• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persamaan Matematika Untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan Di Areal Kerja Iuphhk-Ha Pt Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persamaan Matematika Untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan Di Areal Kerja Iuphhk-Ha Pt Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERSAMAAN MATEMATIKA UNTUK STRUKTUR TEGAKAN

HORIZONTAL HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN

DI AREAL KERJA IUPHHK-HA PT GUNUNG GAJAH ABADI

KALIMANTAN TIMUR

AFDHAL

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persamaan Matematika untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Afdhal

(4)

ABSTRAK

AFDHAL. Persamaan Matematika untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG.

Struktur tegakan horizontal adalah sebaran jumlah pohon persatuan luas dalam berbagai kelas diameter. Kegiatan pemanenan di hutan alam primer akan meninggalkan struktur tegakan yang bervariasi. Struktur tegakan horizontal di hutan alam primer dapat dimodelkan dengan persamaan matematika menggunakan fungsi eksponensial negatif maupun polinomial. Struktur tegakan hutan alam bekas tebangan 1 tahun, 9 tahun, 20 tahun, dan 29 tahun di areal PT Gunung Gajah Abadi memberntuk kurva “J” terbalik sesuai dengan struktur tegakan di hutan alam primer. Struktur tegakan di hutan alam bekas tebangan memiliki jumlah permudaan yang lebih banyak dibanding hutan alam primer, namun semakin lama umur hutan alam bekas tebangan jumlah permudaaannya semakin sedikit seperi di hutan alam primer.

Kata kunci: struktur tegakan, hutan alam bekas tebangan, persamaan matematika

ABSTRACT

AFDHAL. Mathematic Equation for Horizontal Stand Structure of Log Over Area in IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Work Area East Kalimantan. Supervised by ENDANG SUHENDANG.

Horizontal stand structure is a distribution number of trees at each diameter classes. Logging activities in natural forest will result difference stand structures for each stand of forest. Stand strucutre in natural forest can be modeled in mathematic equation using negative exponential or polynomial function. The stand strucutre of logged over natural forests after 1 year, 9 years, 20 years and 29 years in PT Gunung Gajah Abadi appear to follow a reverse-J curve as same as in natural forest’s. Stand structure of logged over natural forests have more regeneration than natural forest, but the older they are, the number will decrease as same as natural forest’s.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

AFDHAL

PERSAMAAN MATEMATIKA UNTUK STRUKTUR TEGAKAN

HORIZONTAL HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN

DI AREAL KERJA IUPHHK-HA PT GUNUNG GAJAH ABADI

KALIMANTAN TIMUR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala ridho dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Persamaan Matematika untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Endang Suhendang selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak dan Adik serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Demikian pula ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim PKL PT Gunung Gajah Abadi Fitha Anggraini, Muhammad Irfan, Andita Ayuningtyas dan Ovita Ayu Conthesa beserta teman-teman Manajemen Hutan 47 yang selalu memberikan dukungan dan motivasinya. Disamping itu ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pimpinan PT Gunung Gajah Abadi Bapak Ir H Asripin, MSi, Bapak Konly Herdianto, Drs Arkipen Sinaga, Herman Ngau, Yulianto Kurniawan, Shut, Ir Cahyono, dan Ibu Mimi serta seluruh Karyawan PT Gunung Gajah Abadi yang telah memberikan izin dan bantuan serta kontribusinya sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Struktur Tegakan 3

Hutan Alam Bekas Tebangan 3

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Pengumpulan Data 4

Prosedur Pengolahan Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Kerapatan Tegakan 7

Struktur Tegakan 8

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kerapatan tegakan berdasarkan jumlah pohon dan LBDs 8 Tabel 2 Hasil regresi persamaan matematika struktur tegakan di setiap 10

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk dan ukuran petak contoh 4

2 Struktur tegakan seluruh jenis pada (a) HABT 2013, (b) HABT 2005, (c) 9 HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer

3 Stuktur tegakan kelompok jenis meranti pada (a) HABT 2013, (b) 11 HABT 2005, (c) HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013

seluruh jenis 15

Lampiran 2 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005

seluruh jenis 15

Lampiran 3 Hasil analisi tegresi hutan alam bekas tebangan tahun 1994

seluruh jenis 16

Lampiran 4 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985

seluruh jenis 16

Lampiran 5 Hasil analisi regresi hutan alam primer seluruh jenis 17 Lampiran 6 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013

kelompok meranti 17

Lampiran 7 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005

kelompok meranti 18

Lampiran 8 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985

kelompok meranti 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan alam merupakan ekosistem hutan tidak seumur dengan tingkat keragaman jenis maupun dimensi pohon yang tinggi. Oleh karenanya, maka pengelolaannya harus diperhatikan agar kelestarian hutan dapat dicapai sehingga bisa memberikan manfaat yang tetap besarnya dari masa ke masa. Pengelolaan hutan alam untuk tujuan menghasilkan kayu di Indonesia diserahkan kepada perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA). Ada tiga sistem silvikultur yang diterapkan pada hutan alam dengan tegakan tidak seumur berdasarkan aturan Kementrian Kehutanan, yaitu Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan Tebang Rumpang (TR). Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P.9/VI-BHPA/2009, TPTI bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hutan tegakan tidak seumur melalui tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka memperoleh panenan yang lestari. Pada sistem ini ditentukan batas diameter pohon terkecil yang dapat ditebang yaitu 40 cm pada hutan produksi biasa dan lebih dari 50 cm pada hutan produksi terbatas. Adapun siklus tebang pada kedua bentuk hutan produksi itu selama 30 tahun (P.11/MENHUT-II/2009).

Kegiatan penebangan di hutan alam dapat menghasilkan bentuk struktur tegakan yang berbeda dengan bentuk struktur tegakan pada hutan alam yang masih primer. Hutan alam yang sudah mengalami penebangan dengan sistem TPTI akan meninggalkan struktur tegakan yang bervariasi (Muhdin et al. 2011). Perbedaan struktur tegakan tersebut dapat dilihat dari persamaan matematika untuk kurva sebaran diameter tegakannya. Menurut Davis et al. (2001) persamaan ini dicobakan oleh Meyer pada tahun 1951 untuk menggambarkan pola struktur tegakan pada hutan tidak seumur. Hasil percobaan Meyer tersebut menemukan bahwa tegakan tidak seumur yang seimbang cenderung memiliki sebaran diameter menyerupai kurva J-terbalik menggunakan fungsi eksponensial negatif k . Sedangkan Istomo (1994) mengungkapkan bahwa hutan alam tidak

seumur memiliki pola penyebaran jumlah pohon per kelas diameter yang beragam, untuk itu persamaan matematika untuk struktur tegakan horizontal di hutan alam dapat menggunakan persamaan polinomial a b c

(12)

2

Perumusan Masalah

Kegiatan pemanenan hutan dengan sistem TPTI pada hutan alam akan menyisakan hutan alam bekas tebangan dengan kondisi yang beragam. Keragaman tersebut berdampak juga terhadap keragaman kemampuan hutan untuk pulih ke bentuk semulanya yaitu hutan alam primer. Perbedaan kemampuan tersebut tergantung dari banyak faktor. Keberagaman struktur tegakan tersebut dapat dilihat melalui persamaan matematika untuk struktur tegakan horizontalnya pada berbagai tutupan lahan. Salah satu ciri struktur tegakan hutan alam tidak seumur adalah bentuk kurva struktur tegakannya menyerupai bentuk “J” terbalik, yang artinya jumlah pohon dengan diameter lebih besar per satuan luasnya semakin menurun.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran serta perbandingan struktur tegakan horizontal pada hutan alam bekas tebangan 1 tahun, 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun dengan hutan alam primer di perusahaan yang sama yaitu PT. Gunung Gajah Abadi, Kalimantan Timur. Setelah itu juga dilihat perbandingan struktur tegakan pada petak yang sama untuk kelompok jenis meranti dan seluruh jenis.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh persamaan matematika untuk struktur tegakan horizontal pada berbagai hutan alam bekas tebangan PT Gunung Gajah Abadi dan perbandingnya dengan hutan alam primer, dan

2. Menjadi salah satu data dan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan di PT Gunung Gajah Abadi.

Ruang Lingkup Penelitian

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Tegakan

Pengertian struktur tegakan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah struktur tegakan horizontal. Bentuk kurva struktur tegakan horizontal pada hutan alam (tegakan tidak seumur) secara umum berbeda dengan struktur tegakan hutan tanaman (tegakan seumur). Perbedaan tersebut terletak pada faktor pembentuk struktur tegakan horizontalnya, yaitu kombinasi kelas diameter yang terdapat pada setiap satu kesatuan luas lahan hutannya, misalnya hektar (ha). Struktur tegakan horizontal yaitu sebaran jumlah pohon persatuan luas dalam berbagai kelas diameter (Meyer et al. 1961).

Hutan alam yang merupakan hutan tidak seumur memiliki pola penyebaran jenis serta kelas diameter yang khas, yaitu penyebarannya didominasi oleh pohon dengan kelas diameter kecil dan umur muda (Osmaston 1968). Senada dengan hal tersebut, Meyer et al. (1961) mengemukakan bahwa bentuk umum dari struktur tegakan hutan yang tidak seumur mengikuti bentuk kurva “J” terbalik, yang artinya terjadi penurunan jumlah pohon dengan diameter yang lebih besar dalam satuan luas tertentu.

Meyer et al. (1961) menemukan struktur tegakan hutan dengan bentuk kurva mengikuti bentuk huruf J terbalik menggunakan model persamaan k , dengan N = Jumlah pohon per hektar, D = diameter pohon, e =

biangan Napier, a dan k = konstanta. Berdasarkan hasil penelitian Suhendang (1993) di Propinsi Riau, model struktur tegakan k dapat diterima pada semua petak percobaan untuk kelompok semua jenis pohon pada hutan primer. Model ini juga digunakan oleh Rosmantika (1997) di Stagen Pulau Laut Kalimantan Selatan dan Krisnawati (2001) di Kalimantan Tengah. Informasi tentang struktur tegakan ini dapat berguna untuk menentukan kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter, penentuan luas bidang dasar, dan penentuan biomassa tegakan (Suhendang 1985). Sementara itu Istomo (1994) menggunakan persamaan ekponensial a b c untuk struktur tegakan horizontal pada hutan alam primer di areal kerja HPH PT Inhutani III Kalimantan Selatan.

Hutan Alam Bekas Tebangan

Pemanenan kayu merupakan proses ekstraksi kayu dari dalam hutan ke luar hutan agar dapat diolah menjadi produk untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Kegiatan pemanenan kayu atau penebangan akan mengakibatkan perubahan komposisi serta struktur tegakan hutan yang ditinggalkannya. Perubahan yang diakibatkan terutama dalam pertumbuhan riap, siklus hara, siklus air dan keseimbangan ekosistem secara umum (Utami 2007). Perubahan yang terjadi tidak hanya bedampak terhadap hutan bekas tebangan itu sendiri, tetapi juga terhadap tumbuhan permudaannya yang akan berperan untuk mengembalikan kondisi hutan tersebut ke bentuk semula.

(14)

4

tegakan. Keragaman tersebut juga menimbulkan pertumbuhan yang beragam pada hutan alam bekas tebangan untuk upaya pemulihannya mencapai kondisi seperti semula (Muhdin et al. 2008). Kecepatan hutan bekas alam bekas tebangan dalam proses pemulihannya juga beragam tergantung kondisi tegakan yang ditinggalkan, daya dukung lingkungan, serta campur tangan manusia untuk pembinaan hutan bekas tebangan tersebut.

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan pengambilan data primer di lapangan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret – 23 April 2014 di petak tebang tahun 2013, 2005, 1994, 1985 dan untuk rencana tebang tahun 2016 (hutan alam primer) di areal kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan meliputi GPS, kompas, pita ukur, phi-band, tallysheet, alat tulis, kamera, golok, label kuning, gunteker, spidol, serta laptop untuk pengolahan data yang sudah dilengkapi dengan perangkat lunak Microsoft Excel dan Microsoft Word.

Prosedur Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data primer yang diambil langsung melalui pengukuran di lapangan, terdiri atas jenis pohon, jumlah pohon (N) dan diameter pohon (D). Adapun data sekunder terdiri dari keadaan umum lokasi penelitian, luas wilayah, sejarah pengelolaan dan data-data lain yang mendukung penelitian yang diperoleh dari arsip PT Gunung Gajah Abadi.

Gambar 1 Bentuk dan ukuran petak contoh 20 m

(15)

5 Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan membuat petak contoh berbentuk persegi dangan ukuran 100 x 100 m. Selanjutnya di dalam petak contoh tersebut dibuat sub-petak berbentuk persegi dengan ukuran 20 x 20 m sebanyak 25 buah (Gambar 1) dengan tujuan untuk mempermudah dalam melakukan inventarisasi di dalam petak tersebut. Penempatan petak contoh di lapangan dilakukan dengan metode purpossive sampling pada petak bekas tebangan 1 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun dan petak hutan alam primer masing-masing 1 (satu) petak contoh.

Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data melalui pengukuran pada masing-masing petak contoh. Data yang dikumpulkan meliputi jenis pohon, nomor pohon, diameter pohon, serta jumlah pohon dalam petak. Diameter pohon yang diukur adalah diameter setinggi dada (dbh) atau sekitar 1,3 m dari permukaan tanah untuk pohon yang tidak berbanir, serta 20 cm dari atas banir untuk bohon yang memiliki banir. Pohon-pohon yang dimasukan ke dalam data hanya pohon dengan diameter di atas 10 cm.

Prosedur Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya diolah untuk mendapatkan persamaan umum struktur tegakan dengan menggunkan persamaan regresi. Bentuk persamaan yang digunakan adalah persamaan menurut Meyer et al

(1961) :

k.e –a Keterangan:

N = jumlah pohon per kelas diameter k = konstanta

e = bilangan Napier (2,7183) a = konstanta

D = diameter pohon

Bentuk persamaan ini selanjutnya dapat ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linear menjadi : ln ln k – a , yang selanjutnya dapat dijelaskan dalam bentuk persamaan umum regresi sederhana yaitu : b b , dimana X yaitu diameter pohon (D) dan Y yaitu jumlah pohon (N). Jika persamaan yang diperoleh tidak membentuk kurva “J” terbalik maka dicari menggunakan persamaan polinomial a b c . Persamaan ini dapat menjelaskan kondisi struktur tegakan dengan koefisien korelasi yang tinggi (Istomo 1993).

(16)

6

Selain membuat persamaan struktur tegakan, data yang didapat juga di hitung kerapat berdasarkan jumlah pohon per ha dan berdasarkan LBDs dengan satuan m2 per ha. Dengan luas masing-masing petak yaitu 1 ha, maka jumlah pohon yang didapat dalam satu petak sudah merupakan kerapatan jumlah pohon per ha. Untuk mencari kerapatan berdasarkan LBDs cukup menjumlahkan LBDs semua pohon dalam satu petak.

s n 2

s s Keterangan :

LBDs = Luas Bidang Dasar (m2) L = Luas Petak (ha)

D = Diameter pohon (cm)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan administrasi kehutanan, areal PT Gunung Gajah Abadi termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur. PT Gunung Gajah Abadi sudah melakukan kegiatan pengelolaan hutannya sejak tahun 1982 meneruskan pengelolaan sebelumnya yang dipegang oleh PT Rimba Samudera dari 1973. Secara geografis areal ini terletak pada 6° ’ - 7° ’ ujur Timur dan ° ’ - °35’ intang Utara. Dengan luas areal 74980 ha, 41272,82 ha merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan 33707,18 ha merupakan Hutan Produksi Tetap (HP). Dari hasil interpretasi Citra Landsat (tahun 2007) luas tutupan hutan primer di areal PT Gunung Gajah Abadi sebesar 10,62% dan luasan hutan bekas tebangan sebesar 69,06%. Areal kerja PT Gunung Gajah Abadi mempunyai tipe hutan Dipterocarpaceae dataran rendah yang didominasi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae terutama Meranti, Kapur, Keruing dan Bangkirai (RK-UPHHK PT Gunung Gajah Abadi 2013/2022).

(17)

7 kondisi topografi ini juga berpengaruh terhadap jumlah pohon yang ditemui di dalam petak contoh. Sementara itu jenis pohon yang dijumpai pada semua petak memiliki jenis yang hampir sama, pohon yang mendominasi antara lain jenis jambu-jambuan, medang, dan kelompok meranti seperti meranti merah, meranti putih dan meranti kuning.

Sementara itu, kerapatan setiap jenis pohon tidak sama pada masing-masing petak contoh. Pada petak contoh tahun 2013, jenis yang mendominasi yaitu jenis medang dengan jumlah 70 pohon/ha, petak contoh tahun 2005 yaitu jenis makaranga dengan jumlah 100 pohon/ha, petak contoh tahun 1994 yaitu jenis meranti merah dengan jumlah 63 pohon/ha dan pada petak contoh tahun 1985 dan hutan alam primer didominasi pleh jenis jambu-jambuan dengan jumlah masing-masing 85 pohon/ha dan 55 pohon/ha. Dapat dilihat bahwa jenis pohon yang mendominasi pada petak contoh tahun 1985 sama dengan petak contoh hutan alam primer, hal membuktikan bawha jenis dominan pada petak contoh hutan alam bekas tebangan 29 tahun cenderung mengarah ke hutan alam primer. Pada petak contoh tahun 2005 jenis yang mendominasi adalah makaranga, seperti yang diketahui bahwa makaranga merupakan jenis pohon pioner yang biasa tumbuh pada areal hutan yang telah dibuka. Hal ini menjelaskan bahwa pada petak contoh hutan alam bekas tebangan 9 tahun masih dalam proses suksesi sekunder untuk mencapai hutan alam primer.

Kerapatan Tegakan

Berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing petak contoh diperoleh jumlah pohon seluruh jenis masing-masing petak yaitu pada hutan alam bekas tebangan tahun 2013 sebanyak 281 pohon/ha, tahun 2005 sebanyak 404 pohon/ha, tahun 1994 sebanyak 359 pohon/ha, tahun 1985 sebanyak 314 pohon/ha dan hutan primer sebanyak 238 pohon/ha. Kerapatan jumlah pohon terkecil berada pada petak contoh di hutan alam primer, namun kerapatan berdasarkan LBDsnya petak ini mempunyai nilai yang cukup besar. Hal ini menunjukan bahwa meskipun jumlah pohon di dalam petak ini sedikit, namun banyak terdapat pohon dengan diameter besar. Sesuai dengan karakteristik hutan alam primer yaitu didominasi oleh pohon besar sehingga memiliki tajuk yang besar yang mengakibatkan kurangnya masukan cahaya matahari ke lantai hutan dan membuat pertumbuhan anakannya menjadi terhambat. Istomo (1994) juga mengungkapkan bahwa kurangnya pohon kecil diduga akibat adanya persaingan ruang tumbuh dan sinar matahari. Pada petak bekas tebangan 1 tahun (2013) kerapatan berdasarkan jumlah pohon dan LBDsnya memiliki nilai yang kecil. Hal ini karena dampak penebangan yang baru berjalan 1 tahun sehingga tegakan yang rusak akibat penebangan maupun penyaradan masih belum pulih. Nilai LBDs yang kecil juga menggambarkan bahwa tegakan yang ada di dalam petak didominasi oleh pohon diameter kecil.

(18)

8

pertumbuhan pohon besarnya yang memiliki tajuk lebih besar sehingga menutupi cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan. Hal ini memperlihatkan bahwa hutan alam bekas tebangan tersebut mengarah ke bentuk hutan alam primer seperti yang digambarkan pada petak contoh hutan alam primer. Dengan demikian, dilihat dari perubahan kerapatan pohon pada hutan bekas tebangan yang mengarah ke bentuk hutan alam primer, proses suksesi hutan alam bekas tebangan di areal kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi berjalan dengan baik.

Berdasarkan data kerapatan jumlah pohon per ha di masing-masing petak contoh, jumlah pohon pada kelompok jenis meranti berkisar antara 25%−41%. Sementara itu besar persentase kerapatan berdasarkan LBDs pada kelompok jenis meranti berkisar antara 36%−51%. Hal ini menandakan bahwa jumlah pohon dengan diameter besar pada kelompok jenis meranti cukup besar. Jumlah persentase kelompok jenis meranti yang terbesar berada di petak contoh tahun 2013 yang merupakan bekas tebangan 1 tahun yang lalu. Besarnya jumlah kelompok jenis meranti pada petak ini dikarenakan letak petak contoh tahun 2013 yang berada di pinggir sungai kecil sehingga diduga beberapa pohon meranti yang terdapat dalam petak berada di area sempadan sungai dan termasuk kategori pohon dilindungi. Hal ini juga terlihat dari kerapatan berdasarkan LBDs, pada petak contoh tahun 2013 memiliki nilai yang lebih besar dari petak contoh tahun 1985, padahal untuk kelompok seluruh jenis petak contoh tahun 2013 memiliki nilai yang paling kecil. Karakteristik petak contoh hutan alam primer untuk kelompok jenis meranti cenderung sama dengan kelompok seluruh jenis, dimana kerapatan jumlah pohonnya merupakan yang terkecil namun memiliki kerapatan LBDs yang cukup besar.

Struktur Tegakan

Struktur tegakan merupakan sebaran jumlah pohon persatuan luas dalam berbagai kelas diameter (Meyer et al. 1961). Struktur tegakan hutan alam yang normal akan berbentuk “J” terbalik jika digambarkan dalam bentuk kurva. Artinya jumlah pohon dalam berbagai kelas diameter akan mengalami penurunan untuk kelas diameter yang lebih besar. Gambaran struktur tegakan yang diperoleh pada masing-masing petak contoh untuk keseluruhan jenis (Gambar 2) dan kelompok

Tabel 1 Kerapatan tegakan berdasarkan jumlah pohon dan LBDs

Petak contoh

Kelompok Jenis

(19)

9

Gambar 2 Struktur tegakan seluruh jenis pada (a) HABT 2013, (b) HABT 2005, (c) HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer

N = 309.22e-0.058D

jenis meranti (Gambar 3) menggunakan persamaan eksponensial negatif .e-ad

(20)

10

Nilai konstanta K yang diperoleh dari persamaan eksponensial negatif pada kelompok seluruh jenis berkisar antara 152.64−414.95. Nilai konstanta K yang besar berarti pada petak tersebut memiliki pohon dengan diameter kecil yang banyak, dengan kata lain memiliki permudaan yang banyak. Nilai konstanta K terbesar terdapat pada petak contoh tahun 2005 sedangkan yang terkecil terdapat pada petak hutan alam primer. Hal tersebut bisa dikatakan wajar karena pada hutan bekas tebangan yang sudah terbuka selama 9 tahun (2005) tentu akan membuat anakan bisa tumbuh dengan subur karena cahaya matahari yang bisa masuk ke lantai hutan. Sedangkan pada hutan alam primer dengan jumlah pohon diameter besar yang lebih banyak sehingga anakan tidak dapat tumbuh dengan baik karena kurangnya cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan.

Nilai konstanta a untuk kelompok seluruh jenis berkisar antara 0.023−0.058. Nilai konstanta a menunjukkan tingkat kecuraman/kelandaian struktur tegakan. Sejalan dengan nilai konstanta K, nilai konstanta a pada petak contoh tahun 2005 merupakan yang tertinggi kedua (0.056) setelah nilai a pada petak 2013 (0.058) dan nilai konstanta a terkecil terdapat pada petak contoh hutan alam primer. Petak contoh tahun 2005 memiliki jumlah anakan yang tinggi namun dengan jumlah pohon diameter besar yang sedikit, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan yang tajam pada jumlah pohon terhadap penambahan diameter. Sementara pada petak hutan alam primer memiliki jumlah anakan yang sedikit namun jumlah pohon berdiameter besar yang cukup banyak, sehingga kurva yang dihasilkan cenderung landai.

Berdasarkan hasil analisis regresi struktur tegakan seluruh jenis di semua petak contoh, didapatkan persamaan eksponensial negatif masing-masing petak memiliki nilai R2 yang cukup besar yaitu antara 0.746–0.997. Nilai R2 yang diperoleh menggambarkan persamaan yang didapatkan cukup baik karena memiliki nilai lebih dari 0.50. Nilai R2 yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah pohon memiliki hubungan yang nyata dengan diameternya (Muhdin et al. 2008). Selain itu, nilai p-value yang diperoleh hampir semuanya berada di bawah 0.05 kecuali pada petak contoh hutan alam primer yaitu 0.059. Nilai p-value yang berada di bawah 0.05 mengartikan bahwa fungsi eksponensial negatif hubungan antara jumlah pohon dan diameternya dapat diterima (Muhdin et al. 2008).

(21)

11 Berdasarkan kriteria R2 dan p-value, persamaan eksponensial negatif pada struktur tegakan hutan alam bekas tebangan untuk seluruh jenis dapat diterima.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 3 Stuktur tegakan kelompok jenis meranti pada (a) HABT 2013, (b) HABT 2005, (c) HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer

(22)

12

Persamaan eksponensial negatif struktur tegakan untuk kelompok jenis meranti pada setiap petak contoh memiliki nilai R2 yang bervariasi. Petak contoh tahun 2013 memiliki R2 sebesar 0.8857, tahun 2005 sebesar 0.8120, dan tahun 1985 sebesar 0.9687. Sementara itu, petak contoh tahun 1994 memiliki nilai R2 sebesar 0.9738 dan hutan alam primer sebesar 0.9764 namun dengan menggunakan persamaan polinomial. Petak contoh tahun 1994 dan hutan alam primer memiliki nilai R2 lebih kecil dari 0.5 jika menggunakan persamaan eksponensial negatif, sehingga persamaan yang diperoleh tidak menggambarkan hubungan yang nyata antara jumlah pohon dan diameternya.

Persamaan eksponensial negatif dari struktur tegakan pada semua petak contoh untuk kelompok jenis meranti memiliki nilai konstanta a dan K yang lebih kecil dibandingkan kelompok seluruh jenis. Nilai konstanta a yang diperoleh berkisar antara 0.016−0.056 dan nilai konstanta berkisar antara 3. 68− 5.39. Petak contoh yang memiliki nilai konstanta K yang terbesar dan terkecil sama dengan yang terdapat pada kelompok seluruh jenis yaitu petak contoh tahun 2005 dan hutan alam primer. Nilai konstanta a yang terbesar juga terdapat pada petak contoh tahun 2005, namun nilai konstanta a terkecil justru terdapat pada petak contoh tahun 1985. Meskipun pada petak contoh tahun 1985 memiliki jumlah pohon diameter kecil yang lebih banyak daripada hutan alam primer, namun petak tersebut juga memiliki jumlah pohon berdiameter besar paling banyak dari keseluruhan petak contoh, sehingga kurva stuktur tegakan yang dihasilkan menjadi landai.

Struktur tegakan pada hutan alam bekas tebangan tahun 1994 dan hutan alam primer menggunakan persamaan eksponensial negatif memiliki nilai koefisien korelasi (R2) yang rendah sehingga kurva yang dihasilkan tidak membentuk kurva “J” terbalik. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah pohon pada kelas diameter >50 cm sehingga distribusi jumlah pohon tidak mengikuti persamaan eksponensial negatif. Namun jika struktur tegakan tersebut digambarkan menggunakan persamaan polinomial (Gambar 3), diperoleh persamaan di hutan alam bekas tebangan tahun 1994 yaitu N = 0.0386D2 - 3.16D + 81.036 dan pada hutan alam primer yaitu N = 0.0279D2 - 2.28D + 52.304 dengan nilai R2 masing-masing yaitu 0.9738 dan 0.9764. Nilai R2 yang besar menggambarkan hubungan yang nyata antara jumlah pohon dan diameternya. Hal ini berarti struktur tegakan di hutan alam bekas tebangan tahun 1994 dan hutan alam primer lebih cocok digambarkan dengan persamaan polinomial.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(23)

13 2. Seluruh model struktur tegakan untuk seluruh jenis pohon menggunakan persamaan eksponensial negatif N = K.e-aD dapat diterima dengan nilai R2 berkisar antara 0.746–0.997 dan nilai p-value yang kecil dari 0.05.

3. Model struktur tegakan hutan alam kelompok jenis meranti pada petak contoh tahun 1994 dan hutan alam primer menggambarkan hubungan yang nyata antara jumlah pohon dan diameternya menggunakan persamaan polinomial. 4. Model struktur tegakan hutan alam kelompok jenis meranti pada petak contoh

tahun 2013, 2005 dan 1985 menggambarkan hubungan yang nyata antara jumlah pohon dan diameternya menggunakan persamaan eksponensial negatif.

Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model struktur tegakan yang lain.

2. Penanaman di areal bekas tebangan diutamakan kelompok jenis meranti sebagai investasi perusahaan untuk penebangan di daur selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.11/Menhut-II/2009. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

Istomo. 1994. Hubungan antara komposisi, struktur dan penyebaran ramin (Gonystylus bancanus Miq. Kurz) dengan sifat-sifat tanah gambut (studi kasus di areal HPH PT Inhutani III Kalimantan Selatan). [thesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Krisnawati H. 2001. Pengukuran hasil hutan tidak seumur dengan pendekatan dinamika struktur tegakan (kasus hutan alam bekas tebangan). [thesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Meyer H. A., A.B. Recnagel, D.D. Stevenson and R. A. Bartoo, 1961. Forest Management2nd ed. New York (US): The Ronald Press Compay.

Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH.

2008.Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 14(2):81-87.

Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH.

2011. Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan.

Jurnal Manajemen Hutan Tropika 17(1):1-9.

Osmaston FC. 1968. The Management of Forests. New York (US): Gafner Publisher. Rosmantika M. 1997. Studi model dinamika struktur tegakan hutan alam bekas

(24)

14

Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan tropika dataran rendah di Bengkunat Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. [thesis]. Bogor (ID): Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Suhendang E. 1993. Alternatif Metode Pengaturan Hasil pada Areal Bekas Tebangan Hutan Tidak Seumur. Makalah disampaikan dalam Seri Diskusi Ilmiah Kehutanan dalam Rangka Dies Natalis IPB ke-30 dan HAPKA IX-1993. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

(25)

15 Lampiran 1 Hasil analisis regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013 seluruh

jenis SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.99

R Square 0.99

Adjusted R Square 0.99 Standard Error 0.09

Lampiran 2 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005 seluruh jenis

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.97

R Square 0.93

(26)

16

Adjusted R Square 0.78 Standard Error 0.30

(27)

17 Lampiran 5 Hasil analisi regresi hutan alam primer seluruh jenis

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.86

R Square 0.74

Adjusted R Square 0.66 Standard Error 0.42

Lampiran 6 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013 kelompok meranti

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.94

R Square 0.88

(28)

18

Lampiran 7 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005 kelompok meranti

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.90

R Square 0.81

Adjusted R Square 0.75 Standard Error 0.49

Lampiran 8 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985 kelompok meranti

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.98

R Square 0.97

(29)

19 Lampiran 9 Daftar jenis pohon hasil pengamatan dalam petak contoh

Nama Pohon Nama Latin Famili

Anggih Sindora wallichii Benth Caesalpiniaceae

Arang Diospyros pilosanthera Ebenaceae

Arau Elmerrillia mollis Dandy Magnoliaceae

Bangkiraia Shorea laevifolia Endert Dipterocarpaceae

Banitan Polyalthia glauca Boerl Annonaceae

Bayur Pterocymbium tubulatum Pierre Sterculiaceae

Benuang Duabanga moluccana Bl Sonneratiaceae

Beringin Payena microphylla Pierre Sapotaceae

Dara-dara Myristica crassifolia Hook f. et Th Myristicaceae

Durian Durio Zibethinus Bombacaceae

Gerunggang Cratoxylon arborescens BI Flacourtiaceae

Jabon Anthocephalus cadamba Miq Rubiaceae

Jambu Eugenia sp Myrtaceae

Jelutung Dyera costulata Apocynaceae

Kacang Galearia sp Euphorbiaceae

Kapuk Hitama Dryobalanops oocarpa V.Sl. Dipterocarpaceae

Kapura Dryobalanops sp. Dipterocarpaceae

Kayu Arang Diospyros macrophylla Bl Ebenaceae

Kayu Asam Tetramerista glabra Miq. Theaceae

Kayu Batua Xanthophyllum flavescens Roxb Polygalaceae

Kayu Bawang Scorodocarpus borneensis Becc Olacaceae

Kayu Gading Koilodepas sp Euphorbiaceae

Kayu Hitam Diospyros sp Ebenaceae

Kayu Lilin Xanthophyllum Polygalaceae

Kempas Koompassia excelsa Caesalpiniaceae

Keruinga Dipterocarpus cornutus Dipterocarpaceae

Mahang Macaranga hypoleuca Euphorbiaceae

Makaranga Macaranga triloba Euphorbiaceae

Mata Kucing Dimocarpus longan Lour Sapindaceae

Mayau Shorea palembanica Mig. Dipterocarpaceae

Medang Alseodaphne umbelliflora BI Lauraceae

Menggeris Koompassia malaccensis Maing Caesalpiniaceae

Meranti Kuninga Shorea Multiflora Dipterocarpaceae

Meranti Meraha Shorea leprosula Miq Dipterocarpaceae

Meranti Putiha Shorea stenoptera Burck Dipterocarpaceae

Mersawaa Anispotera marginata Dipterocarpaceae

Nyatoha Palaquium ferox H.J.L Sapotaceae

Nyerakat Hopea pachycarpa Sym Dipterocarpaceae

Pasang Lithocarpus elegans (BI.) Fagaceae

Pelapiha Heritiera simplicifolia Sterculiaceae

(30)

20

Lampiran 9 (Lanjutan)

Nama Pohon Nama Latin Famili

Pulai Alstonia scholaris R.Br Apocynaceae

Rengas Gluta renghas Anacardiaceae

Resaka Cotylelobium melanoxylon Pierre Dipterocarpaceae

Simpur Dillenia grandifolia Wall Dilleniaceae

Sengkuang Dracontomelum mangiferum Anacardiaceae

Tebu Hitam Koordersiodendron pinnatum Merr Anacardiaceae

Tengkawang Shorea compressa Burck Dipterocarpaceae

Terap Artocarpus elasticus Reinw Moraceae

Ulin Eusideroxylon zwageri T.et B Lauraceae

a

(31)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malalo, Batipuh Selatan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1992 sebagai anak ke 2 dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Syamsul Bahri dan Ibu Yarnis. Penulis lulus dari SMA N 3 Batusangkar Sumatera Barat pada tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun yang sama. Saat diterima sebagai mahasiswa IPB, penulis juga terdaftar sebagai penerima beasiswa Bidik Misi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BEM Fakultas Kehutanan Divisi Informasi dan Komunikasi pada tahun 2012 dan anggota SYLVA Indonesia Pengurus Cabang Institut Pertanian Bogor (IPB) pada divisi dan tahun yang sama. Dari tahun 2011 – 2013 penulis aktif sebagai anggota Forest Management Student Club (FMSC) Divisi Informasi dan Komunikasi dan sebagai anggota Kelompok Studi Hidrologi Hutan. Penulis juga terlibat sebagai redaksi Forester Magazine edisi I dan menjabat sebagai pimpinan redaksi pada Forester Magazine edisi II.

Gambar

Gambar 1 Bentuk dan ukuran petak contoh
Tabel 1 Kerapatan tegakan berdasarkan jumlah pohon dan LBDs
Gambar 2 Struktur tegakan seluruh jenis pada (a) HABT 2013, (b) HABT 2005,
Gambar 3 Stuktur tegakan kelompok  jenis meranti pada (a) HABT 2013, (b)

Referensi

Dokumen terkait

NPL yang tidak berpengaruh dikarenakan pada hasil pengolahan data didapatkan hasil bahwa sebanyak 80 data yang diolah sebesar 100 % dari data termasuk dalam kriteria sehat (

→ Menjawab pertanyaan tentang materi perbedaan cara pengungkapan dari masing- masing konteks dalam memberi dan meminta informasi terkait jati diri dan hubungan keluarga yang

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Instrumen self assessment berbasis web untuk menilai sikap ilmiah pada pembelajaran

Namun, Belanda menolak menyerahkan pelabuhan di bagian barat daya Galle dan Negombo kepada Sinhala yang berhasil dikuasai tahun 1640 dengan alasan bahwa Raja

[r]

Oleh karena itulah, naskah-naskah lama sangat penting artinya sebagai sumber potensial yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan (term of reference) bagi sua­ tu

NOVIA IKA SETYANI, D1210054, Penggunaan Media Sosial sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Media Sosial Twitter, Facebook, dan Blog

memenuhi kebutuhan di area Masjid K.H.A. Dahlan UMY berasal dari air sumur yang kualitasnya masih belum terjamin. Dahlan UMY dibutuhkan untuk memenuhi wudhu dan