• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya menonton televisi memang sudah menjadi konsumsi masyarakat kita. Tidak peduli di desa atau di kota. Tidak peduli kalangan atas atau bawah. Kini mereka menjadikan televisi sebagai kebutuhan pokok. Dalam arti ritme kehidupan masyarakat kita lama kelamaan terpengaruh tayangan televisi (Baksin, 2006: 59). Di era sekarang ini televisi sudah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian orang. Fungsinya yang banyak dianggap sebagai penghibur, pemberi informasi, dan terkadang edukator, menjadi alasan utama orang memiliki televisi. Bahkan, untuk sebagian orang kehadiran televisi di rumah adalah suatu keharusan untuk menunjang unsur kemewahan semata. Yang terakhir ini sudah jelas melenceng dari fungsi awal televisi. Keberadaan media massa khusus nya televisi di Indonesia telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial masyarakat kita. Televisi dengan berbagai macam acara yang ditayangkannya telah mampu menarik minat pemirsanya. Data yang dikeluarkan BPS tahun 2009 menunjukkan bahwa orang Indonesia untuk mendapatkan informasi baru dengan melakukan kegiatan menonton televisi sebesar 85,9 % sedangkan membaca sebesar 23,5 % dan mendengarkan radio sebesar 40,3 % dari total penduduk Indonesia. Dilihat dari data tersebut diatas dapat kita artikan bahwa intensitas kegiatan menonton televisi masyarakat kita masih tinggi dibanding kegiatan membaca buku dan mendengarkan radio. Padahal perkembangan program acara televisi saat ini lebih dirasa mengacu pada trend bukan atas dasar sasaran dan tujuan program televisi itu sendiri walaupun tidak semua program acara televisi demikian. (Musthofa, 2012: 2-3)

Di antara bentuk-bentuk media massa yang ada, televisi adalah salah satu medium massa yang paling populer di tengah-tengah masyarakat. Berdasarkan survey AC Nielsen, televisi menempati urutan pertama dengan perolehan presentase sebanyak 95% sebagai medium utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain itu,

(2)

di Amerika Serkat sebanyak 99% memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam sehari (Ardianto dan Erdiana, 2004: 125).

Televisi memiliki keistimewaan dibandingkan dengan media komunikasi massa lainnya. Menurut Wibowo (1997) televisi sebagai bagian dari kebudayaan audiovisual baru merupakan medium yang paling kuat pengaruhnya dalam membentuk sikap dan kepribadian masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan oleh satelit dan pesatnya perkembangan jaringan televisi yang menjangkau masyarakat hingga ke wilayah terpencil. Kelebihannya terletak pada penggunaan bahasa verbal dan visual dalam penyampaian pesan, informasi, pengajaran, ilmu dan hiburan. (Ardianto dan Erdiana, 2004: 128).

Posisi dan peran televisi dalam operasionalnya di masyarakat tidak berbeda dengan cetak dan radio. Robert K. Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Stanford B. Wienberg dalam “Messeges – A Reader in Human Communication”, Random House New York 1980, mengungkapkan tiga fungsi media (Kuswandi, 1996:24).

1. The Surveillance of the environment, yaitu untuk mengamati lingkungan 2. The Correlation of the part of society in responding to the environment,

yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the next, maksudnya ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke genarasi berikutnya.

Stasiun-stasiun televisi saat ini telah menyediakan program acara yang beragam dan menarik sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat diantaranya drama, reality show, dan berita. Salah satu acara menarik yang banyak ditayangkan di televisi adalah tayangan reality show yang menampilkan gambaran kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Program acara ini mencoba menyajikan suatu keadaan yang nyata (riil) dengan cara yang sealamiah mungkin tanpa rekayasa (Morrisan, 2008: 217).

(3)

Reality show mempunyai perbedaan dibandingkan tayangan lainnya yang disiarkan di televisi. Reality show diproduksi berdasarkan realitas kehidupan dengan menampilkan ekspresi, atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang. Pada tayangan reality show, pelaku utama tidak harus berasal dari orang-orang terkenal, tapi masyarakat biasa dapat menjadi pelaku utama dalam tayangan ini. Keberhasilan reality show dalam merebut perhatian penonton juga dikarenakan banyaknya konflik dalam tayangan jenis ini. Konflik adalah bagian dari nilai jual suatu pesan media.

Reality show diproduksi dengan tujuan untuk menghibur, mendidik dan memberikan inspirasi kepada penontonnya. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi. Tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi (Ardianto dan Erdiana, 2004: 128).

Menurut Charles Wright hal ini jelas sebagai salah satu fungsi yang lebih bersifat human interest. Maksudnya, agar masyarakat tidak merasa jenuh dengan berbagai isi pesan yang disajikan oleh televisi. Selain itu, fungsi hiburan media massa juga berdaya guna sebagai sarana pelarian pemirsa/masyarakat sasaran terhadap satu masalah (Kuswandi, 1996: 25).

Reality Show pertama sekali muncul di Amerika Serikat pada sekitar tahun 1948 melalui program acara Candid Camera yang diproduksi oleh Allen Funt. Pada acara ini, orang-orang akan dihadapkan dengan situasi yang tidak biasa, menggunakan suatu trik dan alat peraga tertentu untuk mengetahui reaksi seseorang akan situasi yang direkam melalui kamera tersembunyi. Sebelumnya acara ini juga pernah disiarkan di stasiun ABC Radio melalui program acara The Candid Microphone. Pada tahun 1950 muncul program acara dengan format yang sama dengan acara sebelumnya yaitu Truth or Consequences yang juga menggunakan sistem kamera tersembunyi. Selanjutnya pada tahun 2000-an, tayangan reality show dengan format lain, seperti game show mulai berkembang pesat di stasiun-stasiun televisi Amerika. Salah satu contohnya adalah program acara Survivor yaitu sebuah acara kompetisi dengan mengambil lokasi

(4)

di sekitar hutan dengan membangun kemah berkelompok. Program acara ini mampu memperoleh rating pertama dengan jumlah penonton sekitar 27 juta orang. Selain itu selama tiga episode terakhir program acara ini disiarkan, pihak stasiun televisi telah mendapatkan keuntungan sebesar 50 juta dollar melalui iklan (Hill, 2005: 2).

Reality show sendiri sangat terkenal di UK. Pada tahun 2000, lebih dari 70 persen dari populasi penduduk (usia 4-65 tahun) menonton program reality show. Jenis-jenis reality show yang mereka tonton seperti program polisi atau program kriminal seperti pada program acara Camera Action! pada chanel ITV1 yang ditonton sejumlah 71 persen orang dewasa dan 72 persen anak-anak. Program Airport pada chanel BBC1 ditonton sebanyak 71 persen orang dewasa dan 75 persen anak-anak. Hal ini tentunya semakin berkembang dengan semakin banyaknya program-program reality show yang ditayangkan. (Hill, 2005:3)

Istilah reality show mulai mengemuka dalam pertelevisian nasional setelah ‘Akademi Fantasi Indosiar’ (AFI) digelar, disertai penayangan dan iklan yang sangat intens. Dalam beberapa bulan kemudian disusul oleh RCTI dengan ‘Indonesian Idol’, yang sebelumnya diawali dengan American Idol tayangan asli Fox Network America, yang ternyata diterima dengan baik oleh penonton tanah air. Sukses Indosiar dengan ‘konser AFI’ menempatkan ratingnya pada posisi puncak, membuat tayangan reality show semakin dikenal dan diminati penonton. Beberapa stasiun televisi lain berlomba membuat program sejenis. Maraknya stasiun televisi berlomba merancang berbagai program dengan memanfaatkan momentum naik daunnya reality show. Seperti yang disampaikan oleh Shuman Ghosemajumder (2003) bahwa televisi merupakan media yang paling cocok dan tepat untuk reality show, karena selain memungkinkan untuk siaran langsung (live) juga mempunyai sifat audio visual (Sugihartono, 2004: 73).

Setelah sukses dengan reality show pencarian bakat, berbagai acara reality show dengan tema berbeda mulai diproduksi oleh beberapa stasiun televisi. Beberapa diantaranya mengusung tema percintaan, hiburan, permainan, serta tema sosial yang cukup banyak disiarkan di televisi Indonesia. Program acara “Katakan Cinta” adalah

(5)

reality show pertama di Indonesia dengan tema percintaan yang disiarkan sejak 19 Januari 2003 di RCTI setiap hari Minggu pukul 16.30 WIB. “Katakan Cinta” terpilih sebagai reality show terfavorit dalam ajang Panasonic Awards 2003, dan nominator reality show terfavorit Panasonic Awards 2004. Kesuksesan program acara “Katakan Cinta” telah mendorong stasiun televisi lain untuk berlomba-lomba memproduksi reality show dengan tema sejenis. Beberapa contoh diantaranya seperti SCTV dengan Playboy Kabel, Kontak Jodoh, dan Harap-harap Cemas (H2C), Pacar Usil, Cinta Lama Bersemi Kembali (CLBK), Cinta Lokasi, Masihkah Kau Mencintaiku, dan masih banyak lainnya. Selain percintaan, beberapa stasiun televisi lain justru tertarik memproduksi reality show dengan tema mistis karena dianggap dapat menarik rasa penasaran para penonton yang menyaksikannya seperti pada program acara Masih Dunia Lain.

Namun ternyata para kreator stasiun televisi tidak terhenti pada lingkup tema-tema tersebut, hingga muncullah reality show bertema sosial dengan mengangkat sesuatu yang berbau kemiskinan dan privacy. Beberapa contohnya yaitu pada program acara Rumah Gratis dan Jika Aku Menjadi yang pernah ditayangkan di stasiun televisi TRANS TV, Bedah Rumah dan Minta Tolong yang pernah ditayangkan di stasiun televisi RCTI, Catatan si Olga yang pernah ditayangkan di ANTV, serta program acara Orang Pinggiran yang sampai sekarang masih ditayangkan di stasiun televisi Trans 7.

Reality show dengan tema sosial ini pada umumnya mengangkat kisah seseorang yang hidup dalam garis kemiskinan dan mempunyai kekurangan baik secara ekonomi maupun secara fisik. Kondisi tempat tinggal yang kurang layak, pekerjaan yang tidak didukung dengan penghasilan yang mencukupi, serta kurangnya sarana prasarana yang memadai di lingkungan sekitar merupakan beberapa hal yang paling sering disoroti.

Fenomena kemiskinan merupakan salah satu dari banyaknya masalah sosial yang dialami Indonesia saat ini. Usaha-usaha pemberantasan kemiskinan sampai sekarang belum efektif dalam memberantas kemiskinan di Indonesia. Hingga saat ini,

(6)

masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan. Hal ini terbukti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dimana hingga tahun 2013 sebanyak 28 juta dari 250 juta masyarakat Indonesia atau dengan presentase sebesar 11,47% yang masuk dalam kategori masyarakat miskin

(www.bps.go.id). Fenomena ini telah mendorong sejumlah stasiun televisi untuk

mengangkat masalah kemiskinan sebagai salah satu tema dalam tayangan reality show. Salah satunya yaitu pada program acara Orang Pinggiran.

Orang Pinggiran adalah program acara semi dokumenter yang tayang setiap hari Rabu–Jumat pukul 15.45-16.15 WIB di stasiun televisi Trans 7. Tayangan ini bercerita mengenai perjuangan orang pinggiran untuk bisa bertahan hidup meskipun kehidupan mereka terus tergerus oleh perkembangan zaman. Memenuhi berbagai kebutuhan hidup meskipun dengan keterbatasan dan ketertinggalan menjadi inspirasi tersendiri bagi penonton. Motivasi dan semangat mereka menjalani hidup dapat

mengatasi berbagai halangan yang ada

(https://www.facebook.com/orping.t7/info?tab=page_info). Tayangan ini mengambil

kisah dari kehidupan seseorang yang mempunyai kekurangan baik secara ekonomi, atau pun fisik dimana sehari-hari mereka harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan penghasilan seadanya. Namun, beberapa penonton menganggap bahwa acara ini melebih-lebihkan fakta, serta menyoroti kesusahan hidup seseorang menjadi sebuah tayangan yang menarik dan membawa keuntungan bagi pihak produksi acara serta stasiun televisi yang bersangkutan.

Beberapa masyarakat menganggap tayangan ini diproduksi dengan tujuan untuk menguntungan pihak-pihak tertentu saja dari hasil penayangan acara ini. meskipun acara ini merupakan reality show, bukan berarti acara ini menampilkan realitas secara keseluruhan. Meskipun begitu, masyarakat lainnya mengganggap tayangan ini memberikan inspirasi dan motivasi bagi penontonnya. Hal ini terbukti sejak awal penayangannya pada tanggal 13 Desember 2010 hingga saat ini program acara Orang Pinggiran telah mendapat berbagai apresiasi yang positif. Beberapa diantaranya yaitu melalui penghargaan yang diberikan oleh Dompet Kaum Duafa dengan kategori

(7)

Program Televisi paling Inspiratif tahun 2012, serta Anugerah Adiwata Sampoerna 2011 dengan episode Sang Juara dari Bantaran Rel. selain penghargaan tersebut, berbagai apresiasi juga muncul melalui beberapa akun media sosial resmi Orang Pinggiran di facebook, dan twitter.

Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti representasi kemiskinan pada program acara Orang Pinggiran untuk melihat bagaimana sebuah fenomena kemiskinan dikonstruksi dan direpresentasikan melalui media massa. Peneliti kemudian memilih program ini sebagai objek penelitian, dengan alasan karena program ini merupakan salah satu program acara reality show yang mempunyai jam tayang cukup panjang. Program ini juga mempunyai banyak penggemar, karena di empat tahun penayangannya rating program ini masih tetap terjaga.

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah kemiskinan direpresentasikan dalam tayangan reality show Orang Pinggiran di Trans 7?”

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada reality show Orang Pinggiran episode ‘Derai Harap Bocah Penjual Bakso’ dengan durasi 22 menit 8 detik.

2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif Analisis pada penelitian ini menggunakan kajian semiologi Roland Barthes.

(8)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui representasi kemiskinan pada tayangan reality show Orang Pinggiran di Trans 7.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai tambahan referensi dan sumber bacaan mahasiswa FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan bagi pengembangan Ilmu Komunikasi, khususnya bagi mahasiswa atau masyarakat yang tertarik dengan topik penelitian.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa atau masyarakat yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai analisis semiotika pada tayangan reality show.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Selain itu, memperkenalkan budaya lokal anda kepada orang luar negeri menjadi langkah selanjutnya untuk menjaga budaya anda agar tidak punah, dan terakhir adalah anda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Tabel item-total statistik menunjukan hasil perhitungan reabilitas untuk 10 pernyataan.Menentukan besarnya r tabel dengan ketentuan tingkat kepercayaan (degree of

Prosedur otorisasi yang memadai dalam koperasi sangat diperlukan untuk mendukung pengesahan dokumen – dokumen yang mendukung jalannya dalam pemberian kredit