• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori 2.1.1. Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berhasil guna (Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1992:250). Efektivitas sendiri dapat diartikan sebagai keefektifan yaitu keadaan yang berpengaruh terhadap suatu hal yang berkesan, kemanjuran, atau keberhasilan mengenai sebuah usaha atau tindakan tertentu. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya diperoleh. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan yang akan dicapai, sehingga dapat dikatakan efektivitas memiliki hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil) ataupun kegiatan yang dinilai efektif jika output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya sasaran dan tujuan yang akan dicapai.

2.1.2. Metode Pembelajaran

Metode merupakan cara atau teknik yang dianggap tepat untuk menyampaikan materi ajar (Prawiradilaga, 2007:18). Slameto (2010:84) menyatakan bahwa “Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu.” Metode terkait dengan strategi pembelajaran yang sebaiknya dirancang agar proses belajar dapat berlangsung dengan lancar. Djamarah dan Surakhmad dalam Fathurrohman dan Sutikno (2007:15) menyatakan ada lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yaitu tujuan, peserta didik, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, serta guru.

Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan guru dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Makin tepat metode yang digunakan guru dalam mengajar, diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran.

(2)

2.1.3. Metode Konvensional

Burrowes dalam Juliantara (2009) menyampaikan bahwa “Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.” Pada metode ini guru memainkan peran yang sangat penting karena mengajar dianggap memindahkan pengetahuan kepada siswa.

Sumarno (2011) menyatakan bahwa “Model pembelajaran konvensional di dalamnya meliputi berbagai metode yang berpusat pada guru. Metode-metode tersebut meliputi ceramah, tanya jawab, dan diskusi.”

a. Metode Ceramah

Metode ceramah sama baiknya dengan metode yang lain, khususnya jika itu digunakan untuk menyampaikan informasi, namun tidak lebih baik. “Metode ceramah dapat menjadi metode yang efektif jika dipakai pada tingkatan yang rendah, yaitu pengetahuan dan pemahaman, dari ranah kognitif, terutama pada kelas besar, namun tidak efektif jika digunakan untuk mengajar keterampilan” (Zaini, dkk. 2004:92).

Kelebihan metode ceramah antara lain:

1) praktis dari sisi persiapan dan media yang digunakan 2) efisien dari sisi waktu dan biaya

3) dapat menyampaikan materi yang banyak 4) mendorong guru menguasai materi 5) lebih mudah mengontrol kelas 6) siswa tidak perlu persiapan

7) siswa dapat langsung menerima ilmu pengetahuan Kelemahan metode ceramah antara lain:

1) membosankan 2) siswa tidak aktif

3) informasi hanya satu arah 4) feed back relatif rendah 5) menggurui dan melelahkan 6) monoton

7) tidak mengembangkan kreativitas siswa 8) menjadikan siswa hanya sebagai objek didik

(3)

Jika siswa terlalu sering diajar dengan metode ini, dikhawatirkan merekka akan terbiasa hanya untuk menerima, tidak untuk mencari dan menemukan. Padahal di zaman sekarang pendidikan dituntut untuk membekali siswa keterampilan sebagai modal untuk masa depannya kelak. Namun, di sisi lain jika pengajaran tidak menggunakan ceramah maka pemahaman siswa akan dipertanyakan. Oleh karena itu, metode ceramah yang divariasikan dengan metode yang lain akan sangat siswa untuk memahami materi yang diberikan.

b. Metode Diskusi

Fathurrohman dan Sutikno (2007:62) menyatakan bahwa metode diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran di mana “Dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya.” Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Sumarno (2011) menyatakan bahwa tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.

Sumarno berpendapat bahwa kelebihan metode diskusi adalah:

1) dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide.

2) dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.

3) dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.

Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:

1) sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara.

2) terkadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.

3) memerlukan waktu yang cukup panjang, yang terkadang tidak sesuai dengan yang direncanakan.

4) sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol.

(4)

Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah. Manakala salah satu diantara siswa berbicara, maka siswa-siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, sering kali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain. Demikian pula mereka kadang-kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai narasumber.

c. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat juga dari siswa kepada guru (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:62). Metode ini dimaksudkan untuk merangsang daya pikir dan membimbing siswa untuk mencari kebenaran. Kusumah (2009) menyatakan:

Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.

Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode tanya jawab (Joesafira, 2011):

Kelebihan:

1) kelas lebih aktif karena siswa tidak sekadar mendengarkan saja 2) memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga guru

mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh para siswa

3) guru dapat mengetahui sampai di mana penangkapan siswa terhadap segala sesuatu yang diterangkan.

Kelemahannya:

1) dengan tanya jawab kadang-kadang pembicaraan menyimpang dari pokok persoalan bila dalakm mengajukan pertanyaan, siswa menyinggung hal-hal lain walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. dalam hal ini sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru.

(5)

2) membutuhkan waktu lebih banyak.

Metode tanya jawab hanya dapat dipakai oleh guru secara umum untuk menetapkan perkiraan apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan sudah memahami pelajaran yang diberikan dan metode ini tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk menetapkan kadar pengetahuan anak didik dalam suatu kelas karena metode ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap murid untuk menjawab pertanyaan.

2.1.4. Metode Eksperimen

“Metode eksperimen atau percobaan dapat diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan siswa secara aktif dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu” (Sumantri, 1998:157). Metode ini dipandang sebagai metode yang sesuai untuk pembelajaran IPA karena dengan eksperimen mampu menyediakan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas secara optimal. Dalam proses belajar mengajar siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri.

Sumantri (1998:158) menyatakan kekuatan penggunaan metode eksperimen dalam pembelajaran adalah

1) membuat siswa percaya pada kesimpulan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru maupun buku;

2) siswa terlibat secara aktif mengumpulkan data, informasi, atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya;

3) dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah; dan

4) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realistis, dan menghilangkan verbalisme.

Lebih lanjut Sumantri (1998:159) menyebutkan beberapa keterbatasan pada metode eksperimen, yaitu:

1) memerlukan alat percobaan yang lengkap;

2) dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang memerlukan waktu yang lama;

3) menimbulkan kesulitan bagi guru dan siswa bila kurang berpengalaman dalam penelitian; serta

4) kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan menyimpulkan.

(6)

Sagala (2010:220) mengemukakan beberapa kebaikan metode eksperimen. Kelebihannya yaitu:

(1) metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku saja; (2) dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seorang ilmuwan; (3) metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain: (a) siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; (b) siswa terhindar jauh dari verbalisme; (c) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis; (d) mengembangkan sikap berpikir ilmiah; dan (e) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Sagala (2010:221) menyatakan ada beberapa kelemahan dari metode eksperimen, yaitu:

(1) pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan baku yang tidak mudah diperoleh dan murah; (2) setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian; dan (3) sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan, dan bahan mutakhir.

Sagala (2010) juga mengatakan ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode eksperimen, antara lain:

(1) hendaknya guru menerangkan sejelas-jelasnya tentang hasil yang ingin dicapai sehingga ia mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan eksperimen; (2) hendaknya guru membicarakan bersama-sama dengan siswa tentang langkah yang dianggap baik untuk menyelesaikan masalah dalam eksperimen, serta bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat; (3) bila perlu, guru menolong siswa untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan; dan (4) guru perlu merangsang agar setelah eksperimen berakhir, ia membandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaan atau kekeliruan.

Surakhmad (1980:114) juga mengemukakan beberapa saran untuk mengadakan eksperimen:

a. terangkan tujuan pelajaran sehingga siswa mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan eksperimen,

(7)

b. mendiskusikan langkah-langkah yang dianggap baik untuk memecahkan masalah dalam eksperimen, serta bahan yang diperlukan, variabel yang perlu dikontrol, dan hal yang perlu dicatat,

c. bila perlu, bantu siswa untuk memperoleh bahan yang diperlukan,

d. setelah eksperimen berakhir, rangsang rasa ingin tahu anak dengan membandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaan atau kekeliruan.

Pelaksanaan demonstrasi sering kali diikuti dengan eksperimen. Pelaksanaan eksperimen lebih memperjelas hasil belajar, karena setiap siswa mengalami/melakukan percobaan. Proses semacam ini sesuai dengan pandangan teori belajar modern, learning by doing, yaitu belajar melalui pengalaman langsung. “Model belajar ini dapat memperkuat daya ingat anak dan biaya terhitung murah karena menggunakan alat dan media belajar lingkungan sekitar” (Samatowa, 2010:5). Perbedaan utama antara demonstrasi dan eksperimen terdapat pada proses pelaksanaannya. Demonstrasi hanya mempertunjukkan suatu proses di depan kelas, sedangkan eksperimen memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri tentang proses yang dimaksud. Demonstrasi biasanya dirangkaikan dengan eksperimen agar dapat mempertinggi efektivitas pengajaran yang dilaksanakan. Langkah-langkah dalam melakukan demonstrasi-eksperimen menurut Ali (1987:85) adalah:

a. langkah umum

1) merumuskan tujuan yang jelas

2) mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan 3) memeriksa peralatan yang akan digunakan 4) menetapkan langkah pelaksanaan

5) memperhitungkan alokasi waktu b. langkah demonstrasi

6) mengatur tata ruang sehingga memungkinkan siswa memperhatikan pelaksanaan demonstrasi

(8)

c. langkah eksperimen

8) memberi penjelasan secukupnya tentang apa yang harus dilakukan siswa

9) membicarakan dengan siswa tentang langkah yang ditempuh, bahan yang diperlukan, variabel yang perlu diamati, dan hal yang perlu dicatat

10) menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa selama eksperimen

11) menetapkan follow up (tindak lanjut) eksperimen

Kegiatan percobaan sangat membantu menjadikan belajar aktif. Pada umumnya akan lebih baik bagi siswa mengalami sesuatu daripada hanya mendengarnya dari pembicaraan. Dalam membantu aktivitas pengalaman, berikut adalah langkah-langkah yang mesti dipertimbangkan (Silberman, 2003:54):

a. menjelaskan tujuan,

b. menunjukkan manfaatnya,

c. berbicara pelan ketika memberikan arahan,

d. memperagakan aktivitas jika penjelasannya terlalu rumit, memberi kesempatan pada siswa untuk melihat peragaannya sebelum mereka melakukannya

e. membagi kelas menjadi beberapa subkelompok sebelum memberikan arahan,

f. memberi tahu siswa berapa banyak waktu yang mereka miliki, g. mengusahakan agar aktivitas terus berjalan,

h. memberikan sesuatu yang menantang kepada siswa, i. mendiskusikan selalu kegiatan yang berlangsung,

j. menyusun dengan baik pengalaman pemrosesan pertama, mengarahkan diskusi dan mengajukan beberapa pertanyaan saja.

Dari berbagai pendapat mengenai langkah-langkah yang perlu diperhatikan pada metode eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah kerja metode eksperimen adalah sebagai berikut:

(9)

a. memeriksa kesiapan siswa,

b. mempersiapkan dan memeriksa alat dan bahan yang akan digunakan, c. merumuskan tujuan yang jelas,

d. menjelaskan manfaat dari kegiatan yang akan dilakukan, e. menentukan langkah pelaksanaan kegiatan,

f. menentukan alokasi waktu,

g. membagi kelas menjadi beberapa kelompok,

h. mengatur tata ruang sehingga setiap siswa dapat memperhatikan pelaksanaan demonstrasi,

i. menentukan kegiatan yang akan dilakukan selama pelaksanaan, j. memberi penjelasan dan petunjuk seperlunya kepada siswa,

k. mendiskusikan langkah yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah, l. mendemonstrasikan percobaan jika penjelasannya terlalu rumit sebelum

siswa melaksanakan percobaan,

m. menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa untuk mempermudah jalannya percobaan,

n. memberi tahu siswa berapa banyak waktu yang dimiliki,

o. melakukan percobaan yang telah direncanakan, bila dianggap kurang memuaskan dapat mengulang kembali percobaan,

p. mendiskusikan kegiatan yang sedang dilakukan untuk merangsang rasa ingin tahu siswa,

q. melaporkan hasil percobaan secara tertulis,

r. membandingkan hasil eksperimen antara kelompok yang satu dengan yang lain dan mendiskusikannya, dan

s. menetapkan tindak lanjut.

Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa secara individual maupun berkelompok untuk berlatih melakukan suatu proses percobaan. Dengan melakukan sebuah percobaan siswa dapat menjadi lebih yakin atas suatu hal dibandingkan dengan hanya penjelasan dari guru ataupun buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap-sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan.

(10)

2.1.5. Hakikat Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran adalah proses atau cara untuk menjadikan seseorang mengubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1992:14). Dunne dan Wragg (1996:12) menyatakan bahwa lebih mudah bila mencari definisi pembelajaran yang efektif dengan cara menjelaskan beberapa karakteristiknya yang dapat disepakati bersama hingga pada tingkat tertentu, walau bukan kesepakatan secara universal. “Pembelajaran merupakan suatu proses yang menghasilkan perubahan mental, keterampilan motorik, kesejahteraan emosi, motivasi, keterampilan sosial, sikap, dan struktur kognisi yang berkelanjutan” (Ward, 2007:17). Jadi, pembelajaran tidak terputus setelah terjadi perubahan pada diri manusia. Perubahan itu akan berlanjut selama manusia hidup. “Pembelajaran adalah sebuah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku, pengetahuan, dan keterampilan kognitif yang terjadi melalui pengalaman, di mana dalam kegiatan pembelajaran guru dan siswa berinteraksi secara langsung” (Prawiradilaga, 2007:19).

Pendidikan biasanya tidak efektif jika memisahkan teori dengan praktiknya, sehingga guru harus mengusahakan pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu indera (Dryden, 2003:163). Pembelajaran efektif memudahkan siswa untuk belajar sesuatu yang bermanfaat, antara lain fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup dengan sesama, atau hasil belajar yang diinginkan. Harefa (2000:36) mengemukakan pendapat bahwa “Pembelajaran memungkinkan seorang anak manusia berubah dari „tidak mampu‟ menjadi „mampu‟ atau dari „tidak berdaya‟ menjadi „sumber daya‟.”

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses melalui pengalaman dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu untuk mengembangkan keterampilan, sikap, penghargaan, dan pengetahuan yang berupa sebuah sistem yang terdiri dari tujuan, materi ajar, strategi pembelajaran, serta penilaian hasil belajar dan menghasilkan perubahan pada diri peserta didik.

(11)

2.1.6. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar

IPA adalah ilmu pengetahuan yang memiliki objek dan menggunakan metode ilmiah yang membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh seseorang (Samatowa, 2010:3). Sedangkan menurut Trianto (2010:136) IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sifat ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.” Pada Standar Isi BNSP disebutkan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Pada Standar Isi BNSP disebutkan bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran

tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

(12)

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya, dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Laksmi dalam Trianto (2010:142) mengatakan sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah memiliki tujuan: a) memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap; b) menanamkan sikap hidup ilmiah; c) memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan; d) mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja, serta menghargai para ilmuan penemunya; e) menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Griffith (2006:126) berpendapat bahwa “IPA sebagian besar merupakan masalah sikap, sebuah cara untuk melihat dunia dengan mempelajari sebanyak mungkin mengenai hal itu.” Tinjauan ilmiah terdiri dari beberapa langkah yaitu pengamatan, melihat dengan cermat pokok bahasan pembelajaran, memperhatikan sebanyak mungkin mengenai hal ini; prediksi, menggunakan pengamatan sebagai dasar untuk memprediksi perilaku masa depan, baik mengenai pokok bahasan tertentu atau mengenai pokok bahasan yang serupa; eksperimentasi (uji coba), menguji prediksi itu terhadap kenyataan dan mengulang prediksi berdasarkan pengamatan baru yang didapatkan (Griffith, 2006:125).

Piaget dalam Adriana (2007:49) mengatakan sedikitnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam pembelajaran IPA, yaitu (1) seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan, (2) anak memiliki tanggapan yang berbeda mengenai benda atau kejadian, dan (3) apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak

(13)

tidaklah cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak. Sependapat dengan Piaget, Bruner (dalam Adriana, 2007:56) mengatakan ada tiga ciri utama pembelajaran penemuan pada pembelajaran IPA yaitu (1) keterlibatan siswa dalam proses belajar, (2) peran guru sebagai penunjuk dan pengarah bagi siswanya yang mencari informasi, dan (3) umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.

Ilmu Pengetahuan Alam bukanlah sekadar ilmu yang mempelajari mengenai berbagai kejadian yang ada dalam kehidupan alam semesta ini, melainkan juga mengenai perbuatan atau tindakan untuk memahami kejadian-kejadian yang terjadi di kehidupan. Pengamatan, pembuatan kesimpulan sementara, dan pengujian merupakan cara untuk menemukan sebuah pola yang ada dalam suatu permasalahan ilmiah sehingga dapat digunakan sebagai pengalaman. Sumaji, dkk (2008:112) menganjurkan agar:

Para guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA menempatkan aktivitas nyata anak dengan berbagai objek yang akan atau sedang dipelajarinya, anak dibimbing untuk melakukan penelusuran masalah, mencari penjelasan, mengembangkan kemampuan motorik, dan berlatih menggunakan penalaran untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan melakukan kegiatan eksperimen yang relevan.

Tugas guru dalam mengajar antara lain membantu transfer belajar yang bertujuan untuk menerapkan hal-hal yang telah dipelajari pada situasi baru. Pendidikan IPA seharusnya tidak hanya berguna bagi anak dalam kehidupannya, tetapi juga untuk perkembangan suatu masyarakat dan kehidupan yang akan datang (Sumaji dkk, 2008:117).

2.1.7. Materi Sifat Cahaya

Benda-benda yang ada di sekitar dapat dilihat apabila ada cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya berasal dari sumber cahaya. Semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Contoh sumber cahaya adalah matahari, lampu, senter, dan bintang. Sebuah benda dapat dilihat karena adanya cahaya, yang memancar atau dipantulkan dari benda tersebut, yang sampai ke mata.

(14)

Cahaya ada 2 macam, yaitu:

a. cahaya yang berasal dari benda itu sendiri, seperti matahari, senter, lilin, dan lampu;

b. cahaya yang memancar dari benda akibat memantulnya cahaya pada permukaan benda tersebut dari sumber cahaya. Misalnya, jika melihat benda berwarna biru, artinya benda tersebut memantulkan cahaya berwarna biru.

Cahaya yang sering dilihat merupakan cahaya tampak. Cahaya tampak sebenarnya tersusun atas semua warna pelangi. Jika sinar matahari menembus butiran air hujan, akan dibelokkan dan diuraikan menjadi tujuh warna. Tujuh warna tersebut antara lain, merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Bagaimana dengan benda yang berwarna hitam dan putih? Benda akan tampak hitam jika benda tersebut menyerap semua warna cahaya. Benda akan terlihat putih jika benda tersebut memantulkan semua warna cahaya.

a. Cahaya merambat lurus

Saat berjalan di kegelapan, senter sangat diperlukan. Ketika senter dinyalakan, bagaimana arah rambatan cahaya yang keluar dari senter tersebut? Cahaya dari lampu senter arah rambatannya menurut garis lurus.

Berdasarkan dapat tidaknya memancarkan cahaya, benda dikelompokkan menjadi benda sumber cahaya dan benda gelap. Benda sumber cahaya dapat memancarkan cahaya. Contoh benda sumber cahaya yaitu matahari, lampu, dan nyala api. Sementara itu, benda gelap tidak dapat memancarkan cahaya. Contoh benda gelap yaitu batu, kayu, dan kertas.

Berdasarkan dapat tidaknya meneruskan cahaya, benda dibedakan menjadi benda tidak tembus cahaya dan benda tembus cahaya. Benda tidak tembus cahaya tidak dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. Apabila dikenai cahaya, benda ini akan membentuk bayangan. Contoh benda tidak tembus cahaya yaitu kertas, karton, tripleks, kayu, dan tembok. Sementara itu, benda tembus cahaya dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. Contoh benda tembus cahaya yaitu kaca.

(15)

b. Cahaya dapat dipantulkan

Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan difus) dan pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar pantul arahnya tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang teratur.

Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam, yaitu cermin cembung dan cermin cekung.

c. Cahaya dapat dibiaskan

Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda, cahaya tersebut akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya merambat dari udara ke air. Sebaliknya, apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya cahaya merambat dari air ke udara. Pembiasan cahaya sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dasar kolam terlihat lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya. Gejala pembiasan juga dapat dilihat pada pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut akan tampak patah.

d. Cahaya dapat diuraikan

Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Dispersi merupakan penguraian cahaya putih menjadi berbagai cahaya berwarna. Cahaya matahari yang dilihat berwarna putih. Namun, sebenarnya cahaya matahari tersusun atas banyak cahaya berwarna. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik air di awan sehingga terbentuk warna-warna pelangi.

(16)

2.1.8. Hasil Belajar

Menurut Uno (2008:213) hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap dalam diri seseorang karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Gagne memberikan lima macam hasil belajar (Adriana, 2007:7). Adapun taksonomi Gagne tentang hasil-hasil belajar meliputi:

Tabel 2.1

Taksonomi Hasil Belajar Gagne

No. Taksonomi Sifat

1. Informasi verbal (verbal information) Kognitif 2. Keterampilan-keterampilan intelektual (intellectual skills)

a. Diskriminasi (discrimination)

b. Konsep-konsep konkret (concrete concepts) c. Konsep-konsep terdefinisi (defined concepts) d. Aturan-aturan (rules)

Kognitif

3. Strategi-strategi kognitif (cognitive strategies) Kognitif

4. Sikap-sikap (attitudes) Afektif

5. Keterampilan-keterampilan (motor skills) Psikomotorik Keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya secara integratif dari setiap faktor pendukungnya, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar menurut Hanafiah dan Suhana (2010:9) antara lain: a) peserta didik dengan sejumlah latar belakangnya, b) pengajar yang profesional; c) atmosfir pembelajaran partisipasif dan interaktif; d) sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, e) kurikulum; f) lingkungan agama, sosial, budaya, politik, ilmu, dan teknologi serta lingkungan alam sekitar; g) atmosfir kepemimpinan pembelajaran yang sehat, partisipasif, demokratis, dan situasional; serta h) pembiayaan yang memadai.

Slameto (2010:54) menyatakan ada faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu:

a. faktor intern, merupakan faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, yang termasuk di dalamnya:

1) faktor jasmaniah (faktor kesehatan dan cacat tubuh)

2) faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan)

(17)

3) faktor kelelahan

b. faktor ekstern, merupakan faktor yang ada di luar individu, yang termasuk di dalamnya:

1) faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan)

2) faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode mengajar, dan tugas rumah)

3) faktor masyarakat (kegiatan anak dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat)

Proses belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal siswa itu sendiri dan faktor eksternal, yaitu pengaturan kondisi belajar. Menurut Magnesen (Prawiradilaga, 2007:24) belajar terjadi berdasarkan 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang didengar dan dilihat, 70% dari yang dikatakan, dan 90% dari yang dikatakan dan dilakukan.

Proses belajar terjadi karena sinergi memori jangka pendek dan jangka panjang diaktifkan melalui faktor eksternal, yaitu pembelajaran atau lingkungan belajar. Melalui inderanya, siswa dapat menyerap materi secara berbeda. Pengajar mengarahkan agar pemrosesan informasi untuk memori jangka panjang dapat berlangsung lancar.

Benjamin Bloom dalam Sagala (2010:33) tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga domain, yaitu: (1) domain kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian; (2) domain afektif yang mencakup kemampuan emosional yang meliputi kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan karakterisasi diri; serta (3) domain psikomotor yang mencakup kemampuan motorik yang terdiri dari gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani, gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif. “Aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan

(18)

intelektual, yakni kemampuan anak dalam menggunakan otaknya untuk berpikir (Sanjaya, 2010:272).

Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan diteliti adalah hasil belajar dari aspek kognitif.

2.2.Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh Tri Noor Jannah dengan judul “Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III Materi Bumi dan Alam Semesta SDN Penanggungan Malang”. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen 79,10, lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol sebesar 72,76. Sesuai tabel analisis uji t hasil belajar diperoleh nilai p adalah 0,002 di mana lebih kecil daripada 0,05 sehingga H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan metode eksperimen terhadap hasil belajar IPA kelas III materi bumi dan alam semesta SDN Penanggungan Malang.

2.3.Kerangka Pikir

Dalam perkembangan di dunia pendidikan, pembelajaran IPA di sekolah dasar masih menggunakan metode pembelajaran konvensional. Dalam hal ini guru masih mendominasi proses belajar mengajar dan tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, sehingga siswa cepat bosan dan tidak memahami materi yang diajarkan oleh guru. Guru dituntut untuk dapat merancang pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar.

Dengan metode eksperimen maka penguasaan materi ajar yang diberikan akan lebih mudah ditangkap oleh siswa karena siswa diberi kesempatan untuk mengalami/melakukan, mengikuti suatu proses, serta mengamati suatu objek, keadaan, atau proses sendiri sehingga siswa dituntut untuk mengalami, mencari kebenaran, dan mencari kesimpulan sendiri dari proses yang dialami.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara kelompok kontrol yaitu SDN Sidorejo Lor 01 Salatiga kelas V A dan kelompok eksperimen

(19)

yaitu SDN Sidorejo Lor 01 Salatiga kelas V B. Dalam hal ini kelompok kontrol menggunakan metode kovensional yang sudah biasa digunakan dalam kelas sedangkan kelompok eksperimen menggunakan metode eksperimen. Pada awal kegiatan penelitian, peneliti menguji tingkat homogenitas kedua kelompok terlebih dahulu, dengan membuat soal tes yang akan diberikan kepada kedua kelompok tersebut, yaitu kelompok kontrol (kelas V A) dan kelas eskperimen kelas V B). Dalam alat ukur hasil evaluasi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, hasil pre-test kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 2.1 merupakan gambaran mengenai kondisi awal kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang memiliki hasil belajar sama. Kelompok kontrol diajar dengan metode konvensional, sedangkan kelompok eksperimen diajar dengan menggunakan metode eksperimen, kemudian diadakan post-test untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dari hasil post-test dapat dibandingkan adanya perbedaan hasil belajar antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

(20)

2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa dengan menggunaan metode eksperimen.

H0 : X1 = X2

Yaitu “Rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen (SDN Sidorejo Lor 01 Salatiga kelas V B) sama dengan rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol (SDN Sidorejo Lor 01 Salatiga kelas V A), artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode eksperimen dengan metode konvensional terhadap hasil belajar IPA pokok bahasan sifat cahaya.”

H1 : X1 > X2

Yaitu “Rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen (SDN Sidorejo Lor 01 Salatiga kelas V B) lebih besar dari rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol (SDN Sidorejo Lor 01 Salatiga kelas V A), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode eksperimen dan metode konvensional terhadap hasil belajar IPA pokok bahasan sifat cahaya.”

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dasar dalam penentuan kadar air tanah yaitu kadar air tanah dinyatakan sebagai perbandingan berat air yang ada dalam contoh tanah sebelum pengeringan dan berat contoh

Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat

Hasil wawancara dengan masyarakat setempat bahwa dari keseluruhan keluarga yang ada di desa Pematang Guntung tersebut, seluruhnya menggunakan air sumur gali

adalah isim yang berakhiran alif lazimah atau alif bengkok (dalam istilah orang jawa) yang huruf sebelum alif difathah.. D.Menambah Alif pada Isim

(2) Pengelolaan database kependudukan oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Sistematika penulisan pada kitab sirah nabawiyah Ar-Rahîq Al-Makhtûm karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury ini sama seperti sistematika penulisan kitab-kitab lain pada

Kemampuan dalam menerapkan konsep produk sebagai media komunikasi dan kaitannya dengan aspek cognitive, affective, dan behavioral dalam proses mendesain produk Kriteria :

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berupa evaluasi stabilitas kimia selama masa penyimpanan sediaan mikroemulsi kombinasi ekstrak daun mangkokan (Nothopanax