• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SOAL CERITA PLSV DI

KELAS VII SMPN 4 PALU

Iis Ariska R. Gobel

E-mail: iisariskagobel@gmail.com

Dasa Ismaimuza

E-mail: dasaismaimuza@yahoo.co.uk

Idrus Puluhulawa

E-mail: idruspuluhulawa@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu. Jenis penelitian yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Rancangan penelitian mengacu pada desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart, yaitu: 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Subjek penelitian ini ialah siswa kelas VII Cut Nyak Dien SMPN 4 Palu yang berjumlah 30 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, tes, wawancara, dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengikuti fase-fase: 1) fase penyampaian

tujuan dan pemotivasian siswa, 2) fase penyajian informasi, 3) fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, 4) fase pengajuan pertanyaan, 5) fase berpikir bersama, 6) fase pemberian jawaban.

Kata kunci: numbered heads together, hasil belajar, soal cerita PLSV

Abstract: The aim of this research was to described the application of Cooperative Learning

Type Numbered Heads Togethet (NHT) that can improved learning outcomes on PLSV story assignment material in Classs VII SMPN 4 Palu. This research was a Classroom Action Research (CAR). As the research design refers to Kemmis and Mc. Taggart that were: 1) planning, 2) acting, 3) observatingand 4) reflecting. The subject were students of class VII Cut Nyak Dien SMPN 4 Palu totaling 30 students. The data were collected by the researcher through observation, test, interview, and field-note taking. The result of the research showed that the applying of Cooperative Learning Type NHT can improved student learning outcomes according the phases, they were: 1) conveying the learning objective and motivating, 2) presenting information, 3) organizing study group and numbering, 4) questioning or probleming, 5) heads together and 6) answering.

Keywords: numbered heads together, learning outcomes, one variable linear equatins story assigment.

Tujuan pembelajaran matematika ialah membentuk kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan dalam bidang matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006). Oleh karena itu matematika merupakan matapelajaran yang potensial diajarkan pada semua jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.

Satu diantara materi matematika yang dipelajari siswa tingkat SMP berdasarkan silabus Kurikulum 2013 ialah persamaan linear satu variabel (PLSV). Materi ini sangat penting untuk dipelajari sebab berkaitan dengan materi-materi lain dalam matematika seperti materi persamaan linear dua variabel sehingga materi PLSV harus dipahami siswa dengan baik. Namun kenyataannya masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam

(2)

menyelesaikan soal pada materi PLSV khususnya menyelesaikan soal cerita. Hal ini sejalan dengan (Utami, 2009) yang menyatakan bahwa siswa sering kali melakukan kesalahan dalam menyelesaikan permasalahan PLSV terutama dalam penerapan yang berbentuk soal cerita.

Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti menduga bahwa siswa di SMPN 4 Palu juga mengalami kesulitan pada materi PLSV. Oleh karena itu peneliti melakukan dialog kepada guru matematika di sekolah tersebut. Hasil dialog dengan guru matematika diperoleh informasi bahwa siswa kurang memahami materi PLSV. Siswa mengalami kesulitan dalam mengubah bentuk soal cerita kedalam bentuk kalimat matematika. Selain itu diperoleh informasi bahwa siswa menganggap materi yang diberikan sulit, siswa takut bertanya kepada guru, kurangnya rasa tanggung jawab terhadap soal-soal yang diberikan, siswa menerima pengetahuan yang bersumber dari guru sepenuhnya. Hal ini mengakibatkan hasil belajar siswa rendah

Informasi yang diperoleh dari hasil dialog ditindaklanjuti dengan memberikan tes kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kepada siswa kelas VIII Cempedak SMPN 4. Satu diantara soal yang diberikan yaitu sebuah persegi panjang mempunyai panjang p cm dan lebarnya 5 cm kurang dari panjangnya. Jika kelilingnya 75 cm tentukan nilai p! Jawaban siswa terhadap soal tersebut dikelompokan sebagaimana ditunjukan oleh Gambar 1 dan 2.

Gambar 1 menunjukan bahwa siswa AS tidak menuliskan apa yang diketahui pada soal, siswa AS tidak memahami kalimat lebarnya 5 cm kurang dari panjangnya sehingga siswa AS salah dalam mensubtitusi lebarnya (AST11), seharusnya l = p 5 dan hasil akhirnya salah (AST12), seharusnya p = 21,25. Gambar 2 menunjukan bahwa siswa RS menuliskan apa yang diketahui, namun siswa RS juga salah dalam memahami kalimat lebarnya 5 cm kurang dari panjangnya sehingga siswa RS salah menuliskan Lebar = 5 (RST11) dan berakibat salah dalam menentukan nilai p. Jawaban siswa menunjukan bahwa siswa tidak memahami soal sehingga salah dalam merubah soal bentuk cerita PLSV kedalam model matematikanya.

Berdasarkan hasil dialog dengan guru matematika dan hasil tes kemampuan perlu adanya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Upaya yang dilakukan peneliti yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Sukmayasa (2013) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan sebuah varian diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa sehingga sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT menawarkan enam tahapan pembelajaran, yaitu: 1) penyampaian

AST11

AST12

RST11 RST12 RTS13 Gambar 1: Jawaban AS pada

tes kemampuan

Gambar 2: jawaban RS pada

(3)

tujuan dan memotivasi siswa, 2) penyajian informasi, 3) pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, 4) pengajuan pertanyaan atau permasalahan, 5) berpikir bersama dan 6) pemberian jawaban. Peneliti mengharapkan siswa dapat memahami materi PLSV dan dapat merubah soal bentuk cerita PLSV kedalam model matematika, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu? Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi soal cerita PLSV di

kelas VII SMPN 4 Palu.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini ialah penelitian tindakan kelas yang mengacu pada alur desain penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (2013) yang terdiri atas empat komponen yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Tahap pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan pada satu waktu yang sama. Subjek penelitian yakni siswa kelas VII SMPN 4 Palu yang berjumlah 30 dan dipilih 3 orang siswa sebagai informan yaitu AN siswa berkemampuan tinggi, SRA siswa berkemampuan sedang dan JN siswa berkemampuan rendah.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi: observasi, tes, wawancara, dan catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Tindakan pembelajaran dikatakan berhasil apabila aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal berkategori baik untuk setiap aspek pada lembar observasi dan meningkatnya hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian pada siklus I yaitu siswa dapat mengubah soal bentuk cerita PLSV kedalam bentuk matematika dan indikator keberhasilan pada siklus II yaitu siswa dapat menyelesaikan soal bentuk cerita PLSV.

HASIL PENELITIAN

Peneliti memberikan tes awal kepada siswa yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Materi tes awal yang diberikan ialah penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. Tes awal ini diikuti oleh 30 siswa kelas VII SMPN 4 Palu. Hasil analisis tes awal menunjukkan bahwa dari 30 siswa terdapat 23 siswa yang mencapai nilai ketuntasan sedangkan 7 siswa lainnya masih kesulitan dalam menyelesaikan soal yang diberikan khususnya soal yang mengandung operaasi dan penjumlahan sekaligus. Hasil tes awal juga digunakan sebagai pedoman dalam menentukan informan dan membentuk kelompok belajar yang heterogen.

Penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama pada siklus I melaksanakan pembelajaran dengan materi membuat model matematika persamaan linear satu variabel. Pertemuan kedua memberikan tes akhir tindakan siklus I. Pertemuan pertama pada siklus II melaksanakan pembelajaran dengan materi menyelesaikan soal cerita persamaan linear satu variabel. Pertemuan kedua

(4)

memberikan tes akhir tindakan siklus II. Pertemuan pertama pada siklus I dan siklus II dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan inti, dan 3) kegiatan penutup. Pelaksanaan tindakan setiap siklus mengikuti fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, yaitu: 1) penyampaian tujuan dan pemotivasian siswa, 2) penyajian informasi, 3) pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, 4) pengajuan pertanyaan atau permasalahan, 5) berpikir bersama, dan 6) pemberian jawaban.

Kegiatan pendahuluan dimulai dengan peneliti membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan siswa untuk belajar. Hal ini dapat dilihat saat siswa memberikan respon balik terhadap kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Pertemuan pertama pada siklus I dihadiri oleh 28 siswa karena 2 orang siswa izin mengikuti lomba porseni yaitu MGP dan NA dan pertemuan kedua dihadiri oleh 27 siswa karena 2 orang izin mengikuti lomba porseni yaitu MGP dan NA, 1 orang sakit yaitu AW, sedangkan pertemuan pertama pada siklus II dihadiri oleh 30 siswa dan pertemuan kedua dihadiri oleh 28 siswa, karena 2 izin mengikuti karantina putra putri batik tingkat SMP yaitu VS dan KSR. Kemudian peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan pembelajaran pada siklus I yaitu siswa dapat membuat model matematika dari soal cerita persamaan linear satu variabel, sedangkan tujuan pembelajaran pada siklus II yaitu: siswa dapat menentukan penyelesaian soal cerita persamaan linear satu variabel.

Peneliti memotivasi siswa untuk bersemangat terlibat aktif dalam pembelajaran serta member penjelasan bahwa sangat penting mempelajari materi PLSV karena banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Satu diantaranya alasan penting mempelajari PLSV yaitu memudahkan untuk menentukan biaya yang harus dibayar saat melakukan transaksi jual-beli. Setelah siswa mengetahui manfaat mempelajari PLSV, siswa termotivasi mengikuti pembelajaran. Kemudian, peneliti melakukan apersepsi dengan mengingatkan kembali kepada siswa mengenai materi prasyarat. Materi prasyarat pada siklus I ialah operasi bentuk aljabar, sedangkan materi prasyarat pada siklus II ialah materi konsep PLSV. Siswa yang menguasai materi prasyarat tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari materi soal cerita PLSV.

Kegiatan inti pembelajaran dari setiap siklus menerapkan fase penyajian informasi, fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, fase pengajuan pertanyaan atau masalah, fase berpikir bersama, dan fase menjawab. Aktivitas pada fase penyajian informasi guru mendeskripsikan secara singkat fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang diterapkan dalam pembelajaran. Pada siklus I siswa masih kebingungan dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang baru bagi mereka, sedangkan pada siklus II siswa sudah memahami model pembelajaran yang diterapkan.

Aktivitas pada fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran yaitu peneliti mengelompokan siswa ke dalam 6 kelompok belajar dengan masing-masing kelompok beranggotakan 5. Kemudian peneliti membagikan nomor pada setiap anggota kelompok dan memberikan nama pada masing-masing kelompok yaitu kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4, kelompok 5, dan kelompok 6. Masing-masing anggota kelompok memperoleh nomor 1, 2, 3, 4 dan 5. Selanjutnya, peneliti mengatur tempat duduk masing-masing anggota kelompok sesuai nomor urutnya.

Aktivitas pada fase pengajuan pertanyaan atau masalah, peneliti membagikan bahan ajar dan lembar kerja peserta didik (LKPD) pada masing-masing kelompok. LKPD yang

(5)

diberikan memuat 5 soal yang dibagikan pada masing-masing anggota kelompok, sehingga setiap anggota kelompok memiliki tugas dan tanggungjawab mengerjakan soal. Kelompok yang beranggotakan 4 siswa yaitu kelompok 1 dan 4, terdapat seorang siswa yang bertanggung jawab mengerjakan 2 soal. Setelah itu, peneliti menjelaskan tanggungjawab siswa dalam kelompok yaitu siswa harus bersungguh-sungguh memahami materi dan saling membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

Aktivitas pada fase berpikir bersama, peneliti meminta siswa untuk membaca dan memahami materi pelajaran terlebih dahulu secara berkelompok sebelum mengerjakan LKPD. Ketika siswa sedang membaca dan berusaha memahami materi, peneliti berkeliling untuk mengamati dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan untuk bertanya atau mendiskusikan kepada teman kelompoknya terlebih dahulu. Namun pada siklus I beberapa siswa seperti SRA dari kelompok 3, AT dari kelompok 5 dan WAS dari kelompok 1 langsung bertanya kepada peneliti tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan anggota kelompoknya mengenai kesulitan yang mereka temukan dan pada siklus II siswa lebih sering mendiskusikan dengan teman kelompoknya daripada bertanya dengan peneliti sehingga siswa lebih aktif dan saling membantu untuk memahami materi maupun mengerjakan soal dalam LKPD. Selanjutnya siswa bekerjasama di dalam kelompok untuk memperoleh jawaban yang tepat serta memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan LKPD dan memahami jawabannya. Setiap siswa bertanggung jawab mengerjakan soal dalam LKPD, sehingga siswa fokus memahami materi. Selain itu interaksi siswa dengan siswa dan juga interaksi siswa dengan guru saat berpikir bersama menciptakan suasana belajar yang aktif dan efektif.

Aktivitas pada fase pemberian jawaban atau evaluasi yaitu peneliti meminta satu orang siswa melakukan pengundian untuk menentukan siswa yang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Pengundian dilakukan dengan melemparkan sebuah dadu yang telah disediakan. Saat proses pengundian, terlebih dahulu diundi nomor siswa kemudian diundi nomor kelompok yang akan maju mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Hasil undian siklus I diperoleh siswa bernomor 3 dari kelompok 2 yaitu DN mempresentasikan jawaban soal nomor 1 dan siswa bernomor 5 dari kelompok 6 yaitu RAR mempresentasikan jawaban soal nomor 2 dan 3 dan hasil undian siklus II diperoleh siswa bernomor 2 dari kelompok 3 yaitu BPG mempresentasikan jawaban soal nomor 1 dan 2, dan siswa benomor 4 dari kelompok 1 yaitu NT mempresentasikan jawaban nomor 3 dan 4. Satu di antara jawaban siswa yang dituliskan di papan tulis saat presentasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3: Jawaban BPG saat presentasi

Ketika presentasi BPG menuliskan dik: lebar (BPG01), panjang = 5 (BPG02). Kemudian menuliskan rumus keliling persegi panjang (BPG03). Kemudian mensubtitusikan nilai yang diketahui 42 = 2(x+5) + 2(x) (BPG04), dengan hasil perolehan

BPG01 BPG02 BPG03 BPG04 BPG05 BPG06 BPG07 BPG08

(6)

8 (BPG05). Kemudian subtitusikan lagi ke persamaan 5 (BPG06). Hasil subtitusi yang diperoleh yaitu 13 (BPG07) maka disimpilkan bahwa panjang sawah Pak Rian yaitu 13 m dan lebar sawah Pak Rian yaitu 8 m (BPG08). Setelah BPG mempresentasikan jawabannya peneliti meminta tanggapan dari siswa bernomor 2 dari kelompok 2 yaitu AN. Tanggapan AN yaitu jawaban mereka sama, namun BPG tidak lengkap menuliskan apa yang diketahui, yang tidak ditulis BPG yaitu keliling sawah = 42 m dan BPG tidak menuliskan yang ditanyakan. Kemudian peneliti memberikan penegasan terhadap jawaban siswa dan mangarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran. Hasil yang diperoleh pada fase pemberian jawaban yaitu siswa dapat mempertanggung jawabkan jawaban kelompoknya masing-masing yang termuat dalam LKPD. Selain itu siswa dapat menjelaskan jawabannya sendiri dengan keberanian dan rasa percaya diri.

Kegiatan akhir pembelajaran yaitu peneliti memberikan pekerjaan rumah dan menyampaikan agar siswa belajar di rumah karena akan dilakukan tes pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya peneliti menutup kegiatan pembelajaran dengan salam.

Aspek-aspek yang diamati pada aktivitas peneliti selama pembelajaran langsung pada siklus I dan siklus II yaitu: 1) mengucapkan salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran siswa, 2) menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran, 3) menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut, 4) memberikan motivasi kepada siswa, 5) melakukan apersepsi, 6) menyajikan informasi tentang model pembelajaran yang diterapkan, 7) mengelompokkan siswa dalam kelompok belajar secara heterogen dan melakukan penomoran pada anggota kelompok, 8) membagikan materi pembelajaran dan LKPD kepada setiap kelompok, 9) memberikan petunjuk dan mengontrol kerja siswa dalam kelompok, 10) mengecek pemahaman siswa dengan menyebutkan salah satu nomor anggota kelompok untuk menjawab pertanyaan di depan kelas, 11) mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran hari ini dan memberi penegasan terhadap jawaban siswa, 12) memberikan PR, 13) menutup kegiatan pembelajaran, 14) efektivitas Pengelolaan waktu, 15) penglibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan 16) penampilan guru dalam proses pembelajaran. Hasil yang diperoleh pada siklus I, aspek 1, 2, 3, 5, 7, 9, 13, dan 16 berkategori sangat baik dan aspek 4, 6, 8, 10, dan 12 berkategori baik. Sedangkan aspek 14 dan 15 berkategori kurang dan aspek 11 berkategori sangat kurang.Aspek yang berkategori kurang dan sangat kurang menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk diperbaiki pada siklus II.Sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II mengalami perbaikan yaituaspek 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 14, 15 dan 16 berkategori sangat baik dan aspek 2, 3, 10, 11, dan 13 berkategori baik.

Aspek-aspek yang diamati pada aktivitas siswa pada saat mengikuti pembelajaran siklus I dan siklus II, yaitu: (1) membalas salam guru dan berdoa bersama, (2) mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran, (3) memperhatikan penjelasan guru, (4) menjawab pertanyaan yang diajukan guru, (5) memperhatikan informasi dari guru tentang model pembelajaran yang diterapkan, (6) siswa duduk berdasarkan kelompok dan sesuai nomor yang telah ditentukan, (7) memahami materi pembelajaran dan mengerjakan LKPD secara berkelompok dan berpikir besama untuk meyakinkan agar semua anggota kelompok tahu jawabannya, (8) siswa yang disebutkan nomornya mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, (9) menyimpulkan jawaban akhir dari setiap pertanyaan dalam kegiatan diskusi kelas, dan (10) mencatat PR. Hasil yang diperoleh pada siklus I, aspek 1, 2, dan 6 berkategori sangat baik dan aspek 3, 4, 5, 7 dan 8 berkategori baik. Sedangkan, aspek 10 berkategori kurang dan aspek 9 berkategori sangat kurang.Aspek yang berkategori kurang dan sangat kurang menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk diperbaiki pada siklus

(7)

II.Sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II mengalami perbaikan yaitu aspek 1, 5, 6, 8, 9 dan 10 berkategori sangat baik dan aspek 2, 3, 4 dan 7 berkategori baik.

Pertemuan kedua, peneliti memberikan tes akhir tindakan kepada siswa kelas VII SMPN 4 Palu. Tes akhir tindakan yang diberikan kepada siswa pada siklus I terdiri dari 5 nomor soal. Berikut soal nomor 3 yang diberikan: harga sepasang sandal lebih murah Rp 20.000,00 dari harga sepasang sepatu. Harga 2 pasang sepatu dan sandal Rp 160.000,00. buatlah model matematika dalam y. Jawaban siswa dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil tes akhir tindakan siklus I yaitu dari 27 siswa yang mengikuti tes, 22 orang siswa tuntas atau memperoleh nilai 75 dan 5 siswa lainnya tidak tuntas atau memperoleh nilai 75. Satu diantara siswa tersebut adalah JN. JN sudah menuliskan yang diketahui harga sepasang sepatu (JNS101). Namun JN kurang tepat menuliskan yang diketahui harga sepasang sandal 20.000 (JNS102). Seharusnya siswa JN menuliskan harga sepasang sandal 2. Kesalahan selanjutnya yang terlihat pada jawaban JN adalah

160.000 (JNS103). Seharusnya siswa JN menuliskan y + 2x = 160.000 dan mensubtitusikan . Sehingga jawaban akhir JN salah dalam membuat model matematika. Jawaban yang benar adalah 2y + (y – 20.000) = 160.000. Kebanyakan siswa salah dalam memahami soal sehingga mengakibatkan salah dalam membuat model matematika hingga jawaban akhir.

Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan siklus, peneliti melakukan wawancara dengan JN untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Berikut kutipan wawancara dengan JN pada siklus I.

JNSI 06 P : Perhatikan jawabanmu mengenai hal yang diketahui. JNSI 06 S : Iya bu (melihat jawaban) mengapa dengan jawabanku bu?

JNSI 07 P : Kenapa kamu tidak menuliskan permisalan harga sepasang sepatu? JNSI 07 S : Karena menurut saya hal tersebut tidak perlu lagi dituliskan bu, jadi saya

langsung menuliskan harga sepasang sepatu 20.000

JNSI 08 P : itu yang membuat kamu salah. Kalau begitu coba baca kembali soal nomor 3 dan perhatikan jawaban kamu.

JNSI 08 S : (sambil membaca soal berulang-ulang) iya bu. Saya salah membuat model matematikanya bukan 160.000. saya tidak perhatikan bu karena terburu-buru.

JNSI 09 P : jawaban kamu salah (sambil menunjuk jawaban JN). Coba kamu kerjakan kembali soalnya.

JNSI 09 S : iya bu salah. Saya kerjakan dulu. bu model matematikanya 2y + (y – 20.000) = 160.000, apakah sudah benar jawabannya bu? JNSI 10 P : iya benar. Jawabannya seperti itu dan harus lebih teliti lagi.

JNS101 JNS102 JNS103 JNS201 JNS202 JNS203 JNS204 JNS207 JNS206 JNS205 JNS208 Gambar 4 : Jawaban JN pada tes

Akhir tindakan siklus I

Gambar 5 : Jawaban JN pada tes Akhir tindakan siklus II

(8)

Berdasarkan hasil wawancara siklus I diperoleh informasi bahwa siswa salah dalam memahami maksud soal sehingga salah dalam membuat model matematika (JNSI06S). siswa melakukan kesalahan dalam membuat model matematika karena tidak teliti (JNSI07S). Namun setelah diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dengan memahami kembali maksud soal, kemudian siswa mengerjakan kembali soal dengan memahami maksud soal berulang-ulang hingga memperoleh jawaban yang benar (JNSI08S).

Berdasarkan tes akhir tindakan siklus I diperoleh bahwa siswa kurang tepat menuliskan apa yang diketahui sehingga salah dalam membuat model matematika. Hal ini disebabkan karena siswa tidak memahami maksud soal. Namun saat diwawancarai, siswa dapat menjawab kembali soal dengan benar. Hal ini menunjukan bahwa siswa sudah mampu memahami materi yang diberikan.

Berdasarkan tes akhir tindakan siklus II diperoleh bahwa dari 28 siswa yang mengikuti tes, 25 siswa tuntas atau memperoleh nilai 75 dan 3 siswa lainnya tidak tuntas atau memperoleh nilai 75. Berikut satu di antara soal yang diberikan: Seorang petani mempunya sebidang tanah berbentuk persegi panjang, dengan panjang 6 m lebih panjang dari lebarnya. Jika keliling tanah tersebut adalah 80 m. Tentukan luas tanah tersebut! Berdasarkan soal tersebut ditemukan beberapa siswa melakukan kesalahan. Satu diantara siswa tersebut adalah JN. JN menuliskan diketahui lebar (JNS201) dan panjang 6 (JNS202). Selanjutnya JN menuliskan rumus keliling persegi panjang K = (JNS203). Kemudian mensubtitusikan lebar dan panjang kedalam rumus keliling persegi panjang 80 = 2(x + (x + 6)) (JNS204). Siswa menuliskan nilai yang diperoleh = 17 (JNS206). Selanjutnya JN mensubtitusikan nilai yang diperoleh kepersamaan 6 (JNS207) dan memperoleh nilai 23 (JNS208). Siswa belum lengkap menulisnya yang diketahui seharusnya menuliskan keliling = 80. Setelah menuliskan yang diketahui seharusnya siswa menuliskan yang ditanyakan. Siswa juga salah dalam mensubtitusikan nilai panjang dan lebar pada keliling persegi panjang (JNS204). Seharusnya 80 = 2((x + 6) + x ). Siswa juga tidak menyelesaikan soal hanya sampai mendapatkan nilai panjang dan lebar, siswa tidak menghitung luas sebidang tanah (JNS206) dan (JNS207). Beberapa siswa tidak teliti dalam penulisan dan melakukan kesalahan dalam mensubtitusiakan. Kesalahan siswa tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan, peneliti melakukan wawancara dengan JN untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Berikut kutipan wawancara dengan JN pada siklus II. JNS2 06 P : sebaiknya kamu menuliskan yang ditanyakan kemudian mensubtitusi yang diketahui ke dalam rumus keliling persegi panjang. Coba kamu tulis kembali jawabanmu yang benar.

JNS2 06 S : dik: lebar x

Panjang x + 6 dit: luas sebidang tanah?

K = 2 (p + l)

80 = 2((x+6) + x)

JNS2 07 P : iIya benar. Sekarang lihat pekerjaanmu sebelumnya, kenapa kamu menuliskan 80 = 2 (x + (x + 6)? dan kenapa kamu tidak mencari luasnya?

JNS2 07 S : saya salah mensubtitusikan nilai panjang dan lebarnya bu. Saya tidak memperhatikan apa yang ditanyakan soal sehingga saya hanya mencari panjang dan lebar tanah bu, dan tidak mencari luasnya

(9)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa JN sudah paham dengan materi yang diberikan setelah mengetahui dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam menjawab soal yang diberikan. Siswa tidak teliti dalam penulisan karena terburu-buru dan ingin cepat selesai sehingga tidak ada waktu lagi untuk memeriksa kembali jawabannya sebelum dikumpulkan.

Berdasarkan tes akhir tindakan siklus II diperoleh bahwa siswa menuliskan apa yang diketahui tetapi tidak menuliskan apa yang ditanyakan. Kemudian siswa tidak mengerjakan soal sampai selesai. Hal ini disebabkan karena siswa tidak teliti dan tidak memeriksa kembali jawabannya. Namun saat diwawancarai, siswa menyadari kesalahan jawaban dan dapat menjelaskan jawaban dengan benar. Hal ini juga menunjukan bahwa siswa sudah mampu memahami materi yang diberikan.

PEMBAHASAN

Sebelum pelaksanaan tidakan, peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi prasyarat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutrisno (2012) yang menyatakan bahwa pelaksanaan tes sebelum perlakuan dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pemberian tes awal digunakan untuk pembentukan kelompok belajar yang heterogen dan penentuan informan.

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II dimulai dengan kegiatan pendahuluan yaitu peneliti mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran siswa. Selanjutnya peneliti menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan meminta siswa untuk merapikan pakaiannya terlebih dahulu. Selanjutnya meminta siswa untuk menyiapkan buku dan alat tulis yang akan digunakan.

Aktivitas pada fase penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai agar siswa terarah dalam pembelajaran. Kemudian peneliti memberikan motivasi kepada siswa dengan cara menjelaskan manfaat mempelajari materi persamaan linier satu variabel. Satu di antara manfaatnya yaitu memudahkan siswa untuk menentukan biaya yang harus dibayar saat melakukan transaksi jual-beli dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga membuat siswa siap dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini didukung pendapat Wahid (2012) yang menyatakan bahwa memotivasi peserta didik akan terpelihara apabila mereka menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kemudian peneliti melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat siswa dengan melakukan tanya jawab mengenai materi operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar pada siklus I, dan materi konsep persamaan linier satu variabel pada siklus II. Apersepsi yang dilakukan membuat siswa dapat memahami materi prasyarat sebelum mempelajari materi selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1990:26) yang menyatakan bahwa sebelum mempelajari konsep B, seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A yang mendasari konsep B. Sebab tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B.

Kegiatan inti dimulai dengan fase penyajian informasi, peneliti mendeskripsikan secara singkat tentang fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe NHT, sehingga siswa mengetahui fase-fase pembelajaran yang diterapkan dan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Kemudian peneliti menyampaikan subpokok materi yang akan dipelajari. Fase penomoran, peneliti mengatur siswa untuk bergabung ke dalam kelompok yang telah dibentuk dua hari sebelumnya yang terbagi atas 6 kelompok belajar. Setiap kelompok terdiri atas 4 sampai 5 siswa. Anggota kelompok pada siklus I sama dengan anggota kelompok pada siklus

(10)

II. Kemudian peneliti membagikan nomor kepala kepada siswa dan memastikan bahwa setiap siswa duduk berdasarkan urutan nomor anggotanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Paembonan (2014) yang menyatakan bahwa tempat duduk siswa dalam kelompok diatur sesuai urutan nomor. Fase pengajuan pertanyaan, peneliti membagikan materi ajar dalam bentuk print out serta membagikan LKPD yang berisi pertanyaan atau permasalahan kepada setiap kelompok sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kemudian peneliti menjelaskan kepada siswa bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab mengerjakan soal pada LKPD yang dibagikan.

Aktivitas pada fase berpikir bersama peneliti meminta siswa untuk membaca dan memahami materi pelajaran terlebih dahulu secara berkelompok sebelum mengerjakan LKPD. Kemudian, siswa berdiskusi dan bekerjasama dengan teman kelompoknya dalam menyatukan pendapat untuk menyelesaikan soal pada LKPD. Sehingga setiap anggota kelompok mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Alie (2013) yang menyatakan bahwa setiap siswa dapat menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan setiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Saat siswa mengerjakan LKPD, guru bertindak sebagai fasilitator untuk mengontrol kerjasama siswa dan memberikan bimbingan yang bersifat terbatas kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal.

Aktivitas pada fase pemberian jawaban atau evaluasi, peneliti meminta masing-masing kelompok untuk mengumpulkan LKPD. Kemudian peneliti mengundi nomor untuk menentukan siswa yang akan maju mempresentasikan jawaban kelompoknya. Peneliti mengundi nomor siswa yang akan maju telebih dahulu. Setelah itu, peneliti mengundi nomor kelompok yang akan maju. Kemudian, peneliti memanggil nomor tersebut. Siswa yang disebutkan nomornya mengacungkan tangan dan mempresentasikan jawaban kelompoknya. Siswa lain yang beromor sama berdiri dikelompoknya masing-masing untuk memperhatikan dan menanggapi jawaban yang dipresentasikan dalam kegiatan diskusi kelompok. Setelah itu, penelti meminta siswa untuk memuat kesimpulan pelajaran. Kemudian peneliti memberikan penegasan terhadap kesimpulan pelajaran yang diberikan siswa.

Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas peneliti, pada siklus I hal-hal yang menjadi kekurangan peneliti yaitu ketika membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKPD, mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran, mengelola waktu dan melibatkan siswa. Aspek-aspek tersebut masih berkategori kurang. Namun pada siklus II, aspek-aspek tersebut sudah berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I, aspek-aspek yang berkategori kurang yaitu keaktifan siswa dalam kerjasama kelompok dan memberikan kesimpulan pelajaran. Hal ini disebabkan karena masih ada siswa yang kurang berpartisipasi dalam mengerjakan LKPD dan siswa kurang memperhatikan saat temannya melakukan presentasi di depan kelas. Sedangkan aspek yang lainnya sudah berkategori baik. Saat siklus II, keaktifan siswa dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran sudah berada dalam kategori baik, siswa juga mampu memberikan kesimpulan pelajaran dengan baik.

Hasil tes akhir tindakan pada siklus II juga mengalami peningkatan dari siklus I. pada tes akhir tindakan siklus I diperoleh presentase ketuntasan klasikal siswa sebesar 81,16%. Sedangkan, pada tes akhir tindakan siklus II diperoleh presentase ketuntasan klasikal siswa sebesar 89,28%. Hal ini didukung oleh wawancara bahwa siswa mampu memahami materi yang diberikan dan mengerjakan soal dengan benar namun masih kurang teliti dalam penulisannya. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa perbaikan-perbaikan yang peneliti lakukan dalam pelaksanaan siklus II memberikan hasil

(11)

yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan tindakan sudah tercapai dan penelitian tindakan berakhir pada siklus II.

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan tersebut, diperoleh bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu yaitu mengikuti fase-fase: 1) penyampaian tujuan dan pemotivasian, 2) fase penyajian informasi, 3) fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, 4) fase pengajuan pertanyaan atau permasalahan, 5) fase berpikir bersama, dan 6) fase pemberian jawaban. Hal ini juga didukung oleh Paembonan (2014) yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi penarikan kesimpulan logika matematika di kelas X SMA GPID Palu dengan mengikuti fase-fase pembelajaran kooperatif tipe NHT. Selanjutnya Lumentut (2014) juga menemukan bahwa hasil belajar siswa meningkat dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi soal cerita PLSV di kelas VII SMPN 4 Palu yaitu dengan mengikuti fase-fase sebagai berikut: (1) fase penyampaian tujuan dan pemotivasian siswa, (2) fase penyajian informasi, (3) fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, (4) fase pengajuan pertanyaan atau masalah, (5) fase berpikir bersama, (6) fase pemberian jawaban.

Fase penyampaian tujuan dan pemotivasian siswa, guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara lisan dan memotivasi siswa untuk bersemangat dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Selain itu, guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang materi prasyarat. Pada fase penyajian informasi, guru mendeskripsikan secara singkat tentang fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang diterapkan dalam pembelajaran. Pada fase pengorganisasian kelompok belajar dan penomoran, siswa dikelompokkan ke dalam 6 kelompok belajar yang beranggotakan 4 atau 5 siswa. Setelah itu setiap anggota kelompok diberi nomor yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5. Pada fase pengajuan pertanyaan atau masalah, guru membagikan bahan ajar dan LKPD pada masing-masing kelompok. LKPD yang diberikan memuat 5 soal yang dibagikan pada masing-masing anggota kelompok.Pada fase berpikir bersama, peneliti meminta siswa untuk membaca dan mendiskusikan materi pembelajaran terlebih dahulu sebelum mengerjakan LKPD. Selanjutnya, siswa mengerjakan tugas mereka masing-masing dan berdiskusi bersama untuk memperoleh jawaban yang tepat serta memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan dan memahami jawabannya.Pada fase pemberian jawaban, guru bersama siswa melakukan pengundian untuk menentukan siswa yang maju mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.Pengundian dilakukan dengan menggunakan dadu undian yang bertuliskan angka 1, 2, 3, 4, 5 dan coba lagi pada sisi-sisinya.Selanjutnya, siswa yang nomornya diperoleh dari hasil undian mengacungkan tangan dan maju mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Sedangkan siswa lainnya menyimak dan menanggapi hasil pekerjaan yang dipresentasikan dalam kegiatan diskusi kelompok. Setelah berdiskusi, guru memberi penegasan terhadap jawaban siswa dan mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran.

(12)

SARAN

Berdasarkan kesimpulan, peneliti dapat memberikan saran yaitu pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat dijadikan alternatif oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Guru yang ingin menerapkan model pembelajaran kooperatif hendaknya memperhatikan alokasi waktu, aktivitas siswa dan tahapan-tahapan dalam pembelajaran. Sebaiknya siswa juga diberikan lebih banyak latihan soal untuk dikerjakan secara berkelompok sehingga setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab serta dapat bekerjasama dan berdiskusi dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Alie, N. H. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X2 SMA Neg. 3 Gorontalo pada Materi Jarak pada Bangun Ruang. Jurnal Entropi 8.01 [Online], Vol.7, No.1, 10 halaman. Tersedia: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JE/article/view/1167.pdf [15 Oktober 2016].

Afrianur, M. (2015). Penerapan Kooperatif Tipe Numbered Heads Together pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Siswa Kelas VII SMP Muhamadiyah 4 Banjarmasin. [Online]. Dalam skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari. Banjarmasin: Diterbitkan. Tersedia:http://idr.iain-antasari.ac.id/114/ [18 Oktober 2015].

Depdiknas. (2006). Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22

Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hudojo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

Kemdikbud. (2014). Buku Siswa Matematika SMP/MTS Kelas VII Semester 2 (Edisi Revisi). Jakarta: Kemdikbud.

Kemmis, S dan Taggart, R. Mc. (2013). The Action Research Planner: Doing Critical

Participatory Action Research. Singapore: Springer Sience [Online]. Tersedia:

https://books.google.co.id/books?id=GB3IBAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=ke mmis+and+mctaggart&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=kemmis%20and%2 0mctaggart&f=false [26 Oktober 2016].

Lumentut, C. P. (2014). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 14 Palu dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Blok Aljabar pada Materi Perkalian Faktor Bentuk Aljabar. Skripsi Tidak Diterbitkan: FKIP Untad. Miles, M dan Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tantang

Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Muaifah, U. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Operasi Hitung

Campuran Bilangan Bulat di Kelas VII I SMPN 15 Palu. Skripsi Tidak Diterbitkan: FKIP Universitas Tadulako.

Nurmu’ani. (2010). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif

(13)

Kota Surabaya [Online]. Vol.4, 8 halaman. Tersedia: http://dispendik.surabaya.

go.id/surabayabelajar/jurnal/199/4.2.pdf [08 Agustus 2016].

Paembonan, R. D. (2014). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Penarikan Kesimpulan

Logika Matematika di Kelas X SMA GPID Palu. Dalam Jurnal Elektronik Pendidikan

Matematika Tadulako [Online], Vol.2, No.1, 11 halaman. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/3235 /2290 [25 Oktober 2016].

Panjaitan, R. (2008). Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Heads

Together) pada pokok bahasan Relasi Himpunan [Online], Tersedia: http://matematikaclub.wordpress.com/ [18 Oktober 2015].

Purwanto. (2013). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Sukmayasa, Hendra, I. M., L. dan sariyasa. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT berbantuan Senam Otak terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Matematika.

E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. [Online], Vol.3, 11

halaman. Tersedia: http://pasca.undiksha.ac.id/ejurnal/indeks.php/jurnalpendas/article/ view/504/2 [9 November 2016].

Wahid, I. (2012). Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui Pembelajaran Menyenangkan Secara Islami Berbasis Learning Community Materi Pesamaan Lingkaran Kelas XI IPA MA NU Nurul Huda Semarang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo. Semarang: Diterbitkan. Tersedia: http://library.walisongo. ac.id/digilib/files /disk1/140 /jtptiain--ibnuwahid 0-6996-1-ibnuwah-d.pdf [9 November 2016].

Sutrisno. (2012). Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika [Online], Vol.1, No.4, 16 halaman. Tersedia: http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/II/JPMUVol1No4/ 016-Sutrisno.pdf [25 Oktober 2016].

Utami, S. (2014). Pengaruh Creatif Problem Solving Terhadap Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel di Kelas VII SMP Nusantara Plus Ciputat. [Online]. Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Islam Negeri syarif Hidayatullah. Jakarta:

Diterbitkan. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ bitstream /123456789 /25238 /3/ SAKHINA%20SRI%20UTAMI-FITK.pdf [20 Oktober 2016].

Verawati. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII A SMP Negeri 4 Palolo pada Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel. Skripsi Tidak Diterbitkan: FKIP Universitas Tadulako

Viandari, Y. (2009). Implementasi Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel.

E-Journal STKIP PGRI Blitar. [Online], Vol. 15 No 2. Tersedia: http://

Gambar

Gambar 2: jawaban RS pada
Gambar 5 : Jawaban JN pada tes Akhir tindakan  siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Berita Acara Evaluasi nomor : BA/07/III/2014/PBJ-Polda Sumsel tanggal 26 Maret 2014 tentang hasil evaluasi dokumen kualifikasi terhadap calon Pengadaan Jasa

Di dalam kompleks makam (luar cungkup) terdapat beberapa buah nisan batu yang dipahat dengan huruf Jawa, Arab dan juga angka ta- hun.. Sebuah nisan batu terletak di sebelah

Experimental study on adsorption characteristics and performance of solar-powered adsorption refrigeration cycle with generator filled by activated alumina, activated carbon, and

Kompetensi guru tidak berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi, artinya semakin tinggi kompetensi yang dimiliki guru

[r]

Guru Taman Kanak-kanan dalam pembelajaran seni tari, disamping harus menguasai bentuk-bentuk tarian dan ketrampilan dalam

Qur’a>n yang baik pada Pondok pesantren Al-Ma’ruf. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen kurikulum tah}fi>z}ul Qur’a>n di

157 terdapat tanda dan makna, pasangan suami istri di ruang makan maknanya istri yang taat dan berbakti pada suami, mitos yang terdapat di dalamnya “Swarga nunut