• Tidak ada hasil yang ditemukan

KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) SUBHAN SARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) SUBHAN SARI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM

(

Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan

)

SUBHAN SARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) Dibimbing oleh Dra. Sri Rahaju MSi dan Ir. Ahmad Hadjib MS.

Kegiatan inventarisasi hutan merupakan langkah awal mengetahui luas dan potensi suatu tegakan hutan. Pelaksanaan inventarisasi hutan di lapangan seringkali mendapat kendala dalam melakukan pengukuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan inventarisasi hutan di lapangan dapat berasal dari faktor topografi, alat, iklim maupun manusia. Data inventarisasi merupakan data dimensi pohon yaitu diameter pohon dan tinggi pohon. Pengambilan data diameter pohon relatif mudah dilakukan sedangkan pengambilan data tinggi pohon seringkali mendapat kendala sehingga perlu disediakan alat bantu kurva tinggi yang digunakan untuk menaksir tinggi suatu pohon berdasarkan diameter pohon. Pada hutan tanaman, kurva tinggi pohon total akan digunakan sebagai penduga kualitas tapak (site quality).

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi Kintap dan Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2010. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : GPS Garmin 60 CSx ; hagameter; phi-band; peta areal kerja; tongkat (galah) sepanjang 4 meter; kamera digital dan Tally Sheet. Objek penelitian adalah tegakan Mangium kelas umur II, III dan masak tebang di lokasi Kintap serta kelas umur III lokasi Satui.

Hasil analisis regresi diperoleh persamaan kurva tinggi total pohon (H) dengan diameter setinggi dada (D). Persamaan yang diperoleh untuk kelas umur II pada lokasi Kintap memiliki nilai koefisien determinasi (R2) 0,9068. Persamaan untuk kelas umur III memiliki nilai koefisien determinasi (R2) 0,94958. Persamaan untuk kelas masak tebang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) 0,9117, sedangkan persamaan untuk kelas umur III lokasi Satui memiliki nilai koefisien determinasi (R2) 0,9064. Persamaan yang dapat digunakan untuk menyusun kurva tinggi pohon pada lokasi Kintap kelas umur II adalah H = 3.161113* (D0.459499), kelas umur III H= 4,253375 (D0,432745), kelas masak tebang H= 15,99340196 + (0,156172*D) dan pada lokasi Satui kelas umur III adalah H = 8,297728237 + 0,421897(D).

(3)

SUMMARY

SUBHAN SARI. Tree Height Curve of Mangium Stand (Case Study at IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua, South Kalimantan) Under Supervision of Dra. Sri Rahaju MSi and Ir. Ahmad Hadjib MS.

Forest inventory activity is the first step to know the area and the potential of a forest stand. Implementation of forest inventory in the real condition often has difficulties in measurement. Factors that influence the forest inventory activity in real condition can be derived from topographical factors, equipment, climatic, and human. Inventory data are the dimension of tree, like trees diameter and trees height. Measuring diameter of trees is relatively easier than measuring trees height, which is often has any constrains. Based on that case, it is needed to provide a tool, named tree height curve that can be used to estimate the trees height based on trees diameter. In forest plantations, total of tree height curve will be used as an estimator of the site quality.

The research was conducted at Kintap and Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua, South Kalimantan. The data were collected in August 2010. The tools that are used in this study are: Garmin GPS 60 CSX; Hagameter; phi-band; work area map; stick/pole (four meters long); digital camera and Tally Sheet. The object of this research are Mangium stand in age class II, age class III, and ready for felling class at Kintap and Mangium stand in age class III at Satui.

The result of this research obtained by regression analysis of total tree height curve equation (H) with a diameter at breast height (D). The equation obtained for Mangium in age class II at Kintap has determination value (R2) 0.9068. The equation for Mangium in age class III has determination value (R2) 0.94958. The equation for Mangium in ready for felling class has determination value (R2) 0.9117. While the equation for Mangium in age class III at Satui has determination value (R2) 0.9064. The equation that can be used to construct tree height curve of Mangium at Kintap in age class II at Kintap is H = 3.161113*(D0.459499), for Mangium in age class III is H = 4.253375*(D0.432745), and for ready for felling class is H = 15.99340196 + 0.156172*D. Then the equation for Mangium in age class III at Satui is H = 8.297728237 + 0.421897*D.

(4)

SUBHAN SARI E14060703

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan)

Nama : Subhan Sari

NIM : E14060703

Menyetujui:

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus :

Pembimbing II

Ir. Ahmad Hadjib, MS NIP. 19500123 197412 1 001 Pembimbing I

Dra. Sri Rahaju, MSi NIP. 19611217 199003 2 003

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi lain untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Subhan Sari NRP. E14060703

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Namlea, Pulau Buru Provinsi Maluku pada tanggal 24 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari pasangan Syamsuddin Saba dan Putri Indar Dewi. Penulis mulai mengenal sekolah pada saat masuk TK Al-Hilaal 1 Namlea dan melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Namlea kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Namlea pada tahun 2000. Penulis lulus dari Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 Namlea pada tahun 2006. Pada tahun yang sama Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga aktif berorganisasi yakni sebagai bendahara Asrama Sylvasari tahun 2007-2008, Kepala Departemen PSDM Asrama Sylvasari tahun 2008-2009, Kepala Departemen Rumah Tangga DKM Ibadurrahmaan Fakultas Kehutanan IPB tahun 2009-2010. Penulis juga pernah terlibat dalam proyek Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) sebagai koordinator regu dalam pengambilan data lapangan di PT Wana Buana Lestari (WBL) Kabupaten Pelalawan, Riau dan PT Hutan Rindang Banua (HRB) Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis juga terlibat dalam survey potensi sebagai koordinator regu dalam pengambilan data lapangan di PT Sumalindo Lestari Jaya Kabupaten Berau Kalimantan Timur dan PT Intracawood Manufacturing Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara tahun 2011. Penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden dan Cilacap tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2009 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur tahun 2010.

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) di bawah bimbingan Dra. Sri Rahaju, MSi dan Ir. Ahmad Hadjib, MS.

(8)

dengan sendiri tetapi membutuhkan banyak dukungan dan bantuan orang lain. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua penulis ayahanda tercinta Syamsuddin Saba dan ibunda tercinta Putri Indar Dewi yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Sri Rahaju sebagai pembimbing pertama dan Bapak Ahmad Hadjib sebagai pembimbing kedua yang selalu memberikan saran dan semangat kepada penulis selama penyusunan proposal sampai tersusunnya skripsi ini.

3. Bapak Bambang, Bapak Nunuk, Bapak Tomo, Bapak Didit, Bapak Purwadi, Bapak Ruslan, Bapak Gatot dan Bapak Carles yang telah membantu penulis dalam proses pengolahan data sampai pemberian materi dalam penyusunan skripsi serta teman-teman regu yakni Abdul dan Soleh yang membantu dalam pengambilan data di lapangan.

4. Adinda Rukmana, Samsul dan Muammar serta sepupu Rosniati, Siti, Hasnawati dan keluarga terdekat penulis yang selalu memberikan perhatian kepada penulis sebagai penambah semangat dalam penyusunan skripsi.

5. Saudara-saudara seperjuangan di Asrama Sylvasari angkatan 43 yakni Abdul, Ikhsan, Gozali, Sahuri, Asep, Khairy, Fajar, Karno, Azis dan Viester. Abang-abang angkatan 40, 41 dan 42 serta adik-adik angkatan 44, 45 dan 46 yang telah memberikan kebersamaan persaudaraan sehingga penulis bisa jadikan kalian sebagai keluarga kedua di Bogor. 6. Teman-teman seangkatan Manajemen Hutan 43 yang selalu memberikan

motivasi untuk cepat lulus.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT Penulis panjatkan atas segala curahan rahmat dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat sebagai salah satu referensi ilmiah mengenai kurva tinggi pohon Mangium dan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kualitas tegakan di setiap lokasi melalui peninggi pohon daerah tersebut.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri ... 3

2.2 Deskripsi Tanaman Mangium ... 4

2.3 Inventarisasi Hutan ... 4

2.4 Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala ... 5

2.5 Pengukuran Diameter ... 6

2.6 Pengukuran Tinggi Pohon ... 6

2.7 Kurva Tinggi ... 7

2.8 Penyusunan Kurva Tinggi ... 8

2.9 Validasi Kurva Tinggi Pohon ... 10

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Pengambilan Pohon Contoh ... 11

3.3.2 Pengukuran Pohon ... 12

3.4 Analisis Data ... 13

3.4.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ... 13

3.4.2 Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon ... 13

3.4.3 Perhitungan Korelasi ... 14

3.4.4 Perhitungan Koefisien Regresi ... 14

3.4.5 Pengujian Metode Regresi ... 17

3.4.6 Validasi Model ... 18

3.4.7 Pemilihan Model Terbaik ... 20

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Luas dan Letak Areal ... 22

(11)

Halaman

4.3 Iklim ... 22

4.4 Topografi dan Penutupan Lahan ... 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Pohon Contoh ... 25

5.2 Analisis Data ... 26

5.2.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ... 26

5.2.2 Penyusunan Model Persamaan regresi ... 27

5.2.3 Validasi Persamaan Penduga Tinggi Pohon ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35

BAB VII DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Pemilahan Kelas Diameter dan Jumlah Pohon Contoh yang diambil ... 12 2. Sidik Ragam Fungsi Regresi ... 17 3. Penutupan Lahan Pada Areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua ... 23 4. Komposisi dan Jumlah Pohon Contoh Untuk Penyusunan

Kurva Tinggi Pohon ... 24 5. Komposisi dan Jumlah Pohon Contoh Untuk Analisis Regresi ... 25 6. Komposisi Dan Jumlah Pohon Contoh Untuk Validasi Model ... 25

7. Persamaan Regresi Kurva Tinggi Berdasarkan Kelas Umur di

Setiap Lokasi ... 27

8. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Umur II

Lokasi Kintap ... ... 31 9. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Umur III

Lokasi Kintap ... ... 31 10. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Masak

Tebang Lokasi Kintap ... ... 31 11. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Umur III

Lokasi Satui ... ... 32 12. Hasil Uji Validasi Model Persamaan Tinggi Pohon ... 33

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Pengukuran Tinggi Pohon ... 13 2. Diagram Hubungan Tinggi Total dengan Diameter Pohon Kelas Umur II

dan Kelas Umur III di Lokasi Kintap ... 26 3. Diagram Hubungan Tinggi Total dengan Diameter Pohon

Kelas Masak Tebang di Lokasi Kintap ... 26 4. Diagram Hubungan Tinggi Total dengan Diameter Pohon Kelas Umur III

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tabel Tinggi Pohon ... 38 2. Hasil Analisis Regresi pada lokasi Kintap ... 40 3. Hasil Analisis Regresi pada lokasi Satui ... 49

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan suatu ekosistem yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan dalam luasan tertentu yang memiliki manfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memiliki potensi yang cukup besar dalam menunjang keseimbangan alam jika dikelola dengan baik dan benar.

Kebijakan pemerintah dalam membangun hutan tanaman dimana salah satu tujuan formal pembangunan hutan tanaman adalah meningkatkan produktifitas kawasan hutan produksi yang kritis dan tidak produktif (Srihadiono 2005) merupakan suatu langkah pemerintah dalam mempertahankan keberadaan hutan alam. Pernyataan Menteri Kehutanan dalam Rapat Koordinasi Perencanaan Anggaran Pembangunan Kehutanan Pusat Tahun 2009 di Jakarta menegaskan luas kawasan hutan Indonesia termasuk hutan tanaman saat ini mencapai 138 juta hektar.

Pengetahuan mengenai potensi hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman didasarkan pada hasil pengukuran di lapangan. Teknik yang dilakukan dalam pengukuran di lapangan dengan mengukur dimensi pohon yaitu diameter dan tinggi pohon. Pengukuran tinggi pohon dalam tegakan hutan merupakan pekerjaan yang sulit dibanding pengukuran diameter pohon dan relatif membutuhkan waktu yang lama serta dapat memberikan kesalahan yang disebabkan bukan karena sampling (non sampling error) yang cukup besar, mengingat dalam inventarisasi hutan jumlah pohon yang diukur cukup banyak dan dalam areal yang luas. Kesalahan bukan karena sampling adalah jenis kesalahan yang bukan berasal dari cara pengambilan contoh dan kesalahan jenis ini sulit untuk ditentukan besarnya. Kesalahan ini dapat terjadi dalam pengukuran yang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain faktor pengukuran (measurement error), faktor alat (equipment error), faktor manusia (human error) dan faktor lingkungan (environtmental error).

Kegiatan inventarisasi hutan memerlukan data dimensi tinggi pohon, maka dengan faktor-faktor diatas perlu disediakan alat bantu kurva tinggi yang digunakan untuk menaksir tinggi suatu pohon berdasarkan diameter pohon. Pada

(16)

hutan tanaman, kurva tinggi pohon total akan digunakan sebagai penduga kualitas tapak (site quality).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat persamaan kurva tinggi jenis Mangium pada lokasi Kintap dan Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memudahkan pengelola IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan khususnya dalam menduga tinggi pohon Mangium pada lokasi Kintap dan Satui.

(17)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Tanaman Industri

Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu pengelolaan hutan yang diperuntukan sebagai bahan baku pulp, paper serta untuk kayu pertukangan dengan karakteristik hutan yang homogen. Soedjarwo (1986) dalam Notohadiningrat (2006) menyatakan bahwa HTI dikembangkan di lahan hutan yang kurang produktif (belukar, padang alang-alang, bekas tebangan hutan alam yang berproduktifitas rendah, dan bekas perladangan). Informasi mengenai luas HTI di Indonesia telah mencapai 1,2 juta ha dan sebagian besar berupa tanaman Mangium (Mohammed dan Rimbawanto 2006 dalam Nuhamara 2008). Menurut Badan Litbang Kehutanan (2005) yang bersumber dari Ditjen Bina Produksi Kehutanan (2005), perkembangan pembangunan hutan tanaman di Indonesia yang sudah di tanami seluas 2,5 juta ha dan 6,8 juta ha yang belum ditanami melalui SK HPHTI definitif, SK HPHTI sementara dan SK HPHTI pencadangan.

Berdasarkan PP Nomor 6 tahun 1999 tujuan pengembangan hutan tanaman adalah untuk memperbaiki potensi hutan yang terlanjur rusak, tanpa menimbang untuk memenuhi ketidakpastian bahan baku industri (Srihadiono 2005). Srihadiono (2005) menambahkan bahwa tujuan utama pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah : (1) Menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah, (2) Meningkatkan produktifitas lahan dan kualitas lingkungan hidup dan (3) Memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. Tujuan formal pembangunan HTI secara sistematis dapat dipahami dalam empat tujuan pokok, yaitu : (1) Meningkatkan produktifitas kawasan hutan produksi yang kritis dan tidak produktif, (2) Membangun hutan untuk menghasilkan bahan baku industri hasil hutan, (3) Membangun industri hasil hutan yang hasil industrinya dapat dipasok ke pasar global dan (4) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat (Srihadiono 2005).

(18)

2.2 Deskripsi Tanaman Mangium

Mangium merupakan salah satu tanaman yang memiliki pertumbuhan yang cepat, dapat beradaptasi terhadap tanah masam (pH 4,5-6,5) di daerah tropis yang lembab, selain itu tanaman ini juga telah dikembangkan secara luas di Indonesia dalam program pembangunan hutan tanaman industri, untuk memasok bahan baku industri pulp dan kertas pada industri kehutanan (Mindawati dan Enny (2005). Tanaman ini jika dilihat dari segi taksonomi dan tatanama, tergolong dalam famili besar Fabaceae (Mimosoideae) dengan sinonim Rancosperma mangium (Willd.) Pedley dengan nama lokal mangium. Tanaman mangium memiliki penyebaran alami di Queenstland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Selain itu ciri lain dari pohon mangium, selalu hijau, tinggi hingga 30 m, kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat, ranting kecil seperti sayap, daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm, hijau gelap dengan empat urat longitudinal dan daun majemuk ketika bibit. (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001).

Sifat tanaman Mangium pada waktu muda batang pohon bersifat lunak dan tumbuh cepat menjadi besar terutama jika tersedia hara yang cukup dan lingkungan yang tepat. Selanjutnya diketahui pula bahwa pada waktu muda jaringan-jaringan yang dibentuknya berbeda dengan ketika pohon telah menjadi dewasa. Apabila batangnya terluka, pohon dapat cepat memberikan reaksi untuk penyembuhannya. (Haygreen dan Browyer 1998 dalam Nuhamara 2008).

2.3 Inventarisasi Hutan

Inventarisasi adalah suatu kegiatan untuk mengetahui jumlah kekayaan dalam kurun waktu tertentu (Guralnek 1979 dalam Atmosoemarto 1993). Informasi jumlah kekayaan tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dalam melakukan kegiatan-kegiatan berikutnya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah lalu.

Inventarisasi hutan juga dapat disebut sebagai suatu kegiatan untuk melihat potensi dari suatu hutan dimana kegiatan ini dilakukan dengan mengukur dimensi suatu pohon yang dilaksanakan langsung di lapangan. Pengukuran dimensi pohon

(19)

5

ditujukan untuk mendapatkan data volume pohon yang kemudian dikonversi sehingga diperoleh besarnya potensi dari hutan tersebut. Adapun dimensi pohon yang diukur adalah diameter dan tinggi pohon. Pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian setinggi dada dengan ketentuan 1,3 m di atas permukaan tanah, sedangkan dalam pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang kemudian dibidikkan ke arah ujung pohon.

Hush (1987) dalam Atmosoemarto (1993), menyatakan bahwa inventarisasi hutan adalah kegiatan atau usaha untuk menerangkan tentang kualitas dan kuantitas massa kayu tegakan hutan serta berbagai karakteristik tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu, harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran volume (penaksiran lain misalnya berat) pohon-pohon yang masih berdiri dan penaksiran pertumbuhan dan pengaturan hasil. Dalam pengertian khusus, inventarisasi hutan biasanya dianggap sebagai padanan dari penaksiran massa kayu (Atmosoemarto 1993).

2.4 Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta pemanfaatan hutan, pemegang (IUPHHK-HA), dan pemegang (IUPHHK-HT), diwajibkan menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) sepuluh tahunan yang disusun berdasarkan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB). Pedoman IHMB tertuang dalam Kepmen No. P. 34/Menhut-II/2007, 24 Agustus 2007 dan diperbaharui dengan Kepmen No. P. 33/Menhut-II/2009, tanggal 11 Mei 2009 dengan tujuan dari IHMB antara lain (Sutarahardja, 2008):

1. Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala

2. Sebagai bahan penyusunan RKUPHHK dalam hutan alam dan atau RKUPHHK dalam hutan tanaman dan KPH sepuluh tahunan

3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan pada KPH maupun IUPHHK

(20)

Inventarisasi hutan menyeluruh berkala dilakukan dengan bantuan beberapa alat bantu ukur untuk memperlancar dalam pengukuran. Alat bantu ukur dalam kegiatan IHMB berupa kurva/tabel tinggi pohon, tabel volume pohon, dan tabel berat pohon yang disusun berdasarkan data pohon contoh dengan menggunakan analisis data yang dapat dilakukan dengan free hand method maupun dengan

regression analysis methods.

Pohon contoh atau pohon model adalah pohon yang diambil sebagai contoh atau sampel yang diukur diameter, tinggi dan volumenya yang lebih akurat untuk digunakan sebagai bahan dasar dalam penyusunan alat bantu ukur IHMB, yang dipilih secara purposive (Sutarahardja 2008).

2.5 Pengukuran Diameter Pohon

Diameter merupakan salah satu variabel yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Pengukuran diameter pohon yang biasa dilakukan adalah diameter setinggi dada (dbh). Diameter adalah jarak yang menghubungkan antar dua titik pada lingkaran penampang melintang pohon yang melalui titik tengah penampang. Di Indonesia, diameter diukur pada ketinggian batang 1,30 meter di atas permukaan tanah (Departemen Kehutanan Republik Indonesia 1992).

2.6 Pengukuran Tinggi Pohon

Pengukuran tinggi pohon menggunakan dua metode gabungan yaitu metode trigonometri dan metode geometri. Metode ini sangat sederhana dan tidak menggunakan alat yang mahal dan canggih, tidak memerlukan jarak antara pengukur dengan obyek (pohon) sehingga sangat mudah dilakukan baik pada hutan tanaman maupun pada hutan alam.

Variabel-variabel yang digunakan dalam pengukuran tinggi adalah tinggi total (ht), tinggi bebas cabang (hbc), tinggi ujung tongkat atau galah (hp) dan pada ketinggian 1,5 meter dari atas tanah (hb). Pengukuran dapat dilakukan dengan alat bantu clinometer atau hagameter dengan pembacaan dalam satuan persen (%)

(21)

7

bukan dalam satuan derajat (0). Tinggi total pohon dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Tinggi =

(

𝐻𝑡−𝐻𝑏

𝐻𝑝 −𝐻𝑏 x 4 ) + 1,5... (Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007).

Sedangkan untuk mencari tinggi bebas cabang digunakan rumus :

Tinggi =( 𝐻𝑏𝑐 −𝐻𝑏

𝐻𝑝 −𝐻𝑏 x 4 ) + 1,5...(Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007).

Dimana : Ht = tinggi total pohon

Hb = ketinggian 1,5 meter dari atas tanah Hp = ujung tongkat atau galah, dan Hbc = tinggi bebas cabang pohon

2.7 Kurva tinggi

Kurva tinggi adalah kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan diameter dengan tinggi. Hubungan antara diameter dengan tinggi dibentuk melalui pengukuran diameter dan tinggi sejumlah individu pohon, kemudian menghubungkan keduanya dengan analisis regresi sehingga dapat dibentuk persamaan kurva tinggi. Cara lain yang lebih sederhana untuk membentuk kurva tinggi adalah dengan menghitung tinggi rataan tiap-tiap kelas diameter yang kemudian diplotkan dalam sistem koordinat xy, dengan demikian akan diperoleh sebuah pencaran titik. Tahap berikutnya adalah menarik garis lengkung yang melewati tengah titik-titik tersebut.

Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun untuk menaksir tinggi total pohon atas dasar peubah (variabel) diameter pohon yang diukur. Pada hutan tanaman ini, kurva tinggi pohon total akan digunakan pula sebagai penduga kualitas tapak (site quality). Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun berdasarkan jenis tanaman dan pada kelas umur yang berbeda

Kurva tinggi pohon pada hutan alam disusun untuk menduga tinggi komersial, yaitu kurva yang memberikan hubungan antara diameter dengan tinggi komersial, yaitu tinggi pohon sampai batas yang dimanfaatkan. Pada hutan alam

(22)

terdapat bermacam jenis pohon, yang dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok jenis berdasarkan nilai komersialnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kurva tinggi pohon yang digunakan di hutan alam adalah kurva tinggi dari berbagai kelompok jenis (Sutarahardja 2008).

2.8 Penyusunan kurva tinggi pohon

Kegiatan inventarisasi tegakan yang memerlukan waktu yang cukup lama dan cukup sulit adalah pengukuran tinggi pohon dibandingkan dengan pengukuran diameter pohon. Pengukuran tinggi pohon dikatakan cukup sulit karena dalam mengukur tinggi suatu pohon seringkali terhambat dengan tertutupnya pucuk pohon oleh tajuk pohon di sampingnya, selain itu diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencari tempat dalam membidik pucuk pohon dengan alat yang digunakan. Kendala-kendala dalam mengukur tinggi pohon sangatlah tidak mungkin untuk dihilangkan karena kesalahan dalam pengukuran tinggi pohon di lapangan dimana kesalahan bukan hanya terjadi dari faktor manusia saja tetapi alat dan lingkungan pun dapat menjadi kendala dalam melakukan pengukuran.

Dengan berbagai alasan dalam pengukuran tinggi pohon, maka kurva tinggi perlu disediakan sebagai alat untuk mempermudah pengukuran dimensi pohon. Penyusunan kurva tinggi pohon tersebut menggunakan dasar hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon. Selain itu, hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon sering dibutuhkan untuk bahan dasar analisis penyusunan tabel volume lokal (local volume table). Dengan tersedianya tabel tinggi pohon, maka pada kegiatan inventarisasi hutan tidak lagi diperlukan pengukuran tinggi pohon, melainkan cukup dengan mengukur diameter pohon. Tinggi pohon dapat ditentukan dengan tabel tinggi pohon atas dasar diameter pohon yang diukur (Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007).

Penyusunan kurva tinggi pohon dengan melihat hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dibuat dengan cara ploting (free hand

methods) atau hubungan tersebut dinyatakan dengan menggunakan fungsi

(23)

9

regresi (regression analysis). Bentuk kurva bervariasi dari suatu tegakan hutan dengan tegakan hutan yang lain, sehingga untuk menggambarkan hubungan antara tinggi dengan diameter, banyak fungsi matematis yang menggambarkan hubungan tersebut. beberapa fungsi yang telah dikembangkan diantaranya adalah (Husch et

al. 2003; Van Laar & Akca 1997 dan Husch 1963 dalam Panjaitan 2009):

Ln h = b0 + b1 d (Hines dan Douglas, 1990)

h = 1/(b0+b1d) (Irianto, 2004) h = b0 db1 (Irianto, 2004) h = b0 + b1d (Siregar 2004) h = b0 + b1 d + b2 d2 (Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007). Dimana : b0,b1,b2 = konstanta h = tinggi pohon

d = diameter pohon setinggi dada (1,3 m dari permukaan tanah) ln = lon

Pada model-model tersebut dapat digunakan satuan metriks, yaitu meter (m) untuk tinggi pohon dan satuan centimeter (cm) untuk diameter pohon. Untuk tujuan pembuatan kurva tinggi ini perlu dilakukan pengukuran tinggi pohon dan diameter pohon dengan teliti dan benar terhadap sejumlah pohon-pohon contoh atau pohon-pohon model (sample trees) yang dirancang tersebar merata (representative) pada setiap ukuran kelas diameter pohon, pada setiap kelas umur pohon dan pada kelompok-kelompok jenis pohon. Pohon contoh yang dipilih hendaknya pohon yang sehat dan baik pertumbuhannya.

Kurva tinggi yang dapat digunakan adalah kurva yang hubungan antara diameter dan tingginya cukup kuat. Perbedaan kurva tinggi untuk kelompok jenis yang sama menyatakan perbedaan lokasi dimana pohon contoh diambil. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi yang berbeda, memperoleh kurva tinggi yang berbeda

(24)

pula sehingga setiap IUPHHK sebaiknya mempunyai kurva yang berasal dari wilayahnya masing-masing (Sutarahardja 2008).

2.9 Validasi Kurva Tinggi Pohon

Pengujian validasi ditujukan untuk mengetahui apakah persamaan-persamaan regresi yang disusun valid atau tidak dengan mengambil beberapa pohon contoh sebagai pengujian validasi model. Data pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi. Uji validasi model dapat dilakukan dengan menghitung nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative

deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), serta uji beda nyata yang dapat dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat.

Suatu persamaan regresi dapat dinyatakan valid untuk digunakan apabila memenuhi persyaratan tertentu dari hasil uji validasi yang digunakan.

(25)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di lokasi Kintap dan Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan Agustus 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan mangium dengan alat-alat yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data adalah:

1. Peta penafsiran citra satelit IUPHHK-HTI skala 1:100.000 tahun 2010 2. Hagameter

3. Phi-band (pita ukur)

4. GPS (Global Possitioning System) garmin 60 csx

5. Tongkat bantu atau galah sepanjang 4 meter untuk membantu dalam pengukuran tinggi pohon

6. Tally Sheet dan alat tulis-menulis 7. Kamera digital

8. Perangkat lunak Microsoft excel 2007 3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Pohon Contoh

Penyusunan kurva tinggi didasarkan pada data pohon contoh atau pohon model yang dipilih secara purposive dengan ketentuan tersebar pada setiap kelas umur dengan kelas diameter tertentu pada berbagai site atau sektor dalam pengelolaan hutan tersebut. Pohon contoh yang diambil adalah pohon yang sehat yaitu yang memiliki batang yang lurus, tidak memiliki cacat pada batang, daun maupun akar, serta memiliki pertumbuhan yang normal, sedangkan untuk melakukan pemodelan kurva tinggi, diperlukan beberapa jumlah pohon contoh per perwakilan kelas diameter pohon. Pemilahan kelas diameter dan jumlah pohon contoh yang diambil tercantum pada Tabel 1.

(26)

Tabel 1 Pemilahan Kelas Diameter dan Jumlah Pohon contoh yang diambil

Kelas diameter (cm) Jumlah pohon contoh

2,5-4,9 20 5,0-7,4 20 7,5-9,9 20 10-12,4 20 12,5-14,9 20 15,0 – 19,9 20 20,0 - 24,9 20 25,0 - 29,9 20 30,0 – 34,9 20 35,0 – 39,9 20 40,0 – 44,9 20 45,0 – 49,9 20 50,00 – 54,49 20 Jumlah 260 3.3.2 Pengukuran Pohon

Parameter-parameter yang diukur pada pohon contoh di lapangan adalah : 1. Diameter pohon ( 1,3 cm dari atas tanah)

2. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada tinggi total pohon (Ht) 3. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari atas

tanah (Hb)

4. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada ujung tongkat (Hp)

5. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada tinggi bebas cabang (Hbc)

Rumus yang digunakan untuk mengukur tinggi total pohon sebagai berikut:

Tinggi =( 𝐻𝑡−𝐻𝑏

(27)

13

Gambar 1 Pengukuran Tinggi Pohon. 3.4 Analisis Data

3.4.1 Scatter Diagram Pohon Contoh

Scatter diagram (diagram tebar) pohon contoh adalah suatu diagram yang

menggambarkan hubungan antara diameter dan tinggi pohon untuk membantu dalam pemilihan model, maka data pohon contoh ditampilkan dalam scatter

diagram atau scatter plot (diagram tebar). Dari tebaran data tersebut akan dapat

dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya. 3.4.2 Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon Pemilihan model hubungan antara diameter dengan tinggi pohon dilakukan dengan melihat bentuk penampilan penyebaran data (linier atau non linear) pada

scatter diagram yang telah dibuat. Dari bentuk penyebaran datanya, maka dapat

ditentukan model pendekatannya. Adapun beberapa persamaan hubungan antara diameter dengan tinggi pohon yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi pohon antara lain:

Model Linear : H = a + bD Model Logaritma : H = a D b Model Eksponensial : H = a + b ln (D) Model Polynomial : H = a + b1 D + b2 D2 Hp Ht Hbc Hb

(28)

Dimana : H = tinggi total pohon (meter);

D = diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah)

3.4.3 Perhitungan Korelasi

Dalam penyusunan kurva tinggi pohon terdapat hubungan yang erat antara diameter dengan tinggi pohon. Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama. Tingkat keeratan hubungan ini ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi (r) dimana :

𝑟 = 𝑛 𝐷𝐻 − 𝐷 𝐻

[𝑛 𝐷2 − ( 𝐻)2] [𝑛 𝐻2 − ( 𝐻)2]

dimana : r = korelasi

D = diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah) H = tinggi total pohon (m)

n = banyaknya pohon

Nilai korelasinya merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi populasi. Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1, jika nilai r = -1 maka hubungan tinggi dengan diameter pohon merupakan korelasi negatif sempurna dan jika r = 1 maka merupakan korelasi positif sempurna. Korelasi yang mendekati nol (r = 0) menunjukkan bahwa sedikit atau tidak ada suatu hubungan liniear yang terjadi bersama-sama.

3.4.4 Perhitungan Koefisien Regresi

Menghitung koefisien regresi pada penyusunan kurva tinggi pohon berdasarkan model-model persamaan matematik, antara lain :

a. Model satu peubah

Yi = β0 + β1 D1 + εi,dengan penduga modelnya adalahyi = b0 + b1 D1 + ei, maka besarnya nilai koefisien regresi b1 sebagai penduga dari β1 dan besarnya nilai konstanta b0 sebagai penduga dari

β

0 dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh.

(29)

15

b1 =

𝐽𝐻𝐾𝐷𝐻

𝐽𝐾𝐷 dan b0 = ӯ - b1 D

dimana : H = tinggi total pohon (m)

D = diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah)

Koefisien korelasi (r) antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dihitung dengan rumus di atas atau dengan rumus :

𝑟 = 𝑏1 𝐽𝐻𝐾𝐷𝐻

𝐽𝐾𝐻

Dalam hal ini, JKD, JKH dan JHKDH dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 𝐽𝐾𝐷 = 𝑥𝑖2( 𝑛𝑖=1𝑥𝑖)2 𝑛 𝑛 𝑖=0 𝐽𝐾𝐻 = 𝑦2− ( 𝑛 𝑦𝑖 𝑖=1 )2 𝑛 𝑛 𝑖=1 𝐽𝐻𝐾𝐷𝐻 = 𝐷𝑖𝐻𝑖 − 𝑛 𝑖=0 𝑛 𝐷𝑖 𝑖=0 𝑛𝑖=0𝐻𝑖 𝑛

Bentuk model satu peubah yang lain adalah : h = b0 Db1 ditransformasikan menjadi Log h = log b0 + b1 log D dan bentuk model persamaan regresinya (simple liniear regression) : H = β0 + βi D + ε, maka besarnya nilai koefisien regresi βi sebagai penduga dari log b1 dan besarnya nilai konstanta β0 sebagai penduga dari log b0 dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh.

dimana :

H = log h ε = simpangan (error)

D = log D r = Koefisien korelasi contoh JKD = Jumlah kuadrat peubah D (diameter pohon)

JKH = Jumlah kuadrat peubah H (tinggi total pohon) JHKDH = Jumlah hasil kali antara peubah D dengan peubah H

(30)

b. Model dua peubah

H = b0 + b1 D + b2 D2 bentuk model persamaan regresinya (multiple liniear regression) : H = β0 + β1 D1 + β2 D2 + ε. Maka besarnya nilai-nilai penduga koefisien-koefisien regresi (β1, β2) sebagai penduga (b1,b2) serta intercept β0 sebagai penduga b0 dapat dihitung berdasarkan data pohon contoh yang diambil.

β1 = JKD2 JHKD1H - JHKD1D2 JHK D2H JKD1 JKD2 - JHKD1D2 2 β2 = JKD1 JHKD2H - JHK D1 D2 JHK D1 H JKD1 JKD2 - JHKD1D2 2 β0 = ӯ - β1 D – β2 D2 dimana : 𝐽𝐾𝐷1 = 𝐷12𝑖 𝑛 𝑖=0 − ( 𝐷1 𝑛 𝑖=0 𝑖)2 𝑛 𝐽𝐾𝐷2 = 𝐷22𝑖 − ( 𝐷2 𝑛 𝑖=0 𝑖)2 𝑛 𝑛 𝑖=0 𝐽𝐻𝐾𝐷1𝐷2 = 𝐷1𝐷2− 𝐷1 𝑛 𝑖=0 𝑛𝑖=0𝐷2 𝑛 𝑛 𝑖=0 𝐽𝐻𝐾𝐷1𝐻 = 𝐷1𝐻 − 𝐷1 𝐻 𝑛 𝑖=0 𝑛 𝑖=0 𝑛 𝑛 𝑖=0 𝐽𝐾𝐷2𝐻 = 𝐷2𝐻 − 𝐷2 𝑛 𝐻 𝑖=0 𝑛 𝑖=0 𝑛 𝑛 𝑖=0 𝐽𝐾𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖= b1 JHKD1 + b2JHKD2H

(31)

17 𝐽𝐾𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐽𝐾𝐻 = 𝐻𝑖2 𝑛 𝑖=0 − 𝐻𝑖 2 𝑛 𝑖=0 𝑛 dimana : H = tinggi total pohon (m)

JKH = Jumlah kuadrat peubah H (tinggi total pohon)

JHKDH = Jumlah hasil kali antara peubah D dengan peubah H Koefisien determinasi ( R2 ) dari model regresi tersebut dapat dihitung : R2 = 𝐽𝐾 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖𝐽𝐾𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Koefisien korelasi berganda (R) dapat diperoleh dari akar koefisien determinasi tersebut di atas.

3.4.5 Pengujian Metode Regresi

Metode regresi digunakan dengan tujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan yang nyata atau tidak maka dilakukan uji regresi dengan uji F. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu. Nilai F hitung dapat dicari dengan sidik ragam yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sidik ragam fungsi regresi

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Regresi ( R ) dr = p-1 JKR KTR= JKR/dbr KTR/KTS Sisa ( S ) ds = n-p JKS KTS= JKS/dbs - Total ( T ) dt = n-1 JKT - -

Dimana : p = banyaknya konstanta (koefisien regresi dan intercept) n = banyaknya pohon contoh

(32)

Hipotesa yang digunakan Ho : β1 = β2 = 0

H1 : Sekurang-kurangnya ada β1 atau β2 ≠ 0

Apabila F hitung > F tabel maka tolak Ho, artinya sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas. Dari hasil analisis regresi tersebut dapat dilihat keeratan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas yang ditunjukan oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r), sedangkan untuk melihat berapa besar pengaruh peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tak bebas (tinggi pohon) dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2).

3.4.6 Validasi model

Hasil persamaan-persamaan regresi yang telah teruji tersebut di atas, pada penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnnya khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). Data pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi di atas. Uji validasi model dapat dengan melihat pada nilai-nilai simpangan agregasinya (aggregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat.

Nilai-nilai pengujian validasi model tersebut dapat dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut:

a. Simpangan Agregat (aggregative deviation)

Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah tinggi aktual (Ha) dan tinggi dugaan (Ht) yang diperoleh berdasarkan tabel tinggi pohon, sebagai persentase terhadap tinggi dugaan (Ht). Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar dari -1 sampai +1. Nilai SA dapat dihitung dengan rumus berikut :

(33)

19                       n i Ht n i Ha n i Ht SA 1 1 1

b. Simpangan rata-rata (mean deviation)

Simpangan rata-rata merupakan rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah tinggi dugaan (Ht) dan tinggi aktual (Ha). Proporsional terhadap jumlah tinggi dugaan (Ht). Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10 % (Spurr 1952 dalam panjaitan 2009). Simpangan rata-rata dapat dihitung dengan rumus (Bustomi et al. 1998 dalam Panjaitan 2009). % 100 1 x n n i Ht Ha Ht SR                          

c. RMSE (root mean square error)

RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih tinggi dugaan dari tabel tinggi pohon (Ht) dengan tinggi aktualnya (Ha).

% 100 1 2 x n n i Ha Ha Ht RMSE         d. Bias

Bias (e) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Bias dapat dihitung dengan rumus :

(34)

% 100 1 x n i n Ha Ha Ht e                      

e. Uji Beda Rata-rata Khi-kuadrat (Khi-square test)

Pengujian validasi model persamaan penduga tinggi pohon, dapat pula dilakukan dengan menggunakan uji Khi-kuadrat yaitu alat untuk menguji apakah tinggi yang diduga dengan tabel tinggi pohon (Ht) berbeda dengan tinggi pohon aktualnya (Ha). Dalam hal ini hipotesa yang diuji adalah sebagai berikut :

Ho : Ht = Ha H1 : Ht ≠ Ha

Kriteria ujinya adalah :

𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2 =

(𝐻𝑡 − 𝐻𝑎)2 𝐻𝑎 𝑛

𝑖=1

Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut:

X2hitung ≤ X2tabel (α, n – 1), maka terima H0 X2hitung > X2tabel (α, n – 1), maka terima H1

3.4.7 Pemilihan Model Terbaik

Model persamaan regresi untuk penyusunan tabel tinggi pohon yang akurat dan valid adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Dalam analisis regresi menghasilkan nilai-nilai koefisien determinasi (R2) yang besar, regresi yang nyata berdasarkan hasil analisis keragamannya serta sampling error (SE) yang rendah atau kecil.

2. Dalam uji validasi harus memenuhi standar pengujian antara lain :

a. Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berada pada kisaran -1 sampai +1 (Spurr, 1952 dalam Panjaitan, 2009). b. Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan rata-rata tidak lebih

(35)

21

c. Nilai RMSE dan Bias yang kecil menunjukkan model persamaan penduga tinggi yang lebih baik.

d. Apabila hasil uji beda antara nilai rata-rata yang diduga dengan tabel tinggi dengan nilai rata-rata nyata (aktual), tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (Ho, diterima) maka persamaan penduga tinggi itu dapat digunakan.

(36)

4.1 Luas Dan Letak Areal

Luas areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua 268.584 ha yang terbagi dalam enam lokasi dengan luas masing-masing lokasi yaitu lokasi Kintap 49.754 ha, Satui 31. 818 ha, Sebamban 48. 182 ha, Teluk Kepayang 49. 307 ha, Riam Kiwa 52. 256 ha dan Pamukan 37. 269 ha. Letak areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua khususnya pada lokasi Kintap dan Satui dapat dilihat berdasarkan batas astronomi yaitu untuk lokasi Kintap berada pada 1140 52’ – 1150 10’ Bujur Timur dan 030 40’ – 040 00’ Lintang Selatan, sedangkan lokasi Satui berada pada 1150 10’ – 1150 23’ Bujur Timur dan 030 40’ – 040 00’ Lintang Selatan (Laporan Utama Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) PT. Hutan Rindang Banua, 2011).

4.2 Jenis Tanah dan Geologi

Berdasarkan Peta Sistem dan Kelayakan Tanah lembar 1712, 1812 dan 1813 skala 1 : 250.000 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, areal kerja PT. Hutan Rindang Banua terdiri dari 18 formasi geologi/asosiasi tanah. Lokasi Kintap memiliki jenis tanah dan formasi geologi yang beragam diantaranya jenis tanah Dystropepts, Tropudults, Paleudults, Tropaquepts, Fluvaquents, Tropohemists, Dystropepts, Placaquods, sedangkan tipe geologi diantaranya tipe Kuarsit, Basal, Sekis, Endapan laut yang baru (bergaram) Gambut, Endapan sungai yang baru (segar), Lanau, batu lumpur, batu pasir dan marl. Secara umum lokasi Kintap didominasi oleh jenis tanah Paleudults, Tropudults, Tropaquepts dengan tipe geologi Lanau, batu lumpur, batu pasir, Endapan sungai yang baru (segar) yang memiliki luas 40.474 ha. Jenis tanah dan tipe geologi ini juga mendominasi lokasi Satui dengan luas 20.171 ha (Laporan Utama Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) PT. Hutan Rindang Banua, 2011).

4.3 Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman PT. Hutan Rindang Banua memiliki tipe iklim kelas A1 sampai D3 atas dasar kriteria bulan basah rata-rata (30 tahun) dengan curah hujan lebih dari 200 mm/bulan dan bulan kering rata-rata (30 tahun) dengan curah hujan kurang dari 100 mm/bulan. Klasifikasi iklim Oldeman pada

(37)

23

lokasi Kintap dan Satui termasuk tipe iklim B1 dengan rangking kebasahan 2. Tipe iklim B1 merupakan tipe iklim dengan panjang bulan basah 7-9 bulan dan ≤ 1 untuk panjang bulan kering (Badan Klimatologi Banjar Baru 2010).

4.4 Topografi dan Penutupan Lahan

Keadaan Topografi berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000 pada areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua lokasi Kintap dan Satui semuanya mempunyai kelas lereng A (datar) dan penutupan lahan berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat 7ETM+ dapat dilihat pada Tabel 3 (Kementerian Kehutanan, 2011).

Tabel 3 Penutupan Lahan pada areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua

No Penutupan Lahan

Fungsi hutan (Ha)

APL Jumlah (Ha) CA HL HPT HP HPK Lokasi Kintap 1 Belukar tua 293 0 0 4.007 0 843 5.143 2 Belukar muda 0 0 0 5.151 288 6.953 12.392 3 Hutan Tanaman 0 0 0 7.555 315 638 8.508 4 Perkebunan 0 0 0 2.979 2 11.592 16.649 5 Tanah terbuka 0 0 0 2.869 641 2.682 6.192 6 Tubuh air 0 0 0 91 0 714 805 7 Tertutup awan 1 0 0 64 0 0 65 Jumlah 294 0 0 22.716 3.322 23.422 49.754 Lokasi Satui

1 Hutan bekas tebangan 0 0 0 0 96 0 96

2 Belukar tua 0 0 0 429 403 2.084 3.025 3 Belukar muda 0 0 0 56 2.468 5.054 8.45 4 Hutan Tanaman 0 0 0 0 767 607 2.878 5 Perkebunan 0 0 0 0 1.762 7.556 10.842 6 Tanah terbuka 0 0 0 0 1.159 2.842 5.903 7 Tubuh air 0 0 0 0 0 285 357 8 Tertutup awan 0 0 0 86 1 0 87 Jumlah 0 0 0 571 6.656 18.428 31.818

Keterangan : CA = Cagar Alam, HL = Hutan Lindung, HPT = Hutan Produksi Terbatas, HP = Hutan Produksi, HPK = Hutan Produksi Konversi, APL = Areal Penggunaan Lain,

Sumber : Kementerian kehutanan (2011). .

(38)

5.1 Penentuan Pohon Contoh

Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi dibagi berdasarkan kelas umur (KU) dan masak tebang (MT). Lokasi diambil secara

purposive sampling dan tersebar dalam setiap kelas diameter. Pohon contoh yang

diambil adalah pohon yang memiliki batang yang lurus, tidak memiliki cacat pada batang, daun maupun akar, serta memiliki pertumbuhan yang normal. Pohon contoh yang diambil terbagi kedalam dua rancangan model yaitu pohon contoh untuk penyusunan model dan pohon contoh untuk validasi model. Adapun jumlah dan penyebaran pohon contoh berdasarkan kelas umur dan masak tebang pada lokasi Kintap dan Satui dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan analisis regresi dan pengujian validasi model yang diambil sebanyak 30% dari jumlah pohon contoh yang ada dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 4 Komposisi dan jumlah pohon contoh untuk penyusunan kurva tinggi pohon

Kelas Diameter (cm)

Jumlah Individu Pohon per Lokasi

Kintap Satui Jumlah Pohon yang diambil Kelas Umur II Kelas Umur III Masak Tebang Kelas Umur III 5,00 - 7,49 8 5 - - 13 7,50 - 9,99 15 5 2 3 25 10,00 - 12,49 13 19 3 12 47 12,50 - 14,99 4 14 4 14 36 15,00 - 19,99 2 18 9 21 50 20,00 - 24,49 - 7 12 14 33 25,00 - 29,99 - 2 13 3 18 30,00 - 34,49 - 3 21 9 33 35,00 - 39,99 - 1 15 - 16 40,00 - 44,49 - 1 5 2 8 45,00 - 49,99 - - 5 2 7 50,00 - 54,49 - - 4 - 4 Jumlah 42 75 93 80 290

(39)

25

Tabel 5 Komposisi dan jumlah pohon contoh untuk analisis regresi

Kelas Diameter (cm)

Jumlah Individu Pohon per Lokasi

Kintap Satui Jumlah Pohon yang diambil Kelas Umur II Kelas Umur III Mask Tebang Kelas Umur III 5,00 - 7,49 5 4 - - 9 7,50 - 9,99 11 4 1 2 18 10,00 - 12,49 10 13 2 8 33 12,50 - 14,99 2 9 3 10 24 15,00 - 19,99 2 13 7 15 37 20,00 - 24,49 - 5 8 10 23 25,00 - 29,99 - 1 9 2 12 30,00 - 34,49 - 2 15 6 23 35,00 - 39,99 - 1 11 - 12 40,00 - 44,49 - 1 3 1 5 45,00 - 49,99 - - 3 1 4 50,00 - 54,49 - - 3 - 3 Jumlah 30 53 65 55 203

Tabel 6 Komposisi dan jumlah pohon contoh untuk validasi model

Kelas Diameter (cm)

Jumlah Individu Pohon per Lokasi

Kintap Satui Jumlah Pohon yang diambil Kelas Umur II Kelas Umur III Masak Tebang Kelas Umur III 5,00 - 7,49 3 1 - - 4 7,50 - 9,99 4 1 1 1 7 10,00 - 12,49 3 6 1 4 14 12,50 - 14,99 2 5 1 4 12 15,00 - 19,99 - 5 2 6 13 20,00 - 24,49 - 2 4 4 10 25,00 - 29,99 - 1 4 1 6 30,00 - 34,49 - 1 6 3 10 35,00 - 39,99 - - 4 - 4 40,00 - 44,49 - - 2 1 3 45,00 - 49,99 - - 2 1 3 50,00 - 52,49 - - 1 - 1 Jumlah 12 22 28 25 87

(40)

5.2 Analisis Data

5.2.1. Scatter Diagram Pohon Contoh

Scatter diagram atau scatter plot (diagram tebar) digunakan untuk

membantu dalam pemilihan model, sehingga dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penyebaran datanya apakah mengikuti pola linier atau non linier. Adapun bentuk diagram tebar pohon contoh pada lokasi Kintap dan Satui dengan kelas umurnya disajikan pada gambar berikut.

Gambar 2 Diagram hubungan tinggi total dengan diameter pohon kelas umur II dan kelas umur III di lokasi Kintap.

Gambar 3 Diagram hubungan tinggi total dengan diameter pohon kelas masak tebang di lokasi Kintap.

(41)

27

Gambar 4 Diagram hubungan tinggi total dengan diameter pohon kelas umur III di lokasi Satui.

5.2.2. Penyusunan Model Persamaan Regresi

Alternatif model yang digunakan dalam penyusunan model kurva tinggi adalah :

Model Linear h = a + bd

Model Logaritma h = a d b atau log h = log a + b log d Model Eksponensial h = a + b ln (d)

Model Polynomial h = a + b1 d + b2 d2 Dimana : h = Tinggi total (m)

d = Diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah) a, b1, b2 = konstanta

Model persamaan regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Persamaan regresi kurva tinggi berdasarkan kelas umur di setiap lokasi Lokasi/KU/ Model Persamaan R 2 SE F hitung Kintap KU II Model 1 H = 4,5957 + 0,4437 D 0,9143 0,3818 309,2585 Model 2 H = 3,1611 D0,4595 0,9068 0,0198 282,1723 Model 3 H = 0,0162 + 3,9826 ln (D) 0,8963 0,4200 250,5650 Model 4 H = 3,7259 + 0,6334 D - 0,0095 D2 0,9196 0,3764 160,0284

(42)

Tabel 7 Lanjutan Lokasi/KU/ Model Persamaan R 2 SE Fhitung Kintap KU III Model 1 H = 8,058343+ 0,359508 D 0,9442 0,6297 862,5776 Model 2 H = 4,253375 D0,432745 0,9496 0,0182 960,6032 Model 3 H =-2,467409 + 6,072561 ln (D) 0,9193 0,7569 581,3386 Model 4 H = 6,900114 + 0,49212 D - 0,003061D2 0,9534 0,5813 510,9878 MT Model 1 H = 15,9934+ 0,156172 D 0,9117 0,5179 650,4472 Model 2 H = 10,783417D 0,1945192 0,8823 0,0126 472,4657 Model 3 H = 7,505828 + 3,9564817ln (D) 0,8642 0,6423 400,8883 Model 4 H = 15,825755 + 0,1686886 D - 0,00021 D2 0,9120 0,5212 321,1579 Satui KU III Model 1 H = 8,297728237 + 0,421896678 D 0,9065 1,1188 513,6998 Model 2 H = 3,940748498 D0,487783 0,8421 0,0351 282,7316 Model 3 H = -8,71601 + 8,722072 ln (D) 0,8339 1,4912 266,0274 Model 4 H = 8,983911 + 0,356984 D + 0,00129 D2 0,9077 1,1223 255,6185

Keterangan : H = Tinggi total pohon, D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)

Rumus pengukuran tinggi total pohon dalam pustaka menggunakan galah sepanjang lima (5) meter, sedangkan dalam penelitian digunakan galah sepanjang empat (4) meter sehingga rumus yang digunakan dalam mengukur tinggi total pohon mengikuti panjang galah.

Pengklasifikasian kelas umur pada IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua berdasarkan daur tanaman yaitu enam (6) tahun dengan selang tiap kelas umur dua (2) tahun. Khusus untuk tanaman masak tebang pada IUPHHK-HT ini memiliki umur tanaman di atas enam (6) tahun, karena pada areal kerja tersebut tidak terjadi aktivitas penebangan.

Hasil analisis regresi diambil tiga kategori yang dapat menunjukkan baik atau tidaknya suatu persamaan untuk digunakan yaitu koefisien determinasi (R2), standar error (SE) dan nilai Fhitung. Koefisien determinasi (R2) adalah untuk melihat besarnya keseragaman peubah tidak bebas (tinggi pohon) yang dapat dijelaskan peubah bebasnya (diameter pohon). Koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model yang dijadikan

(43)

29

sebagai ukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Menurut Sarwono (2010) jika R2 = 1 maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna, sedangkan R2 = 0 akan mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara peubah bebas (diameter pohon) dengan peubah tak bebasnya (tinggi pohon). Suharlan et al. (1976) dalam Panjaitan (2009) menambahkan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 50% merupakan batas minimal yang digunakan dalam penyusunan model kurva tinggi yang dianggap cukup memadai. Semakin besar nilai determinasi, maka persamaan regresi tersebut semakin baik.

Hasil analisis regresi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada lokasi Kintap persamaan (4) memiliki nilai R2 tertinggi di banding tiga persamaan dengan nilai R2 masing-masing sebesar 0,9196 (91,96%), 0,9534 (95,34%) dan 0,9120 (91,20%). Hal ini juga terjadi pada lokasi Satui dengan kelas umur III yang memiliki R2 0,9077 (90,77%) untuk persamaan (4). Berdasarkan nilai R2 maka persamaan (4) merupakan persamaan penduga terbaik yang menjelaskan tinggi total pohon berdasarkan diameter pohon.

Hubungan liniear yang kuat antara tinggi total pohon dengan diameter pohon dapat diketahui dari semakin besar nilai korelasinya. Semakin besar korelasi antara tinggi total pohon dengan diameter pohon, maka semakin kuat hubungan keduanya, sebaliknya semakin besar nilai korelasi maka semakin kecil nilai standar error (SE). Standar error merupakan standar simpangan data pada tebaran (scatter diagram) data yang mengikuti pola liniear. Jadi semakin kecil

standar error suatu persamaan, maka persamaan tersebut semakin baik karena

data menyebar mengikuti pola linear yang mengartikan bahwa pengaruh perubahan peubah bebas (diameter pohon) akan diikuti dengan berubahnya peubah tak bebas (tinggi total pohon). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 diketahui bahwa pada lokasi Kintap dan Satui persamaan (2) memiliki nilai SE yang lebih kecil dibanding tiga persamaan lainnya yaitu pada lokasi Kintap dengan kelas umur II memiliki nilai SE 0,0198; kelas umur III memiliki nilai SE 0,018 dan MT memiliki nilai SE 0,0126 serta pada lokasi Satui dengan kelas umur III memiliki nilai SE 0,0351. Berdasarkan nilai SE-nya maka persamaan (2)

(44)

merupakan persamaan penduga tinggi pohon terbaik karena memiliki nilai SE yang paling kecil.

Pengujian keberartian peranan peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tak bebasnya (tinggi pohon) dilakukan melalui uji signifikasi F-Test dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. Menurut Draper dan Smith (1992) dalam Panjaitan (2009), apabila Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 1% maka sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tidak bebas sehingga persamaan regresi yang diuji dapat diterima. Semakin besar nilai Fhitung suatu persamaan, maka persamaan regresi tersebut semakin baik dalam menduga tinggi pohon. Berdasarkan Tabel 7 pada lokasi Kintap KU II, Ku III dan MT serta lokasi Satui dengan kelas umur III memiliki nilai Fhitung > Ftabel pada tingkat nyata 1%, yang berarti bahwa peubah bebas (diameter pohon) yang dimasukkan ke dalam persamaan regresi sangat berpengaruh nyata dalam menduga peubah tidak bebasnya (tinggi pohon).

Hasil analisis regresi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa persamaan (1) pada lokasi Kintap dengan kelas umur II memiliki nilai Fhitung tertinggi 309,2585; sedangkan pada kelas umur III persamaan (2) memiliki nilai Fhitung tertinggi 960,6032 dan tanaman MT persamaan (1) memiliki nilai Fhitung tertinggi 650,4472 serta lokasi Satui kelas umur III persamaan (1) memiliki nilai Fhitung tertinggi 513,6998. Berdasarkan nilai Fhitung maka persamaan (1) merupakan persamaan terbaik dalam menduga peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tak bebas (tinggi pohon) pada lokasi Kintap kelas umur II dan MT serta lokasi Satui kelas umur III, sedangkan persamaan terbaik pada lokasi kintap kelas umur III yaitu persamaan (2) karena memiliki nilai Fhitung terbesar.

Persamaan-persamaan yang telah dibuat untuk mencari penduga tinggi pohon terbaik maka dilakukan pemberian peringkat (skoring) pada setiap persamaan. Pemberian peringkat untuk setiap persamaan dapat dilihat pada Tabel berikut.

(45)

31

Tabel 8 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas umur II lokasi Kintap No Persamaan R2 SE Fhitung Peringkat Peringkat Akhir R2 SE Fhitung Total 1 H = 4.59565 + 0.44373(D) 0,9143 0,3818 309,2585 3 2 4 9 1 2 H = 3.1611 *(D0.459499) 0,9068 0,0198 282,1723 2 4 3 9 1* 3 H = 0.01617 + 3.9826 ln (D) 0,8963 0,4200 250,5650 1 1 2 4 3 4 H = 3.7259 +(0.6334*D) -(0.0095 D2) 0,9196 0,3764 160,0284 4 3 1 8 2

Keterangan : * = persamaan terbaik; H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)

Tabel 9 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas umur III lokasi Kintap No Persamaan R2 SE Fhitung Peringkat Peringkat Akhir R2 SE Fhitung Total 1 H = 8,0583 + 0.3595*(D) 0,9442 0,6297 862,5776 2 2 3 7 3 2 H = 4.253375* (D0.4327) 0,9496 0,0182 960,6032 3 4 4 11 1* 3 H = - 2.4674 + 6.0725* (ln D) 0,9193 0,7569 581,3386 1 1 2 4 4 4 H = 6.9001+ (0.4921* D) – (0.00306* D2) 0,9534 0,5813 510,9878 4 3 1 8 2

Keterangan : * = persamaan terbaik; H=tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)

Tabel 10 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas masak tebang lokasi Kintap No Persamaan R2 SE Fhitung Peringkat Peringkat Akhir R2 SE Fhitung Total 1 H = 15.9934 + 0.1561 (D) 0,9117 0,5179 650,4472 3 3 4 10 1* 2 H = 10.7834 (D0.1945) 0,8823 0,0126 472,4657 2 4 3 9 2 3 H = 7.5058 + 3.95648 ln (D) 0,8642 0,6423 400,8883 1 1 2 4 4

(46)

Tabel 10 Lanjutan

4 H = 15.82575 +

0.168689 (D) - 0.00021 (D2)

0,9120 0,5212 321,1579 4 2 1 7 3

Keterangan : * = persamaan terbaik; H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)

Tabel 11 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas umur III lokasi Satui No Persamaan R2 SE Fhitung Peringkat Peringkat Akhir R2 SE Fhitung Total 1 H = 8.2977 + 0.4219 (D) 0.906476 1.118843 513.6998 3 3 4 10 1* 2 H = 3.9407 (D0.4878) 0.842136 0.035132 282.7316 2 4 3 9 2 3 H = -8.7160 + 8.7220 ln (D) 0.83387 1.491185 266.0274 1 1 2 4 4 4 H = 8.9839 + 0.3569(D) + 0.0013 (D2) 0.907677 1.122277 255.6185 4 3 1 8 3

Keterangan : * = persamaan terbaik; H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)

Pemilihan persamaan terbaik berdasarkan penilaian peringkat pada tabel di atas, maka diperoleh persamaan terbaik dalam menduga tinggi total pohon berdasarkan diameternya. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa untuk lokasi Kintap kelas umur II diperoleh dua persamaan penduga terbaik yaitu persamaan (1) H = 4,595650269 + 0,443731 (D) dan persamaan (2) H = 3.161113 x (D0.459499), sedangkan untuk persamaan yang terpilih yaitu persamaan (2) karena dua persamaan tersebut memiliki nilai determinasi (R2) yang tidak berbeda jauh sedangkan nilai SE yang sangat jauh berbeda, sehingga pemilihan persamaan sebagai penduga tinggi pohon terbaik untuk kelas umur II lokasi Kintap adalah persamaan (2).

Persamaan terpilih untuk menduga tinggi total pohon pada lokasi Kintap kelas umur III yaitu persamaan (2) H = 4,253375 (D0,432745) yang dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan untuk MT dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa persamaan terpilih yaitu persamaan (1) H= 15,99340196 + 0,156172(D), serta pada lokasi Satui dengan kelas umur III dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa persamaan terpilih yaitu persamaan (1) H = 8,297728237 + 0,421897(D), karena memiliki nilai R2

(47)

33

0.906476 dan nilai SE 1.118843 terbaik kedua serta memiliki nilai Fhitung terbesar 513.6998 dibanding tiga persamaan lainnya.

5.2.3. Validasi Model Persamaan Penduga Tinggi Pohon

Model yang dihasilkan berdasarkan analisis regresi cukup valid dan terandalkan, apabila memenuhi beberapa uji validasi. Pengujian validasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji simpangan agregasi, simpangan rata-rata, RMSE (root mean square error), nilai bias serta uji beda nyata yang dilakukan dengan uji Khi-kuadrat antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya (Sutarahardja, 2008). Berikut disajikan hasil uji validasi persamaan tinggi pohon terpilih pada proses penyusunan model di lokasi Kintap dan Satui berdasarkan kelas umurnya.

Tabel 12 Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon Lokasi/ KU Persamaan Korelasi SA SR (%) RMSE (%) BIAS (%) X2hit (0,01) X2tabel (0,01) Kintap KU II H = 3.161113* (D0.459499) 0.9523 0.0157 1.83 5.34 2.1 0.2757 24.725 KU III H=4.253375* (D0.432745) 0.9745 -0.0111 -1.71 4.91 -1.43 0.6389 40.289 MT H=15.993402 + (0.1561715*D) 0.9548 -0.0067 -0.62 2.51 -0.24 0.3661 46.645 Satui KU III H = 8,29773 + (0,42189* D) 0.9521 0.0051 0.03 7.74 0.62 2.2919 41.638

Keterangan : H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)

Hasil uji validasi pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi pohon yang digunakan telah terandalkan dan dapat digunakan untuk keperluan inventarisasi hutan. Menurut Sutarahardja (2008) tabel tinggi yang dihasilkan berdasarkan analisis regresi cukup valid dan terandalkan apabila koefisien korelasinya cukup besar dan regresi nyata, simpangan baku atau

sampling error kecil, simpangan agregasinya berada diantara nilai -1 sampai +1,

simpangan rata-ratanya tidak lebih dari 10%, RMSE (root mean square error) yang kecil, biasnya rendah mendekati nol dan nilai taksiran dari tabel tidak berbeda nyata dengan nilai aktual yang disimpulkan dari uji Khi-Kuadrat.

(48)

Persamaan yang telah dibuat tidak dapat digunakan pada lokasi yang berbeda walaupun memiliki kelas umur yang sama, karena akan memperbesar nilai standar error, keragaman dan nilai korelasinya pun akan semakin kecil. Hal ini telah di uji dengan penggabungan antara lokasi Kintap dan Satui kelas umur III yang memiliki koefisien determinasi (R2) 0,6816 (68,16%) standar error 0,1010 dan nilai Fhitung 152,7134, serta nilai korelasi yang semakin kecil yaitu 0,8256. Perbedaan pendugaan tinggi total pohon berdasarkan persamaan yang telah dibuat, menunjukkan bahwa untuk menduga tinggi total pohon berdasarkan diameternya harus dilakukan pada setiap kelas umur dengan lokasi yang berbeda. Hal ini disebabkan karena pada lokasi dengan kelas umur yang berbeda memiliki kualitas tempat tumbuh yang berbeda pula yang dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Menurut Hendromono et al. (2003) adanya variasi pertumbuhan pohon baik disebabkan oleh perbedaan jenis, tempat tumbuh, maupun tindakan silvikultur, akan menyebabkan bentuk dan ukuran batang yang berbeda.

Gambar

Gambar 1 Pengukuran Tinggi Pohon.
Gambar 2  Diagram  hubungan tinggi  total  dengan diameter pohon  kelas  umur  II  dan kelas umur III di lokasi Kintap
Gambar 4  Diagram hubungan tinggi total dengan diameter pohon kelas umur III   di lokasi Satui

Referensi

Dokumen terkait