• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Self-Esteem Siswa Terhadap Respon Sebagai Bystander Pada Perilaku Bullying di Sekolah Menengah Atas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peranan Self-Esteem Siswa Terhadap Respon Sebagai Bystander Pada Perilaku Bullying di Sekolah Menengah Atas"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Self-Esteem Siswa Terhadap Respon Sebagai Bystander Pada

Perilaku Bullying di Sekolah Menengah Atas

Sorayya dan Lifina Dewi Pohan

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: sorayya.has@gmail.com

Abstrak

Ada beberapa peran yang terdapat dalam perilaku bullying, yaitu sebagai pelaku, korban dan saksi. Salah satu peran yang memiliki pengaruh untuk menghentikan terjadinya bullying adalah sebagai saksi yang biasanya disebut dengan bystander. Penelitian ini ingin melihat pengaruh dari self-esteem seseorang terhadap respon sebagai bystander yang ditunjukkan. Respon yang ingin dilihat terdiri dari tiga kategori yaitu defender, follower, dan outsider. Partisipan dalam penelitian ini adalah 200 orang siswa tingkat Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Depok. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah

Rosenberg Self-Esteem Scale (RSE) untuk mengukur self-esteem dan alat ukur modifikasi dari Gini, Pozolli,

Borghi, dan Franzoni (2008) untuk mengukur respon sebagai bystander. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari self-esteem terhadap respon bystander baik sebagai defender,

follower, maupun outsider. Penelitian berikutnya disarankan untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang

mungkin berpengaruh dan terkait baik dengan self-esteem maupun respon bystander.

The Role of Students' Self-Esteem as a Bystander Response on Bullying in High School

Abstract

There are several roles in bullying behavior, as bullies, victims and bystander. One of the roles that have influence to stop bullying is usually called as a bystander. This study wanted to see the effect of a person's self-esteem as a bystander response indicated. Who want to see the response consists of three categories: defender, follower, and outsider. Participants in this study were 200 high school-level students and vocational school in Depok. Measuring instruments used for data collection is the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSE) to measure self-esteem and measuring instrument modification of the Gini, Pozolli, Borghi, and Franzoni (2008) to measure the response as a bystander. The results obtained indicate that there is no significant influence of the self-esteem of the bystander response either as a defender, follower, or outsider. Subsequent research suggested to consider other factors that may influence and related well with self-esteem or bystander response.

Keyword: bullying, self-esteem, bystander response, and Senior High School

Pendahuluan

Bullying merupakan perilaku agresif yang terjadi ketika seseorang atau beberapa orang

memanfaatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan untuk maksud menyakiti atau membuat kerugian kepada orang lain selama periode waktu tertentu (Byers, Caltabiano, & Caltabiano, 2011). Menurut survei yang dilakukan Departemen Pendidikan di Amerika Serikat, diketahui

(2)

bahwa 54 persen remaja di Asia dan Amerika menyatakan bahwa mereka pernah mengalami

bullying di dalam kelas (Man, 2014). Di Indonesia sendiri kasus bullying ini juga banyak

ditemukan. Menurut laporan Kantor Berita Radio Nasional (KBRN), berdasarkan penelitian dari Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa) diketahui bahwa sebanyak 50 persen pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di sejumlah kota besar mengaku pernah menjadi korban

bullying. Menurut Diena Haryana selaku Ketua Yayasan Sejiwa, dua dari tiga anak pernah

mengalami pengalaman bullying selama ini (Sugandi, 2013).

Menurut Cook, William, Guerr, Klim, dan Sadek (2010) bentuk bullying beragam yaitu terdiri dari bullying fisik (contoh memukul), bullying verbal (contoh mengejek), bullying sosial (contoh mengucilkan), dan bullying di dunia maya atau cyberbullying (contoh menulis status yang menjelekkan orang lain). Selanjutnya terdapat beberapa peran yang terlibat, Rigby (2008) mengkategorikan peran ini menjadi tiga, yaitu pelaku (bullies), korban (victim), dan saksi (bystander). Fenomena bullying ini menjadi penting, selain karena jumlah korbannya yang banyak, juga karena adanya dampak negatif yang ditimbulkannya, Pada korban bisa berdampak secara fisik, psikis, sosial, dan akademis (prestasi belajar yang semakin menurun) (Setianingsih, 2011). Berger (2006) menambahkan untuk tingkatan yang lebih ekstrem korban ada yang sampai bunuh diri. Dampak yang didapatkan pelaku adalah mereka mudah untuk melakukan tindak kejahatan dan rentan untuk terlibat masalah dengan pihak kepolisian, menjadi agresif, dan impulsif, dimana besar kemungkinan mereka melakukan perilaku

bullying di lingkungan yang lebih luas dari sekolah, sedangkan pada bystander dampaknya

adalah trauma secara psikologis, yaitu mereka merasa sedih, marah, dan khawatir (Mruk, 2006).

Berdasarkan jurnal review dari Berger (2006) diketahui bahwa sudah banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan fenomena bullying, hanya saja lebih banyak mengulas kepada peran dan karakteristik sebagai pelaku dan korban. Peran lain yaitu saksi (bystander) menurut Pozzoli dan Gini (2012) sebenarnya juga penting untuk diteliti lebih lanjut. Polanin, Espelage, dan Pigott (2012) mendefinisikan bystander secara umum sebagai seseorang yang melihat episode atau peristiwa bullying dengan karakteristik dasarnya adalah hadir menyaksikan peristiwa bullying yang terjadi. Respon bystander menurut Gini, Pozzoli, Borghi, dan Franzoni (2008) dikategorikan menjadi tiga yaitu defender (membantu dan mendukung korban, follower (membantu pelaku), dan outsider (tidak membantu dan tidak peduli).

(3)

Pozzoli dan Gini (2012) menemukan bahwa respon dari seorang bystander mempengaruhi frekuensi terjadinya bullying. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Oh dan Hazler (2009) bahwa bystander dengan peran sebagai defender memiliki potensi untuk memutus lingkaran tindakan bullying, yaitu penting untuk menghentikan terjadinya bullying di sekolah. Dibalik peranannya yang penting, ternyata tidak banyak bystander yang mengambil peran sebagai defender atau mau membantu korban. Salmivalli dan Voeten (2004) menemukan hanya sekitar 17% bystander yang memberikan respon membantu atau membela korban, sedangkan sebesar 50% lebih memilih untuk tidak peduli, bahkan menjadi pendukung pelaku. Fakta ini tentunya menimbulkan pertanyaan, faktor apa yang mempengaruhi seorang

bystander dalam menentukan peran yang diambilnya.

Penelitian oleh Oh dan Hazler (2009) menunjukkan bahwa faktor personal mempengaruhi secara signifikan dari respon seorang bystander, yaitu memprediksi respon seperti apa yang akan diberikan seseorang pada peristiwa bullying tanpa terkait situasi atau konteks. Penelitian lain dari Pozzoli dan Gini (2012) menemukan bahwa karakteristik seorang bystander mempengaruhi secara signifikan respon bystander. Berdasarkan hal ini diketahui bahwa karakteristik seseorang salah satunya dilihat dari gambaran self (Hoog & Vaughan, 2011). Self juga dikatakan sebagai salah satu identitas personal dari seseorang, dan mampu menjadi prediktor dari perilaku yang akan dimunculkan seseorang (Baron & Branscombe, 2012). Berdasarkan penjelasan ini ada kemungkinan terdapat hubungan antara respon bystander dengan gambaran self seseorang.

Menurut Myers (2010) self seseorang utamanya dibentuk dari empat jenis self, yaitu

self-concept (mengenai siapa saya), self-knowledge (bagaimana saya dapat menjelaskan dan

memprediksi diri saya), self-esteem (penilaian terhadap kebanggaan atau harga diri), dan

social-self (bagaimana peran saya di lingkungan sosial). Dari empat jenis self yang

disebutkan, self-esteem adalah salah satu yang sering dikaitkan dan berperan pada perilaku

bullying. Disebutkan bahwa self-esteem berperan sebagai salah satu karakteristik dari korban

dan pelaku bullying. Pada korban dikatakan memiliki self-esteem yang rendah (Cistaro, 2011; Donnellan, Trzesniewski, Robins, Moffitt, & Caspi, 2005). Untuk pelaku, masih menunjukkan hasil yang beragam. Wild, Flisher, Bhana, dan Lombard (2004) menunjukkan bahwa pelaku bullying memiliki self-esteem yang rendah, sedangkan Estevez, Murgui, dan Musitu (2009) mengatakan pelaku bullying memiliki self-esteem yang tinggi.

(4)

Penelitian mengenai hubungan self-esteem dengan karakterisitik bystander dalam konteks

bullying tergolong masih sedikit dan menghasilkan hasil yang masih beragam. Sainio,

Veenstra, Huitsing, dan Salmivalli (2010) adalah salah satu yang ditemukan meneliti hal ini, namun self-esteem yang diukur adalah self-esteem seseorang dalam konteks kelompoknya. Kemudian dalam sebuah review mengenai tema self-esteem menyebutkan bahwa seseorang dengan self-esteem yang tinggi lebih mungkin untuk berani melawan pelaku bullying dan membela korban (Baumeister, 2005). Berbeda dengan hasil sebelumnya, penelitian dari Kabert (2005) gagal menemukan pengaruh self-esteem terhadap bystander yang membantu korban.

Adanya kemungkinan pengaruh self-esteem terhadap respon bystander juga bisa dilihat dari kaitan self-esteem dengan masing-masing kategori dari respon bystander. Untuk kategori respon defender, diketahui respon ini merupakan respon berupa membantu korban. Perilaku membantu ini merupakan bagian dari prosocial behavior (Michener, Delamater, & Myers, 2004). Pada penelitian Laible, Carlo, dan Roesch (2004) hasilnya menunjukkan bahwa

prosocial behavior signifikan berkorelasi dengan perilaku agresif dan self-esteem. Untuk

kategori outsider dan follower bisa dijelaskan berdasarkan penelitian Donnellan, dkk., (2005) yang menjelaskan bahwa self-esteem yang rendah memiliki hubungan dan menjadi prediktor beberapa masalah eksternal seperti agresif, perilaku antisosial, maupun perilaku pelanggaran dan kejahatan. Seorang outsider bisa digolongkan pada perilaku antisosial, sedangkan

follower yang membantu pelaku, ada unsur agresif di dalamnya.

Self-esteem memiliki pengertian yaitu evaluasi diri individu secara keseluruhan atau rasa

harga diri yang dimiliki (Myers, 2010). Setelah melakukan studi literatur lebih jauh peneliti menemukan bahwa dalam penelitian self-esteem dan perilaku membantu diketahui bahwa

self-esteem yang berpengaruh terhadap salah satu respon bystander yaitu perilaku membantu

atau prosocial behavior (Turetsky, 2011). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan metode regresi.

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Peneliti memilih siswa SMA karena dilihat dari kasus bullying di Indonesia yang banyak terjadi adalah di Sekolah Menengah Atas (SMA) (Yolan, 2012). Kemudian pemilihan sekolah sebagai tempat pengambilan data adalah karena adanya fakta bahwa Bullying di sekolah terus terjadi dan tidak kunjung berhenti, bahkan cenderung diwariskan pada siswa baru sehingga bersifat turun temurun (Abdullah, 2013). Sekolah yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari SMA

(5)

(Sekolah Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), baik yang berstatus sekolah swasta maupun berstatus sekolah negeri, hal ini dikarenakan menurut Lane (1989) tiap sekolah memiliki level yang berbeda-beda pada kejadian bullying siswanya, sebab adanya kebijakan sekolah yang berbeda-beda.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peranan self-esteem siswa terhadap respon sebagai bystander pada peristiwa bullying di Sekolah Menengah Atas?” Sementara tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peranan self-esteem siswa terhadap respon sebagai bystander pada perstiwa bullying di Sekolah Menengah Atas. Respon ini akan diteliti dan dianalisis berdasarkan masing-masing kategori respon dari bystander yaitu

defender, follower, dan outsider.

Tinjauan Pustaka

Untuk variabel bullying penelitian ini mengacu pada definisi dari Olweus (2013) yaitu

bullying adalah perilaku agresif dengan karakteristik khusus tertentu seperti hubungan yang

kekuatannya tidak seimbang, adanya pengulangan, dan intensi untuk melukai. Peran

bystander yang dijadikan fokus pada penelitian ini memiliki definisi suatu peran aktif dengan

berbagai manifestasi, dimana seorang individu atau kelompok tidak secara langsung dan tidak melakukan partisipasi berulang dalam melakukan tindakan kepada korban (Twemlow, Fonagy, dan Sacco, 2004). Selanjutnya untuk respon bystander sendiri memiliki definisi reaksi dari seseorang yang menyaksikan episode atau kejadian intimidasi (bullying) terhadap orang lain (Gini, Pozolli, Borghi, dan Franzoni, 2008). Untuk kategori respon dari Gini, dkk. (2008) masing-masing bisa dijelaskan sebagai berikut, defender yaitu orang yang melakukan intervensi dan membela korban, follower adalah orang yang bergabung dengan pelaku yaitu dikatakan sebagai “pengikut”, baik membantu atau memperkuat perilaku pelaku bullying, dan terakhir outsider adalah orang yang secara pasif menyaksikan dan mengabaikan bullying yang terjadi, dia memilih untuk tidak ikut campur dan sering disebut sebagai orang luar.

Terdapat pula beberapa faktor yang mempengaruhi respon bystander. Menurut Oh (2007) faktor yang mempengaruhi respon bystander terdiri dari faktor personal, situasional, dan psikologis. Faktor personal ini terdiri dari jenis kelamin, tingkatan kelas, ras atau etnis, dan status sosial, sedangkan faktor situasional misalnya tipe bullying (fisik dan non-fisik), tingkat kekerasan, kehadiran orang lain, dan hubungan bystander dengan korban. Kemudian untuk

(6)

faktor psikologis terdiri dari empati, kecemasan, dan trauma. Berikutnya faktor dari Kingston (2008) antara lain kognitif, sosial, dan emosional. Untuk faktor kognitif terdiri dari sikap dari

bystander terhadap pelaku dan korban bullying, toleransi terhadap penyimpangan, self-efficacy, dan perkembangan usia. Untuk faktor sosial terdiri dari keterlibatan pada situasi bullying sebelumnya, popularitas, kelompok bermain, penyebaran tanggung jawab kepada

orang lain, dan jenis kelamin. Untuk pengaruh emosi terdiri dari kecemasan dan rasa takut.

Untuk variabel self-esteem definisinya adalah sikap positif atau negatif individu terhadap diri sebagai suatu totalitas (Rosenberg, 1995). Selanjutnya terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem, yaitu menurut Mruk (2006) antara lain Parental Factors (terdiri dari gen, orang tua, dan urutan kelahiran), nilai (nilai sosial dan nilai diri), jenis kelamin, ras, etnis, dan ekonomi. Self-esteem terdiri dari dua tipe yaitu tinggi dan rendah. Karakter seseorang dengan tipe high self-esteem antara lain inisiatif, terbuka, bersikap spontan, secara emosi dan afeksi stabil, serta memiliki identitas yang aman, sedangkan tipe low self-esteem memiliki karakter penakut, kurang inisiatif, menghindari konflik, merasa tidak aman, pencemas, depresi dan terkadang memunculkan sifat agresif serta bersikap negatif secara umum kepada orang lain.

Partisipan dalam penelitian ini yaitu remaja, dimana definisi remaja adalah masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa yang ditandai dengan adanya periode atau situasi kecemasan karena terjadi perubahan yang besar pada kehidupan dan pengalaman sosialnya, yaitu perubahan secara fisik, biologis, kognitif serta tekanan emosional (Guindon, 2010). Pada masa ini terdapat tiga tahapan usia yaitu early adolescence (10-13 tahun), middle adolescence (14-16 tahun), dan late adolescence (17-20 tahun). Dijelaskan bahwa pada masa ini seseorang mengalami perkembangan pada beberapa aspek seperti fisik, kognitif, identitas, dan moral, dimana pengaruh keluarga terutama orang tua dan teman satu peer sangat besar untuk perkembangannya.

Metode Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu self-esteem (variabel bebas) dan respon

bystander (variabel terikat). Penelitian ini berdasarkan aplikasinya termasuk applied research,

yaitu bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Kumar, 2005). Metode statistiknya

(7)

variabel Y menggunakan satu variabel prediktor X (Gravetter dan Forzano, 2009). Untuk metode pengumpulan datanya adalah kuantitatif, yaitu dengan kuesioner yang terdiri dari dua alat ukur, yaitu pertama Self-Esteem Rosenberg Scale (RSE) untuk mengukur self-esteem (Ciarrochi & Bilich, 2006), dan alat ukur dari payung penelitian “Stres Perkotaan, Kesejahteraan Psikologis di Sekolah, dan Perilaku Membantu” yang dikembangkan dan dimodifikasi berdasarkan alat ukur dari Gini, dkk. (2008).

Sampel dari penelitian ini adalah 200 siswa/siswi SMA dan SMK negeri maupun swasta di Kota Depok dengan karakteristik partisipan antara lain remaja berusia 14-20 tahun (masa

middle dan late adolescence). Pengambilan datanya menggunakan teknik pengambilan accidental sampling, yaitu memilih orang yang bersedia atau mau untuk menjadi partisipan

dan dilakukan hanya satu kali dalam satu waktu, sehingga termasuk jenis cross-sectional

studies. Penelitian ini termasuk retrospective study, yaitu menyelidiki fenomena, situasi,

masalah, atau isu yang terjadi di masa lalu, dan berdasarkan nature of investigation, termasuk penelitian non-experimental karena tidak adanya manipulasi.

Sebelum melakukan pengambilan data peneliti melakukan uji coba terhadap alat ukur. Hasil yang didapatkan adalah nilai reliabilitas dan validitas alat ukur RSE dan respon bystander. Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan, RSE memiliki koefisien cronbach’s alpha sebesar 0,613, sedangkan alat ukur respon bystander memiliki nilai reliabilitas pada masing-masing kategori. Untuk kategori defender nilai reliabilitasnya sebesar α = 0,888, kategori follower sebesar α = 0,713, dan outsider sebesar α = 0,943. Kemudian berdasarkan uji validitas pada alat ukur RSE ada satu item yang dibuang yaitu item no 8, sedangkan pada respon bystander tidak ada item yang dibuang karena menunjukkan hasil yang baik yaitu diatas skor 0,2 (Kline, 1991).

Hasil Penelitian

Partisipan pada penelitian ini adalah 200 orang yang masing-masing terdiri dari 50 partisipan di SMA negeri, SMA swasta, SMK negeri, dan SMK swasta di Kota Depok. Tabel.1. merupakan gambaran demografis partisipan berdasarkan pada usia, jenis kelamin, jenis sekolah, kelas, dan dukungan orang tua. Berdasarkan tabel 1. untuk karakteristik usia, diketahui bahwa kisaran usia penelitian ini dari usia 14 sampai 18 tahun. Usia partisipan lebih banyak pada masa middle adolescence (66,5%) dibandingkan masa late adolescence (32%), sedangkan secara keseluruhan usia terbanyak adalah 16 tahun (47,3%) dan terkecil adalah

(8)

usia 14 dan 18 tahun (masing-masing 1%). Berdasarkan jenis kelamin diketahui partisipan perempuan (60,5%) lebih banyak dari pada partisipan laki-laki (39,5%). Untuk karakteristik kelas, partisipan kelas sebelas (58,5%) lebih banyak dibandingkan kelas sepuluh (41,5%). Dari dukungan orang tua, diketahui bahwa dukungan dari ibu (98%) lebih besar dibandingkan dukungan dari ayah (91,5%), sedangkan jika dilihat pada masing-masing pilihan jawaban, baik dukungan ayah maupun ibu partisipan sama-sama lebih banyak menjawab didukung, daripada tidak didukung atau tidak tahu.

Tabel 1. Gambaran demografis partisipan penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentase

Usia Middle Adolescence 135 66,5% 14 2 1 % 15 37 18,2 % 16 96 47,3 % Late Adolescence 65 32 % 17 63 31 % 18 2 1 % Jenis Kelamin Laki-laki 79 39,5 % Perempuan 121 60,5 % Jenis Sekolah SMA Negeri 50 25 % SMA Swasta 50 25 % SMK Negeri 50 25 % SMK Swasta 50 25 % Kelas X 83 41,5 % XI 117 58,5 %

Dukungan Ayah pada pendidikan

Ya 183 91,5 %

Tidak 2 1 %

Tidak Tahu 15 7,5 %

Dukungan Ibu pada pendidikan

Ya 196 98 %

Tidak 1 0,5 %

Tidak Tahu 3 1,5 %

Gambaran variabel penelitian ini terdiri dari variabel self-esteem dan respon bystander, masing-masing variabel akan dijelaskan selanjutnya.

Tabel 2. Deskriptif Self-Esteem Partisipan

N M Median Nilai Minimum Nilai Maksimum SD 200 41,12 42,00 19 54 6,694

(9)

Gambar 1. Diagram Penyebaran Self-Esteem Partisipan

Dibandingkan dengan nilai minimum dan maksimumnya diketahui bahwa self-esteem partisipan rata-rata memiliki skor sedang sampai tinggi.

Tabel 3. Deskriptif Respon bystander Partisipan

Tipe Respon

N M Median Minimum Maksimum SD

Defender 200 4,55 4,65 2 6 0,820

Follower 200 1,58 1,00 1 6 0,937

Outsider 200 2,24 2,20 1 6 0,879

Gambar 2. Diagram Penyebaran skor Defender

(10)

Gambar 4. Diagram Penyebaran skor Outsider

Secara keseluruhan partisipan lebih cenderung memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi sebagai defender, kemudian outsider, dan skor rata-rata rendah sebagai follower.

Untuk hasil utama yang dilihat adalah pengaruh dari self-esteem terhadap masing-masing kategori respon bystander yaitu defender, follower, dan outsider. Hasil perhitungan pengaruh

self-esteem pada respon defender yaitu:

Tabel 4. Pengaruh self-esteem terhadap respon defender

R R Square F Change Sig. F Change

0,112 0,013 2,516 0,114

Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa nilai korelasi (R) adalah 0,112 dengan nilai signifikansi F sebesar 0,114. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 menandakan bahwa hasil dianggap tidak signifikan.

Tabel 5. Pengaruh self-esteem terhadap respon follower

R R Square F Change Sig. F Change

0,075 0,006 1,114 0,293

Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa nilai korelasi (R) adalah 0,075 dengan nilai signifikansi F sebesar 0,293 lebih besar dari 0,05, sehingga hasilnya dianggap tidak signifikan.

(11)

Tabel 6. Pengaruh self-esteem terhadap respon outsider

R R Square F Change Sig. F Change

0,112 0,013 2,507 0,115

Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa nilai korelasi (R) adalah 0,112 dengan nilai signifikansi F sebesar 0,164. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 menandakan bahwa hasil perhitungan dianggap tidak signifikan.

Terdapat pula data tambahan berupa hasil perbandingan skor dari dua variabel yang ada yaitu

self-esteem dan respon bystander (defender, follower, dan outsider) dengan data demografis

partisipan yaitu usia, jenis kelamin, jenis sekolah, kelas, dan dukungan orang tua. Pada variabel self-esteem dua karakteristik partisipan yang menunjukkan hasil signifikan yaitu untuk jenis sekolah dan kelas. Untuk jenis sekolah F = 4,737 dan p = 0,003 < dari 0,05, sehingga ada perbedaan self-esteem antara jenis sekolah yang dimiliki partisipan, dimana skor

self-esteem tertinggi adalah partisipan di SMA negeri, sedangkan skor self-esteem yang

terendah adalah SMA swasta. Pada karakteristik kelas t = -2,443 dan p = 0,015 < dari 0,05 artinya ada perbedaan self-esteem antara murid kelas sepuluh dengan kelas sebelas, yaitu skor

self-esteem partisipan kelas sebelas lebih tinggi dibandingkan kelas sepuluh.

Untuk kategori defender nilai yang signifikan antara lain dari jenis kelamin, jenis sekolah, dan dukungan dari Ibu. Pada jenis kelamin, skor sebagai defender pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan diperoleh t = -3,362 dan p = 0,001 < dari 0,05, sehingga terdapat perbedaan respon bystander antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Untuk jenis sekolah diperoleh F = 9,331 dan p = 0,000 < dari 0,005, sehingga ada perbedaan respon

defender antara jenis sekolah yang dimiliki, dimana SMK negeri memiliki skor tertinggi

sebagai defender dan terendah di SMA swasta. Karakteristik dukungan ibu hasilnya F = 7,086 dan p = 0,001 < dari 0,05 artinya ada perbedaan respon defender antara anak yang mendapat dukungan ibu dan yang tidak didukung, dimana skor defender tertinggi adalah yang mendapat dukungan dan terendah yang memilih jawaban tidak didukung.

Perbandingan respon follower yang hasilnya signifikan adalah pada karakteristik jenis kelamin. Nilai signifikansi yang diperoleh adalah t = 2,338 dan p = 0,020 < dari 0,05, artinya terdapat perbedaan respon follower antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu laki-laki memiliki skor lebih tinggi sebagai follower dibandingkan perempuan. Kemudian

(12)

untuk respon outsider hasil yang signifikan didapatkan pada karakteristik jenis kelamin dan jenis sekolah. Pada jenis kelamin diketahui laki-laki memiliki skor lebih tinggi sebagai

outsider dibandingkan perempuan, dimana nilai t = 3,682 dan p = 0,000 < dari 0,05, artinya

terdapat perbedaan respon outsider antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Pada jenis pendidikan diperoleh nilai yaitu F = 6,458 dan p = 0,000 < dari 0,05 sehingga ada perbedaan respon outsider antara jenis sekolah yang dimiliki partisipan yaitu SMA swasta memiliki skor tertinggi sebagai outsider, sedangkan terendah pada SMK negeri.

Pembahasan

Hasil penelitian ini mengenai pengaruh self-esteem terhadap masing-masing kategori respon

bystander (defender, follower, dan outsider) menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Peneliti

melihat ada beberapa hal yang menyebabkan hasil ini bisa terjadi. Dilihat dari gambaran rata-rata skor self-esteem yang dimiliki partisipan adalah menumpuk di satu bagian, yaitu sedang sampai tinggi. Persebaran yang tidak merata ini disebut sebagai distribusi data tidak normal atau skewed distribution. Gravetter dan Wallnau (2007) menjelaskan ketika distribusi data memiliki skor yang skewed atau tidak normal, maka data ini tidak bisa menjadi data yang representatif mewakili gambaran keseluruhan skor partisipan dalam penelitian. Hasil ini didaparkan salah satunya disebabkan karena partisipan kemungkinan melakukan faking good. Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2009) individu yang berada pada masa remaja sedang mengalami perkembangan identitas. Dimasa ini remaja ingin diakui dan memiliki citra yang baik, oleh karena itu bisa jadi mereka memberikan jawaban yang positif berkaitan dengan pertanyaan mengenai self-esteem agar dilihat baik.

Alat ukur RSE ini merupakan alat ukur yang digunakan di luar negeri, peneliti melihat adanya pengaruh budaya sehingga terdapat kemungkinan alat ukur ini memberikan hasil yang berbeda jika digunakan di Indonesia. Terlihat beberapa item dalam alat ukur pernyataannya bersifat langsung, misalnya “Secara keseluruhan, saya cenderung merasa bahwa saya orang yang gagal,” bagi orang luar yang lebih terbuka mungkin mereka akan memberikan respon jawaban yang sesuai dengan dirinya, namun pada orang Indonesia mereka lebih tertutup sehingga cenderung kemungkinan lebih faking atau memberikan jawaban yang tidak jujur.

Hasil untuk respon bystander juga tidak merata, yaitu lebih tinggi skornya pada peran

(13)

kekurangan saat mengambil data, yaitu faktor adanya guru yang mengawasi, selain itu terdapat pula pengaruh keterangan pada judul kuesioner dan item alat ukur yang membuat partisipan memberikan jawaban yang cenderung positif. Keterangan yang disebutkan pada pengantar kuesioner adalah “Kesejahteraan Psikologis dan Perilaku Membantu,” kemungkinan memberikan pengaruh pada partisipan untuk memberikan jawaban yang positif atau baik, sebab dari keterangan tersebut sudah mencitrakan bahwa yang diukur dalam penelitian ini adalah sesuatu yang positif. Selanjutnya untuk item, penelitian ini menanyakan respon yang diberikan pada peristiwa bullying yang digambarkan pada gambar, yaitu situasinya secara spesifik sudah ditentukan. Peneliti melihat kemungkinan ada partisipan yang tidak pernah melihat peristiwa tersebut, sehingga jawaban yang diberikan kemungkinan adalah jawaban yang dipikirkan. Selain itu yang diharapkan dengan alat ukur ini partisipan bisa melakukan refleksi yaitu merefleksikan apa yang akan dia lakukan ketika melihat peristiwa seperti itu, namun mungkin ada partisipan yang tidak melakukan refleksi, melainkan memberikan jawaban yang dianggap baik secara sosial.

Alasan berikutnya mengapa hasil tidak signifikan adalah karena ada banyak faktor lain yang juga mempengaruhi respon bystander. Banyaknya faktor yang ada, membuat masing-masing faktor memiliki persentase pengaruh yang kecil terhadap respon bystander. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon bystander antara lain dilihat dari faktor personal, situasional dan psikologis (Oh, 2007), serta dari faktor kognitif, sosial, dan emosional (Kingston, 2008).

Kesimpulan

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara skor self-esteem dengan skor total bystander baik sebagai defender, follower, dan outsider. Berdasarkan hasil utama yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari self-esteem baik terhadap respon defender, follower, dan outsider, yaitu hipotesis alternatif ditolak dan hipotesis null penelitian diterima. Dilihat dari gambaran partisipan penelitian, diketahui bahwa rata-rata partisipan memiliki skor self-esteem sedang sampai tinggi. Diketahui pula partisipan memiliki rata-rata skor yang tinggi pada peran sebagai

defender, disusul outsider dan skor rata-rata yang rendah pada peran sebagai follower.

Penelitian ini juga melakukan analisis tambahan yaitu dengan melihat hubungan antara

self-esteem dan respon bystander (defender, follower, dan outsider) dengan data demografis

(14)

Terdapat beberapa hasil yang signifikan berdasarkan analisis tambahan yang dilakukan, yaitu perbedaan yang signifikan antara masing-masing respon baik defender, follower, dan outsider dengan jenis kelamin. Perbedaan skor yang signifikan juga terdapat pada perbandingan

self-esteem pada tingkatan kelas partisipan. Mayoritas hasil yang signifikan terdapat pada

karakteristik jenis sekolah, yaitu terdapat perbedaan skor baik self-esteem maupun respon sebagai defender dan outsider dengan jenis sekolah. Kemudian skor respon sebagai defender memiliki perbedaan yang signifikan pada dukungan orang tua baik ayah atau ibu.

Saran

Ada beberapa saran yang diberikan untuk perbaikan penelitian ini baik secara metodologi maupun praktis. Pertama secara metodologi dilihat dari proses pengambilan data yang masih kurang sebaiknya penelitian selanjutnya lebih memikirkan bagaimana cara mengontrol untuk menghindari jawaban partisipan yang tidak jujur, sebab variabel dalam penelitian ini rentan menimbulkan faking dan jawaban yang social desirability. Kemudian saat pengambilan data untuk lebih mengontrol lingkungan dan memberikan penekanan yang jelas saat memberikan instruksi, yaitu menghindari adanya pengaruh pihak sekolah misalnya guru kepada siswa saat mengisi kuesioner dan terkait instruksi untuk menekankan bahwa tidak ada jawaban benar atau salah dan harus dijawab secara mandiri agar tidak ada yang bekerjasama dengan temannya yang lain.

Diketahui bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi respon bystander, sehingga perlu untuk mempertimbangkan faktor lain yang mungkin bisa menjadi variabel tambahan untuk meningkatkan pengaruh dari self-esteem terhadap respon bystander, sehingga pengaruhnya bisa terlihat lebih jelas. Menambah data kontrol atau identitas dari partisipan dan memperluas jangkauan pengambilan data dan menambah jumlah partisipan penelitian juga bisa dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih kaya dan membantu untuk memperoleh persebaran data yang lebih baik, tidak menumpuk pada salah satu pilihan saja yang menyebabkan hasil tidak signifikan.

Saran berikutnya terkait dengan alat ukur penelitian, sebaiknya alat ukur yang digunakan sudah dipastikan bebas pengaruh budaya, sebab alat ukur self-esteem yang digunakan penelitian ini merupakan adapasi dari alat ukur dari negara lain, sehingga ada kemungkinan perbedaan budaya mempengaruhi jawaban partisipan sehingga tidak mengukur dengan tepat. Kemudian sebaiknya mempertimbangkan jumlah dan bentuk soal, yaitu sudah sesuai atau

(15)

tidak dengan apa yang ingin diukur, serta perlu memperhatikan judul dan kata-kata setiap item apakah cenderung menimbulkan faking atau tidak.

Terkait dengan karakteristik sekolah, penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan karakteristik sekolah baik SMA dan SMK maupun kategori latar belakang sekolah misalnya ada kasus bullying sebelumnya di sana atau tidak, sehingga hasil bisa lebih dalam dan kaya, yaitu unsur sekolah dipertimbangkan lebih.

Kedua terkait saran praktis penelitian ini antara lain melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman yang lebih kepada pihak keluarga dan lingkungan sekolah untuk mampu mendampingi dan mendidik anak-anak menjadi pribadi-pribadi yang berkepribadian baik. Kemudian perlunya penelitian yang lebih banyak mengenai bystander pada kasus bullying. Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa peran ini penting untuk diteliti lebih jauh dan menjadi target intervensi yang cocok dalam program antibullying, sehingga perlu diteliti lebih lanjut, terutama di Indonesia yang tergolong masih sedikit dalam membahas tema ini.

Daftar Pustaka

Abdullah, N. (2013). Meminimalisasi bullying di Indonesia. Magistra, 83, 50-55. Diunduh dari journal.unwidha.ac.id.

Baron, R. A. & Branscombe, N. R. (2012). Social Psychology (13th ed). USA: Pearson

Education, Inc.

Baumeister, R. (2005). Rethinking self-esteem why nonprofit should stop pushing self-esteem and start endorsing self-control. Social Innovation Review, 34-41. Diambil dari: http://imaginefirestone.org/wp-content/uploads/2010/02/RethinkingSelf-Esteem.pdf.

Berger, K. S. (2006). Update on bullying at school: Science forgotten?. Developmental

Review. 27, 90–126. DOI:10.1016/j.dr.2006.08.002.

Byers, D.L., Caltabiano, N. J., & Caltabiano, M. L. (2011). Teacher’s attitudes towards overt and covert bullying and perceived efficacy to intervene. Journal of Teacher Education,

(16)

Ciarrochi, D. J., & Bilich, L. (2006). Process measure of potential relevance to acceptance

and commitment therapy. Published School of Psychology, University of Wollongong.

Diambil dari: http://integrativehealthpartners.org/downloads/ACTmeasures.pdf#page=61

Cistaro, B. (2011). The relationshp between bullying, birth order, and self-esteem. Running

Head, 1-38.

Cook, C. R., William, K. R., Guerra, N. G., Kim, T. E., & Sadek, S. (2010). Predictors of bullying and victimization in childhood and adolescence: a meta analytic investigation.

School Psychology Quarterly, 25(2), 65-83. DOI: 10.1037/a0020149

Donnellan, M. B., Trzesniewski, K. H., Robins, R. W., Moffitt, T. E., & Caspi, A. (2005). Low self-esteem is related to aggression, antisocial behavior, and delinquency. American

Psychological Society, 16 (4), 328-335.

Gini, G., Pozzoli, T., Borghi, F., & Franzoni, L. (2008). The role of bystander in students' perception of bullying and sense of safety. Journal of School Psychology, 48, 617-638. DOI:10.1016/j.jsp.2008.02.001

Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral science (3rd ed.). Canada: Nelson Education, Ltd.

Guindon, M. H. (2010). Self-esteem across the lifespan issue and intervention. New York: Taylor and Francis Group

Kabert, S. (2005). A mixed-methods analysis of the effect of self-esteem on bullying frequency,

bullying behaviors, and motivations to bully in adolescence. Published Doctor of Psychology,

Ohio State University.

Kingston, S. (2008). Bullying as a social process: factors influencing bystander behavior.

Published Heritage Branch, Brock University. Diambil dari:

http://dr.library.brocku.ca/handle/10464/1413

Kline, P. (1991). Intelligence: the psychometric view. London: Routledge.

Kumar, R. (2005). Research methodology: a step-by-step guide for beginners. London: Sage Publications

(17)

Laible, D. J., Carlo, G., & Roesch, S. C. (2004). Pathways to self-esteem in late adolescence: the role of parent and peer attachment, empathy, and social behaviors. Journal of

Adolescence, 27(6), 703-716.

Lane, D.A. (1989). Bullying in school: The need for integrated approach. School Psychology

International, 10, 211-215. DOI: 10.1177/0143034389103007

Michener, H. A., Delamater, J. D., & Myers, D. J. (2004). Social Psychology. USA: Thomson Wadsworth Inc.

Mruk, C. J (2006). Self esteem research, theory, and practice: toward a positive psychology

of self esteem (3rd ed). New York: Springer Publishing Company.

Myers, D. G (2010). Social psychology (10th ed). New York: The McGraw-Hill Companies.

Oh, I. S. (2007). Relationship of bystander personal, situational, and psychological factors to

behavioral reactions to school bullying. Published Doctor of Philosophy, The Pennsylvania

State University. Diambil dari: etda.libraries.psu.edu.

Oh, I., & Hazler, R. J. (2009). Contributions of personal and situational factors to bystanders' reactions to school bullying. School Psychology International, 30, 291-310. DOI: 10.1177/0143034309106499.

Olweus, D. (2013). School bullying: develompment and some important challenges. Annual

Review of Clinical Psychology, 9, 750-780.

Papalia, , D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. (2009). Human development eleventh

edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Polanin, J. R., Espelage, D. L., & Pigott, T. D. (2012). A meta-analysis of school-based bullying prevention program effects on bystander intervention behavior. School Psychology

Review, 41(1), 47-65.

Pozzoli, T., & Gini, G. (2012). Why do bystanders of bullying help or not? A multidimensional model. The Journal of Early Adolescence, 33(3), 315–340. DOI: 10.1177/0272431612440172

(18)

Rigby, K. (2008). Children and bullying: how parents and educators can reduce bullying at

school. USA: Backwell Publishing.

Rosenberg, M., Schooler, C., Schoenbach, C., & Rosenberg, F. (1995). Global self-esteem and specific self-esteem: different concept, different outcomes. American Sociological

Review, 60(1), 141-156

Salmivalli, C., & Voeten, M, (2004). Connection between attitudes, group norm, and behaviour in bullying situations. International Journal of Behavioral Development, 28(3), 246-258. DOI: 10.1080/01650250344000488.

Setianingsih, D. (2011, Desember 23). "Bullying" Masih Jadi Momok. Kompas.com. Diunduh Maret 13, 2014 dari:

http://edukasi.kompas.com/read/2011/12/23/09443360/Bullying.Masih.Jadi.Momok

Sugandi. (2013, Juli 24). 50 persen pelajar SMA mengaku pernah menjadi korban bullying.

Rri.co.id. Diunduh Maret 25, 2014 dari:

http://rri.co.id/index.php/berita/62837/50-Persen-Pelajar-SMA-Mengaku-Pernah-Menjadi-Korban-Bullying#.UzCUfqiSyp5

Turetsky, I. (2011). What does it take to be a prosocial bystander in jewish middle schools?:

the role of self-esteem and gender in prosocial bystander behavior. Published Doctor of

Education, Yeshiva University.

Twemlow, S. W., Fonagy, P., Sacco, F. C. (2004). The role of the bystander in the social architecture of bullying and violence in schools and communities. Paper Read at Scientific

Approaches to Youth Violence Prevention. 1-26.

Wild, L. G., Flisher, A. J., Bhana, A., Lombard, C. (2004). Association among adolescene risk behavior and self-esteem in six domain. Journal of Child Psychology and Psychiarty,

45(8), 1454-1467. DOI: 10.1111/j.1469-7610.2004.00330.

Yolan, S. (2012, Oktober 20). Negara-negara dengan kasus bullying tertinggi, Indonesia di urutan ke-2. Uniqpost.com. Diunduh Maret 13, 2014 dari: http://uniqpost.com/50241/negara-negara-dengan-kasus-bullying-tertinggi-indonesia-di-urutan-ke-2/

Gambar

Tabel 1. Gambaran demografis partisipan penelitian
Gambar 1. Diagram Penyebaran Self-Esteem Partisipan
Tabel 4. Pengaruh self-esteem terhadap respon defender

Referensi

Dokumen terkait

Rencana tindakan yang penulis susun adalah berikan klien dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal dengan rasional perubahan pada tekanan intrakranial dan dapat menyebabkan

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa promosi merupakan suatu proses dalam pemasaran yang dilakukan untuk mengarahkan atau mengubah sikap pengguna agar yang

Tahap ini merupakan tindak lanjut dari studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti. Hasil penelitian pada studi pendahuluan digunakan untuk menyusun rencana

Penilaian Risiko Dampak Renovasi atau Konstruksi yang dikenal sebagai Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah suatu proses terdokumentasi yang

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan adanya suatu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengukur pemahaman siswa, sehingga memotivasi peneliti untuk

Melihat permasalahan tersebut SMK Negeri 1 Penukal mencoba untuk melaksanakan Program Market Day sebagai upaya dari sekolah untuk mengembangkan minat dan bakat

Gugusdepan atau disingkat gudep adalah suatu kesatuan organik terdepan dalam Gerakan Pramuka yang merupakan wadah untuk menghimpun anggota Gerakan

Program pengembangan kualitas mencakup seluruh aspek kegiatan audit di lingkungan APIP. Program tersebut dirancang untuk mendukung kegiatan audit APIP, memberikan nilai tambah dan