• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teori 1. Peranan Orang Tua Peranan merupakan suatu pengharapan perilaku yang dilakukan oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teori 1. Peranan Orang Tua Peranan merupakan suatu pengharapan perilaku yang dilakukan oleh"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 A. Kerangka Teori

1. Peranan Orang Tua

Peranan merupakan suatu pengharapan perilaku yang dilakukan oleh seorang individu maupun kelompok yang dapat bertindak dalam bersikap berdasarkan fungsi dan statusnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan”. Kemudian Boerce (2008:122) juga mengatakan bahwa “peranan adalah harapan bersama yang menyangkut fungsi-fungsi di masyarakat”. Kamisa (1997:420) juga berpendapat bahwa “Peranan adalah sesuatu yang dibuat dan besar pengaruhnya terhadap suatu peristiwa”.

Orang Tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua memiliki tanggungjawab untuk mendidik,mengasuh dan membimbing anak-anaknya dalam mencapai suatu tahapan tertentu sehingga siap dalam hidup bermasyarakat. Pengertian orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “Orang Tua artinya ayah dan ibu.”.

Munir (2011) menjelasskan bahwa orang tua merupakan orang yang lebih tua atau yang dituakan.Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak.Ibu dan Bapak selain yang melahirkan kita kedunia ke dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik menjalani kehidupan sehari-hari,selain itu orang tua juga memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat didunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak.Maka pengetahuan yang pertama yang diterima oleh

(2)

anak dari orang tuanya adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar,maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.”

Dapat dikatakan peranan orang tua sangat penting dan sangat berpengaruh kepada perilaku anak. Mereka tentunya memiliki kewajiban penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya,karena anak memiliki hak untuk diurus dan dibina oleh orangtuanya hingga beranjak dewasa. Orang tua harus memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina anak-anaknya baik dari segi psikologis. Ke dua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknyaagar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.

Seorang ahli psikologi Gunasar (2009), Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Dalam hidup berumah tangga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola pikir,perbedaan dari gaya dan kebiasaan, perbedaan dari sifat dan tabiat,perbedaan dari tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya,sehingga akan memberikan terdapat pada ke dua orang tua ini akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut.

Menurut Nasution,(1999:103) menyatakan bahwa “Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebutsebagai bapak dan ibu”. Orang tua

(3)

juga merupakan tulang punggung keluarga yang berperan menyiapkan anak sehingga tumbuh menjadi anak mandiri, bertanggungjawab dan berperilaku baik. Orang tua merupakan contoh teladan bagi anak-anaknya. Apabila orang tua gagal dalam mendidik maupun membentuk kepribadian anak menjadi perilaku baik,maka bukan tiidak mungkin menjadi telantar dengan berbagai pola hidup yang tidak baik seperti terjerumus kepada kenakan remaja yaitu pergaulan bebas, kecanduan narkoba dan sosiopatik lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua dituntut mendidik, memperhatikan, membina, mendampingi, melindungi, bertanggungjawab dan menyediakan setiap kebutuhan anak mulai dari memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sandang pangan dan papan serta memberi kasih sayang kepada anak-anaknya. Dengan kata lain orang tua berperan dalam menentukan masa depan anak. secara fisik supaya anak bertumbuh sehat dan berpostur tubuh baik. Secara mental anak diharapkan tumbuh cerdas, maka selain kelengkapan gizi juga perlu motivasi belajar serta sarana prasana yang memadai.Sedangkan secara sosial supaya anak dapat mengembangkan jiwa sosial dan budi pekerti yang baik merekan harus diberi peluang untuk bergaul mengaktualisasikan diri,serta memupuk kepercayaan diri. Hal itu sejalan dengan pendapat Dahlan (2007:36) yang menyatakan bahwa :

“Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembalikan pribadi anak.Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang di berikannya merupakan faktor yang kondusif untuk

(4)

mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat”.

Dengan kata lain orang tua tidak hanya menuntut anak melainkan dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan apa yang ada pada dirinya dengan terus dibimbing dan dibina sehingga anak tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya dengan dengan tidak memenuhi tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu,akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak-anaknya.Terutama peran seorang ayah dan ibu adalah memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya.

Perkembangan jiwa dan sosial anak yang kadang kala berlangsung kurang sesuai diakibatkan karena orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih sayang orang terhadap anaknya tidak dapat disalurkan dengan hanya menyediakan sandang,pangan,dan papan secukupnya. Anak-anak memerlukan perhatian dan pengertian sepaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa.Orang tua perlu membina anak agar mau berprestasi secara optimal,agar tidak menjadi suatu penyia-nyiaan terhadap bakat-bakatnya.

Pembinaan dilakukan dengan mendorong anak untuk mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuannya.Ada pula orang tua, karena tingkat pendidikan sendiri mereka sendiri terbatas, karena acuh tak acuh atau kurang memperhatikan anak, pendidikan anak, tidak peka dalam pengamatan ciri-ciri kemampuan anaknya. Seorang anak sangat memerlukan bimbingan orang tuanya

(5)

dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ada dalam diri anak tersebut.

Dalam rangka menggali potensi dan mengembangkan bakat dalam diri anak maka seorang anak memerlukan pendidikan yang baik dari pendidikan formal,nonformal maupun informal.Akan tetapi yang paling penting adalah pendidikan keluarga yang diberikan oleh kedua orang tua.

Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi bagi pengembangan kepribadian anak dalam hal ini orang tua harus berusaha menciptakan lingkungan keluarga yang sesuai dengan keadaan anak. Dalam lingkungan keluarga harus diciptakan suasana yang serasi,seimbang,dan selaras,orang tua harus bersikap demokratis baik memberikan larangan dan berupaya merangsang anak menjadi percaya diri. Komunikasi keluarga sangat menentukan pembentukan pribadi anak-anak di dalam dan di luar rumah. Selanjutnya dikatakan bahwa seorang ayah umumnya berfungsi sebagai dasar hukum bagi putra-putrinya, sedangkan seorang ibu berfungsi sebagai landasan moral bagi hukum itu sendiri.

Orang tua zaman sekarang sangat sibuk mencari nafkah. Sehingga membuat mereka tidak mempunyai waktu banyak untuk terus mengawasi anak.Padahal perilaku menyimpang yang dilakukan anak bersumber dari pergaulan.Untuk itu,orang tua sebaiknya dapat melakukan peranannya dengan baik untuk mencegah dan menangani masalah ini menurut Dahlan (2007:36) bahwa :

(1). Pemberian kasih sayang dan perhatian orang tua dalam halapapun (2). Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang.Contohnya orang tua boleh saja membiarkan anak melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut menurut pengawasan orang tua anak telah melewati batas yang sewajarnya, orang tua perlu perlu memberitahukan anak dampak dan akibat yang harus di tanggungnya bila anak terus melakukan hal yang

(6)

sudah melewati batas tersebut. (3) Biarkanlah anaknya bergaul dengan teman sebaya,yang hanya beda umur 2 atau 3 tahu lebih tua darinya.Karena apabila orang tua membiarkan anaknya bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya,yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka anak punbisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dijalani.(4)Pengawasanyang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv,internet,radio, handphone,dll.(5) Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah,karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktu selain dirumah.(6) Perlunya pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaanya.(7)Orang tua perlu mendukung hobi yang anak inginkan selama itu masih positif untuk anak.Jangan pernah orang tua mencegah hobinya selama bersifat positif.Karena dengan melarangnya dapat mengganggu kepribadian dan percaya dirinya.(8) Orang Tua harus menjadi tempat curhat yang nyaman untuk anak,sehingga dapat membimbing anak ketika sedang menghadapi masalah.

Inilah yang terjadi interaksi antara orang tua, dan antara orang tua dan anak, dan antara anak dan anak.Pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai-nilai kebiasaan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya pada umumnya terjadi melalui asuhan, suruhan, larangan dan bimbingan. Pada akhirnya tumbuh perbuatan dari pengalaman hidup sehari-hari dan lingkungan.

a. Peran orang tua dalam fungsi afeksi (emosi).

Ada beberapa faktor mempengaruhi emosi anak, yaitu faktor kelelahan, faktor kesehatan, faktor intelejensi, faktor lingkungan sosial

b. Peran orang tua dalam fungsi sosial.

Lingkungan sosial adalah tempat terjadinya hubungan sosial antara seseorang dengan orang lain. Dalam hubungan sosial akan terjadi hhubungan saling mempengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompok nya akan mempenngaruhi norma yang berlaku dalam keluarga. Anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan

(7)

kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluargany. Sehubugan hal itu, dalam kehidupan sosial anak, anak akan senantiasa”menjaga” status sosialnya. c. Peran orang tua dalam fungsi biologis. Manusia lahir dimulai dari suatu proses

pembuahan (pertemuan sel telur dan sel sperma) yang membentuk suatu sel kehidupan yang disebut embrio. Masa sebelum lahir hingga saat lahir membetuhkan peran orang tua. Orang tua sudah semestinya.

Menurut Yacub (2005) peranan dan tanggung jawab ayah dalam keluarga adalah :

(a) Mencari nafkah dan menyalurkannya kepada istri dan anak-anaknya. (b) Memberikan nafkah batin dengan penuh kasih sayang dan

menumpahkan perhatian kepada istri dan anak-anaknya.

(c) Mencari dan menyiapkan keperluan diri baik untuk kehidupan secara fisik dan non fisik.

(d) Menrencanakan dan mengatur untuk membimbing dan mendidik serta menjadi teladan.

(e) Membina keluarganya agar tercipta susana yang baik/harmonis secara internal dan eksternal (tetangga dan lingkungan).

(f) Melakukan kerja sama dan komunikasi dalam keluarga dan lingkungannya.

(g) Mengawasi dan mengambil control berbagai kebijakan tentang kehidupan dan pendidikan keluarganya.

Sedangkan peranan dan tanggung jawab ibu dalam keluarga menurut Yacub 2005 adalah :

(a) Pendamping suatu secara lahir dan batin.

(b) Mitra dialog dan anggota-anggotta keluarga lainnya.

(c) Pelaksana teknis dalam penataan dan pelaksanaan kehidupan sehari-hari keluarganya sebagai mana yang lazim dilakukan ibu rumah tangga.

(d) Pembimbing dan pendidik anak-anaknya tidak hanya pada usia balita tetapi secak dalam kandungan sampai pada masa dewasa.

(e) Berperan aktif dalam perencanaan dan penataan/pelaksanaan keperluan makanan/gizi dari keluarganya.

(f) Membantu suami menambah pendapatan keluarga jika sekurang-kurangnya dapat mengelolah dan menjaga hasil pendapatan suaminya secara efektif dan efisien.

(g) Pendamping suami dalam berkomonikasi/bekerja sama dala keluarga dan lingkungannya.

(8)

(h) Pengontrol dan megawasi kegiatan teknis dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan dan pergaulan anak baik di dalam dan diluar rumah tangganya.”

Menurut Yacub peranan orang tua dalam fungsi keluarga adalah :

(a) Peranan orang tua dalam fumgsi pendidikan. Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah, yang merupakan salah satu peran orang tua yang sangat penting yaitu sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Menurut Yacub (2005) “ peran pendidikan keluarga secara alamiah memang sangat mendominasi oleh ibu, namun diperlukan peran ayah dalam pembinaan mental anak-anaknya”. Di dalam kehidupan keluarga mencermati perkembangan anak mulai dari kandungan, dalam proses kelahiran dan pasca kelahiran serta perkembangan dan pertumbuhannya pada usia seterusnya.

(b) Peran orang tua dalam fungsi ekonomis. Orang tua merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam memenuhi berbagai keperluan ekonomi untuk hidup dan keberlangsungan kehidupannya baik untuk keperluan primer, sekunder, dan seterusnya. Dalam zaman ini ada kecendrungan bahwa dalam menjalankan fungsi ekonomi tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki (ayah) melainkan juga kaum wanita (ibu).

(c) Peran Orang tua dalam fungsi religius. Orang tua mengajarkan ibadah kepada anak sedini mungkin. Dimulai sejak kedua orang tua sebelum menikah, sebelum terjadinya pembuahan dan ketika calon bayi masih dalam kandungan.

Berdasarkan peran orang tua dalam fungsi keluarga, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah segala fungsi dan tugas serta upaya yang diberikan kepada anak serta memberikan sarana dan dukungan agar anak dapat bertingkah laku positif baik di rumah, lingkungan sekolah dan masyarakat.

Menurut Steven R. Copy dalam Dahlan Jawad (2007:47) menyatakan ada 4 prinsip peranan orang tua yaitu:

(1) Modelling Example of trustworthiness. Orang tua adalah contoh model bagi anak.Tidak dapat disangkal bahwah contoh dari orang tua mempunyai pengharuh yang sangat kuat bagi anak. Oleh karena itu,maka peranan “modeling” orang tua bagi anak dipandang sebagai sesuatu hal yang sangat mendasar,suci dan spritual. Melalui modeling ini juga anak akan belajar tentang sikap proaktif dan sikap respek dan kasih sayang.

(2) Mentoring yaitu kemampuan untuk menjalin atau membangun hubungan inventasi emosional (kasih sayang kepada orang lain ). Orang tua merupakan mentor pertama bagi anak yang menjalin hubungan dan

(9)

memberikan kasih sayang secara mendalam baik positif maupun negative.Orang tua menjadi orang pertama bagi perkembangan perasaan anak, rasa aman atau tidak aman,dicintai atau dibenci.

(3) Organizing peran organizing adalah untuk meluruskan struktur dan sistem keluarga dalam membantu hal-hal yang penting.

(4) Teacing, orang tua berperan sebagai guru (pengajar)bagi anak-anaknya tentang hukum-hukum dasar kehidupan.Melalui pengajaran ini,orang tua berusaha memperdayakan prinsip-prinsip kehidupan,sehingga anak memahami dan melaksanakannya.Peran orang tua sebagai guru adalah menciptakan “conscious competence” pada diri anak yaitu ,ereka mengalami tentang apa yang mereka kerjakan dan alasan tentang mengapa mereka mengerjakan itu.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peranan orang tua adalah segala fungsi dan tugas dan orang tua sebagai pengasuh dan pendidik untuk anak remajanya, di mana orangg tua memberikan peluang, sarana dan mendukung kepada remaj,termasuk dukungan psikologis dengan memberikan kasih sayang dan bimbingan kepada anak untuk dapat melakukan yang positif dengan demikian tercipta perilaku yang baik dari remaja tersebut.

2. Kenakalan Remaja 2.1. Pengertian

Kenakalan remaja merujuk pada tindakan pelanggaran suatu hukum atau peraturan oleh seorang remaja. Pelanggaran hukum atau peraturan bisa termasuk pelanggaran berat seperti membunuh atau pelanggaran seperti membolos dan mencontek. Pembatasan mengenai apa yang termasuk sebagai kenakalan remaja mungkin dapat dilihat dari tindakan yang diambilnya, seperti tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan pelanggaran ringan dan tindakan pelanggaran berat (Gunarsa, 2009).

Sarwono (2011) mendefinisikan salah satu bentuk penyimpangan sebagai kenakaan remaja. Kenakalan remaja ini merupakan tindakan oleh seseorang yang

(10)

belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya tidak sempat diketahui oleh petugas hukum maka dirinya dapat dikenai hukuman. Perilaku menyimpang remaja merupakan tingkah laku yang menyimpang dari norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga, namun jika penyimpangan tersebut terjadi terhadap norma-norma hukum pidana baru disebut kenakalan.

2.2. Jenis-jenis Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja merupakan perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Jensen (1985 dalam Sarwono, 2011) membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis, yaitu :

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain, seperti pelacuran, penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.

2.3. Pencegahan Kenakalan Remaja

Dalam menghadapi remaja, ada beberapa hal yang harus diingat yaitu bahwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak dan bahwa lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat yang menyebabkan

(11)

kesimpang siuran norma. Upaya untuk mengurangi benturan berbagai gejolak itu dan memberi kesempatan agar remaja dapat mengembangkan dirinya secara lebih optimal, perlu diciptakan kondisi lingkungan terdekat yang stabil mungkin, khususnya lingkungan keluarga (Sarwono, 2011).

Keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami istri yang harmonis akan lebih menjamin remaja untuk dapat melewati masa transisinya dengan mulus. Kondisi dalam keluarga dengan adanya orang tua dan saudara-saudara akan lebih menjamin kesejahteraan jiwa remaja daripada asrama atau lembaga pemasyarakatan. Berkaitan dengan hal tersebut maka tindakan pencegahan yang paling utama adalah berusaha menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik mungkin (Gunarsa,2009).

Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa setiap remaja adalah unik. Kebiasaan menyamaratakan remaja dengan saudara-saudaranya sering kali bukan tindakan yang bijaksana karena justru akan menimbulkan rasa iri hati pada remaja (Sarwono, 2011). Di samping faktor keluarga, pengembangan pribadi remaja yang optimal juga perlu diusahakan melalui pendidikan, khususnya sekolah. Pendidikan yang pada hakikatnya merupakan proses pengalihan norma-norma, jika dilakukan dengan sebaik- baiknya sejak usia dini, akan diserap dan dijadikan tolak ukur yang mapan pada saat anak memasuki usia remaja, dengan kata lain remaja yang sejak usia dini sudah dididik sedemikian rupa sehingga dirinya mempunyai nilai-nilai yang mantap dalam jiwanya, akan berkurang gejolak jiwanya sehingga akan bisa menghadapi gejolak di luar dirinya dengan lebih tenang (Sarwono, 2011).

(12)

2.4. Penanganan Terhadap Perilaku Kenakalan Remaja

Roggers (dalam Sarwono, 2011) menyebutkan ada lima ketentuan yang akan dipenuhi untuk membantu remaja, yaitu :

a. Kepercayaan, yaitu remaja harus mampu percaya kepada orang yang mau membantunya. Orang tua, teman sebaya dan sekolah memiliki peran penting untuk menumbuhkan kepercayaan pada remaja, karena pada dasarnya hanya pihak-pihak inilah yang memegang peranan dalam dalam menumbuhkan kepercayaan pada remaja (Santrock, 2003).

b. Kepercayaan remaja terhadap orang tua ini dapat dilakukan dengan penanaman akhlak atau agama kepada remaja. Dalam pendidikan anak perlu diperhatikan perlakukan orang tua yang diterima oleh si anak misalnya, kasih sayang, perhatian yang memadai, adil dan tempat berbagi cerita.

Dengan demikian anak akan merasa aman dan tenteram tanpa rasa takut dan dimarahi, dibanding-banding dengan saudara-saudaranya yang lain (Arkan, 2006).

a. Kemurnian hati. Remaja harus merasa bahwa penolong itu sungguh- sungguh mau membantunya tanpa syarat. Remaja tidak suka kalau orang tua misalnya mengatakan “pelajaranmu itu kan penting, utamakan dulu pelajaranmu nanti yang lainnya mama yang bantu. Inikan buat kepentinganmu sendiri”. Bagi remaja yang terpenting kalau mau membantu tinggal dibantu saja tanpa ada penambahan hal-hal yang lain (Sarwono, 2011).

(13)

b. Kemampuan mengerti dan menghayati perasaan remaja. Posisi yang berbeda antara remaja dengan orang dewasa menyebabkan kesulitan bagi orang dewasa untuk berempati kepada remaja, karena setiap orang akan cenderung untuk melihat segala persoalan dari sudut pandangnya sendiri (Sarwono, 2011).

c. Kejujuran. Remaja mengharapkan kejujuran penolongnya menyampaikan apa adanya termasuk hal-hal yang kurang menyenangkan.Keluarga, teman sebaya dan sekolah harus mampu memfasilitasi agar remaja dapat membuka diri dengan menunjukkan kejujuran dari beberapa pihak ini sehingga remaja bersedia menceritakan setiap permasalahannya sehingga dapat dipecahkan sedini mungkin (Santrock, 2003).

d. Mengutamakan persepsi remaja sendiri. Remaja akan memandang segala sesuatu berdasarkan sudut pandangnya sendiri, terlepas dari kenyataan atau pandangan orang lain yang ada. Remaja yang merasa diperhatikan akan berusaha untuk tidak kehilangan perhatian, melakukan hal-hal positif yang dapat menarik perhatian orang tua, berpikir dan menggali potensi diri untuk menarik perhatian orang tua. Remaja akan aktif berpikir dalam proses kreatif. Bila dihargai pemikirannya, remaja akan aktif berpikir sebagai bagian dari proses kreatif (Maryati, dkk, 2009).

2.5. Faktor yang Menyebabkan Kenakalan Remaja

Faktor yang mempengaruhi remaja melakukan penyimpangan adalah : a. Pilhan yang rasional (Rational choice). Teori ini mengutamakan faktor

(14)

atas pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori ini, misalnya kenakalan remaja dianggap dengan kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau dimasukkan kesekolah agama, yang lain menganggap remaja yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran (Sarwono, 2011).

b. Ketidakteraturan sosial (Social disorganization). Permasalahan yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Ketidakteraturan sosial ini terja di dalam bentuk perubahan-perubahan norma seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi yang menuntut remaja dapat mengikuti perkembangan tersebut. Peranorang tua yang diwujudkan dalam pemilihan pola pengasuhan akan dapat menempatkan remaja untuk kembali kepada norma yang berlaku. Faktor psikologis dari kenakalan remaja meliputi hubungan remaja dengan orang tua dan faktor kepribadian dari remaja itu sendiri. Suasana dalam keluarga, hubungan antara remaja dan orang tuanya memegang peranan penting atas terjadinya kenakalan remaja (Gunarsa, 2009). Penelitian Shanty (2011) menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja adalah ketidakberfungsian keluarga, di mana peran orang tua dalam mencegah kenakalan anak remajanya berjalan kurang efektif. Orang tua yang bekerja di luar rumah tidak mampu memberikan pengawasan dan perhatian dengan baik sehingga remaja mencoba untuk mencari jati dirinya di luar rumah.

(15)

c. Tekanan (Strain). Teori ini dikemukakan oleh Merton yang intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan

rebellion melakukan kejahatan atau kenakalan remaja. Faktor eksternal

dalam lingkungan sosial juga menunjang terjadinya kenakalan remaja, sehingga dapat dikatakan adanya suatu lingkungan yang mempengaruhi remaja tersebut (Gunarsa, 2009). Tekanan ini terjadi juga akibat dari salah pergaulan (Differential association). Menurut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anakyang nakal juga. Paham ini banyak dianut orang tua di Indonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya untuk bergaul dengan teman-teman yang dianggap nakal, dan menyuruh anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar (Sarwono, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Shanty (2012) menemukan bahwa faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja pada anak yaitu kurang tersedianya waktu orang tua untuk mendidik anak, tidak adanya pengawasan dari orang tua, pengaruh lingkungan, pengaruh teman sepermainan serta faktor kesenangan dari para remaja sendiri. Faktor pendukung peranorang tua dalam mencegah kenakalan anak remajanya yaitu tersedianya sarana televisi tetapi tidak dimanfaatkan secara baik. Faktor penghambatnya yaitu ketidaktegasan orang tua dalam mendidik anak, aktifitas anak yang sering bermain, pengaruh lingkungan, pengaruh teknologi dan pengaruh teman sepermainan

d. Labelling: Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap (diberi label) nakal Di Indonesia, banyak orang

(16)

tua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa- basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, kemudian mengatakan pada tamunya, "Iniloh, mbakyu, anak sulung saya. Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main". Hal ini kalau terlalu sering dilakukan, maka anak akan jadi betul-betul nakal. Identitas diri melalui julukan atau pelabelan akan membentuk perilaku karena merupakan hasil penilaian terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai perilaku yang ditampilkan (Margiantari, 2006).

e. Male phenomenon : Teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal dari pada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki atau karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal (Sarwono, 2011).

3. Remaja

3.1. Pengertian remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata lain adolecere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istiliah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik (Sarwono, 2011).

Hurlock dalam (Sarwono, 2011) juga menjelaskan bahwa berdasarkan usia adalah antara13-18 tahun. Masa ini dibagi menjadi usia13-16 tahun sebagai masa remaja awal dan usia 16-18 tahun disebut sebagai masa remaja akhir.

Tarwoto (2010) memberikan definisi tentang remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dan masa ini sering disebut

(17)

sebagai masa pubertas. Pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi. Masa remaja juga diistilahkan dengan masa adolesens di mana istilah ini lebih menekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Soetjiningsih, 2004).

3.2. Perkembangan Remaja

Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi, moral dan kepribadian (Monks dan Haditomo, 2007).

a. Perkembanganfisik remaja

Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat dari pada anak perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang lebih awal. Usia remaja terjadi pengeluaran androgen yang menyebabkan pembentukan rambut pubis yang kemudian disusul dengan keluarnya rambut ketiak. Pada remaja perempuan berangsur- angsur ovarium mulai berkembang (Wignyosastro, 2009). Perubahan-perubahan fisik pada remaja yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin

(18)

panjang dan tinggi), mulai berfungsi alat- alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2011). Perkembangan fisik remaja masih jauh dari sempurna pada masa puber (masa di mana terjadi kematangan organ seks) berakhir, dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja. Perkembangan fisik masa remaja ini mengalami penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan internal seperti sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem endokrin dan jaringan tubuh lebih menonjol daripada perkembangan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks dan ciri-ciri seks sekunder (Nurihsan dan Agustin, 2011).

b. Perkembangan sosial

Salah satu tugas perkembangan remaja yang sulit adalah penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan di luar lingkungan keluarga serta sekolah (Monks dan Haditomo, 2007). Remaja memiliki keinginan interaksi sosial dalam upaya dipercaya di lingkungan, sedangkan di lain pihak remaja mulai memikirkan kehidupan mandiri dan terlepas dari pengawasan orang tua dan sekolah. Remaja juga harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang awalnya belum pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja dalam mencapai hubungan pola sosialisasi dewasa, harus membuat banyak penyesuaian baru (Tarwoto, 2010). Upaya untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak

(19)

penyesuaian baru. Hal yang penting adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Monks dan Haditomo, 2007).

c. Perkembanganemosi

Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya perubahan emosi ini dikarenakan adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Pada masa ini remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, atau dengan suara keras mengritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Irwanto, dkk, 2007). Faktor yang menyebabkan tingginya emosi pada remaja karena adanya tekanan sosial, menghadapi kondisi dan lingkungan yang baru, dan kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan dan lingkungan baru tersebut. Remaja mengalami masa badai tersebut dengan ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru (Nurihsan dan Agustin, 2011).

d. Perkembangan moral

Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing,

(20)

diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Perkembangan moral pada remaja ini sebagai akibat dari adaptasi diri terhadap lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Melalui kehidupan kelompok dalam lingkungannya ini remaja dapat mengekspresikan perasaan, pikiran, memainkan peran dan mendapat pengakuan keberadaannya (Suliswati, 2005).

e. Perkembangan kepribadian

Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka. Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka (Monks dan Haditomo, 2007).

B. Kerangka Konseptual

Dalam menyusun kerangka berpikir maka peneliti akan menjabarkan Peran orang tua adalah sebagai bentuk perbuatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anak. Dalam hal ini peran orang tua adalah menjalankan segala fungsinya dalam keluarga yaitu sebagai modeling di mana orang tua menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya, sebagai mentoring : orang tua berperan dalam menjalin atau membangun kasih sayang kepada anak,sebagai organizing yaitu orang tua berperan dalam mengawasi dan mengontrol anak dalam kehidupan

(21)

sehari-hari dan teaching yaitu orang tua sebagai guru atau sebagai pengajar kepada anak anaknya dengan kata lain orang tua dengan senantiasa memberikan pengetahuandan pemahaman kepada remajanya terutama mengenai kenakalan remaja.

Jadi peran orang tua sangat berperan penting dalam mengatasi kenakalan remaja. Jika orang tua tidak mengawasi tumbuh kembang remaja maka akan mengarah kepada pengaruh yang negatif.

Uraian di atas jika dibuatdalam bentuk bagan sebagai berikut:

Gambar : Kerangka Konseptual Peran Orang tua:

Modelling Mentoring Organizing Teaching Kenakalan Remaja: Bolos sekolah Perkelahian Kebut kebutan Dan lain-lain

Gambar

Gambar : Kerangka Konseptual Peran Orang tua:

Referensi

Dokumen terkait

12 Saya beranggapan bahwa dosen mampu meningkatkan minat mahasiswa untuk tertarik dengan mata kuliah yang diajarkan. 13 Dosen menjelaskan materi yang

Lampung?”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses guru dalam mengembangkan kognitif anak melalui permainan tradisional jamuran anak usia dini di Paud

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan adalah pada penelitian ini terfokus pada persepsi dan perilaku Komunitas Madura Ampel terhadap keberadaan

Hasil analisis KE kemudian dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan sistem diskusi dan belajar bagi mahasiswa yang mengadopsi media sosial.. Hasil dari penelitian

1. Dien Noviyani R., S.E, M.M, Akt, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal. Yuni Utami, SE, M.M, selaku Ketua Progdi Fakultas Ekonomi dan

Media pembelajaran interaktif sangat berperan penting di dalam pendidikan karena dengan media pembelajaran interaktif yang tepat materi dan sesuai dengan tujuan

In order to study the habitat and diet interactions between the two primate species, the following objectives were set: (i) to determine the extent of overlap in food and

Untuk orang-orang yang saat ini sedang duduk dan kesakitan di luar sana, jika saya ingin meringkas hidup saya dan meringkas apa yang dapat mereka lakukan dalam