• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biografi Singkat Sunan Kalijaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Biografi Singkat Sunan Kalijaga"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Biografi Singkat Sunan Kalijaga

Biografi Singkat Sunan Kalijaga

Ria Prendhiana Ria Prendhiana

XI A3 / 24 XI A3 / 24

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah   putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain   putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain

Su

Sunanan n KaKalijlijagaga a anantatara ra lailain n LoLokakajajayaya, , SySyekekh h MalMalayaya, a, PaPangngeraeran n TuTubaban, n, dadan n RaRadedenn Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.

(kali), atau jaga kali.

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.

Sofiah.

Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang.

ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang. Sejarah Hidup

Sejarah Hidup

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Ker

Kerajaaajaan n MataMataram ram dibdibawah awah pimpimpinpinan an PanPanembembahaahan n SenSenopaopati. ti. Ia Ia ikuikut t pulpula a mermerancancangang   pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan   pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan

kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik  Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik  (p

(pememujujaaaan n sesemamatata). ). Ia Ia jujuga ga mememimililih h kekeseseninian an dadan n kekebubudadayayaan an sesebabagagai i sasaranrana a ununtutuk k   berdakwah.

 berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika dis

▸ Baca selengkapnya: jelaskan yang dilakukan sunan kalijaga semasa remaja

(2)

mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk  sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap  pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep

oleh Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.

Perjuangan Sunan Kalijaga dalam Penyebaran Islam

Rembulan Suci F. J. XI IPA 3 / 23

Pada saat giat-giatnya para Walisongo berjuang menyiarkan agama Islam, maka Sunan Kalijaga yang termasuk di dalamnya tidak ketinggalan untuk bangkit memperjuangkan syiar  dan tegaknya agama Islam, khususnya di tanah Jawa. Beliau termasuk kalangan mereka para wali yang masih muda, tetapi mempunyai kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan dan ilmu-ilmu yang dimiliki, maupun kondisi umur dan tenaga yang masih muda bila dibandingkan dengan yang lainnya.

Ternyata Sunan Kalijaga di dalam gerak perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus dan bimbingan yang diberikan oleh para sesepuh Walisongo, misalnya bimbingan yang diberikan oleh Sunan Ampel dan Sunan Bonang disamping dari pihak kesultanan Patah di daerah-daerah yang rawan tata krama, rawan tata susila dan masih kuat dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan agama Hindu dan Budha serta masih melakukan kebiasaan-kebiasaan warisan nenek moyang mereka. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar  membanting tulang tidak hanya melakukan dakwah di suatu daerah saja, melainkan hilir  mudik, keluar masuk hutan dan pegunungan, siang malam terus melakukan tugas itu. Beliau terus keliling dari daerah satu ke daerah yang lainnya, sehingga terkenal sebagai “muballigh keliling”atau Da’i keliling, ulama besar, seorang wali yang memiliki karisma tersendiri

(3)

diantara wali-wali yang lain, paling terkenal di berbagai lapisan masyarakat apalagi kalangan  bawah. Ia di sebagian tempat juga dikenal bernama “Syeh Malaya”.

Ia dapat dikatakan sebagai ahli budaya, misalnya : pengenalan agama secara luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat / kesenian daerah (adat lama yang ia beri warna Islami), menciptakan baju taqwa (lalu disempurnakan oleh Sultan Agung dengan Dandanggulo dan Dandanggula Semarangan, menciptakan lagu lir-ilir yang sampai saat ini masih akrab di kalangan sebagian besar orang Jawa, pencipta seni ukir bermotif daun-daunan, memerintahkan sang murid bernama Sunan Bayat untuk membuat bedug di masjid guna mengerjakan shalat berjamaah, acara ritual berupa gerebeg Maulud yang asalnya dari tabligh atau pengajian akbar yang diselenggarakan di Masjid Demak untuk memperingati Maulud  Nabi, menciptakan Gong sekaten bernama asli Gang Syahadatain (dua kalimah syahadat) yang jika dipukul akan berbunyi dan bermakna bahwa “mumpung masih hidup agar   berkumpul masuk agama Islam”, pencipta wayang kulit di atas kulit kambing, sebagai dalang

(dari kata dalla’ yang berarti menunjukkan jalan yang benar), wayang kulit dengan beberapa cerita yang ia senangi yaitu antara lain jimat kalimasada dan dewa ruci serta petruk jadi raja dan wahyu widayat, serta sebagai ahli kata-kata seperti misalnya pengaturan istana atau kabupaten dengan alun-alun serta pohon beringin dan masjid.

Diantara para wali sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, seorang pemimpin, mubaligh, pujangga dan filosofi, daerah operasinya tidak terbatas, oleh karena itu beliau adalah terhitung seorang mubaligh keliling (“reizendle mubaligh”). Jikalau  beliau bertabligh, senantiasa diikuti oleh para kaum ningrat dan sarjana.

Kaum bangsawan dan cendekiawan amat simpatik kepada beliau. Karena caranya beliau menyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan aliran zaman Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang kritis, banyak toleransi dan pergaulannya dan berpandangan jauh serta  berperasaan dalam semasa hidupnya, Sunan Kalijaga terhitung seorang wali yang ternama serta disegani, beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam dengan lain perkataan.

Dalam cerita wayang itu dimaksudkan sebanyak mungkin unsur-unsur ke-Islam-an, hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Buddhisme, atau tegasnya Syiwa Budha, atau dengan kata lain, masyarakat masih memegang teguh tradisi-tradisi atau adat istiadat lama.

(4)

Diantaranya masih suka kepada pertunjukan wayang, gemar kepada gamelan dan beberapa cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijaga sebagai salah seorang mubaligh memeras otak, mengatur siasat, yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama dengan ajaran-ajaran Islam asimilasi kebudayaan, jalan dan cara mana adalah   berdasarkan atas kebijaksanaan para wali sembilan dalam mengembangkan agama Islam

disini.

Sedang menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudah konferensi besar para wali, di serambi masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana (bahasa Jawa : terbangan) menurut seni arab. Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak  disempurnakan dengan pengertian disesuaikan dengan alam pikiran masyarakat Jawa. Maka gamelan yang telah dipesan itupun ditempatkan di atas pagengan yaitu sebuah tarub yang tempatnya di depan halaman Masjid Demak, dengan dihiasi beraneka macam bunga-bungaan yang indah, gapura masjid pun dihiasi pula, sehingga banyaklah rakyat yang tertarik untuk   berkunjung di sana.

Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah ke depan podium bergantian para wali memberikan wejangan-wejangan serta nasehat-nasehatnya, uraian-uraiannya diberikan dengan gaya bahasa yang menarik sehingga orang yang mendengarkan hatinya tertarik untuk  masuk ke dalam masjid untuk mendekati gamelan yang sedang di tabuh, artinya dibunyikan itu dan mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid. Akan tetapi terlebih dahulu harus mengambil air wudlu di kolam masjid melalui pintu gapura. Upacara yang demikian ini mengandung simbolik, yang diartikan bahwa bagi barang siapa yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian masuk ke dalam masjid melalui gapura (dari bahasa Arab Ghapura), maka berarti bahwa segala dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik” berbasis salaf bukan sufi panteistik  (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk    berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat akan

menjauh jika di serang pendiriannya. Maka harus didekati secara bertahap; mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang.

Seperti diketahui, Walisongo di dalam menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan (taktik dan

(5)

strategi) yang diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan-pertimbangan yang masak, tidak ngawur sehingga agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan penuh kesadaran, bukan karena terpaksa.

Sunan Kalijaga di dalam menyebarkan ajaran Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih tebal dipengaruhi kepercayaan agama Hindu Budha dan gemar  menampilkan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaannya itu, maka bertindaklah   beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan strategi perjuangan  beliau disesuaikan pula dengan keadaan, ruang dan waktu.

Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama Syiwa Budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali apabila dalam mengembangkan agama Islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara yang bijaksana dan melalui jalan pendekatan yang mudah ditempuh. Para wali termasuk Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan mereka, misalnya gemar  terhadap gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa Budha.

Keistimewaan Sunan Kalijaga

Hannita Nur R. XI IPA 3 / 14

Referensi

Dokumen terkait

Ancas panaliten iki yaiku, (1) deskripsikake wujud tradisi kliwonan ing makam Sunan Kalijaga, (2) ngandarake guna tradisi kliwonan makam Sunan Kalijaga, (3) ngandarake tegese

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Dalam kisah Sunan Kalijaga menampilkan tiga potongan kisah terpilih yang menceritakan mengenai media dakwah Sunan Kalijaga dalam bidang seni dan budaya seperti gamelan, wayang,

The researcher found that da’wah performed by Sunan Kalijaga was to modifi cate the fi gures and the stories of wayang to be fi lled by Islamic values and phylosophical teaching,

• Informasi kepada publik dalam bentuk keterangan resmi yang dikeluarkan oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. • Bentuknya Siaran Pers, Sambutan/Pidato Rektor UIN Sunan

Usulan Sunan Kalijaga akhirnya diterima dan disetujui oleh para wali lainnya. Setelah itu, pada tahun 1443 M wayang mulai dirubah dan disesuaikan dengan ajaran

Dalam kisah Sunan Kalijaga menampilkan tiga potongan kisah terpilih yang menceritakan mengenai media dakwah Sunan Kalijaga dalam bidang seni dan budaya seperti gamelan, wayang,

Selain kisah bersama Sunan Bonang hingga Dewi Nawangwulan , Sunan Kalijaga juga bertemu dengan Nabi Khidir yang mana di gambarkan Bima atau yang sering disebut