𝑠𝑠𝑠𝑠
berhubungan dengan eigenray 𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠 maka
𝜃𝜃𝑠𝑠𝑠𝑠 = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑛𝑛−1�2𝑠𝑠ℎ + 𝑑𝑑 𝑅𝑅 1−(−1)𝑠𝑠−𝑠𝑠𝑑𝑑2� 𝜃𝜃𝑠𝑠𝑠𝑠 = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑛𝑛−1�2𝑠𝑠ℎ − 𝑑𝑑 𝑅𝑅 1+(−1)𝑠𝑠−𝑠𝑠𝑑𝑑2� (9) (10) Untuk dasar laut yang kasar dan menyerap, tambahan loss pantulan dapat diberikan. Pemodelan loss ini dilakukan
dengan membiarkan beberapa tambahan faktor loss
konstan dari LBR per interaksi dasar laut.
f. Waktu delay
Karena setiap eigenray yang mengalami pantulan mempunyai panjang jarak transmisi yang bereda-beda, maka waktu delay terhadap eigenray yang mempunyai lintasan lurus dinyatakan sebagai
𝜏𝜏𝑠𝑠𝑠𝑠 =𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝐷𝐷𝑐𝑐 00 𝜏𝜏𝑠𝑠𝑠𝑠 =𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠− 𝐷𝐷𝑐𝑐 00
(11) (12) Jika x(t) adalah sinyal yang ditransmisikan melewati kanal dan y(t) adalah sinyal diterima, maka dengan mengabaikan delay absolut waktu antara transmisi dan penerima, dapat dituliskan y(t) dan x(t) sebagai: 𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝐴𝐴00(𝑡𝑡)𝐿𝐿𝑠𝑠𝑠𝑠(𝐷𝐷00)𝐿𝐿𝐴𝐴(𝐷𝐷00)𝛼𝛼(𝑡𝑡) + � � 𝐴𝐴𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑡𝑡)𝐿𝐿𝑠𝑠𝑠𝑠(𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠)𝐿𝐿𝐴𝐴(𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠)(−𝐿𝐿𝐶𝐶𝑅𝑅)𝑠𝑠𝐿𝐿𝑠𝑠𝑑𝑑𝑅𝑅𝐿𝐿𝑑𝑑�𝜃𝜃𝑠𝑠𝑠𝑠�𝑠𝑠𝛼𝛼(𝑡𝑡 − 𝜏𝜏𝑠𝑠𝑠𝑠) 𝑠𝑠 𝑠𝑠=𝑠𝑠−1 ∞ 𝑠𝑠=1 + � � 𝐴𝐴𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑡𝑡)𝐿𝐿𝑠𝑠𝑠𝑠�𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠�𝐿𝐿𝐴𝐴�𝐷𝐷𝑠𝑠𝑠𝑠�(−𝐿𝐿𝐶𝐶𝑅𝑅)𝑠𝑠𝐿𝐿𝑠𝑠𝑑𝑑𝑅𝑅𝐿𝐿𝑑𝑑�𝜃𝜃𝑠𝑠𝑠𝑠�𝑠𝑠𝛼𝛼�𝑡𝑡 − 𝜏𝜏𝑠𝑠𝑠𝑠� 𝑠𝑠 𝑠𝑠=𝑠𝑠−1 ∞ 𝑠𝑠=1 +𝑛𝑛(𝑡𝑡) 2.2 Matched-Field Processing (MFP) [3]
Gambar 2. Ilustrasi prinsip kerja MFP
Teknik MFP adalah salah satu teknik yang sering digunakan dalam dunia penelitian underwater
acoustic. Prinsip kerja dari MFP (Gambar 2) adalah
melakukan korelasi antara hasil pengukuran dengan hasil simulasi yang melibatkan informasi lingkungan. Hasil tertinggi korelasi tersebut dianggap sebagai lokasi sumber yang sebenarnya.
2.3 Teknik Penentuan Lokasi Sumber
Berdasarkan model data linier, sinyal akustik yang diterima berdasarkan sumber dengan lokasi
𝜃𝜃𝑠𝑠= (𝑟𝑟𝑠𝑠, 𝑧𝑧𝑠𝑠) diberikan dalam persamaan [5]
𝑦𝑦𝑛𝑛(𝑡𝑡, 𝜃𝜃𝑠𝑠) = 𝑧𝑧𝑛𝑛(𝑡𝑡, 𝜃𝜃𝑠𝑠) + 𝜖𝜖𝑛𝑛(𝑡𝑡) (14)
dimana 𝜖𝜖 adalah noise, dengan asumsi ini adalah
white noise baik secara spasial maupun temporal.
Sedangkan 𝑧𝑧 adalah sinyal yang bersih (bebas noise)
yang diberikan oleh persamaan:
Disini 𝑠𝑠0(𝑡𝑡) adalah gelombang sumber terbangkit dan 𝑝𝑝 adalah respon impuls kanal. Dengan sumsi bahwa kanal diantara sumber dan penerima berlaku sebagai kanal multiple
time-delay, respon impulsnya dapat ditulis sebagai
𝑝𝑝𝑛𝑛(𝑡𝑡, 𝜃𝜃𝑠𝑠) = � 𝑡𝑡𝑛𝑛,𝑘𝑘(𝜃𝜃𝑠𝑠) 𝑀𝑀
𝑘𝑘=1
𝛿𝛿�𝑡𝑡 − 𝜏𝜏𝑛𝑛,𝑘𝑘(𝜃𝜃𝑠𝑠)� (16)
dimana �𝑡𝑡𝑛𝑛,𝑘𝑘(𝜃𝜃𝑠𝑠), 𝜏𝜏𝑛𝑛,𝑘𝑘(𝜃𝜃𝑠𝑠); 𝑛𝑛 = 1, … , 𝑁𝑁; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑀𝑀�
adalah redaman sinyal dan delay waktu sepanjang M jalur akustik pada waktu snapshot n=1,…,N.
Dengan asumsi pada persamaan (16), maka persamaan (14) dapat ditulis kembali sebagai
𝒚𝒚𝑛𝑛(𝑡𝑡, 𝜃𝜃𝑠𝑠) = 𝑺𝑺[𝝉𝝉(𝜃𝜃𝑠𝑠)]𝒂𝒂𝑛𝑛(𝜃𝜃𝑠𝑠) + 𝝐𝝐𝑛𝑛 (17)
dengan penjabaran matrix sebagai berikut
𝒚𝒚𝑛𝑛(𝜃𝜃𝑠𝑠) = [𝑦𝑦𝑛𝑛(1, 𝜃𝜃𝑠𝑠), 𝑦𝑦𝑛𝑛(2, 𝜃𝜃𝑠𝑠), … , 𝑦𝑦𝑛𝑛(𝑇𝑇, 𝜃𝜃𝑠𝑠) ]𝑡𝑡 Tx1 (18) 𝝉𝝉(𝜃𝜃𝑠𝑠) = [𝜏𝜏1(𝜃𝜃𝑠𝑠), 𝜏𝜏2(𝜃𝜃𝑠𝑠), … , 𝜏𝜏𝑀𝑀(𝜃𝜃𝑠𝑠) ]𝑡𝑡 Mx1 𝒔𝒔𝒐𝒐(𝜏𝜏) = [𝑠𝑠𝑜𝑜(−𝜏𝜏), … , 𝑠𝑠𝑜𝑜�(𝑇𝑇 − 1)∆𝑡𝑡 − 𝜏𝜏� ]𝑡𝑡 Tx1 𝒔𝒔𝒐𝒐[𝝉𝝉(𝜃𝜃𝑠𝑠)] = [𝑠𝑠𝑜𝑜(𝜏𝜏1), 𝑠𝑠𝑜𝑜(𝜏𝜏2), … , 𝑠𝑠𝑜𝑜(𝜏𝜏𝑀𝑀) ] TxM 𝒂𝒂𝒏𝒏(𝜃𝜃𝑠𝑠) = [𝑡𝑡𝑛𝑛,1(𝜃𝜃𝑠𝑠), 𝑡𝑡𝑛𝑛,2(𝜃𝜃𝑠𝑠), … , 𝑡𝑡𝑛𝑛,𝑀𝑀(𝜃𝜃𝑠𝑠) ]𝑡𝑡 Mx1
dimana 𝑇𝑇 adalah jumlah sample dari setiap snapshot 𝑁𝑁 dan
𝑀𝑀 adalah jumlah replika sinyal (multipath) pada penerima. Berdasarkan model (19), baik amplitudo maupun delay tidak diketahui. Dalam penentuan lokasi kali ini yang digunakan adalah delay karena dianggap lebih handal untuk menentukan lokasi sumber. Ada 2 pendekatan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. Pertama yaitu dengan mengasumsikan vektor amplitudo dapat ditentukan, sehingga baik amplitudo maupun delay diestimasi; yang kedua dengan menganggap bahwa amplitudo bernilai random sehingga hanya nilai delay yang diestimasi. Dengan
metode Least Square estimasi 𝑀𝑀 waktu delay adalah 𝑀𝑀
puncak tertinggi dari
{𝜏𝜏̂𝑘𝑘𝐿𝐿𝐶𝐶; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑀𝑀} = arg �max𝝉𝝉 �‖𝒚𝒚𝒏𝒏𝑯𝑯𝒔𝒔𝒐𝒐(𝝉𝝉)‖2
𝑁𝑁 𝑛𝑛=1
� (19)
Untuk asumsi amplitudo random, metode penentuan lokasi dapat dikembangkan menjadi metode pemisahan
subspace. Meninjau matrix data Y [𝑇𝑇 𝛼𝛼 𝑁𝑁] dan Singular
Value Decomposition (SVD) data tersebut yaitu
SVD adalah sebuah proses pemfaktoran matrix yang biasa digunakan untuk matriks yang tidak mempunyai jumlah baris dan kolom yang sama. Proyeksi dari replika sinyal kedalam subspace yang ditimbulkan oleh M eigenvektor pertama akan menjadi nilai maksimum untuk
𝜏𝜏 = 𝜏𝜏𝑀𝑀; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑀𝑀. Suatu sub himpunan W dan suatu
ruang vector V disebut sub ruang dan V jika W itu sendiri merupakan suatu ruang vector dibawah penjumlahan dan
perkalian skalar yang terdefinisi pada V[4]. Estimator
subspace sinyal (SS) dengan waktu delay 𝜏𝜏𝑀𝑀 dapat dituliskan
sebagai
Dengan cara yang sama, bahwa 𝑼𝑼𝑀𝑀 dan
komplemennya 𝑼𝑼𝑇𝑇−𝑀𝑀 = 𝑼𝑼𝑀𝑀⊥ memisahkan keseluruhan space
Rt menjadi 2 subspace orthogonal, proyeksi dari replika
sinyal menjadi komplemen subspace sinyal 𝑼𝑼𝑀𝑀 (untuk
selanjutnya dinyatakan dengan 𝐶𝐶𝐶𝐶⊥) akan mengarah ke nilai
0 untuk setiap nilai 𝜏𝜏 yang sama. Oleh karena itu,
estimator subspace noise berdasarkan waktu delay 𝜏𝜏𝑀𝑀
adalah
Estimator lokasi sumber Least Square dapat dituliskan sebagai 𝜃𝜃�𝐿𝐿𝐶𝐶= arg �max𝜏𝜏(𝜃𝜃) 𝑁𝑁 � �1 ‖𝑠𝑠0[𝜏𝜏𝑘𝑘(𝜃𝜃)]𝐻𝐻𝑦𝑦𝑛𝑛‖2 𝑀𝑀 𝑘𝑘=1 𝑁𝑁 𝑛𝑛=1 � (23)
Sedangkan berdasarkan pendekatan SS (signal
subspace), estimator lokasi dapat dituliskan sebagai
𝜃𝜃�𝐶𝐶𝐶𝐶 = arg �max𝜏𝜏(𝜃𝜃) �‖U𝑀𝑀𝐻𝐻s0[𝜏𝜏𝑘𝑘(𝜃𝜃)]‖2 𝑀𝑀
𝑘𝑘=1
� (24)
Terakhir, untuk pendekatan SS , estimasi lokasi adalah nilai minimal dari penjumlahan dari seluruh jalur proyeksi kepada subspace noise hasil estimasi.
𝜃𝜃�𝐶𝐶𝐶𝐶⊥ = arg �min 𝜏𝜏(𝜃𝜃) �‖U𝑇𝑇−𝑀𝑀 𝐻𝐻 s 0[𝜏𝜏𝑘𝑘(𝜃𝜃)]‖2 𝑀𝑀 𝑘𝑘=1 � (25)
III. PEMODELAN DAN SIMULASI
Gambar 3. Diagram alir proses penelitian secara keseluruhan
Adapun tahapan – tahapan pemodelan dan simulasi yang harus dilalui untuk sampai pada tahap analisis, digambarkan dalam diagram alir seperti pada Gambar 3. Mula-mula sinyal input dengan karakteristik tertentu dibangkitkan. Sinyal tersebut dilewatkan kanal
yang telah disimulasikan dan didapatkan sinyal output 𝑦𝑦𝑛𝑛.
𝒀𝒀 = 𝑼𝑼 𝜮𝜮 𝑽𝑽
𝑯𝑯(20)
{𝜏𝜏̂𝑘𝑘𝐶𝐶𝐶𝐶; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑀𝑀} = arg �max𝝉𝝉 �𝑼𝑼𝑴𝑴𝑯𝑯𝒔𝒔𝒐𝒐(𝝉𝝉)�2� (21) �𝜏𝜏̂𝑘𝑘𝐶𝐶𝐶𝐶⊥; 𝑘𝑘 = 1, … , 𝑀𝑀� = arg �max𝝉𝝉 ��𝑼𝑼𝑻𝑻−𝑴𝑴𝑯𝑯 𝒔𝒔𝒐𝒐(𝝉𝝉)�2� −1 � (22) MulaiAnalisa dan Perbandingan
Penarikan Kesimpulan
Selesai
Pembangkitan Sinyal Input
Simulasi Pemodelan Kanal
Sinyal Output Least Square estimator Noise Subspace estimator Signal Subspace estimator
Sinyal 𝑦𝑦𝑛𝑛 ini diproses menggunakan tiga estimator. Untuk estimator LS, yang digunakan adalah seluruh sinyal. Sedangkan untuk SS, yang digunakan adalah hasil SVD
sinyal 𝑦𝑦𝑛𝑛 yaitu 𝑼𝑼𝑀𝑀, dan untuk NS digunakan sinyal 𝑼𝑼𝑇𝑇−𝑀𝑀.
Dari masing-masing sinyal yang digunakan sebagai masukan metode, dicari eigenvector dari eigenvalue maksimal dari sinyal tersebut yang dikalikan dengan versi Hermitian
transpose sinyal tersebut. Beberapa eigenvector yang
didapatkan tersebut dimasukkan ke dalam persamaan estimator. Eigenvector yang membuat nilai persamaan tersebut maksimal diproses menggunakan Time-Delay
Estimation yaitu dilakukan cross-correlation untuk
mendapatkan nilai delay, yaitu
𝑅𝑅𝒓𝒓𝒔𝒔𝑜𝑜(𝜏𝜏) = 𝐸𝐸[𝑟𝑟(𝑡𝑡)𝒔𝒔𝑜𝑜(𝑡𝑡 − 𝜏𝜏)] (26)
Nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan delay yang merupakan fungsi dari jarak dan kedalaman. Untuk mendapatkan nilai jarak, dimasukkan nilai kedalaman yang benar, dan sebaliknya.
3.1 Pembangkitan sinyal input
Sistem hydrophone tunggal mempunyai kelemahan pada kurangnya informasi spasial. Karena itu, kelemahan ini dikompensasi dengan penggunaan sinyal sumber yang berupa sinyal broadband [5]. Karakteristik sinyal input diambil dari sebuah eksperimen mengenai internal wave pada tahun 1996 yaitu Internal Tide Measurements with
Acoustic Tomography Experiments (INTIMATE ’96) dengan
skenario seperti pada Gambar 4.
Pada INTIMATE ’96, sinyal input tersebut berupa sinyal chirp dengan frekuensi 300-800 Hz dengan frekuensi sampling 6 KHz. Sedangkan pada pemodelan, sinyal input yang digunakan adalah chirp 100-250 Hz dan 100-200 Hz.
Gambar 4. Skenario lingkungan pada INTIMATE'96 yang digunakan dalam simulasi [6].
IV. ANALISA HASIL SIMULASI
Simulasi dilakukan dengan dua macam chirp dengan frekuensi 100-200 Hz dan 100-150 Hz. Kemudian digunakan 2 macam skenario lingkungan yaitu yang pertama dengan kedalaman sumber 92 m, kedalaman penerima 115 m, jarak transmisi 2000 m dan 2500 m.
4.1 Analisa sinyal hasil keluaran kanal
Dari Gambar 4, dapat dilihat bahwa kanal memberikan dua jenis pengaruh pada sinyal input. Pengaruh pertama yaitu redaman. Terlihat dari amplitudo sinyal output yang mengalami penurunan dari sinyal input yaitu dari 1
Volt menjadi 10-3 volt. Pengaruh kedua yaitu delay, terlihat
dari waktu kedatangan.
Gambar 5. Perbandingan (a) sinyal input dan (b) output. Sinyal input adalah chirp 100-200 Hz dengan Fs 500 Hz
selama 1 dtk yang dibangkitkan setiap 4 dtk. 4.2 Analisa metode Least Square
Gambar 6. Estimasi jarak dengan menggunakan metode
Least Square dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m.
Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz.
Gambar 7. Estimasi kedalaman dengan menggunakan metode Least Square dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan
(a) (b) Data K ed al am an ( m ) (a) (b) Ja ra k ( m ) Data (b) A m p li tu d o ( V ) Waktu (Δt) (a)
garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz. Metode Least Square menggunakan seluruh sinyal yang diterima untuk mengestimasi lokasi sumber. Pada jarak sumber 2000 m, terlihat bahwa terjadi simpangan jarak yang relatif tinggi. Sedangkan pada jarak 2500 m tidak menunjukkan variasi yang relatif tidak besar. Hal serupa juga terjadi pada estimasi kedalaman.
Perubahan frekuensi tidak menunjukkan banyak pengaruh. Hal ini diakibatkan oleh perubahan bandwidth yang tidak signifikan.
4.3 Analisa metode Signal Subspace (SS)
Metode Signal Subspace menggunakan proyeksi sinyal terhadap subspace sinyal dari yang diterima untuk mengestimasi lokasi sumber. Baik pada jarak 2000 m maupun jarak 2500 m tidak memperlihatkan variasi jarak yang besar. Secara umum performansi metode SS bagus karena tidak terpegaruh oleh jarak transmisi.
Gambar 8. Estimasi jarak dengan menggunakan metode
Signal Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak
2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi
100-250 Hz.
Gambar 9. Estimasi kedalaman dengan menggunakan metode Signal Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi
100-250 Hz.
Untuk estimasi kedalaman, hasil estimasi menunjukkan kedalaman yang sangat variatif, dengan nilai rata-rata berkisar antara 55 hingga 70 meter. 4.4 Analisa metode Noise Subspace (NS)
Gambar 10. Estimasi jarak dengan menggunakan metode Noise Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b)
jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan
frekuensi 100-250 Hz.
Gambar 11. Estimasi kedalaman dengan menggunakan metode Noise Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi
100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz.
Metode Noise Subspace menggunakan proyeksi sinyal terhadap subspace noise dari sinyal yang diterima untuk mengestimasi lokasi sumber. Baik pada jarak 2000 m maupun jarak 2500 m, metode ini menghasilkan estimasi jarak yang tidak akurat. Hal ini karena noise
subspace adalah proyeksi noise sinyal sehingga tidak
mengandung banyak data mengenai lokasi sumber. Begitu juga dengan hasil estimasi kedalaman, pada Gambar 11.b banyak data yang menunjukkan kedalaman yang mendekati permukaan.
Ringkasan mengenai hasil perhitungan dengan semua metode disajikan pada Tabel 1 dan 2. Perhitungan mengenai jarak sumber mempunyai performansi yang
(a) (b) K ed al am an ( m ) Data (a) (b) Ja ra k ( m ) Data (a) (b) Data K ed al am an ( m ) (a) (b) Ja ra k ( m ) Data
lebih baik dibandingkan dengan kedalaman sumber. Hal ini diakibatkan karena sinyal chirp yang dipancarkan adalah fungsi dari jarak sehingga tidak terlalu mencakup informasi kedalaman. Sehingga hanya delay yang benar saja yang dapat menghasilkan kedalaman yang benar.
Tabel 1. Hasil rata-rata/MSE jarak yang terestimasi (km)
Metode Jarak 2 km Jarak 2,5 km
100-200 Hz 100-250 Hz 100-200 Hz 100-250 Hz
LS 2.13/0.087 2.08/0.086 2.47/0.0008 2.48/0.001
SS 1.99/0.25 1.99/0.25 2.51/0.001 2.52/0.002
NS 2.46/0.37 2.74/1.068 3.12/0.61 3.07/0.55
Tabel 2. Hasil rata-rata/MSE jarak yang terestimasi (m)
Metode Jarak 2 km Jarak 2,5 km
100-200 Hz 100-250 Hz 100-200 Hz 100-250 Hz
LS 22.79/461.04 65.81/467.83 110.7/112.3 109.9/232.18
SS 58.14/293.3 55.5/300.14 57.12/297.2 69.98/249.01
NS 56.81/296.1 69.6/253.87 66.34/314,6 65.09/353.87
Hasil estimasi jarak dan kedalaman di atas didapatkan dengan asumsi salah satu informasi (baik jarak maupun kedalaman) diketahui. Untuk estimasi kedalaman, jika data jarak yang telah diestimasi dijadikan input untuk mengetahui kedalaman, maka hasilnya akan sempurna 100% yaitu 92 meter.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis terhadap hasil simulasi model propagasi sinyal akustik dan perkiraan lokasi dari nilai delay, didapatkan kesimpulan yaitu:
1. Kanal perairan dangkal memberikan pengaruh redaman dan delay terhadap sinyal input.
2. Metode yang paling baik untuk mengukur jarak di antara ketiga metode yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Least Square dengan nilai MSE rata-rata 0,0437. 3. Metode yang paling baik untuk mengukur kedalaman di
antara ketiga metode yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Least Square dengan nilai MSE rata-rata 284,91.
4. Metode yang paling buruk untuk penentuan lokasi adalah
noise subspace, karena metode ini mempunyai MSE yang
paling besar diantara ketiga metode yang lain.
5. Penentuan jarak mempunyai performansi yang lebih baik daripada penentuan kedalaman, karena rata-rata MSE pengukuran jauh lebih kecil dibandingkan MSE pengukuran kedalaman. Sehingga metode di atas lebih cocok untuk diaplikasikan sebagai estimator jarak saja.
5.2 Saran
Dari hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan, penulis memberikan beberapa saran untuk pengembangan tugas akhir berikutnya :
1. Hasil simulasi hendaknya divalidasi dengan hasil pengukuran sebenarnya.
2. Selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai
penentuan lokasi aktif dengan menggunakan hydrophone tunggal.
3. Penentuan lokasi sumber dengan sistem hydrophone tunggal kali ini masih memerlukan data mengenai lokasi sumber yang sebenarnya. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian tentang jenis metode penentuan lokasi yang lain yang dapat mengestimasi lokasi sumber tanpa harus ada informasi mengenai data lokasi sebenarnya.
4. Kekurangan informasi spasial pada sistem penentuan lokasi dengan hydrophone tunggal pada tugas akhir ini dapat diatasi dengan penggunaan sinyal sumber
broadband. Untuk selanjutnya, dapat dilakukan
penelitian mengenai cara lain untuk mengatasi kekurangan informasi spasial pada sistem deteksi hydrophone tunggal ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Chitre, Mandar., (2006) Underwater Acoustic
Communications in Warm Shallow Water Channels,
PhD Thesis, Electrical & Computer Engineering National University Of Singapore.
[2] Brekhovskikh, L.M., Lysanov, Yu.P., (2003)
Fundamental of Ocean Acoustic. American Institute of
Physics, New York.
[3] Tolstoy, A., (1993) “Matched-Field Processing for Underwater Acoustic”, World Scientific, Singapore. [4] Greenber,Ralph.,”The Range and The Null Space of
Matrix”, <URL:
http://www.math.washington.edu/~greenber/RangeNull .pdf>
[5] Jesus, S.M., Porter, M.B., Stephan, Y., Demoulin, X., Rodriguez, O., Coelho, E., (2001) “Single Hydrophone Source Localization”, IEEE Journal of Ocean Engineering.
[6] Démoulin, X., Stéphan Y., Jesus, S.M., Coelho, E., and Porter M. B., (1997) “INTIMATE96: A shallow water tomography experiment devoted to the study of internal tides,” in Proc. SWAC’97, Beijing, China. BIODATA PENULIS
Annisa Firasanti dilahirkan di Surabaya, 12 Oktober 1989. Merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Prof. Ir. Hening Widi O, MM, Ph.D dan Ir. Wahyu Tjatur Sesulihatien, MT.
Lulus dari SD Al Hikmah
Surabaya tahun 2001 dan melanjutkan ke SMP Al Hikmah Surabaya. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan ke SMAN 2 Surabaya pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan studinya ke Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur SPMB pada tahun 2007. Pada bulan Juni 2011 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Surabaya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro.