• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Saraf Pada Anak.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gangguan Saraf Pada Anak.doc"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

System saraf pada tubuh manusia sangatlah penting, pada kenyataannya juga tidak lepas dari ancaman penyakit. Penyakit system saraf sangat fatal bagi seorang manusia terutama pada anak- anak. Kemungkinan seorang anak untuk terkena penyakit yang berhubungan dengan saraf sangatlah besar. Penyakit yang sering muncul diantaranya adalah meningitis yang artinya merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord.

Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. Selain itu juga yang sering menyerang pada anak- anak adalah penyakit hidroshepalus yakni Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.

B. Ruang Lingkup Masalah

1. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit meningitis 2. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit enchepalitis 3. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit hidrosefalus 4. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit kejang demam 5. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit spina bifida 6. Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit cerebral palsi C. Tujuan

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan saraf.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN MENINGITIS A. Defenisi

Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

B. Patofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.

Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

C. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

D. Meningitis Bakteri

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan

(3)

subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

E. Meningitis Virus

Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

F. Pencegahan

Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.

Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius. G. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.

Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.

Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.

Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

H. Pemeriksaan Radiografi

CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah. I. Pengobatan

(4)

Antibiotik Organisme Penicilin G Pneumoccocci Meningoccocci Streptoccocci Terapi TBC - Streptomicyn - INH - PAS Micobacterium Tuber culosis Gentamicyn Klebsiella Pseudomonas Proleus Chlorampenikol Haemofilus Influenza J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identisan

b. Riwayat penyakit dan pengobatan

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

2. Diagnosa

a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial b. Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak

3. Intervensi

a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial Tujuan: pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit, meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil: tanda-tanda vital dalam batas normal, rasa sakit kepala berkurang, kesadaran meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

Intervensi Rasionalisasi

Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal

Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak

Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt

Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik

Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi.

(5)

Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral

Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava

Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral

Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen

Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.

Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri

Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.

b. Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak

(6)

Kriteria evaluasi: pasien dapat tidur dengan tenang, memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Intervensi Rasionalisasi

Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat

Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata

Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati

Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / discomfort

Berikan obat analgesik Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

(7)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN ENCHAPALITIS A. Definisi

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.

B. Etiologi

1. Ensefalitis Supurativa

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.

2. Ensefalitis Siphylis

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.

3. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia : a. Virus RNA

(8)

Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili Rabdovirus : virus rabies

Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue) Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria b. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-barr

Poxvirus : variola, vaksinia Retrovirus : AIDS

4. Ensefalitis Karena Parasit

a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan. b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak. c. Amebiasis

Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

d. Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.

5. Ensefalitis Karena Fungus

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnyainfeksi adalah daya imunitas yang menurun.(2,4)

(9)

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

C. Manifestasi Klinis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:

1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia 2. Kesadaran dengan cepat menurun

3. Muntah

4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)

5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

D. Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara: 1. Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ

tertentu.

2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Biakan:

a. Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.

b. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.

(10)

c. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif d. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.

e. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.

f. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.

g. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.

h. EEG/ Electroencephalography

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)

2. CT scan

Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.

F. Komplikasi

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi.Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.

G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Identitas:

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama:

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun. c. Riwayat penyakit sekarang:

(11)

Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.

d. Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga:

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.

f. Imunisasi:

kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.

2. Diagnosa

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus

b. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum.

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan.

d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan whitematter

e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sepsis. g. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit. 3. Intervensi

a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi Tujuan : Nyeri klien berkurang

Kriteria Hasil : Skala nyeri menjadi kurang dari 3

Intervensi Rasional

Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.

Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri

Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tinggi)

Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

Berikan latihan rentang gerak aktif/ pasif.

Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau tidak nyaman tersebut Gunakan pelembab hangat pada Meningkatkan relaksasi otot dan

(12)

nyeri leher atau pinggul menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman

Berikan anal getik, asetaminofen, codein

Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat

b. Risiko tinggi terhadap terjadinya infeksi berhubungan dengan sepsis. Tujuan : Meminimalkan proses penyebaran infeksi

Kriteria hasil : Leukosit normal 10.000-40.000, tidak ditemukan tanda-anda inflamasi

Intervensi Rasional

Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan

Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain

Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.

Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi

Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam

Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan

Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu

c. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/ menghentikan darah arteri/virus

Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat Kriteri hasil : Kesadaran kompos mentis

Intervensi Rasional

Tirah baring dengan posisi kepala datar.

Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera

Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.

Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat men9ingkatkan TIK.

(13)

45 derajat. menurunkan TIK Berikan cairan iv (larutan

hipertonik, elektrolit ).

Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.

Berikan obat : steroid, clorpomasin, asetaminofen

Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang

d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Tujuan : suhu tubuh kembali normal.

Kriteria hasil : suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C

Intervensi Rasional

1. Berikan kompres hangat 2. Anjurkan klien untuk

menggunakan baju yang tipis. 3. Observasi Suhu tubuh klien

1. Pengeluaran panas secara konduks 2. Pengeluaran panas secara evaporasi 3. .Menentukan keberhasilan tindakan

(14)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN HIDROSEPALUS A. Definisi

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

B. Etiologi

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah : 1. Kelainan Bawaan (Kongenital)

Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. 2. Spina bifida dan kranium bifida

Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.

3. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.

(15)

Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.

C. Klasifikasi

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua: 1. Kongenital

Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga : a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

2. Didapat

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.

Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

D. Patofisiologi

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan 2. Peningkatan resistensi aliran likuor 3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler.

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler 3. Perubahan mekanis dari otak.

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis 5. Hilangnya jaringan otak.

6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk

(16)

mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

E. Manifestasi Klinis 1. Bayi :

a. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.

b. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

c. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain : d. Muntah

e. Gelisah

f. Menangis dengan suara ringgi

g. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

h. Peningkatan tonus otot ekstrimitas

i. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.

j. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris k. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”

l. Strabismus, nystagmus, atropi optic

m. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. 2. Anak yang telah menutup suturanya :

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : a. Nyeri kepala

b. Muntah

c. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas

d. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun e. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer

f. Strabismus g. Perubahan pupil F. Pemeriksaan diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :

1. Rontgen foto kepala

Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

(17)

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm. b. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.

2. Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan. 3. Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

4. CT Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

(18)

G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Identitas : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat

b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.

c. Riwayat Penyakit dahulu

Antrenatal : Perdarahan ketika hamil

Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma

d. Riwayat penyakit keluarga e. Pengkajian persistem

B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas

B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi

B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang

B4 ( Bladder ) : Oliguria

B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan

B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas f. Observasi tanda – tanda vital

Peningkatan systole tekanan darah Penurunan nadi / bradikardia Peningkatan frekuensi pernapasan 2. Diagnosa

a. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus oksipitalis karena meningkatnya TIK

c. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya

d. Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk

e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.

3. Intervensi

a. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal.

(19)

Kriteria hasil: kesadaran komposmetis, tidak terjadi nyeri kepala, ttv normal, tampak rileks, tidak meringis kesakitan

Intervensi Rasional

1. Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala, muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer strabismus, Perubahan pupil)

2. Pantau terus tingkat kesadaran anak 3. Pantau terus adanya perubahan TTV 4. Berkolaborasi dengan dokter untuk

melakukan pembedahan, untuk mengurangi peningkatan

5. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali) Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

6. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.

1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK

2. Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK

3. Untuk mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke otak 4. Dengan dilakukan pembedahan,

diharapkan cairan cerebrospinal berkurang, sehingga TIK menurun, tidak terjadi penekanan pada lobus oksipitalis dan tidak terjadi pembesaran pada kepala

5. Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

6. Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus oksipitalis karena meningkatnya TIK

Tujuan: tidak terjadi disorientasi pada anak

Kriteria hasil: penurunan visus tidak bertambah lebih parah, anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya

Intervensi Rasional

(20)

terjadi penurunan visus yang lebih parah

a. Membantu ADL pasien b. Membantu orientasi tempat c. Berikan tempat yang nyaman dan

aman (pencahayaan terang, bed plang dll dipasang agar tidak cedera)

2. Membantu pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi penglihatan yang terganggu

penglihatan tidak bertambah parah, klien tidak mengalami disorientasi tempat, Klien merasa nyaman dan aman

2. Klien tidak banyak bergantung pada orang lain

c. Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk

Tujuan: jalan nafas tetap efektif

Kriteria hasil: anak tidak sesak napas, tidak terdapat ronchi, tidak retraksi otot bantu pernapasan, pernapasan teratur, rr dalam batas normal

Intervensi Rasional

1. Posisikan klien posisi semifowler 2. Pemberian oksigen

3. Observasi pola dan frekuensi napas 4. Auskultasi suara napas

1. Klien merasa nyaman dan tidak merasa sesak napas

2. Suplai oksigen klien dapat tercukupi sehingga klien tidak mengalami hipoksia

3. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas

4. Untuk mengetahui adanya kelainan suara

(21)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN KEJANG DEMAM A. Definisi

Kejang adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Istilah kejang perlu secara cermat dibedakan dari epilepsi.

Kejang demam (kejang tonik-klonik demam) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun, tetapi paling sering terjadi pada anak usia 17-23 bulan. B. Klasifikasi

1. Kejang parsial (kejang yang dimulai setempat)

a. Kejang parsial sederhana (gejala-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran).

b. Kejang parsial kompleks (dengan gejala kompleks, umumnya dengan gangguan kesadaran).

c. Kejang parsial sekunder menyeluruh

2. Kejang umum/generalisata (simetrik bilateral, tanpa awitan lokal). a. Kejang tonik-klonik

b. Absance

c. Kejang mioklonik (epilepsi bilateral yang luas) d. Kejang atonik

e. Kejang klonik f. Kejang tonik C. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang juga dapat terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah vaksinasi contohnya vaksinasi campak, akan tetapi sangat jarang.

Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu : 1. Riwayat kejang dalam keluarga

2. Usia kurang dari 18 bulan

3. Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang .

4. Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang demam berulang.

D. Patofisiologi

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang

(22)

singkat terjadi difusi ion K+ maupun Na-, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik. Hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apneu, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapneu, dll. Selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

E. Manifestasi Klinis

1. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10-15 menit bisa juga lebih.

2. Takikardi : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200/ menit

3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengcil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.

4. Gejala bendungan sistem vena : hepatomegali, peningkatan tekanan vena jugularis. 5. Efek fisiologis kejang

Awal (kurang dari 15 menit) Lanjut (15-30menit) Berkepanjangan (>1 jam) - meningkatnya kecepatan denyut jantung - meningkatnya tekanan darah - meningkatnya kadar glukosa

- meningkatnya suhu pusat tubuh

- meningkatnya sel darah putih - menurunnya tekanan darah - menurunnya gula darah - disritmia - edema paru nonjantung - hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum

- gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukan kelainan yang berarti.

2. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi :

3. bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas.

4. bayi antara 12 bulan-1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis.

(23)

6. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukan gambaran normal. Ct scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.

G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.

Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.

a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter

b. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan

c. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.

d. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter

e. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi

f. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra g. Riwayat jatuh / trauma

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.

b. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular

c. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan e. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3. Intervensi

a. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.

Tujuan: cidera / trauma tidak terjadi

Kriteria hasil: faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan

(24)

Intervensi Rasional Beri pengaman pada sisi tempat tidur

dan penggunaan tempat tidur yang rendah.

Meminimalkan injuri saat kejang

Tinggalah bersama klien selama fase kejang..

Meningkatkan keamanan klien.

Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.

Menurunkan resiko trauma pada mulut.

Letakkan klien di tempat yang lembut. Membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.

Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.

Membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang

Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

b. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular

Tujuan: efektifnya bersihan jalan napas

Kriteria hasil: jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal

Intervensi

- Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy

(25)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN BIFIDA SPINAL A. Definisi

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Spina bifida merupakan gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural

Spina bifida merupakan anomali dalam pembentukan tulang belakang, yakni suatu defek dalam penutupan saluran tulang belakang. Hal ini biasanya terjadi pada minggu IV masa embrio. Gangguan penutupan ini biasanya terdapat posterior mengenai prosesus spinosus dan lamina; sangat jarang defek terjadi di bagian anterior. Terdapat terbanyak pada vertebra lumbalis atau lumbosakralis. (Ilmu Kesehatan Anak,1985)

B. Klasifikasi

1. Spina bifida okulta

Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi posterior lamina vertebralis dan sering kali tanpa prosesus spinosus. Anomali ini paling sering pada tingkat L3 dan S1, tetapi dapat melibatkan tiap bagian kolumna vertebralis. Dapat disertai anomali korpus vertebra misalnya hemivertebra. Kulit dan jaringan subkutan diatasnya dapat normal atau dengan seberkas rambut abnormal, telangiekstasia atau lipoma subkutan. Spina bifida okulta merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemeriksaan, radiografi tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil pada arkus posterior.

2. Spina bifida aperta

Spina bifida aperta merupakan cacat kulit, arkus vertebra dan tuba neuralis pada garis tengah, biasanya didaerah lumbosakral merupakan salah satu anomali perkembangan susunan saraf yang tersering dengan insidens berkisar 0,2-0,4/1000 kelahiran pada kelompok populasi berbeda. Insidens tertinggi dilaporkan pada orang Inggris dan Irlandia. Hanya sedikit yang diketahui mengenai etiologi meningomiekel. Kendatipun tampaknya berkaitan dengan anensefali. Wanita yang mempunyai anak dengan anensefali ataupun meningomiekel, beresiko tinggi untuk kedua keadaan tersebut pada dua keadaan yaitu meningokel dan mielomeningokel. Diferensiasi kllinis keduanya sangat sulit, bilamana tidak ditemukan adanya gejala neurologis

(26)

maka kemungkinan besar adalah meningokel, apabila struktur saraf juga terlihat disebut mielomeningokel dan biasanya disertai gangguan neuron (Arif Muttaqin, 2008).

C. Etiologi

Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.

Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang

dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir

Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida (diagnosa banding) :

1. Hidrocephalus 2. Siringomielia 3. Dislokasi pinggul D. Patofisiologi

Patofisiologi dari spina bifida mudah dipahami ketika dihubungkan dengan langkah-langkah perkembangan yang normal dari sistem saraf. Pada kira-kira 20 hari dari kehamilan tekanan ditentukan alur neural. Penampakan pada dorsal ectoderm dan embrio. Selama kehamilan minggu ke 4 alur tampak memperdalam dengan cepat, sehingga meninggalkan batas-batas yang berkembang ke samping kemudian sumbu di belakang membentuk tabung neural. Formasi tabung neural dimulai pada daerah servikal dekat pusat dari embrio dan maju pada direction caudally dan cephalically sampai akhir dari minggu ke 4 kehamilan, pada bagian depan dan belakang neuropores tertutup. Kerusakan yang utama pada kelainan tabung neural dapat dikarenakan penutupan tabung neural.

Pada kehamilan minggu ke 16 dan 18 terbentuk serum alfa fetoprotein (AFP) sehingga pada kehamilan tersebut terjadi peningkatan AFP dalam cairan cerebro spinalis. Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan kebocoran cairan cerebro spinal ke dalam cairan amnion, kemudian cairan AFP bercampur dengan cairan amnion membentuk alfa-1-globulin yang mempengaruhi proses pembelahan sel menjadi tidak sempurna. Karenanya defek penutupan kanalis vertebralis tidak sempurna yang menyebabkan

(27)

kegagalan fusi congenital pada lipatan dorsal yang biasa terjadi pada defek tabung saraf dan eksoftalmus (John Rendle,1994).

E. Manifestasi Klinis

1. Spina bifida okulta dapat asimtomatik/berkaitan dengan : a. Pertumbuhan rambut disepanjang spina

b. Lekukan digaris tegah, biasanya diarea lumbosakral c. Abnormalitas gaya berjalan/kaki

d. Kontrol/kandung kemih yang buruk

2. Meningokel dapat asimtomatik/berkaitan dengan :

a. Tonjolan mirip kantong pada meninges dan css dari punggung b. Club foot

c. Gangguan gaya berjalan d. Inkontinensia kadung kemih 3. Mielomeningokel berkaitan dengan :

a. Tonjolan meninges, css dan medulla spinalis

b. Defisit neurologis setinggi dan dibawah tempat pajanan (Corwin, 2007). F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang pada spina bifida dilakukan pada saat janin masih di dalam kandungan maupun setelah bayi lahir :

1. Pemeriksaan pada waktu janin masih di dalam kandungan

a. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya.

b. Fetoprotein alfa serum, 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosa

c. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). 2. Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut

a. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.

b. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra

c. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

3. Pemeriksaan diagnostic bagi anak dengan gannguan spina bifida antara lain : A. Kajian foto toraks

B. USG C. Pemindaian CT D. MRI E. Amniosentesis. G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

(28)

a. Identitas pasien

Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.

b. Keluhan utama

Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan. - Riwayat penyakit sekarang

- Riwayat penyakit terdahulu - Riwayat keluarga

Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.

c. Pemeriksaan Fisik B1 (Breathing) : normal

B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue B4 (Bladder) : Inkontinensia urin

B5 (Bowel) : Inkontinensia feses

B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawa 2. Diagnosa

a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis motorik. b. Gangguan inkontinensia alvi yang berhubungan dengan paralisis visera.

c. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial d. Resiko tinggi cedera b.d peningkatan intra kranial (tik)

e. Kecemasan orang tua yang berhubungan dengan krisis situasional, perubahan status kesehatan.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 3. Intervensi

a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis motorik

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi

kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi Rasional

Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang buruk pada daerah yang tertekan.

Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada

Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi

(29)

ekstremitas yang tidak sakit. jantung dan pernapasan. Lakukan gerak pasif pada

ekstremitas yang sakit.

Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

Pertahankan sendi 90 derajat terhadap papan kaki

Telapak kaki dalam posisi 90 derajat dapat mencegah footdrop.

b. Gangguan inkontinensia alvi yang berhubungan dengan paralisis visera.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan eliminasi alvi.

Kriteria hasil: klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba masa pada kolon (scibala), bising usus normal (15-30 x/menit)

Intervensi Rasional

Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.

Klien dan keluarga mengerti penyebab konstipasi.

Auskultasi bising usus. Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik.

Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.

Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler.

Bila klien mampu minum, berikan intake cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi.

Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu elimnasi reguler.

Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.

Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.

Kolaborasi dengan tinm dokter dalam pemberian pelunak feses.

Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang masa feses dan membantu eliminasi

(30)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SEREBRAL PALSI A. Defenisi

Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di defenisikan sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang.

B. Etiology

Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian : 1. Pranatal

a. Infeksi intrauterin : TORCH, sifilis, rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus. b. Radiasi.

c. Asfiksia intrauterine ( abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain ).

d. Toksemia grafidarum. 2. Perinatal a. Anoksia/hipoksia. b. Perdarahan otak. c. Prematuritas. d. Ikterus. e. Meningitis purulenta. 3. Postnatal. a. Trauma kepala.

b. Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan. c. Racun : logam berat.

d. Luka Parut pada otak pasca bedah. C. Patofisiologi

Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. serebral palsi digambarkan sebagai narrower gyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Cerebral palcy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi) (Eaton, 2009)

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis cerebral plasy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak yang mengalami kerusakan :

(31)

Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski kerusakan yaitu :

a. Monoplegia / monoparesis : Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.

b. Hemiplegia / hemiparisis : Kelumpahan lengan dan tungkai dipihak yang sama. c. Diplegia / diparesis : Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi tungkai lebih

hebat dari pada lengan.

d. Tetraplegia / tetraparesis : Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai yang lain

2. Tonus otot yang berubah

Bayi pada usia pertama tampak flasid dan berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada “ lower motor neuron” menjelang umur 1 tahun berubah menjadi tonus otot dari rendah hingga tinggi. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus “cerebral palsy”.

2. Ataksia

Ialah gangguan koordinasi kerusakan terletak di serebulum, terdapat kira-kira 5% dari kasus “ cerebral palsy”.

3. Gangguan pendengaran

Terdapat pada 5-10% anak dengan “cerebral palsy” gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.

4. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan dilidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot sehingga sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.

5. Gangguan mata

Biasanya berupa strabismus convergen dan kelainan refraksi, asfiksia berat, dapat terjadi katarak, hamper 25% penderita “celebral palsy” menderita kelainan mata. E. Komplikasi

Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti:

1. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek. 2. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena

kelumpuhan hemiplegia.

3. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.

4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.

5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar.

(32)

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.

2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.

3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.

4. Foto rontgen kepala.

5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental

(Eaton, 2009) G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian a. Identitas

b. Pengkajian yang pelu dilakukan pada anak dengan Cerebral Palsy yaitu:

- Menilai setiap kunjungan ke posyandu mengenai keterlambatan perkembangan.

- Mencatat masalah defisit pada ortopedi, visual, auditori atau intelektual.

- Menilai reflek bayi baru lahir, pada anak dengan cerebral palsy dapat bertahan setelah usia normal.

- Mengidentifikasi bayi yang memiliki gangguan pada otot atau postur tubuh tidak normal (tulang belakang melengkung, kaku saat bergerak melawan gravitasi, leher atau ekstremitas resisten terhadap gerakan pasif).

- Mengidentifikasi gangguan motorik, seperti asimetris dan abnormal saat merangkak (menggunakan 2 atau 3 ekstremitas), menggunakan tangan dominan sebelum anak berusia prasekolah (London, 2010)

c. Keluhan utama

Biasanya pada cerebral palsy didapatkan keluhan utama sukar makan, otot kaku, sulit menelan, sulit bicara, kejang, badan gemetar, permasalahan pada BAB dan BAK.

d. Riwayat kesehatan

- Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada anak dengan cerebral palsy di dapatkan postur tubuh abnormal, pergerakan kurang, otot kaku, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan)

- Riwayat Kesehatan masa lalu

Prenatal : adanya gangguan pergerakan janin, adanya penyakit ibu (toxoplasmosis, rubella), keracunan kehamilan. Natal : adanya premature,

(33)

penumbungan atau lilitan tali pusar. Post natal : adanya truma kapitis, meningitis, luka paruh pada otak pasca operasi, atau lesi karena trauma.

- Riwayat kehamilan dan persalinan

Cerebral palsy biasanya terjadi pada ibu hamil yang usianya lebih dari 40 tahun, terjadi kesulitan waktu melahirkan, anoxia janin.

e. Fungsi Intelektual

Biasanya ditemukan pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu), kecerdasan di bawah normal, kesulitan belajar dan gangguan perilaku.

f. Pemeriksaan reflek

Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetap atau hiperaktif, hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.

g. Pemeriksaan tonus

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).

2. Diagnosa

a. Gangguan mobilitas fisik b.d spasme dan kelemahan otot. b. Perubahan tumbuh dan kembang b.d gangguan neurovaskular.

c. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neurovaskular dan kesukaran dalam artikulasi

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas.

e. Resiko aspirasi b.d gangguan neuromuskular.

f. Resiko Injury b.d spasme, pergerakan yang tidak terkontrrol dan kejang 3. Intervensi

a. Gangguan mobilitas fisik b.d spasme dan kelemahan otot.

Intervensi Rasional

Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek

Dengan mengajarkan anak menggunakan kata-kata pendek meningkatkan kemampuan anak dalam berbicara

Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas

Latihan dapat meningkatkan kemampuan otot-otot

Kaji per Gerakan sendi-sendi dan tonus otot

Melatih gerakan sendi-sendi dan tonus otot

Lakukan Terapi fisik Untuk menggerakkan anggota tubuh

Terapi fisik dapat membantu kemampuan anak

(34)

dapat membuat kondisi klien menjadi lebih baik

b. Perubahan tumbuh dan kembang b.d gangguan neurovaskular.

Intervensi Rasional

Berikan diet nutrisi untuk pertumbuhan (Asuh)

Mempertahankan berat badan agar tetap stabil

Berikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak (Asah)

Agar perkembangan klien tetap optimal

(35)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Tergangguannya system saraf pada tubuh bisa berakibat fatal bagi kesehatan manusia terutama bagi anak-anak. Dan apabila penyakit ini menyerang anak-anak bisa mengakibatkan terganggunya proses pertumbuhan, karena apabila ada system saraf yang terganggu karena suatu penyakit saraf, maka anak tersebut tidak dapat melakukan kegiatan yang sehari-hari mereka suka lakukan.

B. Saran

Sebagai seorang calon perawat yang professional, kita harus bisa memahami tentang berbagai jenis penyakit pada anak- anak yang berhubungan dengan system saraf. Karena dengan mempelajari tentang hal tersebut, kita bisa memahami bagaimana proses penyakit yang berhubungan denagn system saraf. Sehingga proses keperawatan yang dilakukan bias berjalan dengan denagn baik.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner / Suddarth. 1984. Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta

Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2. Jakarta: Percetakan Penebar Swadaya

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 7 Tahun 2001 tentang Retribusi dan Sewa Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah

dimanfaatkan menjadi suatuproduk. Untuk bagian kulit luarnya dapat ditimbun dan diolah menjadi kompos. Bagiankulit dalam buah semngaka yang berwarna putih selain dapat

Strategi Pengembangan Obyek Wisata Bumi Perkemahan Palutungan Berdasarkan Analisis Daya Dukung Lingkungan Wisata Di Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan

Selain menghadirkan Xpander dan melakukan peluncuran kepada masyarakat Semarang dan Jawa Tengah, dalam pameran ini PT MMKSI juga menghadirkan 9 unit display dan 4 unit

seseorang merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan dan aplikasinya terlihat sebagai perilaku hidup di masyarakat. Pendidikan tinggi

&#34;roses pengeluaran sputum dari paruparu, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh klien &#34;roses pengeluaran sputum dari paruparu, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh

Luaran dari penelitian yang dilakukan adalah artikel ilmiah dengan gambara nyata dampak / pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap psikologi anak...

Kondisi SM Rimbang Baling sangat memprihatinkan saat ini, dan sangat disayangkan jika pada akhirnya, pemasalahan yang terjadi di kawasan konservasi menyebabkan