KURVA TINGGI POHON TEGAKAN MANGIUM
(
Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan)
SUBHAN SARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) Dibimbing oleh Dra. Sri Rahaju MSi dan Ir. Ahmad Hadjib MS.
Kegiatan inventarisasi hutan merupakan langkah awal mengetahui luas dan potensi suatu tegakan hutan. Pelaksanaan inventarisasi hutan di lapangan seringkali mendapat kendala dalam melakukan pengukuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan inventarisasi hutan di lapangan dapat berasal dari faktor topografi, alat, iklim maupun manusia. Data inventarisasi merupakan data dimensi pohon yaitu diameter pohon dan tinggi pohon. Pengambilan data diameter pohon relatif mudah dilakukan sedangkan pengambilan data tinggi pohon seringkali mendapat kendala sehingga perlu disediakan alat bantu kurva tinggi yang digunakan untuk menaksir tinggi suatu pohon berdasarkan diameter pohon. Pada hutan tanaman, kurva tinggi pohon total akan digunakan sebagai penduga kualitas tapak (site quality).
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi Kintap dan Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2010. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : GPS Garmin 60 CSx ; hagameter; phi-band; peta areal kerja; tongkat (galah) sepanjang 4 meter; kamera digital dan Tally Sheet. Objek penelitian adalah tegakan Mangium kelas umur II, III dan masak tebang di lokasi Kintap serta kelas umur III lokasi Satui.
Hasil analisis regresi diperoleh persamaan kurva tinggi total pohon (H) dengan diameter setinggi dada (D). Persamaan yang diperoleh untuk kelas umur II pada lokasi Kintap memiliki nilai koefisien determinasi (R2) 0,9068. Persamaan 3.161113* (D0.459499), kelas umur III H = 4,253375 (D0,432745), kelas masak tebang H = 15,99340196 + (0,156172*D) dan pada lokasi Satui kelas umur III adalah H = 8,297728237 + 0,421897(D).
SUMMARY
SUBHAN SARI. Tree Height Curve of Mangium Stand (Case Study at IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua, South Kalimantan) Under Supervision of Dra. Sri Rahaju MSi and Ir. Ahmad Hadjib MS.
Forest inventory activity is the first step to know the area and the potential of a forest stand. Implementation of forest inventory in the real condition often has difficulties in measurement. Factors that influence the forest inventory activity in real condition can be derived from topographical factors, equipment, climatic, and human. Inventory data are the dimension of tree, like trees diameter and trees height. Measuring diameter of trees is relatively easier than measuring trees height, which is often has any constrains. Based on that case, it is needed to provide a tool, named tree height curve that can be used to estimate the trees height based on trees diameter. In forest plantations, total of tree height curve will be used as an estimator of the site quality.
The research was conducted at Kintap and Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua, South Kalimantan. The data were collected in August 2010. The tools that are used in this study are: Garmin GPS 60 CSX; Hagameter; phi-band; work area map; stick/pole (four meters long); digital camera and Tally Sheet. The object of this research are Mangium stand in age class II, age class III, and ready for felling class at Kintap and Mangium stand in age class III at Satui.
The result of this research obtained by regression analysis of total tree determination value (R2) 0.9064. The equation that can be used to construct tree height curve of Mangium at Kintap in age class II at Kintap is H = 3.161113*(D0.459499), for Mangium in age class III is H = 4.253375*(D0.432745), and for ready for felling class is H = 15.99340196 + 0.156172*D. Then the equation for Mangium in age class III at Satui is H = 8.297728237 + 0.421897*D.
SUBHAN SARI E14060703
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan)
Nama : Subhan Sari
NIM : E14060703
Menyetujui:
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
Pembimbing II
Ir. Ahmad Hadjib, MS
NIP. 19500123 197412 1 001 Pembimbing I
Dra. Sri Rahaju, MSi
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kurva Tinggi Pohon Tegakan
Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan)
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi lain untuk memperoleh gelar
akademik tertentu. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Namlea, Pulau Buru Provinsi Maluku pada
tanggal 24 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari pasangan
Syamsuddin Saba dan Putri Indar Dewi. Penulis mulai mengenal
sekolah pada saat masuk TK Al-Hilaal 1 Namlea dan melanjutkan ke
Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Namlea kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Namlea pada tahun 2000. Penulis lulus dari
Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 Namlea pada tahun 2006. Pada tahun
yang sama Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga aktif berorganisasi yakni sebagai
bendahara Asrama Sylvasari tahun 2007-2008, Kepala Departemen PSDM
Asrama Sylvasari tahun 2008-2009, Kepala Departemen Rumah Tangga DKM
Ibadurrahmaan Fakultas Kehutanan IPB tahun 2009-2010. Penulis juga pernah
terlibat dalam proyek Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) sebagai
koordinator regu dalam pengambilan data lapangan di PT Wana Buana Lestari
(WBL) Kabupaten Pelalawan, Riau dan PT Hutan Rindang Banua (HRB)
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis juga
terlibat dalam survey potensi sebagai koordinator regu dalam pengambilan data
lapangan di PT Sumalindo Lestari Jaya Kabupaten Berau Kalimantan Timur dan
PT Intracawood Manufacturing Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara tahun
2011. Penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Baturaden dan Cilacap tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat tahun 2009 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur tahun
2010.
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul
Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan
Rindang Banua Kalimantan Selatan) di bawah bimbingan Dra. Sri Rahaju, MSi
dengan sendiri tetapi membutuhkan banyak dukungan dan bantuan orang lain.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua penulis ayahanda tercinta Syamsuddin Saba dan ibunda
tercinta Putri Indar Dewi yang selalu memberikan dukungan dan doa
yang tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Sri Rahaju sebagai pembimbing pertama dan Bapak Ahmad Hadjib
sebagai pembimbing kedua yang selalu memberikan saran dan semangat
kepada penulis selama penyusunan proposal sampai tersusunnya skripsi
ini.
3. Bapak Bambang, Bapak Nunuk, Bapak Tomo, Bapak Didit, Bapak
Purwadi, Bapak Ruslan, Bapak Gatot dan Bapak Carles yang telah
membantu penulis dalam proses pengolahan data sampai pemberian
materi dalam penyusunan skripsi serta teman-teman regu yakni Abdul
dan Soleh yang membantu dalam pengambilan data di lapangan.
4. Adinda Rukmana, Samsul dan Muammar serta sepupu Rosniati, Siti,
Hasnawati dan keluarga terdekat penulis yang selalu memberikan
perhatian kepada penulis sebagai penambah semangat dalam penyusunan
skripsi.
5. Saudara-saudara seperjuangan di Asrama Sylvasari angkatan 43 yakni
Abdul, Ikhsan, Gozali, Sahuri, Asep, Khairy, Fajar, Karno, Azis dan
Viester. Abang-abang angkatan 40, 41 dan 42 serta adik-adik angkatan
44, 45 dan 46 yang telah memberikan kebersamaan persaudaraan
sehingga penulis bisa jadikan kalian sebagai keluarga kedua di Bogor.
6. Teman-teman seangkatan Manajemen Hutan 43 yang selalu memberikan
motivasi untuk cepat lulus.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT Penulis panjatkan atas segala curahan
rahmat dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini
berjudul Kurva Tinggi Pohon Tegakan Mangium (Studi Kasus di IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan) yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat sebagai salah satu referensi ilmiah mengenai kurva tinggi pohon Mangium dan sebagai bahan
pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kualitas tegakan di setiap lokasi
melalui peninggi pohon daerah tersebut.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2011
DAFTAR ISI
3.4.2 Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon ... 13
3.4.3 Perhitungan Korelasi ... 14
3.4.4 Perhitungan Koefisien Regresi ... 14
3.4.5 Pengujian Metode Regresi ... 17
3.4.6 Validasi Model ... 18
3.4.7 Pemilihan Model Terbaik ... 20
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Luas dan Letak Areal ... 22
Halaman
4.3 Iklim ... 22
4.4 Topografi dan Penutupan Lahan ... 23
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Pohon Contoh ... 25
5.2 Analisis Data ... 26
5.2.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ... 26
5.2.2 Penyusunan Model Persamaan regresi ... 27
5.2.3 Validasi Persamaan Penduga Tinggi Pohon ... 33
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 35
6.2 Saran ... 35
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Pemilahan Kelas Diameter dan Jumlah Pohon Contoh yang diambil ... 12
2. Sidik Ragam Fungsi Regresi ... 17
3. Penutupan Lahan Pada Areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua ... 23
4. Komposisi dan Jumlah Pohon Contoh Untuk Penyusunan
Kurva Tinggi Pohon ... 24 5. Komposisi dan Jumlah Pohon Contoh Untuk Analisis Regresi ... 25 6. Komposisi Dan Jumlah Pohon Contoh Untuk Validasi Model ... 25 7. Persamaan Regresi Kurva Tinggi Berdasarkan Kelas Umur di
Setiap Lokasi ... 27 8. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Umur II
Lokasi Kintap ... ... 31 9. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Umur III
Lokasi Kintap ... ... 31 10. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Masak
Tebang Lokasi Kintap ... ... 31 11. Penentuan Persamaan Penduga Tinggi Pohon Terbaik Kelas Umur III
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Pengukuran Tinggi Pohon ... 13
2. Diagram Hubungan Tinggi Total dengan Diameter Pohon Kelas Umur II
dan Kelas Umur III di Lokasi Kintap ... 26
3. Diagram Hubungan Tinggi Total dengan Diameter Pohon
Kelas Masak Tebang di Lokasi Kintap ... 26
4. Diagram Hubungan Tinggi Total dengan Diameter Pohon Kelas Umur III
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hutan merupakan suatu ekosistem yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan
dalam luasan tertentu yang memiliki manfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya.
Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memiliki potensi yang cukup besar
dalam menunjang keseimbangan alam jika dikelola dengan baik dan benar.
Kebijakan pemerintah dalam membangun hutan tanaman dimana salah satu
tujuan formal pembangunan hutan tanaman adalah meningkatkan produktifitas
kawasan hutan produksi yang kritis dan tidak produktif (Srihadiono 2005)
merupakan suatu langkah pemerintah dalam mempertahankan keberadaan hutan
alam. Pernyataan Menteri Kehutanan dalam Rapat Koordinasi Perencanaan
Anggaran Pembangunan Kehutanan Pusat Tahun 2009 di Jakarta menegaskan luas
kawasan hutan Indonesia termasuk hutan tanaman saat ini mencapai 138 juta
hektar.
Pengetahuan mengenai potensi hutan, baik hutan alam maupun hutan
tanaman didasarkan pada hasil pengukuran di lapangan. Teknik yang dilakukan
dalam pengukuran di lapangan dengan mengukur dimensi pohon yaitu diameter
dan tinggi pohon. Pengukuran tinggi pohon dalam tegakan hutan merupakan
pekerjaan yang sulit dibanding pengukuran diameter pohon dan relatif
membutuhkan waktu yang lama serta dapat memberikan kesalahan yang
disebabkan bukan karena sampling (non sampling error) yang cukup besar, mengingat dalam inventarisasi hutan jumlah pohon yang diukur cukup banyak dan
dalam areal yang luas. Kesalahan bukan karena sampling adalah jenis kesalahan
yang bukan berasal dari cara pengambilan contoh dan kesalahan jenis ini sulit
untuk ditentukan besarnya. Kesalahan ini dapat terjadi dalam pengukuran yang
disebabkan oleh faktor-faktor antara lain faktor pengukuran (measurement error), faktor alat (equipment error), faktor manusia (human error) dan faktor lingkungan (environtmental error).
Kegiatan inventarisasi hutan memerlukan data dimensi tinggi pohon, maka
dengan faktor-faktor diatas perlu disediakan alat bantu kurva tinggi yang
hutan tanaman, kurva tinggi pohon total akan digunakan sebagai penduga kualitas
tapak (site quality).
1.2Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat persamaan kurva tinggi jenis
Mangium pada lokasi Kintap dan Satui IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua
Kalimantan Selatan.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memudahkan pengelola
IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua Kalimantan Selatan dalam kegiatan
inventarisasi tegakan hutan khususnya dalam menduga tinggi pohon Mangium
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Tanaman IndustriHutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu pengelolaan hutan
yang diperuntukan sebagai bahan baku pulp, paper serta untuk kayu pertukangan
dengan karakteristik hutan yang homogen. Soedjarwo (1986) dalam
Notohadiningrat (2006) menyatakan bahwa HTI dikembangkan di lahan hutan
yang kurang produktif (belukar, padang alang-alang, bekas tebangan hutan alam
yang berproduktifitas rendah, dan bekas perladangan). Informasi mengenai luas
HTI di Indonesia telah mencapai 1,2 juta ha dan sebagian besar berupa tanaman
Mangium (Mohammed dan Rimbawanto 2006 dalam Nuhamara 2008). Menurut
Badan Litbang Kehutanan (2005) yang bersumber dari Ditjen Bina Produksi
Kehutanan (2005), perkembangan pembangunan hutan tanaman di Indonesia yang
sudah di tanami seluas 2,5 juta ha dan 6,8 juta ha yang belum ditanami melalui
SK HPHTI definitif, SK HPHTI sementara dan SK HPHTI pencadangan.
Berdasarkan PP Nomor 6 tahun 1999 tujuan pengembangan hutan tanaman
adalah untuk memperbaiki potensi hutan yang terlanjur rusak, tanpa menimbang
untuk memenuhi ketidakpastian bahan baku industri (Srihadiono 2005).
Srihadiono (2005) menambahkan bahwa tujuan utama pembangunan Hutan
Tanaman Industri (HTI) adalah : (1) Menunjang pengembangan industri hasil
hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah, (2) Meningkatkan
produktifitas lahan dan kualitas lingkungan hidup dan (3) Memperluas lapangan
kerja dan lapangan usaha. Tujuan formal pembangunan HTI secara sistematis
dapat dipahami dalam empat tujuan pokok, yaitu : (1) Meningkatkan produktifitas
kawasan hutan produksi yang kritis dan tidak produktif, (2) Membangun hutan
untuk menghasilkan bahan baku industri hasil hutan, (3) Membangun industri
hasil hutan yang hasil industrinya dapat dipasok ke pasar global dan (4)
Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat
2.2 Deskripsi Tanaman Mangium
Mangium merupakan salah satu tanaman yang memiliki pertumbuhan yang
cepat, dapat beradaptasi terhadap tanah masam (pH 4,5-6,5) di daerah tropis yang
lembab, selain itu tanaman ini juga telah dikembangkan secara luas di Indonesia
dalam program pembangunan hutan tanaman industri, untuk memasok bahan baku
industri pulp dan kertas pada industri kehutanan (Mindawati dan Enny (2005). Tanaman ini jika dilihat dari segi taksonomi dan tatanama, tergolong dalam famili
besar Fabaceae (Mimosoideae) dengan sinonim Rancosperma mangium (Willd.) Pedley dengan nama lokal mangium. Tanaman mangium memiliki penyebaran
alami di Queenstland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua
dan Maluku. Selain itu ciri lain dari pohon mangium, selalu hijau, tinggi hingga
30 m, kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat, ranting kecil seperti
sayap, daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm, hijau gelap
dengan empat urat longitudinal dan daun majemuk ketika bibit. (Direktorat
Perbenihan Tanaman Hutan 2001).
Sifat tanaman Mangium pada waktu muda batang pohon bersifat lunak dan
tumbuh cepat menjadi besar terutama jika tersedia hara yang cukup dan
lingkungan yang tepat. Selanjutnya diketahui pula bahwa pada waktu muda
jaringan-jaringan yang dibentuknya berbeda dengan ketika pohon telah menjadi
dewasa. Apabila batangnya terluka, pohon dapat cepat memberikan reaksi untuk
penyembuhannya. (Haygreen dan Browyer 1998 dalam Nuhamara 2008).
2.3 Inventarisasi Hutan
Inventarisasi adalah suatu kegiatan untuk mengetahui jumlah kekayaan
dalam kurun waktu tertentu (Guralnek 1979 dalam Atmosoemarto 1993).
Informasi jumlah kekayaan tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan
dalam melakukan kegiatan-kegiatan berikutnya berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang telah lalu.
Inventarisasi hutan juga dapat disebut sebagai suatu kegiatan untuk melihat
potensi dari suatu hutan dimana kegiatan ini dilakukan dengan mengukur dimensi
5
ditujukan untuk mendapatkan data volume pohon yang kemudian dikonversi
sehingga diperoleh besarnya potensi dari hutan tersebut. Adapun dimensi pohon
yang diukur adalah diameter dan tinggi pohon. Pengukuran diameter pohon
dilakukan pada ketinggian setinggi dada dengan ketentuan 1,3 m di atas
permukaan tanah, sedangkan dalam pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan
menggunakan alat ukur yang kemudian dibidikkan ke arah ujung pohon.
Hush (1987) dalam Atmosoemarto (1993), menyatakan bahwa inventarisasi
hutan adalah kegiatan atau usaha untuk menerangkan tentang kualitas dan
kuantitas massa kayu tegakan hutan serta berbagai karakteristik tempat
tumbuhnya. Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran
kayu, harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran volume
(penaksiran lain misalnya berat) pohon-pohon yang masih berdiri dan penaksiran
pertumbuhan dan pengaturan hasil. Dalam pengertian khusus, inventarisasi hutan
biasanya dianggap sebagai padanan dari penaksiran massa kayu (Atmosoemarto
1993).
2.4 Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta pemanfaatan hutan, pemegang
(IUPHHK-HA), dan pemegang (IUPHHK-HT), diwajibkan menyusun Rencana
Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) sepuluh tahunan yang
disusun berdasarkan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB). Pedoman
IHMB tertuang dalam Kepmen No. P. 34/Menhut-II/2007, 24 Agustus 2007 dan
diperbaharui dengan Kepmen No. P. 33/Menhut-II/2009, tanggal 11 Mei 2009
dengan tujuan dari IHMB antara lain (Sutarahardja, 2008):
1. Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala
2. Sebagai bahan penyusunan RKUPHHK dalam hutan alam dan atau
RKUPHHK dalam hutan tanaman dan KPH sepuluh tahunan
3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan
Inventarisasi hutan menyeluruh berkala dilakukan dengan bantuan beberapa
alat bantu ukur untuk memperlancar dalam pengukuran. Alat bantu ukur dalam
kegiatan IHMB berupa kurva/tabel tinggi pohon, tabel volume pohon, dan tabel
berat pohon yang disusun berdasarkan data pohon contoh dengan menggunakan
analisis data yang dapat dilakukan dengan free hand method maupun dengan
regression analysis methods.
Pohon contoh atau pohon model adalah pohon yang diambil sebagai contoh
atau sampel yang diukur diameter, tinggi dan volumenya yang lebih akurat untuk
digunakan sebagai bahan dasar dalam penyusunan alat bantu ukur IHMB, yang
dipilih secara purposive (Sutarahardja 2008).
2.5 Pengukuran Diameter Pohon
Diameter merupakan salah satu variabel yang mempunyai arti penting
dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan.
Pengukuran diameter pohon yang biasa dilakukan adalah diameter setinggi dada
(dbh). Diameter adalah jarak yang menghubungkan antar dua titik pada lingkaran
penampang melintang pohon yang melalui titik tengah penampang. Di Indonesia,
diameter diukur pada ketinggian batang 1,30 meter di atas permukaan tanah
(Departemen Kehutanan Republik Indonesia 1992).
2.6 Pengukuran Tinggi Pohon
Pengukuran tinggi pohon menggunakan dua metode gabungan yaitu metode
trigonometri dan metode geometri. Metode ini sangat sederhana dan tidak
menggunakan alat yang mahal dan canggih, tidak memerlukan jarak antara
pengukur dengan obyek (pohon) sehingga sangat mudah dilakukan baik pada
hutan tanaman maupun pada hutan alam.
Variabel-variabel yang digunakan dalam pengukuran tinggi adalah tinggi
total (ht), tinggi bebas cabang (hbc), tinggi ujung tongkat atau galah (hp) dan pada
ketinggian 1,5 meter dari atas tanah (hb). Pengukuran dapat dilakukan dengan alat
7
bukan dalam satuan derajat (0). Tinggi total pohon dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Tinggi =( ��−�
��−� x 4 ) + 1,5... (Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007).
Sedangkan untuk mencari tinggi bebas cabang digunakan rumus :
Tinggi =( � −�
��−� x 4 ) + 1,5...(Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007).
Dimana : Ht = tinggi total pohon
Hb = ketinggian 1,5 meter dari atas tanah
Hp = ujung tongkat atau galah, dan
Hbc = tinggi bebas cabang pohon
2.7 Kurva tinggi
Kurva tinggi adalah kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan
diameter dengan tinggi. Hubungan antara diameter dengan tinggi dibentuk melalui
pengukuran diameter dan tinggi sejumlah individu pohon, kemudian
menghubungkan keduanya dengan analisis regresi sehingga dapat dibentuk
persamaan kurva tinggi. Cara lain yang lebih sederhana untuk membentuk kurva
tinggi adalah dengan menghitung tinggi rataan tiap-tiap kelas diameter yang
kemudian diplotkan dalam sistem koordinat xy, dengan demikian akan diperoleh
sebuah pencaran titik. Tahap berikutnya adalah menarik garis lengkung yang
melewati tengah titik-titik tersebut.
Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun untuk menaksir tinggi total
pohon atas dasar peubah (variabel) diameter pohon yang diukur. Pada hutan
tanaman ini, kurva tinggi pohon total akan digunakan pula sebagai penduga
kualitas tapak (site quality). Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun berdasarkan jenis tanaman dan pada kelas umur yang berbeda
Kurva tinggi pohon pada hutan alam disusun untuk menduga tinggi
komersial, yaitu kurva yang memberikan hubungan antara diameter dengan tinggi
terdapat bermacam jenis pohon, yang dapat digolongkan dalam
kelompok-kelompok jenis berdasarkan nilai komersialnya. Berkaitan dengan hal tersebut,
maka kurva tinggi pohon yang digunakan di hutan alam adalah kurva tinggi dari
berbagai kelompok jenis (Sutarahardja 2008).
2.8 Penyusunan kurva tinggi pohon
Kegiatan inventarisasi tegakan yang memerlukan waktu yang cukup lama
dan cukup sulit adalah pengukuran tinggi pohon dibandingkan dengan
pengukuran diameter pohon. Pengukuran tinggi pohon dikatakan cukup sulit
karena dalam mengukur tinggi suatu pohon seringkali terhambat dengan
tertutupnya pucuk pohon oleh tajuk pohon di sampingnya, selain itu diperlukan
waktu yang cukup lama untuk mencari tempat dalam membidik pucuk pohon
dengan alat yang digunakan. Kendala-kendala dalam mengukur tinggi pohon
sangatlah tidak mungkin untuk dihilangkan karena kesalahan dalam pengukuran
tinggi pohon di lapangan dimana kesalahan bukan hanya terjadi dari faktor
manusia saja tetapi alat dan lingkungan pun dapat menjadi kendala dalam
melakukan pengukuran.
Dengan berbagai alasan dalam pengukuran tinggi pohon, maka kurva tinggi
perlu disediakan sebagai alat untuk mempermudah pengukuran dimensi pohon.
Penyusunan kurva tinggi pohon tersebut menggunakan dasar hubungan antara
tinggi pohon dengan diameter pohon. Selain itu, hubungan tinggi pohon dengan
diameter pohon sering dibutuhkan untuk bahan dasar analisis penyusunan tabel
volume lokal (local volume table). Dengan tersedianya tabel tinggi pohon, maka pada kegiatan inventarisasi hutan tidak lagi diperlukan pengukuran tinggi pohon,
melainkan cukup dengan mengukur diameter pohon. Tinggi pohon dapat
ditentukan dengan tabel tinggi pohon atas dasar diameter pohon yang diukur
(Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2007).
Penyusunan kurva tinggi pohon dengan melihat hubungan antara tinggi
9
regresi (regression analysis). Bentuk kurva bervariasi dari suatu tegakan hutan dengan tegakan hutan yang lain, sehingga untuk menggambarkan hubungan antara
tinggi dengan diameter, banyak fungsi matematis yang menggambarkan hubungan
tersebut. beberapa fungsi yang telah dikembangkan diantaranya adalah (Husch et al.2003; Van Laar & Akca 1997 dan Husch 1963 dalam Panjaitan 2009):
Ln h = b0 + b1 d (Hines dan Douglas, 1990)
h = 1/(b0+b1d) (Irianto, 2004)
h = b0 db1 (Irianto, 2004)
h = b0 + b1d (Siregar 2004)
h = b0 + b1 d + b2 d2 (Departemen Kehutanan
Republik Indonesia 2007).
Dimana : b0,b1,b2 = konstanta
h = tinggi pohon
d = diameter pohon setinggi dada (1,3 m dari permukaan tanah)
ln = lon
Pada model-model tersebut dapat digunakan satuan metriks, yaitu meter (m)
untuk tinggi pohon dan satuan centimeter (cm) untuk diameter pohon. Untuk
tujuan pembuatan kurva tinggi ini perlu dilakukan pengukuran tinggi pohon dan
diameter pohon dengan teliti dan benar terhadap sejumlah pohon-pohon contoh
atau pohon-pohon model (sample trees) yang dirancang tersebar merata (representative) pada setiap ukuran kelas diameter pohon, pada setiap kelas umur pohon dan pada kelompok-kelompok jenis pohon. Pohon contoh yang dipilih
hendaknya pohon yang sehat dan baik pertumbuhannya.
Kurva tinggi yang dapat digunakan adalah kurva yang hubungan antara
diameter dan tingginya cukup kuat. Perbedaan kurva tinggi untuk kelompok jenis
yang sama menyatakan perbedaan lokasi dimana pohon contoh diambil. Hal ini
pula sehingga setiap IUPHHK sebaiknya mempunyai kurva yang berasal dari
wilayahnya masing-masing (Sutarahardja 2008).
2.9 Validasi Kurva Tinggi Pohon
Pengujian validasi ditujukan untuk mengetahui apakah
persamaan-persamaan regresi yang disusun valid atau tidak dengan mengambil beberapa
pohon contoh sebagai pengujian validasi model. Data pohon contoh tersebut tidak
digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi. Uji validasi model dapat
dilakukan dengan menghitung nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), serta uji beda nyata yang dapat dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat. Suatu persamaan regresi dapat dinyatakan valid untuk digunakan apabila
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan WaktuPenelitian ini dilakukan di lokasi Kintap dan Satui IUPHHK-HT PT. Hutan
Rindang Banua Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan
Agustus 2010.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan mangium
dengan alat-alat yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data adalah:
1. Peta penafsiran citra satelit IUPHHK-HTI skala 1:100.000 tahun 2010
2. Hagameter
3. Phi-band (pita ukur)
4. GPS (Global Possitioning System) garmin 60 csx
5. Tongkat bantu atau galah sepanjang 4 meter untuk membantu dalam
pengukuran tinggi pohon
6. Tally Sheet dan alat tulis-menulis 7. Kamera digital
8. Perangkat lunak Microsoft excel 2007
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengambilan Pohon Contoh
Penyusunan kurva tinggi didasarkan pada data pohon contoh atau pohon
model yang dipilih secara purposive dengan ketentuan tersebar pada setiap kelas umur dengan kelas diameter tertentu pada berbagai site atau sektor dalam
pengelolaan hutan tersebut. Pohon contoh yang diambil adalah pohon yang sehat
yaitu yang memiliki batang yang lurus, tidak memiliki cacat pada batang, daun
maupun akar, serta memiliki pertumbuhan yang normal, sedangkan untuk
melakukan pemodelan kurva tinggi, diperlukan beberapa jumlah pohon contoh per
perwakilan kelas diameter pohon. Pemilahan kelas diameter dan jumlah pohon
Tabel 1 Pemilahan Kelas Diameter dan Jumlah Pohon contoh yang diambil
Kelas diameter (cm) Jumlah pohon contoh
2,5-4,9 20
5,0-7,4 20
7,5-9,9 20
10-12,4 20
12,5-14,9 20
15,0 – 19,9 20
20,0 - 24,9 20
25,0 - 29,9 20
30,0 – 34,9 20
35,0 – 39,9 20
40,0 – 44,9 20
45,0 – 49,9 20
50,00 – 54,49 20
Jumlah 260
3.3.2 Pengukuran Pohon
Parameter-parameter yang diukur pada pohon contoh di lapangan adalah :
1. Diameter pohon ( 1,3 cm dari atas tanah)
2. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada tinggi total pohon (Ht)
3. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari atas
tanah (Hb)
4. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada ujung tongkat (Hp)
5. Pembacaan hagameter atau clinometer (%) pada tinggi bebas cabang (Hbc)
Rumus yang digunakan untuk mengukur tinggi total pohon sebagai berikut:
Tinggi =( � −�
13
Gambar 1 Pengukuran Tinggi Pohon.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Scatter Diagram Pohon Contoh
Scatter diagram (diagram tebar) pohon contoh adalah suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara diameter dan tinggi pohon untuk membantu
dalam pemilihan model, maka data pohon contoh ditampilkan dalam scatter diagram atau scatter plot (diagram tebar). Dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau
non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya.
3.4.2 Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon
Pemilihan model hubungan antara diameter dengan tinggi pohon dilakukan
dengan melihat bentuk penampilan penyebaran data (linier atau non linear) pada
scatter diagram yang telah dibuat. Dari bentuk penyebaran datanya, maka dapat ditentukan model pendekatannya. Adapun beberapa persamaan hubungan antara
diameter dengan tinggi pohon yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi
pohon antara lain:
Model Linear : H = a + bD
Model Logaritma : H = a D b
Model Eksponensial : H = a + b ln (D)
Model Polynomial : H = a + b1 D + b2 D2
Hp Ht
Hbc
Dimana : H = tinggi total pohon (meter);
D = diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah)
3.4.3 Perhitungan Korelasi
Dalam penyusunan kurva tinggi pohon terdapat hubungan yang erat antara
diameter dengan tinggi pohon. Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama
akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama. Tingkat keeratan hubungan ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi (r) dimana :
= �� − � �
[ �2 − ( �)2] [ �2 − ( �)2]
dimana : r = korelasi
D = diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah)
H = tinggi total pohon (m)
n = banyaknya pohon
Nilai korelasinya merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi
populasi. Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1, jika nilai r = -1 maka
hubungan tinggi dengan diameter pohon merupakan korelasi negatif sempurna
dan jika r = 1 maka merupakan korelasi positif sempurna. Korelasi yang
mendekati nol (r = 0) menunjukkan bahwa sedikit atau tidak ada suatu hubungan
liniear yang terjadi bersama-sama.
3.4.4 Perhitungan Koefisien Regresi
Menghitung koefisien regresi pada penyusunan kurva tinggi pohon
berdasarkan model-model persamaan matematik, antara lain :
a. Model satu peubah
Yi = β0 + β1 D1 + εi, dengan penduga modelnya adalah yi = b0 + b1 D1 + ei,
maka besarnya nilai koefisien regresi b1 sebagai penduga dari β1 dan
besarnya nilai konstanta b0 sebagai penduga dari
β
0 dapat dihitung dari15
dihitung dengan rumus di atas atau dengan rumus :
= 1 � ��
Bentuk model satu peubah yang lain adalah : h = b0 Db1 ditransformasikan
menjadi Log h = log b0 + b1 log D dan bentuk model persamaan regresinya
(simple liniear regression) : H = β0 + βi D + ε, maka besarnya nilai koefisien
regresi βi sebagai penduga dari log b1 dan besarnya nilai konstanta β0 sebagai penduga dari log b0 dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh.
dimana :
H = log h ε = simpangan (error)
D = log D r = Koefisien korelasi contoh
JKD = Jumlah kuadrat peubah D (diameter pohon)
JKH = Jumlah kuadrat peubah H (tinggi total pohon)
b. Model dua peubah
H = b0 + b1 D + b2 D2 bentuk model persamaan regresinya (multiple liniear regression) : H = β0 + β1 D1 + β2 D2 + ε. Maka besarnya nilai-nilai penduga koefisien-koefisien regresi (β1, β2) sebagai penduga (b1,b2) serta intercept β0 sebagai penduga b0 dapat dihitung berdasarkan data pohon contoh yang diambil.
17
JKH = Jumlah kuadrat peubah H (tinggi total pohon)
JHKDH = Jumlah hasil kali antara peubah D dengan peubah H
Koefisien determinasi ( R2 ) dari model regresi tersebut dapat dihitung :
R2= �� � �
�
Koefisien korelasi berganda (R) dapat diperoleh dari akar koefisien determinasi tersebut di atas.
3.4.5 Pengujian Metode Regresi
Metode regresi digunakan dengan tujuan mengetahui ada tidaknya
hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan yang nyata atau
tidak maka dilakukan uji regresi dengan uji F. Pengujian dilakukan dengan cara
membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu.
Nilai F hitung dapat dicari dengan sidik ragam yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sidik ragam fungsi regresi
Sumber
Hipotesa yang digunakan
Ho : β1 = β2 = 0
H1 : Sekurang-kurangnya ada β1 atau β2 ≠ 0
Apabila F hitung > F tabel maka tolak Ho, artinya sedikitnya ada satu
peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas. Dari hasil analisis regresi
tersebut dapat dilihat keeratan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak
bebas yang ditunjukan oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r), sedangkan untuk
melihat berapa besar pengaruh peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah
tak bebas (tinggi pohon) dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2).
3.4.6 Validasi model
Hasil persamaan-persamaan regresi yang telah teruji tersebut di atas, pada
penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji
validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnnya
khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). Data
pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva
tinggi di atas. Uji validasi model dapat dengan melihat pada nilai-nilai simpangan
agregasinya (aggregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara
uji Khi-kuadrat.
Nilai-nilai pengujian validasi model tersebut dapat dihitung dengan
rumus-rumus sebagai berikut:
a. Simpangan Agregat (aggregative deviation)
Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah tinggi aktual (Ha) dan
tinggi dugaan (Ht) yang diperoleh berdasarkan tabel tinggi pohon, sebagai
persentase terhadap tinggi dugaan (Ht). Persamaan yang baik memiliki
nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar dari -1 sampai +1. Nilai SA
19
b. Simpangan rata-rata (mean deviation)
Simpangan rata-rata merupakan rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih
antara jumlah tinggi dugaan (Ht) dan tinggi aktual (Ha). Proporsional
RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih
tinggi dugaan dari tabel tinggi pohon (Ht) dengan tinggi aktualnya (Ha).
Bias (e) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan
dalam pengukuran, kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena
%
e. Uji Beda Rata-rata Khi-kuadrat (Khi-square test)
Pengujian validasi model persamaan penduga tinggi pohon, dapat pula
dilakukan dengan menggunakan uji Khi-kuadrat yaitu alat untuk menguji
apakah tinggi yang diduga dengan tabel tinggi pohon (Ht) berbeda dengan
tinggi pohon aktualnya (Ha). Dalam hal ini hipotesa yang diuji adalah
sebagai berikut :
Ho : Ht = Ha H1 : Ht ≠ Ha
Kriteria ujinya adalah :
�ℎ�2 � =
(� − � )2 �
�=1
Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut:
X2hitung ≤ X2tabel (α, n – 1), maka terima H0
X2hitung > X2tabel (α, n – 1), maka terima H1
3.4.7 Pemilihan Model Terbaik
Model persamaan regresi untuk penyusunan tabel tinggi pohon yang akurat
dan valid adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Dalam analisis regresi menghasilkan nilai-nilai koefisien determinasi (R2)
yang besar, regresi yang nyata berdasarkan hasil analisis keragamannya
serta sampling error (SE) yang rendah atau kecil.
2. Dalam uji validasi harus memenuhi standar pengujian antara lain :
a. Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang
berada pada kisaran -1 sampai +1 (Spurr, 1952 dalam Panjaitan, 2009).
b. Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan rata-rata tidak lebih
21
c. Nilai RMSE dan Bias yang kecil menunjukkan model persamaan
penduga tinggi yang lebih baik.
d. Apabila hasil uji beda antara nilai rata-rata yang diduga dengan tabel
tinggi dengan nilai rata-rata nyata (aktual), tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (Ho, diterima) maka persamaan penduga tinggi
4.1Luas Dan Letak Areal
Luas areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua 268.584 ha yang terbagi
dalam enam lokasi dengan luas masing-masing lokasi yaitu lokasi Kintap 49.754 ha,
Satui 31. 818 ha, Sebamban 48. 182 ha, Teluk Kepayang 49. 307 ha, Riam Kiwa 52. 256
ha dan Pamukan 37. 269 ha. Letak areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua
khususnya pada lokasi Kintap dan Satui dapat dilihat berdasarkan batas astronomi yaitu
untuk lokasi Kintap berada pada 114052’ – 1150 10’ Bujur Timur dan 03040’ – 040 00’
Lintang Selatan, sedangkan lokasi Satui berada pada 1150 10’ – 1150 23’ Bujur Timur
dan 030 40’ – 040 00’ Lintang Selatan (Laporan Utama Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) PT. Hutan Rindang Banua, 2011).
4.2Jenis Tanah dan Geologi
Berdasarkan Peta Sistem dan Kelayakan Tanah lembar 1712, 1812 dan
1813 skala 1 : 250.000 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, areal kerja PT. Hutan
Rindang Banua terdiri dari 18 formasi geologi/asosiasi tanah. Lokasi Kintap
memiliki jenis tanah dan formasi geologi yang beragam diantaranya jenis tanah
Dystropepts, Tropudults, Paleudults, Tropaquepts, Fluvaquents, Tropohemists,
Dystropepts, Placaquods, sedangkan tipe geologi diantaranya tipe Kuarsit, Basal,
Sekis, Endapan laut yang baru (bergaram) Gambut, Endapan sungai yang baru
(segar), Lanau, batu lumpur, batu pasir dan marl. Secara umum lokasi Kintap
didominasi oleh jenis tanah Paleudults, Tropudults, Tropaquepts dengan tipe
geologi Lanau, batu lumpur, batu pasir, Endapan sungai yang baru (segar) yang
memiliki luas 40.474 ha. Jenis tanah dan tipe geologi ini juga mendominasi lokasi
Satui dengan luas 20.171 ha (Laporan Utama Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala (IHMB) PT. Hutan Rindang Banua, 2011).
4.3 Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman PT. Hutan Rindang Banua memiliki
tipe iklim kelas A1 sampai D3 atas dasar kriteria bulan basah rata-rata (30 tahun)
dengan curah hujan lebih dari 200 mm/bulan dan bulan kering rata-rata (30 tahun)
23
lokasi Kintap dan Satui termasuk tipe iklim B1 dengan rangking kebasahan 2.
Tipe iklim B1 merupakan tipe iklim dengan panjang bulan basah 7-9 bulan dan ≤
1 untuk panjang bulan kering (Badan Klimatologi Banjar Baru 2010).
4.4Topografi dan Penutupan Lahan
Keadaan Topografi berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000 pada areal
IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua lokasi Kintap dan Satui semuanya
mempunyai kelas lereng A (datar) dan penutupan lahan berdasarkan hasil
penafsiran Citra Landsat 7ETM+ dapat dilihat pada Tabel 3 (Kementerian
Kehutanan, 2011).
Tabel 3 Penutupan Lahan pada areal IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua
No Penutupan Lahan Hutan Produksi, HPK = Hutan Produksi Konversi, APL = Areal Penggunaan Lain,
Sumber : Kementerian kehutanan (2011).
5.1 Penentuan Pohon Contoh
Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi dibagi
berdasarkan kelas umur (KU) dan masak tebang (MT). Lokasi diambil secara
purposive sampling dan tersebar dalam setiap kelas diameter. Pohon contoh yang diambil adalah pohon yang memiliki batang yang lurus, tidak memiliki cacat pada
batang, daun maupun akar, serta memiliki pertumbuhan yang normal. Pohon
contoh yang diambil terbagi kedalam dua rancangan model yaitu pohon contoh
untuk penyusunan model dan pohon contoh untuk validasi model. Adapun jumlah
dan penyebaran pohon contoh berdasarkan kelas umur dan masak tebang pada
lokasi Kintap dan Satui dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan analisis regresi dan
pengujian validasi model yang diambil sebanyak 30% dari jumlah pohon contoh
yang ada dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 4 Komposisi dan jumlah pohon contoh untuk penyusunan kurva tinggi pohon
Kelas Diameter (cm)
Jumlah Individu Pohon per Lokasi
25
Tabel 5 Komposisi dan jumlah pohon contoh untuk analisis regresi
Kelas
Tabel 6 Komposisi dan jumlah pohon contoh untuk validasi model
5.2 Analisis Data
5.2.1. Scatter Diagram Pohon Contoh
Scatter diagram atau scatter plot (diagram tebar) digunakan untuk membantu dalam pemilihan model, sehingga dari tebaran data tersebut akan dapat
dilihat bentuk penyebaran datanya apakah mengikuti pola linier atau non linier.
Adapun bentuk diagram tebar pohon contoh pada lokasi Kintap dan Satui dengan
kelas umurnya disajikan pada gambar berikut.
Gambar 2 Diagram hubungan tinggi total dengan diameter pohon kelas umur II
dan kelas umur III di lokasi Kintap.
27
Gambar 4 Diagram hubungan tinggi total dengan diameter pohon kelas umur III di lokasi Satui.
5.2.2. Penyusunan Model Persamaan Regresi
Alternatif model yang digunakan dalam penyusunan model kurva tinggi
adalah :
Model Linear h = a + bd
Model Logaritma h = a d b atau log h = log a + b log d
Model Eksponensial h = a + b ln (d)
Model Polynomial h = a + b1 d + b2 d2
Dimana : h = Tinggi total (m)
d = Diameter pohon (1,3 cm dari atas tanah) a, b1, b2 = konstanta
Model persamaan regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 Persamaan regresi kurva tinggi berdasarkan kelas umur di setiap lokasi
Lokasi/KU/
Model Persamaan R
2 SE F
hitung
Kintap
KU II
Model 1 H = 4,5957 + 0,4437 D 0,9143 0,3818 309,2585
Tabel 7 Lanjutan Model 2 H = 3,940748498 D0,487783 0,8421 0,0351 282,7316 Model 3 H = -8,71601 + 8,722072 ln (D) 0,8339 1,4912 266,0274 Model 4 H = 8,983911 + 0,356984 D + 0,00129 D2 0,9077 1,1223 255,6185
Keterangan : H = Tinggi total pohon, D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)
Rumus pengukuran tinggi total pohon dalam pustaka menggunakan galah
sepanjang lima (5) meter, sedangkan dalam penelitian digunakan galah sepanjang
empat (4) meter sehingga rumus yang digunakan dalam mengukur tinggi total
pohon mengikuti panjang galah.
Pengklasifikasian kelas umur pada IUPHHK-HT PT. Hutan Rindang Banua
berdasarkan daur tanaman yaitu enam (6) tahun dengan selang tiap kelas umur
dua (2) tahun. Khusus untuk tanaman masak tebang pada IUPHHK-HT ini
memiliki umur tanaman di atas enam (6) tahun, karena pada areal kerja tersebut
tidak terjadi aktivitas penebangan.
Hasil analisis regresi diambil tiga kategori yang dapat menunjukkan baik
atau tidaknya suatu persamaan untuk digunakan yaitu koefisien determinasi (R2),
standar error (SE) dan nilai Fhitung. Koefisien determinasi (R2) adalah untuk
melihat besarnya keseragaman peubah tidak bebas (tinggi pohon) yang dapat
dijelaskan peubah bebasnya (diameter pohon). Koefisien determinasi (R2)
29
sebagai ukuran seberapa baik garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat
model. Menurut Sarwono (2010) jika R2 = 1 maka angka tersebut menunjukkan
garis regresi cocok dengan data secara sempurna, sedangkan R2 = 0 akan
mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara peubah bebas (diameter pohon)
dengan peubah tak bebasnya (tinggi pohon). Suharlan et al. (1976) dalam Panjaitan (2009) menambahkan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 50%
merupakan batas minimal yang digunakan dalam penyusunan model kurva tinggi
yang dianggap cukup memadai. Semakin besar nilai determinasi, maka persamaan
regresi tersebut semakin baik.
Hasil analisis regresi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada lokasi Kintap
persamaan (4) memiliki nilai R2 tertinggi di banding tiga persamaan dengan nilai
R2 masing-masing sebesar 0,9196 (91,96%), 0,9534 (95,34%) dan 0,9120
(91,20%). Hal ini juga terjadi pada lokasi Satui dengan kelas umur III yang
memiliki R2 0,9077 (90,77%) untuk persamaan (4). Berdasarkan nilai R2 maka
persamaan (4) merupakan persamaan penduga terbaik yang menjelaskan tinggi
total pohon berdasarkan diameter pohon.
Hubungan liniear yang kuat antara tinggi total pohon dengan diameter
pohon dapat diketahui dari semakin besar nilai korelasinya. Semakin besar
korelasi antara tinggi total pohon dengan diameter pohon, maka semakin kuat
hubungan keduanya, sebaliknya semakin besar nilai korelasi maka semakin kecil
nilai standar error (SE). Standar error merupakan standar simpangan data pada tebaran (scatter diagram) data yang mengikuti pola liniear. Jadi semakin kecil
standar error suatu persamaan, maka persamaan tersebut semakin baik karena data menyebar mengikuti pola linear yang mengartikan bahwa pengaruh
perubahan peubah bebas (diameter pohon) akan diikuti dengan berubahnya
peubah tak bebas (tinggi total pohon). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7
diketahui bahwa pada lokasi Kintap dan Satui persamaan (2) memiliki nilai SE
yang lebih kecil dibanding tiga persamaan lainnya yaitu pada lokasi Kintap
dengan kelas umur II memiliki nilai SE 0,0198; kelas umur III memiliki nilai SE
0,018 dan MT memiliki nilai SE 0,0126 serta pada lokasi Satui dengan kelas umur
merupakan persamaan penduga tinggi pohon terbaik karena memiliki nilai SE
yang paling kecil.
Pengujian keberartian peranan peubah bebas (diameter pohon) terhadap
peubah tak bebasnya (tinggi pohon) dilakukan melalui uji signifikasi F-Test
dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. Menurut Draper dan Smith (1992)
dalam Panjaitan (2009), apabila Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 1% maka
sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tidak bebas
sehingga persamaan regresi yang diuji dapat diterima. Semakin besar nilai Fhitung
suatu persamaan, maka persamaan regresi tersebut semakin baik dalam menduga
tinggi pohon. Berdasarkan Tabel 7 pada lokasi Kintap KU II, Ku III dan MT serta
lokasi Satui dengan kelas umur III memiliki nilai Fhitung > Ftabel pada tingkat nyata
1%, yang berarti bahwa peubah bebas (diameter pohon) yang dimasukkan ke
dalam persamaan regresi sangat berpengaruh nyata dalam menduga peubah tidak
bebasnya (tinggi pohon).
Hasil analisis regresi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa persamaan (1) pada
lokasi Kintap dengan kelas umur II memiliki nilai Fhitung tertinggi 309,2585;
sedangkan pada kelas umur III persamaan (2) memiliki nilai Fhitung tertinggi
960,6032 dan tanaman MT persamaan (1) memiliki nilai Fhitung tertinggi 650,4472
serta lokasi Satui kelas umur III persamaan (1) memiliki nilai Fhitung tertinggi
513,6998. Berdasarkan nilai Fhitung maka persamaan (1) merupakan persamaan
terbaik dalam menduga peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tak bebas
(tinggi pohon) pada lokasi Kintap kelas umur II dan MT serta lokasi Satui kelas
umur III, sedangkan persamaan terbaik pada lokasi kintap kelas umur III yaitu
persamaan (2) karena memiliki nilai Fhitung terbesar.
Persamaan-persamaan yang telah dibuat untuk mencari penduga tinggi
pohon terbaik maka dilakukan pemberian peringkat (skoring) pada setiap
persamaan. Pemberian peringkat untuk setiap persamaan dapat dilihat pada Tabel
31
Tabel 8 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas umur II lokasi Kintap
Keterangan : * = persamaan terbaik; H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)
Tabel 9 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas umur III lokasi Kintap
Keterangan : * = persamaan terbaik; H=tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)
Tabel 10 Lanjutan
4 H = 15.82575 + 0.168689 (D) - 0.00021 (D2)
0,9120 0,5212 321,1579 4 2 1 7 3
Keterangan : * = persamaan terbaik; H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)
Tabel 11 Penentuan persamaan penduga tinggi pohon terbaik kelas umur III
Keterangan : * = persamaan terbaik; H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)
Pemilihan persamaan terbaik berdasarkan penilaian peringkat pada tabel di
atas, maka diperoleh persamaan terbaik dalam menduga tinggi total pohon
berdasarkan diameternya. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa untuk lokasi Kintap
kelas umur II diperoleh dua persamaan penduga terbaik yaitu persamaan (1) H =
4,595650269 + 0,443731 (D) dan persamaan (2) H = 3.161113 x (D0.459499),
sedangkan untuk persamaan yang terpilih yaitu persamaan (2) karena dua
persamaan tersebut memiliki nilai determinasi (R2) yang tidak berbeda jauh
sedangkan nilai SE yang sangat jauh berbeda, sehingga pemilihan persamaan
sebagai penduga tinggi pohon terbaik untuk kelas umur II lokasi Kintap adalah
persamaan (2).
Persamaan terpilih untuk menduga tinggi total pohon pada lokasi Kintap
kelas umur III yaitu persamaan (2) H = 4,253375 (D0,432745) yang dapat dilihat
pada Tabel 9, sedangkan untuk MT dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa persamaan
terpilih yaitu persamaan (1) H= 15,99340196 + 0,156172(D), serta pada lokasi
Satui dengan kelas umur III dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa persamaan terpilih
33
0.906476 dan nilai SE 1.118843 terbaik kedua serta memiliki nilai Fhitung terbesar
513.6998 dibanding tiga persamaan lainnya.
5.2.3. Validasi Model Persamaan Penduga Tinggi Pohon
Model yang dihasilkan berdasarkan analisis regresi cukup valid dan
terandalkan, apabila memenuhi beberapa uji validasi. Pengujian validasi dapat
dilakukan dengan menggunakan uji simpangan agregasi, simpangan rata-rata,
RMSE (root mean square error), nilai bias serta uji beda nyata yang dilakukan dengan uji Khi-kuadrat antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi
nyatanya (Sutarahardja, 2008). Berikut disajikan hasil uji validasi persamaan
tinggi pohon terpilih pada proses penyusunan model di lokasi Kintap dan Satui
berdasarkan kelas umurnya.
Tabel 12 Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon
Lokasi/
Keterangan : H =tinggi total; D =Diameter pohon (1,3 m dari atas tanah)
Hasil uji validasi pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa persamaan penduga
tinggi pohon yang digunakan telah terandalkan dan dapat digunakan untuk
keperluan inventarisasi hutan. Menurut Sutarahardja (2008) tabel tinggi yang
dihasilkan berdasarkan analisis regresi cukup valid dan terandalkan apabila
koefisien korelasinya cukup besar dan regresi nyata, simpangan baku atau
sampling error kecil, simpangan agregasinya berada diantara nilai -1 sampai +1, simpangan rata-ratanya tidak lebih dari 10%, RMSE (root mean square error) yang kecil, biasnya rendah mendekati nol dan nilai taksiran dari tabel tidak
Persamaan yang telah dibuat tidak dapat digunakan pada lokasi yang
berbeda walaupun memiliki kelas umur yang sama, karena akan memperbesar
nilai standar error, keragaman dan nilai korelasinya pun akan semakin kecil. Hal ini telah di uji dengan penggabungan antara lokasi Kintap dan Satui kelas umur III
yang memiliki koefisien determinasi (R2) 0,6816 (68,16%) standar error 0,1010 dan nilai Fhitung 152,7134, serta nilai korelasi yang semakin kecil yaitu 0,8256.
Perbedaan pendugaan tinggi total pohon berdasarkan persamaan yang telah
dibuat, menunjukkan bahwa untuk menduga tinggi total pohon berdasarkan
diameternya harus dilakukan pada setiap kelas umur dengan lokasi yang berbeda.
Hal ini disebabkan karena pada lokasi dengan kelas umur yang berbeda memiliki
kualitas tempat tumbuh yang berbeda pula yang dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak dibahas dalam penelitian ini. Menurut Hendromono et al. (2003) adanya variasi pertumbuhan pohon baik disebabkan oleh perbedaan jenis, tempat tumbuh,
maupun tindakan silvikultur, akan menyebabkan bentuk dan ukuran batang yang
berbeda.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1KesimpulanBerdasarkan hasil yang diperoleh, persamaan yang dapat digunakan untuk
menduga tinggi total pohon berdasarkan diameter pohon pada lokasi Kintap
dengan kelas umur II, III dan MT masing-masing memiliki persamaan Y =
3.161113* (D0.459499), Y = 4.253375 (D0.4327) dan Y = 15.9934 + 0.1561 (D),
sedangkan pada lokasi Satui dengan kelas umur III memiliki persamaan penduga
Y = 8.2977 + 0.4219 (D). Persamaan penduga tinggi total pohon pada lokasi
berdasarkan kelas umur yang berbeda, memberikan informasi bahwa pada setiap
kelas umur memiliki kualitas tanah yang berbeda yang disebabkan karena
beberapa faktor yang tidak terdapat dalam penelitian ini, sehingga persamaan
penduga yang telah ada hanya dapat digunakan pada lokasi yang relatif sama.
6.2 Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan pada daerah yang berbeda,agar dapat diketahui
persamaan penduga tinggi total untuk tanaman Mangium.
2. Perlu adanya peninjauan tanaman setiap tahun berdasarkan kelas umur
tanaman, sehingga diketahui perkembangan tanaman tersebut. Hal ini
disebabkan karena di lapangan masih terdapat tanaman yang tidak terawat dan
kurang baik perkembagannya terutama tanaman kelas umur II di lokasi Kintap
yang kurang perlakuan setelah terjadinya kebakaran.
Atmosoemarto M. 1993. Hubungan Antara volume Tegakan dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan Hujan Tropis (studi kasus di Muarakaman, Kalimantan Timur) [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Badan Klimatologi Banjarbaru. 2010. Keterangan Oldeman. http://www.klimatologibanjarbaru.com/pages/publikasi/keterangan-oldeman .php [ 30 Desember 2010].
Badan Litbang Kehutanan. 2005. Strategi Pengembangan Hutan Tanaman. Jakarta. Partially funded by EC Asia Pro Eco Program.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.34/Menhut/-II/2007, tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2008. Kalkulasi Penutupan Lahan Tahun 2006 Indonesia. Jakarta : Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi Singkat Benih. No.1 Maret 2001. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/ Acaciamangium .pdf [26 September 2010].
Hendromono, Nina M, Djoko W. 2003. Review Hasil Penelitian dan Pengembangan : Status Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
Hines WW, Douglas CM. 1990. Probabilita dan Statistik dalam Ilmu Rekayasa dan Manajemen. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.
Irianto A. 2004. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. Kencana Prenada Group.
Kementerian Kehutanan. 2011. Hasil Pemeriksaan Peta Penafsiran Citra Satelit. Jakarta. Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.
Mindawati N, Enny YS. 2005. Pengaruh Macam Media Terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam II (1) : 53-59.
Notohadiningrat T. 2006. Hutan Tanaman Industri dalam Tataguna Sumberdaya Lahan [Tesis]. Yogyakarta : Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.
46
Panjaitan PH. 2009. Penyusunan Kurva Tinggi Pohon Dalam Rangka Pelaksanaan IHMB Di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur
[skripsi]. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
PT. Hutan Rindang Banua. 2011. Laporan Utama Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada IUPHHK-HT.
Siregar S. 2004. Statistik Terapan. Jakarta. PT.Gramedia Widiasarana.
Srihadiono UI. 2005. Hutan Tanaman Industri : Skenario Masa Depan Kehutanan Indonesia. Palembang : PT. Musi Hutan Persada.
Suharlan A. Boestami S, Soemarna K. 1976. Tabel Volume Lokal Pinus merkusii
Jungh et de Vriese. Bogor : Lembaga Penelitian Hutan.
Sutarahardja S. 2008. Penyusunan Alat Bantu Dalam Inventarisasi Hutan.
38
Kelas Umur : II (dua) H = 3.161113 x (D0.459499)
Ø Pohon Puluhan (cm)
Ø Pohon Satuan (cm)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - - - 6,6224 7,2011 7,7297 8,2188 8,6759
1 9,1062 9,5139 9,9020 10,2730 10,6288 10,9712 11,3014 11,6206 11,9299 12,2300
2 12,5217 12,8056 13,0822 13,3522 13,6159 13,8737 14,1260 14,3731 14,6153 14,8529
3 15,0861 15,3151 15,5401 15,7614 15,9791 16,1934 16,4044 16,6122 16,8170 17,0189
4 17,2181 17,4146 17,6085 17,7999 17,9889 18,1756 18,3601 18,5425 18,7227 18,9009
5 19,0772 19,2516 19,4241 19,5949 19,7639 19,9313 20,0970 20,2611 20,4237 20,5847
6 20,7443 20,9025 21,0592 21,2146 21,3687 21,5215 21,6730 21,8233 21,9723 22,1202
Lokasi : Kintap H= 4,253375232 x (D0,432745) Kelas Umur : III (tiga)
Ø Pohon Puluhan (cm)
Ø Pohon Satuan (cm)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - - - - - 8.5351 9.2358 9.8729 10.4602 11.0072 1 11.5207 12.0058 12.4665 12.9059 13.3265 13.7303 14.1192 14.4945 14.8575 15.2093 2 15.5506 15.8824 16.2054 16.5202 16.8273 17.1272 17.4203 17.7072 17.9881 18.2633 3 18.5332 18.7981 19.0581 19.3136 19.5647 19.8117 20.0547 20.2939 20.5294 20.7615 4 20.9902 21.2157 21.4381 21.6575 21.8741 22.0878 22.2989 22.5074 22.7134 22.9170 5 23.1182 23.3172 23.5139 23.7086 23.9011 24.0917 24.2803 24.4669 24.6518 24.8348 6 25.0161 25.1957 25.3736 25.5499 25.7246 25.8978 26.0695 26.2397 26.4084 26.5758
39
Lampiran 1 Lanjutan
Lokasi : Kintap H= 15,99340196 + 0,156172 (D) Kelas Umur : MT (Masak Tebang)
Ø Pohon Puluhan (cm)
Ø Pohon Satuan (cm)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - - - 16.7743 16.9304 17.0866 17.2428 17.3989 1 17.5551 17.7113 17.8675 18.0236 18.1798 18.3360 18.4922 18.6483 18.8045 18.9607 2 19.1168 19.2730 19.4292 19.5854 19.7415 19.8977 20.0539 20.2100 20.3662 20.5224 3 20.6786 20.8347 20.9909 21.1471 21.3032 21.4594 21.6156 21.7718 21.9279 22.0841 4 22.2403 22.3965 22.5526 22.7088 22.8650 23.0211 23.1773 23.3335 23.4897 23.6458 5 23.8020 23.9582 24.1143 24.2705 24.4267 24.5829 24.7390 24.8952 25.0514 25.2075 6 25.3637 25.5199 25.6761 25.8322 25.9884 26.1446 26.3008 26.4569 26.6131 26.7693
Lokasi : Satui H = 8,29773 + 0,42189 (D) Kelas Umur : III (tiga)
Ø Pohon Puluhan
(cm)
Ø Pohon Satuan (cm)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - - - 10.4072 10.8291 11.2510 11.6729 12.0947 1 12.5166 12.9385 13.3604 13.7823 14.2042 14.6261 15.0480 15.4699 15.8918 16.3136 2 16.7355 17.1574 17.5793 18.0012 18.4231 18.8450 19.2669 19.6888 20.1107 20.5325 3 20.9544 21.3763 21.7982 22.2201 22.6420 23.0639 23.4858 23.9077 24.3296 24.7514 4 25.1733 25.5952 26.0171 26.4390 26.8609 27.2828 27.7047 28.1266 28.5485 28.9703 5 29.3922 29.8141 30.2360 30.6579 31.0798 31.5017 31.9236 32.3455 32.7674 33.1892 6 33.6111 34.0330 34.4549 34.8768 35.2987 35.7206 36.1425 36.5644 36.9863 37.4081
40
Adjusted R Square 0.365544
Standard Error 4.147099
Observations 178
ANOVA
Sumber Regresi Derajat Bebas
Jumlah
Regression 1 1771.083617 1771.084 102.9794 2.43038E-19
Residual 176 3026.923988 17.19843
Total 177 4798.007605
Intercept 8.058118 0.739450617 10.89744 1.84E-21 6.598787215 9.517449595 6.132550792 9.98368602
X Variable 1 0.403981 0.039809386 10.14788 2.43E-19 0.325415486 0.482545869 0.300314978 0.50764638
Persamaan 2 h = a db
Regression Statistics
Multiple R 0.681601 a 3.171505
R Square 0.464579 b 0.545054
Adjusted R Square 0.461537