• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR PASKHA H. PANJAITAN E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR PASKHA H. PANJAITAN E"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KALIMANTAN TIMUR

PASKHA H. PANJAITAN

E14051060

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan SUWARNO SUTARAHARDJA.

Dalam upaya mewujudkan keberadaan hutan yang lestari maka pengelolaannya perlu dilakukan dengan baik melalui perencanaan hutan yang cermat, rasional dan terarah. Untuk keperluan tersebut diperlukan suatu kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala, serta sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal IUPHHK. Ketersediaan alat bantu dalam IHMB sangat diperlukan untuk mempercepat kegiatan dan memperkecil kesalahan yang terjadi dalam pengukuran. Alat bantu tersebut salah satunya adalah kurva tinggi pohon yang digunakan untuk menduga tinggi dari suatu pohon berdiri dalam tegakan hutan yang diukur, yang pada akhirnya untuk menduga persediaan tegakan berdiri (standing stock). Penelitian ini dilakukan untuk menyusun kurva tinggi pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok jenis kayu Rimba Campuran yang nantinya dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kegiatan IHMB di PT. Ratah Timber Kalimantan Timur.

Untuk kegiatan penelitian ini, pohon contoh yang diambil untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae sebanyak 201 pohon contoh dengan rincian 135 pohon untuk pemodelan dan 66 pohon untuk validasi. Sementara itu, untuk kelompok jenis Rimba Campuran sebanyak 192 pohon contoh yang terdiri dari 129 pohon untuk pemodelan dan 63 pohon untuk validasi. Pohon contoh tersebut dipilih secara purposive sampling dengan ketentuan tersebar pada setiap jenis pohon, kelas diameter, kelas tinggi pohon dan tersebar di seluruh areal IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. Pohon contoh yang diambil adalah pohon yang pertumbuhannya baik dan sehat.

Dari hasil penelitian melalui tahap pemodelan dan validasi data diperoleh model penduga tinggi pohon yang terbaik untuk kelompok jenis

Dipterocarpaceae adalah Tbc = 5.383D0.354 dan Tt = 8.770D0.326 sedangkan untuk kelompok jenis Rimba Campuran adalah Tbc = 5.754D0.322 dan Tt = 8.954D0.310. Dari hasil test signifikasi keseragaman slope dan elevasi terhadap persamaan-persamaan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tinggi pohon (tinggi bebas cabang dan tinggi total) dengan diameter pohon dari kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok jenis kayu rimba campuran adalah seragam, sehingga kedua regresi tersebut dapat digabungkan menjadi satu bentuk persamaan regresi gabungan. Bentuk persamaan regresi gabungan tersebut adalah Tbc = 5.534D0.340 dan Tt = 8.851D0.319.

(3)

PASKHA H. PANJAITAN (E14051060). Arranging of Tree Height Curve in order to IHMB Implementation in IUPHHK-HA PT. Ratah Timber East Kalimantan. Guidance by SUWARNO SUTARAHARDJA.

In effort to gain the sustainable forest, management of forest is needed through forest management planning with accurate, rational, and in direction. For that reason is it necessary to create activity of IHMB. The purpose of this activity is to detect or measure timber standing stock periodically, also as trend monitoring sustainability of standing stock in IUPHHK areas. The availability of supporting tools in IHMB is very needed in order to accelerate the activity and decreasing an error that might be happen in measurement. One of supporting tools is tree height curve that used to estimate height of the standing tree in forest stand where measured, and at the last we can estimate the standing stock. This research conducted to arrange the tree height curve for Dipterocarpaceae species and mixture timber species in future aims can useful as supporting tools in implementation of IHMB activities in PT. Ratah Timber East Kalimantan.

In this research, sample trees that carried out for Dipterocarpaceae species is 201 trees sampling with the specification 135 trees for modeling and 66 trees for validation. Meanwhile, for mixture timber species is 192 trees sampling with the specification 129 trees for modeling and 63 trees for validation. That trees sampling is chosen by purposive sampling method with the requirements of trees sampling is spread in around of IUPHHK-HA PT. Ratah Timber East Kalimantan areas. The chosen of trees sampling condition should have good growth and healthy.

From the result of this research through modeling and validation method, we can get the best of tree height estimation for Dipterocarpaceae species is Tbc = 5.383D0.354 and Tt = 8.770D0.326. In other hand, for mixture timber species is Tbc = 5.754D0.322 and Tt = 8.954D0.310. From the slope uniformity significance and elevation through those equation, so it can be concluded that the relation between height of tree (Tbc and Tt) with diameter of tree from Dipterocarpaceae species and mixture timber species is similar, so both of those regression can combined as one of regression uniformity form combination. Form of that regression uniformity form combination is Tbc = 5.534D0.340 and Tt = 8.851D0.319.

(4)

KALIMANTAN TIMUR

PASKHA H. PANJAITAN

E14051060

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(5)

Nama : Paskha H. Panjaitan NRP : E14051060

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Ir. Suwarno Sutarahardja NIP. 19450113 197106 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 19611126 198601 1 001

(6)

Penulis dilahirkan di Pohan Tonga pada tanggal 19 April 1987. Penulis adalah anak ke dua dari enam bersaudara dari pasangan M. Panjaitan dan E. Manalu. Penulis memulai pendidikan di SDN No 173277 Pohan Tonga pada tahun 1993, SLTPN 1 Siborongborong tahun 1999 dan SMAN 1 Siborongborong tahun 2002. Penulis menyelesaikan sekolah pada tahun 2005 dan melalui jalur USMI penulis masuk perguruan tinggi negeri tahun 2005 di Tingkat Persiapan Bersama IPB Bogor dan tahun 2006 masuk ke Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Indramayu-Linggarjati pada tahun 2007 dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2008. Tahun 2009, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Inventarisasi Sumber Daya Hutan (ISDH) pada tahun ajaran 2007/2008 dan mata kuliah Teknik Inventarisasi Hutan pada tahun ajaran 2008/2009.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul ”Penyusunan Kurva Tinggi Dalam Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur” dibimbing oleh Ir. Suwarno Sutarahardja.

(7)

Segala puji syukur atas kasih karunia Tuhan Yesus Kristus sehingga dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, penulis dapat menyelesaikan dengan baik. Penulis juga memberikan penghormatan serta mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta beserta seluruh keluarga penulis atas doa dan dorongan baik secara moril maupun materi.

2. Bapak Ir. Suwarno Sutarahardja selaku dosen pembimbing yang selama ini telah berjasa dalam memberikan bimbingan dan masukan untuk penulis. Terima kasih Bapak untuk semuanya dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan selama menjadi mahasiswa bimbingan Bapak.

3. Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut, Msi selaku dosen penguji dari Departeman Teknologi Hasil Hutan, Ibu Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, MSc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata dan Bapak Ir. Andi Sukendro, Msi selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur.

4. PT. Ratah Timber yang telah menyediakan tempat penelitian.

5. Seluruh staf perencanaan PT. Ratah Timber (Pak Wahyul, Pak Kurnia, Pak Boni, Pak Upat, Om Bungkus, Adit, dan Irfan) yang membantu penlis dalam pengambilan data di lapangan.

6. Sopo Ombus-ombus crew (Agus S, Ignaz S, Herbet S, Aldo S, krisman S, Andrew M, Bernardo N), kang Galing, dan kang ajay atas kebersamaannya selama ini.

7. Teman-teman PKL (Mei, Hefrina, Rivan, Putri) atas suka dan duka yang telah kita lalui bersama selama PKL dan penelitian.

8. Sahabat-sahabat terbaikku selama kuliah di Fahutan (Alan, Doris, Maryani, Maria, Ronal, Buyung, Icuz, Mei, Hefrina, dan Cia).

9. Teman-teman Departemen MNH angkatan 42. 10. Kakak serta Adek-adekku di GAMASINTAN

11. Serta semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu yang selama ini telah membantu penulis.

(8)

i

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah ”Penyusunan Kurva Tinggi dalam Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur”.

Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis di Indonesia ... 3

2.2 Deskripsi Singkat Famili Dipterocarpaceae ... 5

2.3 Inventarisasi Hutan ... 7

2.4 Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) ... 8

2.5 Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Contoh ... 9

2.5.1 Pengukuran diameter pohon contoh ... 9

2.5.2 Pengukuran tinggi pohon contoh ... 9

2.6 Kurva Tinggi ... 10

2.7 Penyusunan Kurva Tinggi Pohon ... 11

2.8 Validasi Kurva Tinggi Pohon ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ... 15

3.3 Metode Penelitian ... 15

3.3.1 Pengambilan Pohon Contoh di Lapangan ... 15

(10)

3.4 Analisis Data ... 17

3.4.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ... 17

3.4.2 Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon ... 17

3.4.3 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara Free Hand Methods ... 18

3.4.4 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon dengan Analisis Regresi. ... 18

3.4.4.1 Perhitungan Korelasi ... 18

3.4.4.2 Perhitungan Koefisien Regresi Relasi ... 19

3.4.5 Pengujian Model Regresi ... 23

3.4.6 Penentuan Kesalahan Sampling (Sampling Error, SE) ... 24

3.4.7 Validasi Model ... 24

3.4.8 Pemilihan Model Terbaik ... 26

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan ... 28

4.2 Letak dan Luas IUPHHK ... 29

4.3 Geologi dan Tanah ... 30

4.4 Iklim ... 31

4.5 Suhu dan Kelembaban Udara ... 32

4.6 Hidrologi ... 33

4.7 Kondisi Hutan ... 34

4.7.1 Topografi Lapangan ... 34

4.7.2 Kondisi Penutupan Lahan ... 35

4.7.3 Kondisi Potensi Tegakan ... 36

4.8 Ketenagakerjaan ... 39

(11)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penentuan Pohon Contoh ... 43

5.2 Analisis Data ... 45

5.2.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ... 45

5.2.2 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara Free Hand Methods ... 46

5.2.3 Penyusunan Model Persamaan Regresi ... 47

5.2.4 Validasi Model Persamaan Penduga Tinggi ... 51

5.2.5 Validasi Free Hand Methods ... 54

5.2.6 Penggabungan Persamaan Regresi ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 59

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Contoh pemilahan pohon contoh pada setiap kelompok jenis

(Dipterocarpaceae dan Kayu Rimba Campuran) ... 16

2. Sidik ragam untuk fungsi regresi ... 23

3. Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Timur ... 30

4. Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah ... 31

5. Formasi geologi di areal IUPHHK PT. Ratah Timber ... 31

6. Data curah hujan bulanan dan hari hujan bulanan rata-rata ... 32

7. Data suhu udara dan kelembaban udara bulanan rata-rata ... 33

8. Luas sub DAS, debit sungai dan kandungan sedimen dari beberapa titik sungai di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ... 34

9. Prediksi laju erosi dan sedimentasi dari masing-masing sub DAS di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ... 34

10. Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ... 35

11. Luasan menurut penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber pada setiap fungsi hutan ... 36

12. Potensi tegakan jenis komersial di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan laporan interpretasi foto udara ... 36

13. Potensi tegakan di areal hutan primer berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 % ... 37

14. Potensi tegakan di areal hutan bekas tebangan berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 % ... 37

15. Komposisi kelompok jenis kayu di areal IUPHHK PT. Ratah Timber ... 38

16. Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber ... 41

(13)

17. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi bebas cabang yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi bebas cabang pohon untuk kelompok

jenis Dipterocarpaceae ... 43 18. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi

bebas cabang yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi bebas cabang pohon untuk kelompok jenis kayu

rimba campuran ... 44 19. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi

total yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model

penduga tinggi total pohon untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ... 44 20. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi total yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi total pohon untuk kelompok jenis kayu rimba

campuran ... 45 21. Persamaan regresi penduga Tbc untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae 47 22. Persamaan regresi penduga Tt untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae .... 48 23. Persamaan regresi penduga Tbc untuk kelompok kayu rimba campuran .... 48 24. Persamaan regresi penduga Tt untuk kelompok jenis kayu rimba

campuran ... 48 25. Penentuan peringkat model penduga tinggi bebas cabang (Tbc) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 , SE, dan Fhitung kelompok jenis

Dipterocarpaceae ... 50 26. Penentuan peringkat model penduga tinggi total (Tt) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 ,SE, dan Fhitung kelompok jenis Dipterocarpaceae ... 50 27. Penentuan peringkat model penduga tinggi bebas cabang (Tbc) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 , SE, dan Fhitung kelompok kayu rimba

(14)

28. Penentuan peringkat model penduga tinggi total (Tt) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 , SE, dan Fhitung kelompok kayu rimba campuran ... 51 29. Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon terpilih untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ... 52 30. Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon terpilih untuk kelompok jenis kayu rimba campuran ... 52 31. Hasil validasi free hand methods ... 54 32. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman slope regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter

pohon ... 56 33. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman slope regresi, hubungan logaritma tinggi total dengan logaritma diameter pohon ... 56 34. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman elevasi regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon 57 35. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman elevasi regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon 57

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Pengukuran tinggi pohon dengan clinometer ... 9

2. Contoh scatter diagram hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon. ... 17

3. Curah hujan bulanan di PT. Ratah Timber tahun 1999. ... 32

4. Scatter Diagram kelompok jenis Dipterocarpaceae. ... 45

5. Scatter Diagram kelompok jenis kayu rimba campuran ... 46

6. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ... 46

7. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods untuk kelompok jenis kayu rimba campuran ... 47

8. Hubungan regresi antara tinggi pohon bebas cabang (Tbc) dengan diameter pohon (D) setelah penggabungan. ... 58

9. Hubungan regresi antara tinggi pohon Total (Tt) dengan diameter pohon (D) setelah penggabungan. ... 58

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data pohon contoh dalam penyusunan model kelompok jenis

Dipterocarpaceae ... 64 2. Data pohon contoh dalam penyusunan model kelompok jenis kayu rimba

campuran ... 68 3. Data pohon contoh dalam validasi model kelompok jenis

Dipterocarpaceae ... 71 4. Data pohon contoh dalam validasi model kelompok jenis kayu rimba

campuran ... 73 5. Hasil analisis regresi dengan minitab 14 untuk kelompok jenis

Dipterocarpceae ... 75 6. Hasil analisis regresi dengan minitab 14 untuk kelompok jenis kayu rimba campuran ... 80 7. Hasil perhitungan regresi hubungan logaritma tinggi pohon bebas cabang (Y) dengan logaritma diameter pohon (X) ... 85 8. Hasil perhitungan regresi hubungan logaritma tinggi total pohon (Y) dengan logaritma diameter pohon ... 88 9. Kurva tinggi pohon bebas cabang hasil

penggabungan………...………... 91 10. Kurva tinggi pohon total hasil

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan negara yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik melalui perencanaan yang cermat, rasional, dan terarah. Untuk keperluan tersebut, maka diperlukan suatu kegiatan inventarisasi hutan.

Salah satu tujuan dari kegiatan inventarisasi hutan adalah untuk menyajikan taksiran-taksiran kuantitas kayu di hutan menurut suatu urutan klasifikasi seperti jenis atau kelompok jenis, ukuran, kualitas dan sebagainya. Dalam kegiatan inventarisasi hutan, untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran terhadap dimensi-dimensi pohon maupun tegakan, yang kadang-kadang sulit dan tidak praktis diukur secara langsung di lapangan. Oleh karena itu, ketersediaan alat bantu dalam inventarisasi hutan sangat diperlukan untuk mempercepat kegiatan dan memperkecil kesalahan yang terjadi dalam pengukuran. Alat bantu yang berkaitan langsung dengan kegiatan inventarisasi hutan antara lain kurva tinggi pohon, tabel volume pohon, dan tabel berat pohon.

Kurva tinggi pohon merupakan kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon. Hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon dibentuk melalui pengukuran diameter pohon dan tinggi pohon dari sejumlah individu pohon yang dipilih (pohon contoh atau pohon model). Hubungan kedua jenis dimensi pohon tersebut dibentuk baik dengan menggunakan free hand methods maupun dengan cara regression

analysis. Hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan linear atau dapat pula

berbentuk hubungan curvilinear. Bentuk hubungan yang curvilinear, dalam analisisnya dilakukan dengan analisa regresi linier, yaitu dengan cara melakukan transformasi dari bentuk kurvilinier ke bentuk linier. Analisis regresi dapat dilakukan baik dengan simple linear regression analysis maupun dengan multiple

linear regression analysis, tergantung banyaknya peubah (variable) penduga

(18)

Maksud dibentuknya kurva (grafik) hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon (kurva tinggi) adalah untuk menaksir tinggi suatu pohon berdasarkan peubah kuncinya, yaitu diameter pohon. Hal ini dilakukan karena dalam inventarisasi hutan, untuk menduga volume pohon-perpohon dalam suatu tegakan hutan diperlukan pengukuran diamater dan atau tinggi pohon. Pengukuran tinggi pohon dalam tegakan hutan merupakan pekerjaan yang sulit dibanding pengukuran diameter pohon dan relatif membutuhkan waktu yang lama serta dapat memberikan kesalahan yang disebabkan bukan karena sampling (non

sampling error) yang cukup besar, mengingat dalam inventarisasi hutan jumlah

pohon yang diukur cukup banyak dan dalam areal yang luas.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun kurva tinggi pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok kayu rimba campuran pada IUPHHK-HA PT Ratah Timber di Kalimantan Timur. Kurva tinggi ini nantinya dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan kegiatan IHMB PT Ratah Timber.

1.3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan dan memudahkan informasi untuk menduga tinggi pohon dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan di PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. 2. Menjadi salah satu sumber pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Hujan Tropis di Indonesia

Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, margasatwa, dan alam lingkungannya begitu erat sehingga hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem. Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan, penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh, dan stabilisasi. Proses inilah yang disebut suksesi. Secara singkat suksesi adalah suatu proses perubahan komunitas tumbuh-tumbuhan secara teratur mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks di suatu tempat tertentu. Macam-macam suksesi berdasarkan proses terjadinya terdapat dua macam suksesi yaitu (Soerianegara dan Indrawan, 2005):

1. Suksesi primer (prisere) adalah perkembangan vegetasi mulai dari habitat tak bervegetasi hingga mencapai masyarakat yang stabil dan klimaks. Suksesi primer ini yang akan mengakibatkan terbentuknya hutan primer. Hutan primer terbentuk dari daratan yang mengalami suksesi yang ideal berkembang mulai dengan masyarakat tumbuhan Cryptogamae (tingkat rendah), tumbuh-tumbuhan herba (terna), semak, perdu, dan pohon, hingga tercapai hutan klimaks.

2. Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak, misalnya oleh kebakaran, perladangan, penebangan, penggembalaan, dan kerusakan-kerusakan lainnya. Suksesi sekunder ini yang akan mengakibatkan terbentuknya hutan sekunder. Contohnya jika hutan hujan tropis mengalami kerusakan oleh alam atau manusia (penebangan atau perladangan) maka suksesi sekunder yang terjadi biasanya dimulai dengan vegetasi rumput atau semak. Apabila keadaan tanahnya tidak banyak menderita kerusakan oleh erosi, maka sesudah 15 – 20

(20)

tahun akan terjadi hutan sekunder muda, dan sesudah 50 tahun akan terjadi hutan sekunder tua yang secara berangsur-angsur akan mencapai klimaks.

Letak geografis Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, di sekitar khatulistiwa mengakibatkan adanya berbagai macam tipe hutan, salah satunya hutan hujan tropis (tropical rain forest). Hutan hujan tropis di Indonesia memiliki luas ± 89.000.000 ha, terutama terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Iklim selalu basah

2. Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah

3. Di pedalaman, pada tanah rendah rata atau berbukit (< 1000 m dpl) dan pada tanah tinggi (s/d 4000 m dpl)

4. Dapat dibedakan menjadi tiga zone menurut ketinggiannya, yaitu :

a. Hutan hujan bawah 2 – 1000 m dpl, jenis kayu yang penting antara lain dari genus famili Dipterocarpaceae yaitu Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops,

Dipterocarpus, Hopea, Anisoptera, Vatica, Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium. Genus-genus lainnya Agathis, Altingia, Dialium, Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Koompasia, dan Octomeles.

b. Hutan hujan tengah 1000 – 3000 m dpl, jenis kayu yang umum terdiri dari famili Lauraceae, Fagaceae, Castanea, Nothofagus, Cunoniaceae, Magnoliaceae, Hammamelidaceae, Ericaceae, dan lain-lain.

c. Hutan hujan atas 3000 – 4000 m dpl, jenis kayu utama yaitu Coniferae (Araucaria, Dacrydium, Podocarpus), Ericaceae, Loptospermum, Clearia, Quercus, dan lain-lain.

Hutan hujan tropis secara fisiognomi merupakan hutan yang sifatnya menutupi kawasan, dengan keanekaragaman jenis yang paling kaya bila dibandingkan dengan seluruh tipe vegetasi. Hutan hujan tropis juga merupakan hutan tipe kanopi yang evergreen (pohon yang selalu berdaun hijau) dengan ketinggian pohon maksimum rata-rata 30 m. Hutan hujan tropis memiliki peranan sebagai habitat utama untuk flora dan fauna, sumber daya pembangunan ekonomi, pemeliharaan keseimbangan kondisi iklim lokal dan global, selain itu juga sebagai konservasi tanah, air, nutrisi, dan biodiversitas. (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

(21)

2.2. Deskripsi Singkat Famili Dipterocarpaceae

Menurut Heyne (1987) famili Dipterocarpaceae memiliki ciri pohonnya besar, tinggi, batangnya lurus, silinder, dan berbanir. Pohon dari famili

Dipterocarpaceae ini persebarannya banyak terdapat di Sumatra dan Kalimantan.

Pohon-pohon ini tumbuh mulai dari dataran rendah hingga tinggi di pegunungan, namun juga banyak di rawa-rawa gambut. Tingginya biasanya 30-40 m dan bagian batangnya yang bebas cabang biasanya 20-25 m panjangnya. Batang-batangnya hampir selalu lurus, tetapi dekat pada tajuknya sering agak bengkok.

Menurut Heyne (1987) untuk kualitas kekuatannya jenis-jenis pohon famili Dipterocarpaceae ini dapat digolongkan kedalam kelas II, III, atau IV. Sedangkan menurut kualitas keawetannya kedalam kelas III atau IV. Karena banyak ditemukan dan bentuk batangnya yang baik serta mudah dikerjakan, maka kayu ini di Sumatra dan Kalimantan termasuk jenis-jenis yang paling banyak digunakan. Jenis-jenis yang ringan, yang dapat lama bertahan terhadap bubuk namun kurang terhadap pengaruh cuaca, oleh penduduk biasa dipakai untuk papan, kasau pada bangunan rumah, dan untuk sampan. Sementara itu, jenis-jenis yang lebih berat, yang lebih kuat, dan lebih awet digunakan untuk gelegar, papan lantai, dan bahkan papan geladak jembatan. Untuk di Eropa yang pada umumnya menuntut syarat-syarat yang lebih berat, biasanya memakai Meranti Merah hanya untuk maksud-maksud semi permanen, untuk dinding hias, dan terutama untuk acuan pada bangunan beton, serta untuk perancah pada bangunan gedung. Tetapi jenis-jenis yang lebih baik konon lambat laun dipakai juga untuk pekerjaan permanen.

Menurut Samingan (1973) famili Dipterocarpaceae memiliki ciri-ciri umum berbentuk pohon raksasa hingga tinggi 65 m, biasanya berbatang lurus, silindris setinggi 20-40 m. Kulit batang yang halus biasanya mengelupas dalam kepingan-kepingan tipis yang lebar-lebar. Kayu gubal putih, putih kekuning-kuningan atau coklat muda dan biasanya mengandung banyak sekali resin. Kayu gubal ini jelas beda daripada kayu terasnya yang berwarna merah atau coklat kemerahan. Untuk persebarannya menunjukkan bahwa Sumatra dan Kalimantan bersama-sama dengan Semenanjung Malaya serta Filipina merupakan pusat daerah Dipterocarpaceae.

(22)

Menurut Prawira dan Tantra (1973) Shorea leprosula Miq atau Meranti Tembaga yang termasuk golongan Meranti Merah yang termasuk ke dalam famili

Dipterocarpaceae memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :

1. Habitus : Pohon tinggi mencapai 50 m, batang bebas cabang 30 m, diameter mencapai 100 cm atau lebih, banir tinggi 3,5 m.

2. Batang : Kulit luar tebalnya kira-kira 5 mm, berwarna abu-abu atau coklat, sedikit beralur tidak dalam, mengelupas agak besar-besar dan tebal. Penampang berwarna coklat muda sampai merah, bagian dalamnya kuning muda. Kayu gubal tebalnya 1-8 cm, berwarna kuning muda sampai kemerahan. Kayu teras berwarna coklat muda sampai merah, peralihannya dari gubal ke teras terjadi secara berangsur.

3. Daun : Rata, hampir menyerupai segiempat memanjang atau bulat telur terbalik yang memanjang, pangkal daun membulat, ujung runcing, panjangnya rata-rata 3-13 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas helaian daun mengkilat dan permukaan bawah suram.

4. Buah : Berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus berwarna pucat, panjang 1-1,5 cm, diameter kira-kira 1 cm dan sayap-sayapnya tipis.

5. Tumbuh : terdapat banyak di Sumatra dan Kalimantan dalam hutan primer 5-800 m dpl. Pada tanah liat dan berpasir yang selamanya tidak digenangi air, kadang terdapat pula pada pinggir rawa, dan hidup berkelompok.

6. Penggunaan : Kayu mempunyai BJ 0,52 dengan kelas awet III-IV, dipergunakan untuk bangunan rumah, perabot rumah tangga dan perahu. Damarnya dipakai untuk menambal perahu dan lampu.

Menurut Djamhuri dkk. (2002) famili Dipterocarpaceae merupakan pohon raksasa, berdamar, kadang-kadang berbanir, serta kulit batang mengelupas. Daun tunggal berseling, tetapi rata, berdaun penumpu (besar dan tidak rontok), tulang daun ada yang berbentuk tangga (Scalariform veination). Bunga biseksual, beraturan, tersusun dalam malai, kelopak bunga ada lima helai, bebas atau bersatu di pangkal. Buah berbiji satu, keras tidak pecah dan bersayap, sayap merupakan perkembangan dari kelopak bunga. Famili ini mendominasi hutan hujan dataran rendah dan tersebar di kawasan Tropika Asia (India, Srilangka, Myanmar,

(23)

Malaysia, Filipina, Indonesia, Cina Selatan, dan Papua Nugini), di Indonesia terbanyak di Kalimantan dan Sumatra. Famili Dipterocarpaceae ini sudah tercatat 512 jenis dalam 16 marga. Di Indonesia sendiri dijumpai sembilan marga, yaitu

Shorea (Shorea leprosula, shorea pinanga, shorea multiflora, shorea hopeifolia, shorea polyandra, shorea leavifolia), Dryobalanops (Dryobalanops aromatic, Dryobalanops lanceolata, dan Dryobalanops oblongifolia), Dipterocarpus (Dipterocarpus cornutus, Dipterocarpus crinitus), Hopea (Hopea mengarawan, hopea dryobalanoides), Anisoptera (Anisoptera marginata, Anisoptera costata), Vatica (vatica rassak, Vatica wallichii), Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium.

Manfaat yang dapat diperoleh dari famili Dipterocarpaceae antara lain sebagai bahan konstruksi, plywood, damar.

2.3. Inventarisasi Hutan

Istilah inventarisasi hutan atau inventore, merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu forest inventory, atau bahasa Belanda bosch inventarisatie. Secara umum, pengertian inventarisasi hutan adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan. Istilah lain yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah perisalahan. Istilah serupa dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti yang lebih spesifik adalah timber cruising, yang lebih menitikberatkan pengumpulan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan dalam rencana pembalakan atau logging (Departemen Kehutanan RI, 1992). Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap, dan pengeluaran hasil (Husch, 1987).

Hitam (1987) menyatakan bahwa inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam rangkaian manajemen hutan nasional yang baik dengan tujuan utama menentukan setepatnya dengan waktu dan biaya yang terbatas, massa tegakan dan nilai-nilai pohon sedang berdiri pada suatu tegakan hutan.

(24)

Jenis informasi yang dikumpulkan dalam suatu inventarisasi hutan tergantung pada tujuan. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga bervariasi sesuai dengan peranan informasi dalam tujuan pengelolaan hutan tersebut.

2.4. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)

Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada prinsipnya berbasis keragaman potensi hutan dan dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT pada Hutan Produksi atau suatu KPH. Pengambilan petak contoh (sampling unit) dalam IHMB berbasis petak didasarkan pada kondisi areal yang berhutan. Petak contoh untuk pengamatan pohon pada hutan alam berukuran paling sedikit 0,25 hektar berbentuk empat persegi panjang dengan lebar 20 meter dan panjang 125 meter dan pada hutan tanaman berukuran paling sedikit 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,94 meter) untuk umur 0 – 10 tahun, luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28 meter) untuk umur 11 - 20 tahun, dan luas 0,1 hektar (jari-jari lingkaran 17,8 meter ) untuk umur diatas 20 tahun berbentuk lingkaran. Pelaksaaan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dilaksanakan 1 (satu) kali dalam setiap 10 (sepuluh) tahun (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007).

Tujuan inventarisasi hutan menyeluruh berkala antara lain:

1. Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala

2. Sebagai bahan penyusunan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan atau RKUPHHK dalam Hutan Tanaman atau KPH sepuluh tahunan

3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal KPH dan atau IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT.

(25)

2.5. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Contoh 2.5.1. Pengukuran diameter pohon contoh

Diameter pohon merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam pengukuran diameter pohon yang biasa digunakan adalah diameter setinggi dada (Dbh). Diameter setinggi dada adalah jarak yang menghubungkan antara 2 (dua) titik pada lingkaran penampang melintang pohon yang melalui titik tengah penampang. Di Indonesia, Dbh diukur pada ketinggian batang 1,30 m di atas permukaan tanah (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1992).

2.5.2. Pengukuran tinggi pohon contoh

Metode yang digunakan merupakan metode gabungan antara metode trigonometri dan metode geometri. Metode ini tidak menggunakan alat ukur yang mahal dan canggih, tidak menggunakan pengukuran jarak dan mudah dilakukan baik di hutan tanaman maupun di hutan alam. Perhitungan nilai tinggi dilakukan di kantor. Variabel-variabel yang diukur dalam pengukuran tinggi adalah tinggi total (ht), tinggi bebas cabang (hcp), ujung tongkat aluminium (hp) dan tinggi pada ketinggian 1,5 m (hb) dari atas tanah (Gambar 1). Dapat dilihat bahwa posisi tongkat ukur harus di sisi pohon.

Sumber : Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007

(26)

Pengukuran dilakukan dengan clinometer dan yang dibaca adalah kelerengan dalam satuan % (tidak boleh dalam satuan derajat). Tinggi total pohon dihitung dengan rumus sebagai berikut :

tinggi ==

4

+

1

.

5

×

h

h

h

h

b p b t

Dimana ht adalah pembacaan clinometer (%) pada tinggi total, hb adalah pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah dan hp adalah pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat.

Untuk mencari tinggi bebas cabang nilai ht digunakan rumus :

tinggi ==

4

+

1

.

5

×

h

h

h

h

b p b cp

Dimana hcp adalah pembacaan clinometer (%) pada tinggi bebas cabang, hb adalah pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah dan hp adalah pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007).

2.6. Kurva Tinggi

Kurva tinggi adalah kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan diameter dengan tinggi. Hubungan antara diameter dengan tinggi dibentuk dengan melalui pengukuran diameter dan tinggi sejumlah individu pohon, kemudian menghubungkan keduanya dengan analisis regresi sehingga bisa dibentuk sebuah persamaan kurva tinggi. Cara lain yang lebih sederhana untuk membentuk kurva tinggi adalah dengan menghitung tinggi rataan tiap-tiap kelas diameter yang kemudian diplotkan dalam sistem kordinat XY. Dengan demikian akan diperoleh sebuah pencaran titik. Tahap berikutnya adalah menarik garis lengkung yang melewati tengah titik-titik tersebut. Teknik ini memang memiliki akurasi yang tidak tinggi, tetapi sudah bisa digunakan untuk pengelolaan hutan masyarakat yang banyak membutuhkan teknik-teknik sederhana.

Kurva tinggi pohon pada hutan alam disusun untuk menduga tinggi komersial (merchantable height curve), yaitu kurva yang memberikan hubungan antara diameter dengan tinggi komersial, yaitu tinggi pohon sampai batas yang

(27)

dapat dimanfaatkan. Pada hutan alam terdapat bermacam jenis pohon, yang dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok jenis. Umumnya pengelompokan jenis di hutan alam masih berdasarkan nilai komersialnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kurva tinggi pohon yang digunakan di hutan alam adalah kurva tinggi dari berbagai kelompok jenis.

Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun untuk menaksir tinggi total pohon atas dasar peubah (variable) diameter pohon yang diukur. Pada hutan tanaman ini, kurva tinggi pohon total akan digunakan pula sebagai penduga kualitas tapak (site quality). Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun berdasarkan jenis tanaman dan pada kelas umur yang berbeda (Sutarahardja, 2008).

2.7. Penyusunan Kurva Tinggi Pohon

Dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan, mengukur tinggi setiap pohon berdiri adalah pekerjaan yang menuntut waktu yang cukup lama dan jauh lebih sulit dibandingkan dengan mengukur diameter pohon. Mengukur seluruh tinggi pohon dalam tegakan hutan yang diinventarisasi di lapangan bukanlah suatu jaminan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang teliti, karena akan menghasilkan kesalahan non sampling (non sampling error). Kesalahan non sampling ini akan semakin besar dengan semakin banyaknya pohon-pohon yang diukur. Kesalahan non sampling adalah jenis kesalahan yang bukan berasal dari cara pengambilan contoh dan kesalahan jenis ini sulit untuk ditentukan besarnya. Kesalahan non sampling dapat terjadi dalam pengukuran yang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain faktor pengukuran (measurement error), faktor alat (equipment error), faktor manusia (human error) dan faktor lingkungan (environmental error).

Dengan alasan tersebut diatas, untuk mendapatkan data dimensi tinggi pohon dalam kegiatan inventarisasi hutan yang akan digunakan untuk berbagai tujuan, kurva tinggi pohon perlu disediakan. Kurva tinggi pohon disusun untuk menentukan tinggi pohon untuk pohon-pohon yang tidak diukur dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan. Dengan kurva tinggi pohon ini, maka tabel tinggi pohon dapat dibuat. Penyusunan kurva tinggi pohon tersebut menggunakan dasar

(28)

hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon. Selain itu, hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon sering dibutuhkan untuk bahan dasar analisa penyusunan tabel volume lokal (local volume tables). Dengan tersedianya tabel tinggi pohon, maka dalam inventarisasi hutan tidak lagi diperlukan pengukuran tinggi pohon, melainkan cukup dengan mengukur diameter pohon. Tinggi pohon dapat ditentukan pada tabel tinggi pohon atas dasar diameter pohon yang diukur (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007).

Untuk menyusun kurva tinggi pohon, hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dibuat dengan cara ploting (free hand methods) atau hubungan tersebut dinyatakan dengan menggunakan fungsi matematis (mathematical functions) dan diolah dengan menggunakan analisa regresi (regression analysis). Bentuk kurva bervariasi dari suatu tegakan hutan dengan tegakan hutan yang lain, sehingga untuk menggambarkan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon, banyak fungsi-fungsi matematis untuk menggambarkan hubungan tersebut telah dikembangkan, antara lain diantaranya adalah (Husch et al 2003; van Laar & Akca, 1997 dan Husch, 1963) :

h = 4.5 + b1 D + b2 D2 (Trorey, 1932) h = 4.5 + h (1- e-aD) (Meyer, 1940)

Log h = b0 + b1 log D (Stoffels and Van Soest, 1953) h = b0 + b1 log D (Henricksen, 1950)

Log h = b0 + b1 D-1 (Avery and Burkhart, 2002) h = b0 Db1 atau log h = log b0 + b1 log D (Prodan et al. (1997) h = b0 + b1 D + b2 D2 h–1.3 = b1 D + b2 D2 h = b0 + b1 ln (D) ln (h) = b0 + b1 ln (D) Dimana : bi = konstanta h = tinggi pohon

D = diameter pohon setinggi dada ln = natural logaritma

Pada model-model tersebut dapat digunakan satuan ukuran metriks, yaitu meter untuk tinggi pohon dan satuan cm untuk diameter pohon.

(29)

Meskipun banyak fungsi-fungsi hubungan tersebut telah dikembangkan untuk melukiskan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon, tetapi persamaan parabolik (h = 4.5 + b1 D + b2 D2 atau h = b0 + b1 D + b2 D2) telah digunakan untuk menggambarkan hubungan tinggi dengan diameter pohon pada banyak tegakan hutan. Bagaimanapun jika ingin menggunakan suatu fungsi matematik untuk menggambarkan hubungan tinggi dengan diameter pohon untuk tegakan tertentu, maka pengujian perlu dilakukan untuk melihat fungsi hubungan yang mana terbaik untuk dapat digunakan (Husch et al, 2003 dan Husch, 1963).

Untuk tujuan pembuatan kurva tinggi ini perlu dilakukan pengukuran tinggi pohon dan diameter pohon dengan teliti dan benar terhadap sejumlah pohon-pohon contoh atau pohon-pohon model (sample trees) yang dirancang tersebar merata (representative) pada setiap ukuran kelas diameter pohon, pada setiap kelas umur pohon dan pada kelompok-kelompok jenis pohon. Pohon contoh yang dipilih hendaknya pohon yang sehat dan baik pertumbuhannya.

Untuk membuat kurva tinggi tersebut dengan free hand methods, dilakukan pembuatan scatter diagram hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon dan untuk setiap kelas diameter diplotkan titik nilai rata-ratanya. Diantara titik-titik nilai rata-rata tersebut ditarik garis lurus sedemikian rupa agar garis lurus tersebut berada ditengah-tengah sebaran titik-titik nilai rata-rata tersebut.

Cara lain untuk menggambarkan kurva tinggi dilakukan dengan analisa regresi (linear regression analysis), baik regresi linier sederhana (simple linear

regression analysis) maupun regresi linier berganda (multiple linear regression analysis), tergantung fungsi matematik yang digunakan atau tergantung

banyaknya peubah bebas yang dipakai. Bentuk-bentuk persamaan yang non-linier ditransformasikan menjadi bentuk linier. Kurva tinggi yang dapat digunakan adalah kurva yang hubungan antara diameter dan tingginya cukup kuat. Perbedaan kurva tinggi untuk kelompok jenis yang sama menyatakan perbedaan site di mana pohon sampel diambil. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi yang berbeda, mungkin memperoleh kurva tinggi yang berbeda pula. Dengan demikian setiap IUPHHK sebaiknya mempunyai kurva yang berasal dari wilayahnya masing-masing (Sutarahardja, 2008).

(30)

2.8. Validasi Kurva Tinggi Pohon

Dalam mengevaluasi model, Spurr ( 1955) dan Prodan (1965) mengatakan bahwa persamaan regresi sebagai penduga isi pohon cukup seksama apabila persamaan-persamaan tersebut memberikan simpangan baku sisaan seminimal mungkin. Hal ini juga dapat diterapkan dalam mengevaluasi model kurva tinggi.

Untuk mengetahui apakah hasil persamaan-persamaan regresi yang telah disusun sebelumnya valid atau tidak, maka perlu dilakukan uji validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model. Data pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi diatas. Uji validasi model dapat dilakukan dengan menghitung nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat. Suatu persamaan regresi dapat dinyatakan valid untuk digunakan apabila memenuhi persyaratan tertentu dari hasil uji validasi yang digunakan.

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu Penelitian

Kegiatan pengambilan data dilakukan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai April 2009.

3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan alam, sedangkan alat-alat yang dipergunakan untuk mengambil data adalah :

a. Peta topografi atau peta jaringan jalan skala 1:25.000 (terdapat jaringan jalan, sungai, penyebaran plot, garis petak dan blok RKT)

b. Tally sheet dan buku panduan c. Clinometer

d.Tongkat bantu untuk mengukur tinggi sepanjang 5,5m (dapat dipanjangpendekkan) atau dengan menggunakan laser distance meter yang ada untuk memudahkan pengukuran

e. Phiband (pita ukur)

f. Alat tulis-menulis dan perlengkapan lapangan.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengambilan Pohon Contoh di Lapangan

Untuk penyusunan kurva tinggi Pohon, didasarkan pada data pohon contoh atau pohon model yang dipilih secara purposive dengan ketentuan tersebar pada setiap jenis pohon, kelas diameter dan kelas tinggi pohon, pada berbagai tipe tempat tumbuh. Pohon contoh adalah pohon yang mempunyai batang lurus atau tidak banyak cabang, tumbuh normal dan sehat, refresentatif terhadap kondisi tegakan, serta diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian.

Untuk melakukan pemodelan diperlukan suatu set data yang berbeda dengan set data yang dipakai untuk uji validasi model. Proses pemilahan pohon contoh terdiri dari 2/3 pohon contoh untuk proses pemodelan dan 1/3 pohon

(32)

contoh lainnya untuk proses uji validasi. Berikut contoh Pemilahan pohon contoh pada setiap kelompok jenis :

Tabel 1 Contoh pemilahan pohon contoh pada setiap kelompok jenis (Dipterocarpaceae dan Kayu Rimba Campuran)

Kelas Diameter (cm) Jumlah Pohon Contoh Proses Pemodelan Proses Uji Validasi 10,0 – 14,9 15 10 5 15,0 – 19,9 15 10 5 20,0 – 24,9 15 10 5 25,0 – 29,9 15 10 5 30,0 – 34,9 15 10 5 35,0 – 39,9 10 7 3 40,0 – 44,9 10 7 3 45,0 – 49,9 10 7 3 50,0 – 59,9 10 7 3 60,0 – 69,9 10 7 3 70,0 – 79,9 10 7 3 ≥ 80,0 10 7 3 ∑ Pohon contoh 145 99 46

3.3.2. Pengukuran Pohon Contoh

Parameter-parameter yang diukur pada pohon contoh di lapangan adalah : a. Diameter setinggi dada

b. Pembacaan clinometer (%) pada tinggi total (ht)

c. Pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah (hb) d. Pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat (hp)

e. Pembacaan clinometer (%) pada tinggi bebas cabang (hcp)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Scatter Diagram Pohon Contoh

Scatter diagram (diagram tebar) pohon contoh adalah suatu diagram yang

menggambarkan hubungan antara dimeter dan tinggi pohon. Untuk membantu dalam pemilihan model, maka data pohon contoh ditampilkan dalam scatter

(33)

dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya.

Salah satu contoh gambar scatter diagram persebaran kelas diameter dengan tinggi pohon yang akan dijadikan model persamaan regresi dalam penyusunan kurva tinggi pohon.

14

Gambar 2 Contoh scatter diagram hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon.

3.4.2. Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon Kurva tinggi pohon dapat disusun dengan menggunakan regresion

analysis atau free hand methods. Pemilihan model hubungan antara diameter dan

kurva tinggi dilakukan dengan melihat bentuk penampilan penyebaran data (linier atau non linear) pada scatter diagram yang telah dibuat. Dari bentuk penyebaran datanya maka dapat ditentukan model pendekatannya. Banyaknya model yang akan dicoba sebanyak 4 model. Beberapa persamaan hubungan antara diameter dengan tinggi pohon yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi pohon antara lain :

(34)

h = 4.5 + b1 D + b2 D2 (Trorey, 1932) h = b0 + b1 D + b2 D2

h = 4.5 + h (1- e-aD) (Meyer, 1940)

Log h = b0 + b1 log D (Stoffels and Van Soest, 1953) h = b0 + b1 log D (Henricksen, 1950)

Log h = b0 + b1 D -1

(Avery and Burkhart, 2002) h = b0 Db1 atau log h = log b0 + b1 log D (Prodan et al. (1997) h = b0 + b1 D + b2 D2

h–1.3 = b1 D + b2 D2 h = b0 + b1 ln (D) ln (h) = b0 + b1 ln (D)

3.4.3. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara Free Hand

Methods

Untuk membuat kurva tinggi tersebut dengan free hand methods, dilakukan pembuatan scatter diagram hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon dan untuk setiap kelas diameter diplotkan titik nilai rata-ratanya. Di antara titik-titik nilai rata-rata tersebut ditarik garis dengan bentuk garis sesuai berdasarkan sebaran titiknya, sedemikian rupa agar garis tersebut berada ditengah-tengah sebaran titik-titik nilai rata-rata tersebut.

3.4.4. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon dengan Analisis Regresi

3.4.4.1. Perhitungan Korelasi

Dalam penyusunan kurva tinggi pohon terdapat hubungan yang erat antara diameter dan tinggi pohon. Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama. Tingkat keeratan hubungan ini ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi (r) dimana :

r =

(

)(

)





n

x

x

n

x

x

n

x

x

x

x

/

)

(

/

)

(

/

)

(

2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 dimana :

(35)

r = korelasi

x1 = diameter rata-rata pohon x2 = tinggi rata-rata pohon n = banyaknya pohon

Nilai korelasi merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi populasi (ρ). Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1, jika nilai r = -1 maka hubungan tinggi dengan diameter pohon merupakan korelasi negatif sempurna dan jika r = 1 maka merupakan korelasi posiitif sempurna. Korelasi yang mendekati nol (r = 0) menunjukkan bahwa sedikit (tidak ada) suatu hubungan linear yang terjadi bersama-sama.

3.4.4.2. Perhitungan koefisien regresi

Untuk dapat menghasilkan persamaan-persamaan regresi yang dimaksud, maka perlu dihitung nilai-nilai dari koefisien-koefisien regresinya (Sutarahardja, Sumarna dan Witjaksono, 1991).

Menghitung koefisien regresi pada penyusunan kurva tinggi pohon berdasarka model-model persamaan matematik, antara lain :

a. Untuk model satu peubah

i i X i

Y01 +ε , dengan penduga modelnya adalah

i e i x b b i

y = 0+ 1 + , maka besarnya nilai koefisien regresi 1b sebagai penduga

dari 1β dan besarnya nilai konstanta 0b (intercept) sebagai penduga dari

0

β dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh. JKx JHKxy b = 1 dan b y b x 1 0 = −

Dimana : y = tinggi pohon dalam mdan x = diameter pohon dalam cm.

Koefisien korelasi ( r ) antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dihitung dengan rumus (1) tersebut diatas atau dengan rumus :

(

)

JKy JHKxy b

(36)

Dalam hal ini, JKx, JKy dan JHKxy dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : JKx = n n i i x n i i x 2 ) 1 ( 1 2 ∑ = − ∑ = JKy = n n i i y n i i y 2 ) 1 ( 1 2 ∑ = − ∑ = JHKxy = ∑

( )( )

= ∑ = ∑ = − n i n n i i y n i i x i y i x 1 1 1 Dimana :

r = Koefisien korelasi contoh

JKX = Jumlah kuadrat peubah X (misal : diameter pohon) JKy = Jumlah kuadrat peubah Y (misal : tinggi pohon) JHKxy = Jumlah hasil kali antara peubah X dengan peubah Y

Bentuk model satu peubah yang lain adalah : h = b0Db1 ,

ditranformasikan menjadi Log h = log b0 + b1log D

dan bentuk model persamaan regresinya (simple linear regression) :

Y = β0 + β1X + ε, maka besarnya nilai koefisien regresi 1β sebagai penduga dari log b1 dan besarnya nilai konstanta 0β (intersept) sebagai penduga dari log b0 dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh.

JKx JHKxy =

β

1 dan y x 1 0 β β = −

Koefisien korelasi ( r ) antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dihitung dengan rumus tersebut diatas atau dengan rumus :

(37)

(

)

JKy JHKxy

r = β1

Dalam hal ini, JKx, JKy dan JHKxy dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : JKx = n n i i x n i i x 2 ) 1 ( 1 2 ∑ = − ∑ = JKy = n n i i y n i i y 2 ) 1 ( 1 2 ∑ = − ∑ = JHKxy = ∑

( )( )

= ∑ = ∑ = − n i n n i i y n i i x i y i x 1 1 1 Dimana : Y = log h X = log D βi = konstanta ε = simpangan (error) r = Koefisien korelasi contoh

JKX = Jumlah kuadrat peubah X (misal : diameter pohon) JKy = Jumlah kuadrat peubah Y (misal : tinggi pohon) JHKxy = Jumlah hasil ki antara peubah X dengan peubah Y

b. Model dengan dua peubah

h = b0 + b1D + b2D2

Bentuk model persamaan regresinya (multiple linear regression) : Y = β0 + β1X + β2X2 + ε

maka besarnya nilai-nilai penduga koefisien-koefisien regresi (β1, β2) sebagai penduga (b1, b2 ) serta intercept β0 sebagai penduga b0 dapat dihitung berdasar data pohon contoh yang diambil.

(38)

2 ) 2 1 ( ) 2 )( 1 ( ) 2 )( 2 1 ( ) 1 )( 2 ( 1 x JHKx JKx JKx y JHKx x JHKx y JHKx JKx − − = β

(

)(

) (

)(

)

(

)(

) (

)

2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 x JHKx JKx JKx y JHKx x JHKx y JHKx JKx − − = β dimana :

( )

n n i i x n i i x JKx 2 11 1 2 1 1 ∑ = − ∑ = =

( )

n n i i x n i i x JKx 2 1 2 1 2 2 2 ∑ = − ∑ = =

( )( )

n n i x n i x n i x x x JKx ∑ = ∑ = − ∑ = = 11 1 2 11 2 2 1

( )( )

n n i y n i x n i y x y JKx ∑ = ∑ = − ∑ = = 11 1 11 1

( )( )

n n i y n i x n i y x y JKx ∑ = ∑ = − ∑ = = 12 1 1 2 2 2 2 1 1 0 y β x β x β = − −

Koefisien determinasi ( R2) dari model regresi tersebut dapat dihitung :

total JK

regresi JK

R2=

Koefisien korelasi berganda

( )

R dapat diperoleh dari akar koefisien

determinasi tersebut diatas.

y JHKx b y JHKx b regresi JK = 1 1 + 2 2

(39)

( )

n n i i y n i i y JKy total JK 2 1 1 2 ∑ = − ∑ = = =

Dimana : y = tinggi pohon (h) x = diameter pohon (D) x1 = D

x2 = D2

3.4.5. Pengujian Model Regresi

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan regresi yang nyata atau tidak maka dilakukan uji regresi dengan uji F. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu. Nilai F hitung dapat dicari dengan sidik ragam yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sidik ragam untuk fungsi regresi

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung

Regresi (R) p-1 JKR KTR KTR/KTS

Sisa (S) n-p JKS KTS -

Total(T) n-1 JKT - -

Dimana: p = banyaknya konstanta (koefisien regresi dan intersept) n = banyaknya pohon contoh

Hipotesa yang digunakan Ho : β1 = β2 = 0

H1 : Sekurangnya ada β1 atau β2 ≠ 0

Apabila F hitung > F tabel maka tolak Ho, artinya sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas. Dari hasil analisis regresi tersebut dapat dilihat keeratan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas yang ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r), sedangkan untuk melihat berapa besar pengaruh peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tak bebas (tinggi pohon) dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2).

(40)

3.4.6. Penentuan Kesalahan sampling (

Kesalahan sampling adalah kesalahan yang disebabkan karena dilakukannya pengambilan contoh

Besarnya kesalahan dapat dihitung :

Dimana : SE = sampling error

ŷ = rata-rata tinggi pohon (m) Sŷ = Simpangan baku rata

df = derajat bebas 3.4.7. Validasi Model

Hasil persamaan

penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model

tinggi di atas. Uji validasi model agregasinya (agregative deviation (root mean square error

dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda uji Khi-kuadrat.

Nilai-nilai pengujian validasi model tersebut dapat dihitung dengan rumus rumus sebagai berikut :

a. Simpangan agregat (agregative deviation

Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah tinggi aktual

tinggi dugaan (Ht) yang diperoleh berdasarkan dari tabel tinggi pohon, sebagai persentase terhadap tinggi dugaan (H

simpangan agregat (SA) yang berkisar dari SA dapat dihitung dengan rumus :

Penentuan Kesalahan sampling (Sampling Error, SE)

Kesalahan sampling adalah kesalahan yang disebabkan karena dilakukannya pengambilan contoh (sampling).

Besarnya kesalahan dapat dihitung :

SE = sampling error

rata tinggi pohon (m) = Simpangan baku rata-rata (m) df = derajat bebas

Hasil persamaan-persamaan regresi yang telah diuji tersebut diatas, pada penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji lidasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi di atas. Uji validasi model dapat dengan melihat pada nilai-nilai simpangan

agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation

root mean square error), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga

dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara

nilai pengujian validasi model tersebut dapat dihitung dengan rumus

agregative deviation)

Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah tinggi aktual

) yang diperoleh berdasarkan dari tabel tinggi pohon, sebagai persentase terhadap tinggi dugaan (Ht). Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar dari -1 sampai +1 (Spurr, 1952).

g dengan rumus :

Kesalahan sampling adalah kesalahan yang disebabkan karena

persamaan regresi yang telah diuji tersebut diatas, pada penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji lidasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). Data model kurva nilai simpangan

mean deviation), RMSE

), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga nyata bisa dilakukan dengan cara

nilai pengujian validasi model tersebut dapat dihitung dengan

rumus-Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah tinggi aktual (Ha) dan ) yang diperoleh berdasarkan dari tabel tinggi pohon, sebagai ). Persamaan yang baik memiliki nilai 1 sampai +1 (Spurr, 1952). Nilai

(41)

              ∑ = ∑ = − ∑ = = n i H n i H n i H SA ti ai ti 1 1 1

b. Simpangan rata-rata (mean deviation)

Simpangan rata-rata merupakan rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah tinggi dugaan (Ht) dan tinggi aktual (Ha), proporsional terhadap jumlah tinggi dugaan (Ht). Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10 % (Spurr, 1952). Simpangan rata-rata dapat dihitung dengan rumus (Bustomi, dkk. 1998) : % 100 1 x n n i Hti H H SR ai ti                       ∑ = − =

c. RMSE (root mean square error)

RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih tinggi dugaan dari tabel tinggi pohon (Ht) dengan tinggi aktualnya (Ha) terhadap tinggi aktual. Nilai RMSE yang lebih kecil, menunjukkan model persamaan penduga tinggi yang lebih baik. RMSE dapat dihitung dengan rumus :

(

)

% 100 1 2 x n n i H H H RMSE ai ai ti ∑ =     − = d. Bias

Bias (e) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Bias dapat dihitung dengan rumus :

% 100 1 x n i n H H H e ai ai ti ∑ =                   − =

(42)

e. Uji Beda Rata-rata Khi-kuadrat (Khi-square test)

Pengujian validasi model persamaan penduga tinggi pohon, dapat pula dilakukan dengan menggunakan uji χ2 (Khi-kuadrat), yaitu alat untuk menguji apakah tinggi yang diduga dengan tabel tinggi pohon (Ht) berbeda dengan tinggi pohon aktualnya (Ha). Dalam hal ini hipotesa yang diuji adalah sebagai berikut : a t H H H0: = a t H H H1: ≠ Kriterium ujinya adalah :

(

)

∑ = − = n i H H H hitung ai ai ti 1 2 2 χ

Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut : 2 ) 1 , ( 2 − ≤ tabel n hitung χ α χ , maka terima H0 2 ) 1 , ( 2 − 〉 tabel n hitung χ α χ , maka terima H1

3.4.8. Pemilihan Model Terbaik dan Valid

Model persamaan regresi untuk penyusunan tabel tinggi pohon yang akurat dan valid adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Dalam analisis regresi menghasilkan nilai-nilai R² yang besar, regresi yang nyata berdasarkan hasil analisis keragamannya serta sampling error (SE) yang rendah.

2. Dalam uji validasi harus memenuhi standar pengujian antara lain :

a. Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar berada diantara -1 sampai + 1 (Spurr, 1952).

b. Persamaan yang baik memiliki nilai Simpangan rata-rata tidak lebih dari 10 % (Spurr, 1952).

c. Nilai RMSE dan Bias yang kecil menunjukkan model persamaan penduga tinggi yang lebih baik.

(43)

d. Apabila hasil uji beda antara nilai rata-rata yang diduga dengan tabel tinggi dengan nilai rata-rata nyata (actual), tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (H0, diterima) maka persamaan penduga tinggi itu dapat digunakan.

Gambar

Tabel 4  Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah
Tabel 6  Data curah hujan bulanan dan hari hujan bulanan rata-rata
Tabel 8  Luas sub DAS, debit sungai dan kandungan sedimen dari beberapa                titik sungai di areal kerja IUPHHK PT
Tabel  11    Luasan  menurut  penutupan  lahan  areal  kerja  IUPHHK  PT.  Ratah  Timber pada setiap fungsi hutan
+7

Referensi

Dokumen terkait