• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN KELITBANGAN TA Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN KELITBANGAN TA Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

Puslitbang tekMIRA Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373 E-mail : Info@tekmira.esdm.go.id

LAPORAN KEGIATAN KELITBANGAN TA 2010

Kelompok Program Penerapan

Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara

KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK

TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH

DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

Oleh :

Ir. Endri O Erlangga MSc dkk

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

(PUSLITBANG tekMIRA)

2010

(2)

KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK

TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH

DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

Oleh :

Ir. Endri O Erlangga M.Sc

Ir. Masri Rifin

Ir. Ahmad Syofyan

Wiroto W Prihono, ST

Gunawan ST

Riyanto

AA. Isharyanto

Nani Murdani

BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

(PUSLITBANG tekMIRA)

2010

(3)

KATA PENGANTAR

Kajian geoteknik pada pembukaan dan perencanaan penambangan

batubara dengan metoda tambang bawah tanah merupakan salah satu hal yang

penting dalam merekomendasikan dan membuat rancangan (desain) lubang

bukaan tambang.

Laporan ini berisi hasil uji laboratorium, analisis data, rekomendasi

dimensi pillar, sistem penyanggaan,analisis kemampu-galian, jenis penyangga,

dan metoda penggalian yang akan digunakan pada metoda tambang bawah tanah

tersebut, apakah akan menggunakan system Longwall Mining atau Room and

Pillar Mining. Selanjutnya, hal ini dipergunakan sebagai parameter masukan

dalam rancangan (desain) lubang bukaan penambangan batubara bawah tanah.

Kegiatan pengkajian ini telah dilaksanakan di Desa Pualam Sari,

Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, yang merupakan salah satu

kegiatan lapangan Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan

Mineral dan Batubara Tahun Anggaran 2010.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh data-data dan

parameter geoteknik di walayah tersebut, sedangkan sasarannya adalah

memberikan rekomendasi masukan parameter-parameter dalam merancang

(mendisain) lubang bukaan tambang batubara bawah tanah di daerah tersebut.

Sedangkan

Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu kegiatan pengkajian ini, sehingga dapat berjalan

dengan lancer dan selamat, tanpa menemui hambatan

Bandung,

Desember 2010

Kepala Pusat Litbang teknologi Mineral dan Batubara

Ir. Hadi Nursarya, M.Sc.

NIP. 19540306 197803 1 001

(4)

SARI

Penambangan batubara sistem tambang terbuka yang telah dan sedang

beroperasi saat ini di Desa Pualam Sari, Sarang Burung dan sekitarnya,

Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan diperkirakan

akan segera berakhir akibat dari nilai nisbah pengupasan/stripping ratio

(waste-coal ratio) sudah terlalu tinggi, yaitu 1 : 12 sampai 1 : 13.

Oleh karena itu, untuk melanjutkan pengembangan penambangan

batubara dengan metoda tambang batubara bawah tanah di daerah ini, maka Tim

Kajian Geoteknik Tambang Batubara Bawah Tanah di Daerah Kabupaten Tapin,

Provinsi Kalimantan Selatan, Pusat Litbang Teknologi Mineral (tekMIRA)

melakukan kajian geoteknik tambang batubara bawah tanah Kabupaten Tapin,

Provinsi Kalimantan Selatan untuk mendapatkan data-data teknis dan

parameter-parameter sebagai masukan untuk perencanaan dan pembuatan rancangan

(desain) lubang bukaan tambang batubara bawah tanah.

Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa kondisi batuan atap

(roof) berupa batulempung (claystone) dengan tebal rata-rata 10,96 m, RMR = 38,

sehingga maksimum lubang bukaan tanpa penyangga (unsupported span) =

11,00 m. Sedangkan pada batuan lantai/alas (floor) berupa batulempung bersifat

karbon (carbonaceous claystone), tebal = 0,70 m dan batulanau (siltstone) dengan

RMR 31

– 33. Jadi secara keseluruhan, kondisi masa batuan di daerah ini

termasuk klasifikasi/peringkat masa batuan (Rock Mass Rating/RMR) kelas IV

bersifat batuan lemah. Untuk metoda penambangan dilakukan dengan metoda

Longwall dengan sistem mudur (retreat), fully or semi mechanized. Sedangkan

jenis penyanggaan yang digunakan adalah besi baja berbentuk tapal kuda.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

SARI ... i

KATA PENGANTAR ………....……. ii

DAFTAR ISI ……….... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ……….... vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….... vi

I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Ruang Lingkup dan Metodologi Kajian ... 2

1.2.1. Persiapan ... 2

1.2.2. Kegiatan Lapangan ... 2

1.2.3. Analisis dan Pengolahan Data ... 3

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Sasaran ... 4

1.5. Lokasi Gegiatan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA/KAJIAN TEORITIS ... 5

2.1. Kekuatan Masa Batuan ... 5

2.2. Parameter Kuat Geser ... 6

2.3. Tegagan Ultimate Pada Lantai Tambang ... 7

2.4. Metoda Tidak Langsung Menentukan UCS dan UTS .. 7

III. PROGRAM KEGIATAN ... 9

3.1. Tinjauan Geologi ... 9

3.1.1. Geologi Regional ... 10

3.1.2. Geologi Daerah Pengkajian ... 10

3.1.2.1. Morfologi ... 10 3.1.2.2. Stratigrafi ... 11 3.1.2.3. Struktur Geologi ... 14 3.2. Eksplorasi Batubara ... 14 3.2.1. Pemboran Inti ... 14 3.2.2. Lapisan Batubara ... 17

3.2.3. Sumberdaya dan Kualitas Batubara ... 18

3.3. Hidrologi ... 18

3.3.1. Air limpasan (Surface Run Off) ... 18

(6)

3.4. Geohidrologi ... 23

3.4.1. Akuifer ... 23

3.4.2. Lapisan Kedap Air ... 23

1V. METODOLOGI ... 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1. Kajian Geoteknik ... 28

5.1.1. Uji geoteknik ... 29

5.1.1.1. Analisa Hasil Pengujian Laboratorium ... 29

5.1.1.2. Kondisi Batuan Atap dan Lantai ... 29

5.1.2. Penentuan Dimensi Pilar ………... 32

5.1.2.1. Pendekatan Analisis ... 32

5.1.2.2. Parameter Pilar ... 33

5.1.3. Penentuan Jenis Penyangga ... 33

5.1.4. Jenis Penggalian ... 34

5.2. Kajian Hidrologi dan Geohidrologi ... 35

5.2.1. Neraca Air (Water Balance) ... 36

5.2.2. Debit Air Tanah Ke Dalam Lubang BukaanTambang ... 39

5.2.3. Pengendalian Air Tambang ... 39

5.2.3.1. Pengendalian Air Limpasan ... 39

5.2.3.2. Perkiraan (Estimasi) Air Masuk Kedalam Tambang .... 40

5.2.4. Pompa ... 41

5.3 Rancangan (Desain) Penambangan ... 41

5.3.1. Karakteristik dan Kondisi lapangan ... 41

5.3.2. Konsep Rancangan (Desain) Penambangan ... 42

5.3.2.1. Keadaan Topografi dan Karakteristik Lapisan Batubara ... 42

5.3.2.2. Pemilihan Daerah Penambangan ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran-Saran ... 47

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Peta Kesampaian Daerah Pengkajian ... 4

Gambar 2.1. Diskontinuitas Batuan ... 6

Gambar 2.2. Kriteria Pecahnya (Failure) Batuan Menurut MOHR – COLUOMB ... 7

Gambar 3.1. Peta Geologi Lokal Daerah Pengkajian dan Sekitarnya ... 14

Gambar 3.2. Penampang (Profil) Lubang-Lubang Bor Di Daerah Pengkajian dan Sekitarnya ... 15

Gambar 3.3. Titik-Titik Bor Di Wilayah Bukaan Tambang (Pit) Sarang Burung ... 16

Gambar 3.4. Daerahh Tangkapan Lubang Bukaan Tambang (Pit) Sarang Burung ... 20

Gambar 3.5. Perubahan Tata Aliran Air Tanah Akibat Lubang Bor Eksplorasi Yang Tidak Ditutup Dengan Benar ... 22

Gambar 3.6. Kondisi Akuifer Di DSB-01 ... 25

Gambar 3.7. Kondisi Akuifer Di DS-02 ... 25

Gambar 3.8. Rancangan (Desain) Sumur Pantau ... 26

Gambar 4.1. Metodologi Pengkajian Geoteknik Tambang Bawah Tanah ... 27

Gambar 5.1. Grafik Penentuan Waktu Stabil Tanpa Penyangga ... 32

Gambar 12. Perkiraan Letak Akuifer Di Area Sarang Burung ... 36

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Kualitas Batubara Di Wilayah Bukaan Tambang

Sarang Burung ... 19 Tabel 3.2. Intensitas Curah Hujan Di Sarang Burung ... 21 Tabel 3.3. Puncak Aliran (Peak Flow) Yang Diramalkan Di

Sarang Burung ... 21

Tabel 3.4. Kondisi Akuifer Di Lubang Tambang (Pit) Sarang Burung 24

Tabel 3.5. Kondisi Akuifer Di Lubang Tambang (Pit) Sarang Burung 24 Tabel 5.1. Data Karakteristik Material Di Bukaan Tambang (Pit)

Sarang Burung ... 28 Tabel 5.2. Hasil Pengujian Geomekanika Di Wilayah Bukaan

Tambang (Pit) Sarang Burung ... 30 Tabel 5.3. Peringkat Masa Batuan (Rock Mass Rating) Pada

Material Atap/Roof) (mud Stone, tebal 1,60 m) ... 31 Tabel 5.4. Nilai Koefisien Limpasan ... 38 Tabel 5.5. Ketebalan Batubara Pada Daerah Bukaan Tambang (Pit)

Sarang Burung ... 43

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak tambang-tambang batubara dengan metode tambang terbuka sudah mencapai batas ekonomis penambangan, dikarena nisbah (ratio) pengupasan (stripping ratio) yang cukup besar yaitu 1 : 12 sampai 1 : 13. Untuk itu, ada dua pilihan atau alternatif yaitu ditutup atau dilanjutkan dengan metode tambang bawah tanah.

Persoalan yang dihadapi dalam penambangan batubara metode tambang bawah tanah jauh lebih kompleks dan lebih sulit dibandingkan dengan tambang terbuka, terutama dalam menentukan tata letak lubang bukaan keseluruhan yang meliputi lubang masuk utama, barrier pillar, permuka (front) kerja penambangan, bentuk, ukuran jumlah pillar, sistem penyanggaan, sistem penguatan, pengendalian strata dan runtuhan, dan lain-lain.

Dalam konteks keamanan kondisi tempat kerja, persoalan utama yang dihadapi dalam penambangan batubara bawah tanah adalah mengontrol lubang bukaan tambang dan pillar agar senantiasa dalam keadaan stabil dan aman. Untuk itu, perlu dilakukan kajian dan analisis geoteknik yang cermat dengan dukungan data yang mewakili masa batuan secara keseluruhan.

Kegiatan ini juga dilakukan dalam rangka menunjang kebijakan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dalam hal konservasi energi, pemanfaatan sumberdaya energi yang optimal yang berwawasan lingkungan serta meningkatkan keselamatan kerja. Disamping mewajibkan setiap kegiatan pertambangan mengkaji aspek keselamatan dan keamanan kerja di lingkungan tambang, salah satunya adalah dengan mempunyai desain (rancangan) lubang bukaan tambang yang aman dari segi teknis.

Sedangkan kaitannya dengan visi dan misi Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara adalah memberikan solusi permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan mineral dan batubara serta mampu menyelesaikan dan menjawab tantangan kedepan mengenai permasalahan pertambangan mineral dan batubara.

(10)

Penambangan batubara sistem tambang terbuka yang telah dan banyak dilaksanakan di Kabupaten Tapin, terutama di Desa Pualam Sari, Sarang Burung dan sekitarnya, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan akan dilanjutkan dengan pengembangan dan perencanaan penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah.

Untuk mengetahui, apakah metoda penambangan batubara bawah tanah ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan, maka Tim Kajian Geoteknik Tambang Batubara Bawah Tanah di Daerah Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, Pusat Litbang Teknologi Mineral (tekMIRA) tahun anggaran 2010 melakukan kajian geoteknik tambang batubara bawah tanah Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.

1.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kajian geoteknik penambangan batubara tambang bawah tanah meliputi :

1.2.1. Persiapan

Studi literatur, yaitu mempelajari data dan informasi dari laporan-laporan teknik terkait dan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya sebagai referensi dan sumber data sekunder untuk bahan kajian dan analisis, yang meliputi antara lain peta geologi eksplorasi, peta situasi, penampang geologi, data core logs, dan kajian air tanah serta data curah hujan.

1.2.2. Kegiatan Lapangan

 Melakukan pengkajian geoteknik pada area rencana

penambangan dengan metoda tambang batubara bawah tanah di bekas bukaan tambang (pit) Sarang Burung untuk mengetahui kondisi daerah tersebut, yaitu dengan melakukan kajian (studi) geoteknik bawah permukaan bakal tambang bawah tanah. Untuk itu, dilakukan pemercontoan batuan (rock sampling) pada hasil pemboran eksplorasi batubara yang telah dilakukan di daerah tersebut, yaitu 20 meter di atas lapisan (seam) C batubara dan 10 meter di bawah lapisan (seam) C batubara untuk mengetahui sifat-sifat geomekanika batuan, yaitu sifat fisik dan sifat mekanik batuan terutama kekuatan dan struktur diskontinuitas masa

(11)

batuan, kondisi tegangan (stress) yang bekerja pada dan di sekitar bukaan tambang tersebut;

 Melakukan kajian hidrologi dan hidrogeologi untuk mengetahui kondisi air tanah.

1.2.3. Analisis dan Pengolahan Data

a. Pengolahan data geoteknik hasil penelitian lapangan dan data sekunder termasuk data hasil pengujian Laboratorium Geoteknik, meliputi :

- Penyajian data sifat-sifat geomekanika batuan;

- Klasifikasi masa batuan (sistem RMR dan SMR);

- Karakteristik masa batuan dengan software Rocklab 1.0 dan/atau

hasil dari klasifikasi masa batuan;

- Interpretasi hasil kajian geoteknik, kajian hidrogeologi dan hidrogeologi;

b. Penyusunan laporan, yang memuat hasil kajian geoteknik dan karakteristik batuan.

1.3. Tujuan

Tujuan kajian ini adalah untuk mendapatkan data-data teknis geoteknik penambangan batubara tambang bawah tanah ini, yaitu :

a) Melakukan kajian teknis terhadap kondisi geologi dan potensi cadangan batubara yang masih mungkin dapat ditambang secara ekonomis di daerah bekas tambang terbuka di daerah bukaan tambang (pit) Sarang Burung, Desa Pualam Sari, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan;

b) Melakukan kajian teknis terhadap aspek geoteknik dan

hidrologi-geohidrologi untuk mendukung rencana penambangan batubara metoda tambang bawah tanah tersebut;

c) Merekomendasikan desain penambangan metoda tambang bawah tanah dengan sistem Longwall atau Semi Longwall.

(12)

1.4. Sasaran

Sasaran dari kegiatan kajian ini adalah untuk memberikan rekomendasi rancangan (desain) penambangan metoda tambang batubara bawah tanah.

1.5. Lokasi Kegiatan

Lokasi kajian berada di bekas bukaan tambang (pit) batubara terbuka (ex.

Openpit) Sarang Burung. Secara administratif, lokasi ini termasuk dalam wilayah Desa

Pualam Sari, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan secara geografis, daerah pengkajian terletak pada koordinat 285.700 mE – 290.600 mE dan 9.646.000 mN – 9.650.00 mN atau X = 1150 5’ 13.923” –

1150 6’ 3.0186” dan Y = -30 11’ 14.7166” - -30 10’ 31.6545” dengan elevasi antara 20 m sampai dengan 174 m di atas permukaan air laut, yaitu di bekas bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung, seperti terlihat pada Gambar 1.1.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA/ KAJIAN TEORITIS

Lapisan batubara biasanya terletak diantara batuan sedimen berlempung yang terdiri dari beberapa lapisan dengan sifat geoteknik yang berbeda. Pada lapisan batubara yang berada pada kedalaman yang besar kadangkala juga dijumpai batuserpih, batulanau dan batulempung.

Ketidakmantapan lantai tambang bawah tanah umumnya terkait dengan masalah (Santos, 1989) :

 Masuknya pilar kedalam lantai karena lantai hancur;

 Mencuatnya lantai tambang kearah atas karena tegangan horizontal tinggi;

 Pemekaran lantai tambang bila terekspos air.

Dalam merancang lantai tambang yang nantinya digunakan sebagai jalan angkut maupun pondasi system pillar dan atap, maka diperlukan parameter-parameter yang berkaitan dengan kemampuan daya dukung lapisan lantai, jenis material penyusun lantai dan keadaan tegangan insitu.

2.1. Kekuatan Massa Batuan

Untuk menilai kestabilan lapisan lantai tambang bawah tanah terutama untuk kapasitas daya dukung (lantai tambang berperan sebagai pondasi), maka perlu untuk memasukkan kriteria kekuatan massa batuan yang dapat digunakan untuk menentukan tegangan maksimum yang diijinkan pada lapisan lantai tersebut. Adapun criteria yang digunakan adalah bersifat empiris yaitu failure Hoek-Brown.

(14)

2.2. Parameter Kuat Geser

Dalam kestabilan lantai tambang penentuan kuat geser ultimate diberikan oleh serangkaian persamaan ditambah pertimbangan khusus bahwa lapisan tambang di bawah tanah berperilaku bergantung pada v.

(15)

2.3. Tegangan Ultimate Pada Lantai Tambang

GAMBAR 2.2. KRITERIA PATAHNYA (FAILURE) BATUAN

MENURUT CUOLOMB – MOHR

2.4. Metode Tak Langsung Menentukan UCS dan UTS

(

-

)cos

2

2

1

)

(

2

1

3 1 3 1 n

(

-

)sin

2

2

1

3 1

sin -1 cos 2c ) sin (1 3 1  

sin

-1

cos

2c

c

sin 1 cos 2c t   T e g a n g a n G e se r (  ) 3 t c 1 Tegangan Normal (n) Tekanan Uniaksial Tarikan Uniaksial Tekanan Triaksial  Tekanan Tarikan 2 n  3 1  c =  n ta n  + c

(16)
(17)

III. PROGRAM KEGIATAN

3.1. Tinjauan Geologi

3.1.1. Geologi Regional

Daerah kegiatan eks. tambang terbuka batubara Sarang Burung terletak di bagian Selatan Cekungan Barito, yang merupakan salah satu cekungan berumur Tersier di Kalimantan bagian Tengah yang termasuk ke dalam Cekungan Barito. Secara regional daerah ini merupakan suatu sistem fisiografi pegunungan Meratus terbentang dengan arah Baratdaya – Timurlaut dan termasuk dalam peta geologi Lembar Amuntai (Heryanto dan Sanyoto, 1987).

Batuan dasar Cekungan Barito adalah batuan Pra-Tersier terdiri dari batuan beku bersifat granitik dan andesitik serta batuan malihan terdiri dari perselingan batulanau dengan batupasir halus sampai kasar dengan sisipan konglomerat dan breksi (Formasi Pitap). Di atas batuan Pra-Tersier ini diendapkan batuan sedimen Tersier yang terdiri dari tua ke muda yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, Formasi Dahor dan Endapan Kuarter (Aluvium)

Kontak antara batuan Pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier ialah kontak ketidakselarasan umur, tetapi di beberapa tempat tertentu terdapat kontak ketidakselarasan tektonik. Umur dari batuan sedimen Tersier adalah Eosen sampai Pleistosen. Formasi pembawa bitumen padat dalam Lembar Amuntai adalah Formasi Tanjung yang berumur Eosen dan Formasi Warukin yang berumur Miosen Awal-Miosen Tengah.

Struktur geologi yang berkembang di daerah Lembar Amuntai berupa lipatan dan sesar. Sumbu lipatan umumnya berarah Baratdaya-Timurlaut, sedangkan sesar yang terbentuk merupakan sesar geser dan sesar turun dengan arah hampir Barat-Timur.

Batuan tertua adalah batuan malihan yang tersesarkan oleh kegiatan tektonik yang terjadi pada Pra-Tersier Awal (Supriatna dkk., 1982). Kemudian pada Kapur Awal terjadilah kegiatan magma yang membentuk batu granit. Batuan malihan dan batuan granit tersebut merupakan alas dari Formasi Pitap yang diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Pengendapan ini disertai dengan kegiatan gunung api.

(18)

Pada akhir Kapur terjadi kegiatan tektonik yang besar, akibatnya batuan Mesozoikum terangkat yang kemudian diikuti oleh proses pendataran. Pada Awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralik, dan pada kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi Warukin dan diendapkan dalam lingkungan paralik.

Gerakan tektonik terakhir terjadi pada Akhir Miosen yang mengangkat batuan tua ke atas dan membentuk tinggian Meratus dan melipatkan batuan sedimen Tersier yang disertai dengan sesar normal. Setelah itu terjadi proses erosi dan pendataran kembali yang diikuti oleh pengendapan Formasi Dahor pada kala Pliosen sampai Plestosen dalam lingkungan paralik; sedangkan pengendapan terakhir terbentuknya endapan Kuarter.

3.1.2. Geologi Daerah Pengkajian

3.1.2.1. Morfologi

Morfologi daerah penyelidikan berdasarkan kenampakan topografinya, pola aliran sungai, litologi dan struktur geologi yang ada secara umum dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu :

- Satuan morfologi perbukitan terjal yang terletak di sebelah Timur, memanjang Baratdaya – Timurlaut dengan luas 40% dari luas daerah penyelidikan, ketinggian 95 – 388 m di atas permukaan air laut. Batuan penyusunnya adalah batuan Pra Tersier. Pola aliran sungai adalah pola aliran dendritik dan radial dengan sungai utamanya adalah Sungai Tapin;

- Satuan morfologi perbukitan gamping, penyebarannya memanjang dari

Baratdaya – Timurlaut, dengan luas 15% dari luas daerah penyelidikan, ketinggian 100 – 275 m di atas permukaan air laut dengan puncak-puncaknya adalah G. Batulaki (275 m), G. Palangpitu (200 m), G. Pagettalangit dan G. Talikur (182 m). Batuan penyusunnya didominasi oleh batugamping dari Formasi Berai yang sebagian telah mengalami kristalisasi. Ciri khas dari satuan ini adalah bentuk tofografi berupa karst yang kasar dan terjal dan ditemukannya aliran-aliran sungai bawah permukaan;

- Satuan morfologi perbukitan sedang, yang menempati bagian Tengah,

dengan luas 30 %, ketinggian 50 – 160 m di atas permukaan air laut. Batuan penyusunnya batuan dari Formasi Tanjung dan Warukin. Pola aliran sungainya adalah pola aliran dendritik dan termasuk dalam stadium erosi menjelang dewasa

(19)

sampai dewasa yang dicirikan oleh bentuk sungai atau lembah menyerupai huruf U dengan sungai utamanya adalah Sungai Amandit;

- Satuan morfologi pedataran, yang terletak di sebelah Baratlaut dengan luas 15% dari seluruh daerah penyelidikan, ketinggian 20 – 60 m di atas permukaan air laut. Batuan penyusun terdiri dari Formasi Dahor dan hasil pelapukan dari batuan yang lebih tua dan endapan sungai.

3.1.2.2. Stratigrafi

Formasi batuan yang tersingkap di daerah pengkajian berumur dari Pra Tersier, Tersier sampai Quarter. Coal Bearing Formation(CBF) berada pada Formasi Tanjung yang berumur Eosen.

Diskripsi batuan yang ada di daerah pengkajian adalah :

a. Batuan Dasar

Batuan dasar yang tersingkap di daerah ini berumur Kapur, yang terdiri dari batuan beku, batuan vulkanik, intrusi, batuan beku yang mengalami alterasi, batuan sedimen yang mengalami silisifikasi, batupasir, mudstone, shale dan graywacke.

b. Formasi Tanjung

Batuan pada Formasi ini diendapkan di bagian Timur Cekungan Barito dalam lingkungan litoral. Litologinya terdiri dari shale, batupasir kuarsa, perselingan batupasir dengan shale, batulempung (mudstone) batubara batupasir tufaan, dan anglomerat. Pada tempat-tempat tertentu anglomerat ini tersingkap, diduga berupa

channel.

Batupasir kuarsa, berwarna abu-abu muda sampai abu-abu kecoklatan, berbutir halus-kasar, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, kemas tertutup, terpilah baik, keras – mudah hancur, masa dasar atau penyemen lempung dan oksida besi, komponennya didominasi oleh kuarsa. Setempat mengandung konkresi-konkresi batulanau/batupasir sangat halus yang umumnya berwarna coklat, dan pita-pita halus karbon. Struktur sedimen yang teramati adalah perlapisan sejajar , silang siur dan bioturbasi. Ketebalan lapisan batupasir antara 0,20 m sampai 2,00 m.

Batulempung, berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lunak-padu, dipermukaan nampak menyerpih, setempat mengandung fragmen-fragmen batubara,

(20)

pita-pita karbon dan konkresi-konkresi batulanau. Kadang-kadang terdapat perselingan lapisan-lapisan batupasir yang membentuk struktur sedimen paralel laminasi dan sisipan tipis batubara. Ketebalan lapisan batulempung sekitar 0,40 m – 7,00 meter.

Batubara, berwarna hitam, ringan dan keras, mengkilap, pecah konkoidal, berlapis – masif, setempat mengandung resin dan pirit yang cenderung mengisi rekahan-rekahan halus. Tebal lapisan batubara antara 0,10 m – 2,00 m. Sedangkan lapisan bitumen padat umumnya terletak diantara lapisan batubara, berwarna abu-abu dan menyerpih pada bagian permukaan, dibagian dalam umumnya berwarna hitam kecoklatan, lunak – keras, ringan, berlapis dengan ketebalan 0,20 m – 2,50 m.

Basalt konglomerat di daerah pengkajian tersingkap berupa jalur (channel) atau lensa-lensa pada lapisan batupasir, berwarna putih kecoklatan, berbutir sedang-kerakal berukuran hingga 0,10 m, bentuk butir membulat tanggung-membulat, kemas terbuka, terpilah buruk, disusun oleh fragmen-fragmen kuarsa asap (dominan) dengan sedikit fragmen batuan andesitik, masa dasar adalah butiran-butiran halus kuarsa dan penyemennya berupa oksida besi. Pada beberapa tempat nampak sebagian konglomerat telah mengalami silisifikasi terutama pada masa dasarnya.

Arah jurus dari formasi ini dari N 1950 E– N 2350 E dengan kemiringan 150 - 500, sebarannya membentang hampir Timurlaut - Baratdaya. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Pitap dalam lingkungan paralik, sedangkan umurnya diperkirakan Eosen;

c. Formasi Berai

Formasi ini memanjang hampir Timurlaut - Baratdaya yang memisahkan antara Formasi Tanjung dan Formasi Warukin. Batuannya berupa batugamping dengan sisipan batulempung gampingan. Batugamping berwarna putih sampai putih kecoklatan, keras dan kompak, mengandung fosil foraminifera besar, sebagian mengalami kristalisasi; batulempung gampingan berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lunak sampai padu;

d. Formasi Warukin

Formasi ini tersingkap di sebelah Baratlaut dengan sebarannya memanjan Timurlaut - Baratdaya. Batuannya terdiri dari batulempung yang berselang–seling dengan lapisan-lapisan tipis batupasir dan batulanau, sedangkan batubara dan bitumen padat terdapat sebagai sisipan.

(21)

Batulempung berwarna abu-abu sampai abu-abu pucat, umumnya lunak, dipermukaan nampak menyerpih, masif sampai berlapis baik, setempat mengandung pita-pita dan fragmen-fragmen batubara, kadang-kadang terdapat oksida besi mengisi rekahan-rekahan halus. Tebal lapisan batulempung antara 0,50 m – 15,00 m.

Batupasir kuarsa, berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, mudah hancur keras, berbutir halus – kasar, bentuk butir menyudut (angular)- menyudut tanggung (sub angular), kemas tertutup, terpilah baik, didominasi oleh kuarsa dengan masa dasar lempung dan oksida besi, setempat mengandung fragmen-fragmen batubara; struktur sedimen yang teramati adalah silang-siur. Ketebalan dari lapisan batupasir ini berkisar antara 0,10 m – 1,00 m.

Batubara, berwarna hitam-hitam kecoklatan, kusam - mengkilap, keras - lapuk, mengotori tangan, pecah konkoidal, pada beberapa tempat struktur kayu masih nampak, mengandung resin dan pirit terutama mengisi rekahan-rekahan. Tebal batubara dari beberapa cm sampai 6,00 meter. Bitumen tersingkap di bawah lapisan batubara, berwarna abu-abu kehitaman, mudah hancur, nampak menyerpih, setempat terdapat fragmen-fragmen batubara, ketebalan antara 0,10 m – 1,10 m. Formasi Warukin ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Berai dalam lingkungan paralik, dan umurnya diperkirakan Miosen Bawah – Miosen Tengah. Arah jurus dari formasi ini berkisar dari N 1950 E – N 2450 E dengan kemiringan lapisan antara 400 – 850.

e. Formasi Dahor

Formasi ini merupakan batuan sedimen Tersier termuda yang tersingkap di bagian Baratlaut daerah pengkajian. Litologinya terdiri dari batupasir kuarsa, konglomerat dan batulempung, setempat terdapat lignit dan limonit. Batupasir kuarsa, berwarna putih - abu-abu muda, berbutir sedang - kasar, bentuk butir menyudut tanggung (sub angular) - membundar tanggung (sub rounded), mudah hancur, berlapis, fragmennya didominasi oleh kuarsa dalam masa dasar lempung atau tersemen oleh silika halus dan oksida besi.

Konglomerat berwarna putih kecoklatan, mudah hancur dan keras, berbutir halus - kerikil berukuran hingga 3 cm, bentuk butir membulat tanggung - membulat, terpilah baik, komponennya didominasi oleh kuarsa asap didalam masa dasar batupasir kuarsa. Batulempung berwarna abu-abu muda - kecoklatan, lunak – padu, setempat mengandung kaolin;

(22)

f. Aluvium

Formasi ini merupakan endapan termuda yang merupakan hasil erosi dari batuan yang lebih tua berupa aluvium terdiri dari endapan sungai dan rawa, gambut, lempung, pasir halus dan kerikil. Pada Gambar 3.1 dapat di lihat peta geologi lokal daerah pengkajian.

3.1.2.3. Struktur Geologi

Struktur geologi yang dijumpai di lokasi pengkajian adalah struktur

homoklin/monoklin dengan arah jurus umum N 223O E (Baratdaya–Timurlaut) - N 313O E (Tenggara–Baratlaut) dan dengan kemiringan umum (dip) antara 200 – 450.

GAMBAR 3.1. PETA GEOLOGI LOKAL DAERAH PENGKAJIAN DAN SEKITARNYA

3.2. Eksplorasi Batubara

3.2.1. Pemboran Inti

Untuk mengetahui ketebalan dan jenis lapisan batuan, maka telah dilakukan pemboran inti (core drill) sebanyak 7 (tujuh) buah titik bor di daerah pengkajian yang telah dilakukan PT. Sumber Kurnia Buana (PT. SKB), seperti terlihat pada Gambar 3.2.

(23)
(24)

Pada Gambar 3.3 dapat di lihat penampang (profil) lubang-lubang bor yang menunjukkan bahwa daerah pengkajian didominasi oleh batulempung dengan diselingi batupasir. Pada Lampiran A dapat di lihat Rock Quality Designation Log Bor (RQD-Log Bor) daerah pengkajian.

Hasil pengeboran inti dilakukan pemercontoan geoteknik (geotechnique

sampling), yaitu 20,00 m di atas lapisan (seam) batubara C dan 10,00 m di bawah

lapisan (seam) batubara C, yang kemudian dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik di laboratorium geomekanika Bandung.

GAMBAR 3.3. TITIK-TITIK BOR DI WILAYAH SARANG BURUNG, DESA PUALAM SARI, TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

(25)

Data-data litologi titik-titik lubang bor DSB-01, DSB-04 dan DSB-05 adalah sebagai berikut :

a. Lubang Bor DSB-01

Litologi di atas lapisan batubara (seam) C adalah batulempung dengan ketebalan 6.00 m, di atasnya, yaitu batupasir setebal 9.25 m. Pada lubang bor ini, ketebalan lapisan batubara (seam) C adalah 3.75 m. Sedangkan di bawah lapisan batubara (seam) C ini terdapat batulempung karbonan, batulanau dan batulempung karbonan.

b. Lubang Bor DSB-04

Litologi di atas lapisan batubara (seam) C adalah batulempung dengan ketebalan 5.95 m. Pada lubang bor ini, ketebalan lapisan batubara adalah 3.50 m. Sedangkan dibawah lapisan batubara (seam) C ini terdapat batulempung dengan sisipan batupasir.

c. Lubang Bor DSB-05

Litologi di atas lapisan batubara (seam) C adalah batulempung dengan ketebalan 7.70 m. Pada lubang bor ini, ketebalan lapisan batubara (seam) C adalah 3.50 m. Di bawah lapisan batubara (seam) C ini terdapat batulempung dengan sisipan batupasir.

3.2.2. Lapisan Batubara

Wilayah (area) Sarang Burung adalah wilayah yang direncanakan akan dilakukan penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah. Pada data lubang bor DSB-01, ditemukan lapisan batubara seam C pada kedalaman 289.00 m dengan kemiringan 180. Ini menunjukkan kemungkinan adanya pelandaian kemiringan ke arah down dip sesuai dengan bentuk morfologinya yang relatif landai – datar.

Ditemukan juga adanya zona breksiasi, pada kedalaman 183.15 m (setebal 1.70 m) dan 251.50 m (setebal 0.75 m). Hal ini menandakan adanya gejala struktur yang akan menyebabkan terjadinya zona lemah disekitarnya, sehingga perlu diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan tambang nantinya. Pada data lubang bor DSB-02 ditemukan lapisan batubara seam C pada kedalaman ± 193.00 m dengan kemiringan ± 180. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya pelandaian

(26)

kemiringan ke arah down dip sesuai dengan bentuk morfologinya yang relatif landai – datar, yaitu 80 – 100. Tidak ditemukan munculnya seam lain di atas seam C, karena diperkirakan adanya penipisan hingga menghilang dan gejala struktur tidak ditemukan.

Pada lubang bor ini banyak dijumpai batulempung dengan sedikit sisipan batupasir yang cukup tebal dan memiliki porositas (kesarangan) yang baik sebagai lapisan pembawa air yang merupakan aquifer pada kedalaman 101.20 m, tebal 20.00 m. Batupasir dengan sisipan batulanau dan batulempung dan satuan batulempung dengan sisipan batulanau dan batupasir.

Pada batulempung juga ditemukan lapisan pembawa air yang relatif tebal dan bersifat permeabel, yang menyebabkan air mengalir di atas atau di bawah lapisan tersebut, yaitu pada kedalaman 5.20 m, tebal 64.00 m.

3.2.3. Sumberdaya dan Kualitas Batubara

Dari beberapa lapisan batubara yang ada di daerah kajian, hanya satu lapisan yang akan ditambang dengan metode Longwall yaitu lapisan (seam) batubara C. Perkiraan sumberdaya lapisan (seam) batubara C di daerah rencana penambangan seluas 190 Ha adalah Volume = Luas daerah penambangan (m2) x tabal (m) = 190 ha x 10.000 m2/ha x 2,50 m = 4.750.000 BCM. Tonase = Volume (BCM) x density (ton/m3) = 4.750.000 BCM x 1,3 ton/m3 = 6.175.000 ton.

Kualitas batubara seam C berdasarkan hasil uji laboratorium adalah :

 Nilai kalori rata-rata (adb) = 7.209 kcal/kg

 Kandungan sulphur total rata-rata = 0,85 %

 Kandungan abu rata-rata = 10,08 %

 Kandungan air total rata-rata = 4,64 %

Hasil pengujian kualitas batubara secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1.

3.3. Hidrologi

3.3.1. Air limpasan (Surface Run Off)

Air limpasan (surface run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut. Aliran tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat intensitas

(27)

hujan melampaui kapasitas infiltasi atau faktor lain, seperti kemiringan lerang, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi dan air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, kemudian keluar lagi ke permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah.

TABEL 3.1

KUALITAS BATUBARA DI WILAYAH BUKAAN TAMBANG SARANG BURUNG

Jumlah (debit) air hujan yang masuk ke dalam bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung dapat dihitung berdasarkan daerah tangkapan (catchment area) bukaan tambang (pit) tersebut seluas ± 31,23 Ha dan peta daerah tangkapannya dapat di lihat pada Gambar 3.4.

Perkiraan aliran puncak (peak flow estimation) menggunakan kurva frekuensi intensitas lamanya curah hujan dari hidrologi untuk pengairan (Takeda dan

Sosrodarsono, 1993).

Untuk menghitung debit air limpasan puncak (peak discharge = Q) digunakan rumus sebagai berikut :

Q = FC I A m3/detik

Keterangan :

Q = debit limpasan puncak/peak discharge (m3/detik);

F = 1/360;

KUALITAS

NO. NO. BOR X Y Ash TS C.V (K.Cal/Kg) TM IM VM FC HGI DENSITY TEBAL NAMA (%) (%) a.d.b d.a.f (%) (%) (%) (%) (Ton/M3) SEAM

1 DH-01 6736.216 6625.723 9.10 0.16 7,363 8,264 - 1.80 44.30 44.80 38.00 1.00 3.75 C 2 DSB-01 7244.932 6293.133 7.51 1.05 7,499 8,304 3.02 2.18 46.22 44.09 40.00 - 3.84 C 3 DSB-02A 7292.925 6708.165 5.88 0.87 7,655 8,326 2.96 2.18 46.27 45.67 38.00 -2.90 C 4 DSB-03 7121.591 7004.378 10.96 0.62 7,121 8,195 4.57 2.15 43.37 43.52 41.00 1.32 3.92 C 5 DSB-05 6927.210 5999.976 7.88 0.46 7,393 8,202 9.94 1.98 44.88 45.26 40.00 1.29 3.10 C 6 DSB-06 6974.146 6425.412 8.74 0.63 7,310 8,218 2.73 2.31 44.44 44.51 43.00 1.29 3.15 C 7 DSB-07 7449.131 7090.259 10.80 0.63 7,155 8,219 5.92 2.15 44.05 43.00 40.00 1.30 2.95 C 5.88 0.16 7,121 8,195 2.73 1.80 43.37 43.00 38.00 1.00 2.90 10.96 1.05 7,655 8,326 9.94 2.31 46.27 45.67 43.00 1.32 3.92 AVERAGE 8.70 0.63 7,357 8,247 4.86 2.11 44.79 44.41 40.00 1.24 3.37 Minimum Maximum

(28)

C = 0,9

I = intensitas curah hujan (mm/jam);

A = luas daerah tangkapan (catchment area) (km2).

Intensitas curah hujan yang mungkin timbul di daerah Sarang Burung adalah seperti pada Tabel 3.2.

GAMBAR 3.4. DAERAH TANGKAPAN WILAYAH EKS. LUBANG BUKAAN TAMBANG(PIT) BATUBARA TERBUKA SARANG BURUNG

(29)

TABEL3.2

INTENSITAS CURAH HUJAN DI DAERAH SARANG BURUNG Lamanya

Curah Hujan

Rata-rata curah hujan (mm/jam) interval berulang

2 tahun 3 tahun 5 tahun 7 tahun 10 tahun 20 tahun

1 jam 26,3 31,1 37,4 41,2 45,1 52,7

2 jam 18,6 22,1 126,6 29,4 32,2 37,8

6 jam 10,8 12,8 15,5 17,1 18,7 22,1

12 jam 7,6 9,1 11,0 12,1 13,3 15,7

Puncak aliran (peak flow) dihitung pada masing masing periode ulang dan lamanya, seperti terlihat pada Tabel 3.3.

TABEL 3.3

PUNCAK ALIRAN (PEAK FLOW) YANG DIRAMALKAN DI DAERAH SARANG BURUNG

Lamanya Curah Hujan

Rata-rata Peak Flow (m3/detik) Interval Berulang

2 tahun 3 tahun 5 tahun 7 tahun 10 tahun 20 tahun

1 jam 2,0 2,4 2,9 3,2 3,5 4,0

2 jam 1,4 1,7 2,0 2,2 2,5 2,9

6 jam 0,8 1,0 1,2 1,3 1,4 1,7

12 jam 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,2

Hasil dari Tabel 3.3 dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah air yang masuk ke dalam bukaan tambang (pit) dalam waktu yang tersedia (sebagai

contoh satu jam dalam periode ulang dua tahun akan menghasilkan volume 2 x 3.600 m3 =7200 m3).

3.3.2. Air Tanah

Air yang terinfiltrasi di daerah isian (recharge area) akibat presipitasi memberikan input kepada keterdapatan air di bawah permukaan. Kontrol-kontrol yang berpengaruh dalam infiltrasi antara lain karakter hidrolik material yang dilalui, patahan, kemiringan lereng, dan kondisi vegetasi di daerah tersebut. Dengan adanya lapisan yang relatif kedap air (lempung), infiltrasi langsung dari atas daerah rencana tambang bawah tanah sangat kecil.

(30)

Masuknya air tanah lebih banyak dikontrol oleh adanya :

- patahan/kekar mendatar dan miring;

- perlapisan yang tersingkap akibat adanya patahan naik, sehingga daerah Timur merupakan daerah recharge bagi formasi. Tetapi karena adanya aktifitas penambangan sepanjang coal bed, maka diperkirakan recharge ke arah akuifer yang berada diatas lokasi penambangan akan terganggu;

- Adanya lubang bor eksplorasi yang tidak ditutup dengan benar akan menyebabkan masuknya air dari satu akuifer ke akuifer yang lain seperti pada Gambar 3.5.

Water Table

Static Water Level

Piezometric Surface Aquifer 2

Piezometric Surface Aquifer 1 Land Surface Aquifer 1 Aquifer 2 unscale

GAMBAR 3.5. PERUBAHAN TATA ALIRAN AIR TANAH AKIBAT LUBANG BOR EKSPLORASI YANG TIDAK DITUTUP DENGAN BENAR

(31)

Pada saat penambangan akan muncul air tanah, air ini berasal dari rembesan air tanah pada dinding dan atap serta bukaan tambang yang memotong lapisan akuifer. Untuk menghitung debit air tanah digunakan rumus Darcy sebagai berikut : Q = K . i . A Keterangan : Q = debit (m3/detik) i = gradien hidrolik A = luas penampang (m2)

K = konduktivitas hidrolik (m/detik)

3.4. Geohidrologi

3.4.1. Akuifer

Dengan melakukan pengeboran dapat diketahui lapisan akuifer yang terdapat pada wilayah penambangan ini. Hasil menunjukkan bahwa lapisan akuifer yang utama di blok Sarang Burung adalah lapisan batupasir bagian atas dan lapisan batupasir bagian atas lapisan batubara, hal ini dapat di lihat pada susunan stratigrafi pada Gambar 3.6 dan Gambar 3.7.

Penentuan nilai konduktifitas hidrolik (K) dilakukan dengan metode

Bouwer-Rice dengan menggunakan slug test. Proses slug test dilakukan dengan

menggunakan tekanan udara yang dimasukan ke pipa pelindung (casing) di atas saringan. Detail desain dari proses Bouwer-Rice dapat dilihat pada Gambar 3.8. Kenaikan muka air tanah diukur sejak tekanan udara dihentikan. Kondisi untuk masing-masing akuifer ditunjukan pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5.

Lapisan akuifer yang mempengaruhi operasi penambangan hanya akuifer 2 (lihat Gambar 3.6 dan Gambar 3.7).

3.4.2. Lapisan Kedap Air

Lapisan kedap air yang berada di atas batubara yang akan ditambang relatif tidak begitu tebal. Lapisan kedap air yang berada di atas batubara adalah coaly shale

(32)

kemiringan batubara. Adanya posisi lapisan akuifer dan lapisan kedap air yang relatif tidak begitu tebal diperkirakan akan mempengaruhi keamanan dan kestabilan bukaan.

TABEL 3.4

KONDISI AKUIFER DI LUBANG TAMBANG (PIT) SARANG BURUNG

No. Akuifer Kondisi

Ketebal-an akui-fer (m) Jarak dr batubara (m) Piezomet-ric Surfa-ce (m) Debit (l/menit) Nilai K (m/detik) DSB -01 1 Flowing 4,2 80 +1,92 0,9* 1 x 10 -7 2 Flowing 3,7 1,65 +0,9 0,7* 3 x 10-8 DSB-02A 1 Flowing 2,6 86,7 +5,1 7,8** 9,4 x 10 -7 2 Flowing 2,6 20,7 +6,39 4,8** 8,8 x 10-7

*discharge pada ketinggian 0,54 m dari permukaan ** discharge pada ketinggian 1,5 m dari permukaan

TABEL 3.5

KONDISI AKUIFER DI LUBANG TAMBANG (PIT) SARANG BURUNG

No. Akuifer Kondisi

Ketebal-an akui-fer (m) Jarak dr batubara (m) Piezomet-ric surfa-ce (m) Debit (L/menit) Nilai K (m/detik) DSB -01 1 Flowing 4,2 80 +1,92 0,9* 1 x 10 -7 2 Flowing 3,7 1,65 +0,9 0,7* 3 x 10-8 DSB-02A 1 Flowing 2,6 86,7 +5,1 7,8** 9,4 x 10 -7 2 Flowing 2,6 20,7 +6,39 4,8** 8,8 x 10-7

*discharge pada ketinggian 0,54 m dari permukaan ** discharge pada ketinggian 1,5 m dari permukaan

(33)

GAMBAR 3.6. KONDISI AKIFER DI DSB-01 DSB-02A Final Slope PIT Sekarang 6.39m 5.1m MAT MAT 700 800 900 1000 -50 -25 0 25 50 75 100 125 150 175 200 Aquifer Aquifer Aquifer

(34)

Lempung Semen Pasir Sedang Kerikil Ø >2mm Semen Pasir Sedang Plug Saringan 3m

Ø 34" (Stand Pipe Tube)

Ø 4mm (Air hose) 39.22m 3m 2m 2m 32cm 121m 2m 2m 8m Permukaan Tanah HQ (Ø = 89mm) Casing Saringan 3m Kerikil Ø >2mm Cutting Cutting 1. DSB 01 54cm Plug

(35)

IV. METODOLOGI

Metodologi kajian geoteknik tambang batubara bawah tanah daerah Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan dapat di lihat pada Gambar 4.1.

GAMBAR 4.1. METODOLOGI PENGKAJIAN GEOTEKNIK TAMBANG

BAWAH TANAH

Studi Literatur

Laporan-Laporan Geologi

Tambang, Bor Eksplorasi dan

Hidrologi dan Hidrogeologi

Pemercontoan Geoteknik

Sumberdaya Batubara

Kualitas Batubara

Karakteristik Massa Batuan

Pemodelan Geologi

Stabil ?

SF > 1.2

Saran/Rekomendasi Desain

STOP

Analisa Rancangan Lubang Bukaan

dan Pemodelan

Getaran

Peledakan/ Gempa

Tidak

(36)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kajian Geoteknik

Laporan kajian geoteknik berisikan hasil uji laboratorium geomekanika, analisa data, rekomendasi dimensi pilar, sistem penyanggaan, serta analisa kemampuan-galian di bukaan tambang (pit) Sarang Burung.Hasil kajian geoteknik ini adalah dimensi pilar, jenis penyanggaan dan metoda penggalian yang digunakan pada metoda penambangan bawah tanah sistem Longwall atau Semi Longwall Mining. Selanjutnya, hasil kajian ini dipergunakan sebagai parameter masukan dalam rancangan (desain) tambang.

Untuk menentukan dimensi pilar yang tepat diperlukan perhitungan kekuatan pilar. Dalam perhitungan ini diperlukan data hasil pengujian laboratorium geomekanika dari material yang berfungsi sebagai pilar yaitu batubara adalah pengujian sifat fisik dan pengujian sifat mekanik (pengujian kuat geser langsung, pengujian triaxial, dan pengujian kuat tekan).

Dari pengujian sifat fisik diperoleh parameter yang diperlukan sebagai masukan (input) analisis, diantaranya adalah bobot isi jenuh (sat) dan bobot isi alami (nat).

Dari pengujian kuat geser langsung diperoleh parameter batuan yang berupa nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ). Pada pengujian kuat tekan diperoleh parameter sifat mekanis, yaitu kuat tekan (c), modulus Young’s (E), dan Poisson’s ratio (). Sedangkan

dari pengujian triaxial diperoleh data kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ). Data-data karakteristik material dapat di lihat pada Tabel 5.1.

TABEL 5.1

DATA KARAKTERISTIK MATERIAL DI BUKAAN TAMBANG (PIT) BATUBARA TERBUKA SARANG BURUNG

No. Jenis Batuan sat (KN/m3) c (MPa) Φ (derajat)

1. Batupasir (Sandstone) 24,43 0,229 35

2. Batulempung (Claystone) 22,36 0,270 37

(37)

Dalam menentukan sistem penyanggaan diperlukan data, yaitu peringkat/klasifikasi massa batuan Bieniawski, Rock Mass Rating (RMR), yang selanjutnya dikorelasikan pada tabel sistem penyanggaan berdasarkan RMR. Nilai RMR dapat dijadikan pedoman (acuan) untuk menentukan metoda penggalian pada tambang bawah tanah dan jenis material untuk membantu penyangga utama (pillar).

5.1.1. Uji Geoteknik

Rekapitulasi hasil pengujian sifat mekanik batuan, dimana nantinya digunakan untuk analisa geoteknik dapat di lihat pada Tabel 5.2.

5.1.1.1. Analisa Hasil Pengujian Laboratorium

Dengan data hasil pengujian laboratorium dan kondisi massa batuan untuk atap (roof) dan alas/lantai (floor) dan batubara pada daerah ini dapat diketahui nilai peringkat atau klasifikasi massa batuan (RMR) yang menunjukkan kelas dari masa batuan pada wilayah bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung, yang ada pada Tabel 5.3.

Masa batuan pembentuk atap (roof) mempunyai nilai RMR = 38, maka material pada atap tersebut termasuk pada batuan kelas IV, yaitu masa batuan lemah (poor rock). Dari nilai RMR tersebut dapat diketahui bahwa untuk span 1,50 meter,

stand-up time adalah sebesar 50 jam dan apabila span = 6,50 meter, maka stand-stand-up time adalah

sebesar 5 jam.

5.1.1.2. Kondisi Batuan Atap dan Batuan Alas/Lantai

Batuan atap pada umumnya adalah batulempung (clay stone) dengan ketebalan rata-rata 10,96 m dengan klasifikasi (peringkat masa batuan (RMR) lebih keurang 38, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai masa batuan Kelas IV atau masa batuan lemah (poor rock mass). Dengan demikian, maksimum lubang bukaan tanpa penyangga (unsopported span) untuk batulempung ini adalah 11,00 m.

(38)

TABEL 5.2.

HASIL PENGUJIAN GEOMEKANIKA DI WILAYAH BUKAAN TAMBANG SARANG BURUNG

No. Lubang Bor Litologi Kedalaman (m) Bobot Isi Jenuh (sat) (gr/cm2)

Uji Kuat Tekan Uji Triaxial Uji Kuat Geser Langsung c (MPa) E (Mpa) Cp (Mpa) Φp (derajat) Cr (Mpa) Φr (derajat) 1. DSB-01 Silt Sand Clay Silt 110,74 – 112,65 112,65 – 120,08 122,70 – 129,13 129,13 – 126,90 2,3821 7,8234 156,700 0,395 1,5567 39.207 0,209 11.73 2. DSB-02A Sand Silt Clay Sand Silt Clay 125,49 – 125,68 126,00 – 126,16 127,78 – 129,31 134,00 – 151,67 154,67 – 154,90 159,31 – 159,63 2,3550 9,1356 71,460 0,385 0,8850 26.541 0,116 23.74 3. DSB-03 Sand Silt Sand Clay Silt 266,50 – 268,67 273,52 – 273,75 274,00 – 279,00 281,64 – 281,80 283,00 – 288,64 2,0440 20,2849 311,000 0,380 1,6153 44.798 0.022 24.74 4. DSB-04 Clay Silt Sand 309,75 – 309,95 309,95 – 312,90 313,73 – 317,73 2,4880 21,2640 117,580 0,435 2,1655 48.280 0.178 23.38 5. DSB-05 Silt Sand Silt Clay 134,10 – 134,42 137,33 – 147,62 149,29 – 158,74 162,24 – 162,47 2,4130 8,2977 78,050 0,320 1,7086 43.977 0.013 15.22 Keterangan :

c : Kohesi Φ : Sudut Geser Dalam

c : Kuat Tekan E : Modulus Young;s

 : Nisbah (Ratio) Poisson’s sat : Berat Jenis Kondisi Jenuh

Cp : Kohesi Peak Cres : Kohesi Residual

MS : Batulumpur (Mud Stone) SS : Batupasir (Sand Stone) ST : Batulanau (Silt Stone)

(39)

Waktu stabil tanpa penyangga (stan-up time) akan dikontrol oleh lebar lubang bukaan (span) yang akan diterapkan dalam kegiatan penambangan maupun dalam kegiatan pembuatan lubang masuk seperti : main shaft, slope shaft dan atau panel gate. Sebagai ilustrasi, penentuan perkiraan stand-up time dalam kaitannya dengan lebar lubang bukaan (span), dapat di lihat pada Gambar 5.3.

TABEL 5.3

PERINGKAT MASA BATUAN (ROCK MASS RATING) PADA MATERIAL ATAP (ROOF) (Batulumpur/Mud Stone, tebal 1,60 m)

No. Parameter Selang Nilai Peringkat

1. UCS (MPa) 5 – 25 2

2. RQD (%) 75 -90 17

3. Spacing of Discontinuty (cm) 20- 60 10

4. Condition of Discontinuty Slickensided surface or Gauge < 5 mm

thick

10

5. Air Tanah (Ground Water) Dribping 4

6. Effect of Discontinuty Fair (irrespective of Strike; Dip 0 – 20)

-5

Peringkat Masa Batuan (RMR) 38

Sumber : Geotechnical Result Sarang Burung Mine (2008 – 2009)

Batuan lantai/alas (floor) di daerah Sarang Burung pada umumnya adalah batulempung bersifat karbon (carbonaceous claystone), dengan ketebalan 0,70 meter dan batulanau (siltstone) dengan ketebalan 2,35 meter. Klasifikasi atau peringkat masa batuan (RMR) batuan alas/lantai adalah antara 31 sampai 33, sehingga termasuk dalam batuan kelas IV dengan peringkat atau klasifikasi masa batuan lemah (poor rock). Batuan jenis ini, jika terembes oleh air tanah akan mudah berubah menjadi lemah, sehingga semua ujung bawah penyangga kayu (post) dan steel set support perlu diperhitungkan untuk dipasangi papan kayu penahan (sepatu).

(40)

GAMBAR 5.1. GRAFIK PENENTUAN WAKTU STABIL TANPA PENYANGGA

5.1.2 Penentuan Dimensi Pilar

5.1.2.1. Pendekatan Analisis

Pendekatan analisis dalam perhitungan dimensi pilar adalah :

a. Sifat fisik dan mekanik batuan yang digunakan yaitu dari hasil pengujian geoteknik (lihat Tabel 5.2);

b. Nilai kuat tekan (c), Modulus Young’s (E), Poisson’s Ratio (), kohesi (c) dan

sudut geser dalam (Φ) yang digunakan dalam perhitungan dimensi pilar diambil berdasarkan analisis statistik, yaitu dipilih nilai terkecil antara nilai rata-rata dan medianya. Sedangkan nilai bobot isi jenuh (sat) diambil nilai

(41)

c. Untuk kondisi tertentu (hanya terdapat satu perconto/sample atau tidak ada perconto/sample sama sekali), maka nilai-nilai sifat batuan didekati dengan pendekatan tertentu.

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan adalah dengan berat jenis material yang disangga adalah dengan menggunakan berat jenis rata-rata lapisan tanah penutup (overburden).

5.1.2.2. Parameter Pilar

Pilar pada penambangan batubara bawah tanah dengan metoda Longwall

mining berada pada lapisan batubara. Parameter yang digunakan diperoleh dari

pengujian laboratorium geomekanika, seperti ditunjukkan pada Tabel VII, yang selanjutnya digunakan sebagai parameter untuk menghitung dimensi dan faktor keamanan (FK) pilar. Untuk menghitung pilar digunakan parameter-parameter sebagai berikut :

- Variasi kedalaman yang dipakai;

- Kuat tekan batubara pada laboratorium;

- Kuat tekan batubara in-situ;

- Berat jenis matrial tanah penutup (overburden);

- Poisson’s ratio overburden; - Lebar lubang bukaan;

- Tinggi lubang bukaan;

- Lebar panel;

- Panjang panel;

- Ketebalan rata-rata lapisan batubara.

5.1.3. Penentuan Jenis Penyangga

Penentuan jenis penyangga yang diperlukan pada rencana tambang bawah tanah di Sarang Burung dapat ditentukan berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) dari massa batuan. Dari perhitungan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR), dimana masa batuan di daerah ini baik atap (roof), batubara maupun alas/lantai

(42)

(floor) termasuk pada batuan kelas IV yaitu masa batuan lemah (poor rock). Maka berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) ini, jenis penyangga yang diperlukan untuk batuan di wilayah tersebut di bagi menjadi dua bagian, yaitu sistem penyanggaan untuk panel dan sistem penyanggaan untuk slope dan roadway.

Sistem penyanggaan yang akan digunakan pada panel adalah menggunakan penyangga besi baja berbentuk tapal kuda dengan pertimbangan bahwa penyangga tersebut bisa dipasang dengan cepat dan dapat dilepas untuk dipasang di panel penambangan lainnya. Sedangkan untuk sistem penyanggaan yang digunakan pada

slope dan roadway adalah cable bolt dan pada daerah runtuhan serta pada dinding

ditambahkan wire mesh dan shortcrete.

5.1.4. Jenis Penggalian

Penentuan jenis penggalian yang diperlukan pada rencana tambang batubara bawah tanah di daerah ini ditentukan berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) dari masa batuan di daerah tersebut. Berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) tersebut, maka penggalian yang dilakukan adalah penggalian dengan sistem mekanis penuh (fully mechanized), dimana pembongkaran (loosening/breaking) batubara dilakukan pada sebuah panel dan dilakukan secara terus menerus (kontinyu) menggunakan peralatan yang sepenuhnya mekanis, yaitu road header. Untuk lubang bukaan besar (lebih dari 3,00 meter) dapat digunakan metoda top heading dengan kemajuan top heading 1,00 – 1,50 m. Penyangga dipasang tiap 10,00 m setelah menggali permuka kerja (face) lapisan batubara. Setelah batubara diambil, panel bekas penambangan dibiarkan ambruk. Produksinya dilakukan dengan menggunakan mesin

drum shearer yang membongkar batubara, dan didukung oleh powered roof support

(PRS) yang berada di belakangnya untuk menyediakan penyanggaan sementara. Drum

shearer dan powered roof support (PRS) akan bergerak maju seiring pergerakan

penggalian batubara.

Penambangan dengan metoda Longwall ini hanya dapat dilakukan pada batubara dengan wilayah (area) yang cukup luas dan mempunyai kemiringan (dip) yang tidak begitu curam. Proses penambangannya dilakukan pada sebuah panel yang telah

(43)

dipersiapkan, kemudian setelah batubara diambil, maka daerah yang berada dibelakangnya akan ditinggalkan dan dibiarkan runtuh.

Penambangan dimulai dengan cara membuat jalan masuk ke dalam lubang ke arah panel batubara yang akan ditambang. Setelah mencapai daerah yang akan dijadikan panel, maka proses persiapan penambangan dilakukan seperti pembuatan Main Gate dan Tail Gate pada panel dan transportai alat. Kemudian dilakukan penambangan pada panel tersebut.

Main Gate merupakan jalan yang digunakan untuk pengangkutan batubara

yang telah dibongkar pada panel. Sedangkan Tail Gate merupakan jalan yang berfungsi untuk layanan (service) pada kegiatan penambangan pada panel. Pembuatan panel ini didasarkan pada letak batubara, dimana pada daerah tersebut mempunyai ketebalan yang relatf besar. Arah penambangannya bisa dilakukan secara maju (advanced) atau mundur (retreat) dari jalan utama. Untuk penambangan batubara pada daerah bukaan tambang (pit) Sarang Burung akan menggunakan metoda fully mechanized retreat

Longwall system, dimana penambangan dilakukan mundur ke arah jalan utama dan

dengan menggunakan peralatan yang sepenuhnya mekanik.

5.2. Kajian Hidrologi dan Geohidrologi

Satuan litologi di daerah ini banyak didominasi oleh batulempung, batulanau dengan banyak perselingan dan sisipan batupasir, batulempung dengan sisipan batupasir, batupasir, dan batubara.

Batupasir yang ditemukan di lokasi ini ada yang cukup tebal dan memiliki porositas yang baik sehingga akan menjadikan lapisan ini sebagai lapisan pembawa air. Hal ini dapat dibuktikan dengan keluarnya air dari salah satu lubang bor dengan debit 0.26 liter per detik.

Lapisan batupasir berukuran kasar sampai sedang (coarse-middle) muncul cukup tebal pada kedalaman 259.60 m (tebal 8.60 m) dan pada kedalaman 273.75 m (tebal 9.25 m) dan ini merupakan lapisan pembawa air (akuifer). Dan juga ada beberapa satuan batupasir dengan banyak sisipan lempung atau lanau yang tidak menutup kemungkinan sebagai lapisan pembawa air (akuifer).

(44)

Batulempung yang relatif tebal dan bersifat lulus air (permeabel) akan menyebabkan air mengalir di atas atau di bawah lapisan tersebut yaitu pada kedalaman 4.90 m (tebal 28.90 m) dan 103.80 m (tebal 64.40 m). Batupasir juga ditemukan di lokasi yang lain. Batupasir ini ada yang cukup tebal dan memiliki kesarangan (porositas) yang baik akan menjadikan lapisan ini sebagai lapisan pembawa air (aquifer).

Hal ini dapat dibuktikan dengan keluarnya air dari salah satu lubang bor dengan debit 0.63 liter/detik. Juga ditemukan adanya lapisan batupasir yang cukup tebal dan merupakan lapisan pembawa air (akuifer) pada kedalaman 101.20 meter (tebal 20.00 m). Gambar 5.2 menunjukkan perkiraan letak lapisan pembawa air (akuifer) di wilayah (area) eks. bukaan tambang batubara terbuka Sarang Burung.

GAMBAR 5.2. PERKIRAAN LETAK AKUIFER DI AREA SARANG BURUNG

5.2.1. Neraca Air (Water Balance)

Neraca air tahunan di lokasi tambang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(45)

P = ET + R + I + Ss + Sg Keterangan :

P = besarnya curah hujan tahunan (mm);

ET = besarnya evapotranspirasi aktual tahunan (mm); R = besarnya air limpasan (surface runoff) mm; I = besarnya infiltrasi (mm);

Ss = perubahan ketersediaan air (dianggap nol dalam jangka panjang);

Sg = perubahan kelembaban tanah (dianggap nol dalam jangka panjang).

Hasil perhitungan setiap komponen necara air di lokasi penambangan adalah sebagai berikut :

a. Curah Hujan

Berdasarkan data iklim daerah rencana penambangan diketahui bahwa curah hujan bulanan maksimum periode 2005 - 2010 terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 431.00 mm/bulan, maka intensitas curah hujan maksimum dalam selang waktu 1 hari = 13,90 mm.

b. Evapotranspirasi

Evaporasi adalah penguapan air secara langsung baik dari air yang menempel pada tumbuhan, permukaan tanah atau badan perairan (mata air, sungai). Sedangkan transpirasi adalah penguapan air yang terisap melalui sistem perakaran dengan perantaraan tumbuhan. Evapotranspirasi dapat dihitung dengan memakai rumus Turc (1952) sebagai berikut :

ET = P/{ 0,9 + (P/fT)2 }0,5

Keterangan :

ET = Evapotranspirasi tahunan (mm); P = Jumlah curah hujan tahunan (mm);

fT = Fungsi suhu = 300 + 25 t + 0,05 t2, dengan t adalah suhu rata-rata tahunan dalam derajat Celcius, di lokasi suhu rata-rata bulanan 25o Celcius.

(46)

Berdasarkan hasil perhitungan P = 5172 mm per tahun, fT = 956, ET = 905 mm/tahun atau sebesar 34% dari curah hujan.

c. Air Limpasan (Surface Runoff)

Untuk mengetahui seberapa besar jumlah air limpasan, maka ditentukan angka koefisien air limpasan (C) yang merupakan angka perbandingan antara volume air yang dialirkan di permukaan tanah terhadap besarnya volume air hujan yang jatuh. Angka koefisien air limpasan (C) ditentukan berdasarkan Tabel 5.4.

TABEL 5.4

NILAI KOEFISIEN LIMPASAN

No Kemiringan Tata guna lahan tutupan (Landuse) Koefisien

Limpasan

1. < 3 %

Sawah, rawa Hutan, perkebunan

Perumahan dengan kebun

0,2 0,3 0,4 2. 3 – 15 % Hutan, perkebunan Perumahan

Tumbuhan yang jarang

Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan

0,4 0,5 0,6 0,7 3. > 15 % Hutan Perumahan, kebun Tumbuhan yang jarang

Tanpa tumbuhan, daerah tambang

0,6 0,7 0,8 0,9

Sumber : C.W Fetter. Applied Hidrogeology. 1994

Kemiringan lahan di daerah pengkajian adalah >15% dengan tata guna lahan tutupan (landuse) 80% berupa hutan dan 20% daerah tambang, maka angka koefisien air limpasan (C) ditetapkan sebesar = 56% dari curah hujan yaitu sebesar 1.924 mm.

d. Peresapan (Infiltrasi)

Berdasarkan hasil perhitungan ternyata bila turun hujan, maka akan terjadi pendistribusian volume air yaitu sekitar 34% akan diuapkan melalui vegetasi, sungai, genangan air yang ada, 56% akan dialirkan di permukaan tanah sebagai air limpasan dan sisanya 10% akan diresapkan kedalam tanah untuk mengisi akuifer dangkal atau muncul sebagai air luahan pada mata air.

(47)

Besarnya resapan (infiltrasi), I = 10% x 2672 mm/tahun = 267 mm/tahun. Jumlah hari hujan = 167 hari/tahun, maka infiltrasi = 267 mm/tahun : 167 hari/tahun = 1,60 mm/hari.

5.2.2. Debit Air Tanah Ke Dalam Lubang Bukaan Tambang

Jumlah (debit) air tanah yang masuk ke dalam lubang bukaan tambang bawah tanah tergantung pada :

Luas daerah tangkapan air (catchment area) di Sarang Burung = 6.325.632 m2;

 Peresapan air (infiltrasi) = 1,60 mm/hari = 0,0016 m/hari

 Volume air yang meresap ke dalam tanah = 0,0016 m/hari x 6.325.632 m2 = 10.121 m3/hari = 421 m3/jam.

Air resapan tersebut akan mengisi akuifer yang ada (batupasir), muncul di permukaan sebagai mata air dan sebagaian lagi masuk ke dalam lubang bukaan tambang.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa debit air tanah maksimal yang masuk ke dalam tambang adalah 35 liter/detik atau 126 m3/jam, debit ini diperkirakan berasal dari peresapan air di daerah studi. Pada Gambar 5.3 dapat di lihat daerah tangkapan air dan daerah tambang.

5.2.3. Pengendalian Air Tambang

5.2.3.1. Pengendalian Air Limpasan

Sebagai upaya untuk mencegah agar air limpasan tidak masuk ke tambang, maka haruslah dibuat saluran di sekitar wilayah penambangan. Dengan upaya tersebut diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi air limpasan yang akan masuk ke dalam lokasi penambangan.

(48)

GAMBAR 5.3. DAERAH TANGKAPAN AIR DAN DAERAH TAMBANG

5.2.3.2. Perkiraan (Estimasi) Air Masuk Kedalam Tambang

Daerah yang akan ditambang berada di bagian Timur dari operasi penambangan tambang terbuka yang ada sekarang. Mulut portal (shaft) akan berada + 100 m dml. Penambangan akan dilakukan sampai elevasi – 160 m di atas permukaan laut (dml) dengan wilayah (area) seluas 172,6 Ha.

(49)

Air yang masuk pada proses penambangan dalam kondisi normal dari permuka kerja (front) adalah :

1500 x 3,7 x 3 x 10-8 x 0,34 = 5,6 x 10-5 m3/s = 5 m3/hari 1500 x 2,5 x 8,8 x 10-7 x 0,34 = 1,1 x 10-3 m3/s = 97 m3/hari

Dari sumuran (shaft) dengan asumsi terjadi penurunan head 1,00 m dan asumsi diameter terowongan 4,00 m = 5 m3/hari. Total air masuk ke dalam tambang = 106 m3/hari. Total air masuk maksimum ke dalam tambang = 212 m3/hari.

5.2.4. Pompa

Kriteria dalam pemilihan pompa adalah :

 Air masuk ke tambang dalam kondisi normal = 106 m3/hari

 Maksimum air masuk kedalam tambang = 212 m3/hari

 Elevasi ke mulut shaft: +100 m dpl

Maksimum kedalaman sumuran tegak (vertical shaft) = -160 m di atas permukaan laut (dpl).

5.3 Kajian Rancangan (Desain) Penambangan

5.3.1. Karakteristik dan Kondisi lapangan

Rancangan (desain) penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah di bukaan tambang (pit) Sarang Burung, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan didasarkan atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah kondisi geologi wilayah (areal) penambangan terutama keberadaan lapisan batubara yang akan ditambang dan topografi atau morfologi di atas wilayah (area) rencana penambangan dengan metoda tambang bawah tanah, kondisi permukaan bekas tambang terbuka (open pit mine) pada dan di sekitar rencana mulut tambang, kondisi geoteknik massa batuan atap (roof) dan batuan alas/lantai (floor), target atau sasaran produksi yang diinginkan, dan peralatan yang akan digunakan. Karakteristik masa batuan dan keberadaan lapisan batubara yang menjadi pertimbangan dalam mendesain tambang

Gambar

GAMBAR 1.1. PETA LOKASI DAERAH PENGKAJIAN
GAMBAR 2.1. DISKONTINUITAS BATUAN
GAMBAR 2.2. KRITERIA  PATAHNYA (FAILURE) BATUAN   MENURUT CUOLOMB – MOHR
GAMBAR 3.1. PETA GEOLOGI LOKAL DAERAH PENGKAJIAN  DAN SEKITARNYA
+7

Referensi

Dokumen terkait