• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PENCELUPAN BATIK ZAT WARNA ALAM DARI EKSTRAK KULIT BUAH JALAWE (Terminalia bellirica) DENGAN METODE IRING KAPUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI PENCELUPAN BATIK ZAT WARNA ALAM DARI EKSTRAK KULIT BUAH JALAWE (Terminalia bellirica) DENGAN METODE IRING KAPUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

OPTIMALISASI PENCELUPAN BATIK ZAT WARNA ALAM DARI EKSTRAK KULIT

BUAH JALAWE (Terminalia bellirica) DENGAN METODE IRING KAPUR

Masiswo, Agus Haerudin, Euis Laela, Tin Kusuma Arta, Aprilia Fitriani Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jalan Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

Korenspondesi Penulis

Email : agus-h@kemenperin.go.id

Kata Kunci : Zat warna alam, Jalawe, batik, metode iring, pencelupan

Keywords: Natural dyes, Jalawe, batik, iring method, dyeing

ABSTRAK

Kualitas batik pewarna alami dari tingkat ketuaan warna dan tahan luntur terhadap pencucian serta sinar matahari masih menjadi permasalahan di industri batik, salah satu faktor penyebanya karena kurang optimal dari proses pencelupan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh formula proses pencelupan kain batik katun dari ekstrak kulit buah jalawe yang optimal dengan metode iring. Metode penelitian ini melakukan eksperimen dengan variasi jumlah pengulangan pencelupan 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 dan 30 pada metode iring fiksasi kapur terhadap kain mori prima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi perulangan pencelupan batik dengan iring kapur mempengaruhi tingkat intensitas warna semakin meningkat dan nilai uji ketuaan warna terbaik %R 10,33 dan K/S 3,88 pada pengulangan penceluapan sebanyak 24 kali. Sementara pengulangan variasi pencelupan dengan iring kapur tidak berdampak pada perbedaan kualitas nilai tingkat ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari maupun cuci 40oC.

ABSTRACT

The quality of natural batik dyes from the level of color aging and fastness to washing and sunlight are still a problem in the batik industry, one of the factors causing it because it is less optimal on the dyeing process. The purpose of this study was to obtain a formula for the dyeing process of cotton batik cloth from optimal jalawe fruit skin extract with the iring method. This research method is experimenting with variations in the number of repetitions of dyeing 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 and 30 in the method of lime fixation to the mori cloth. The results showed that the addition of repetition concentration of batik dyeing with chalk accompaniment Affect the level of color intensity is increasing and the best color aging test value of %R 10.33 and K / S 3.88 on 24 times repetition of dyeing. While the repetition of the dye immersion with the limestone process does not assess the quality of the color fastness to sunlight or 40oC washing.

(2)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

2 PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara dengan potensi sumber daya alam yang luar biasa. Hal ini terlihat dari kekayaan alam atau hasil bumi yang tersebar di berbagai sektor, mulai dari pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, sampai pertambangan. Letak geografis di garis khatulistiwa adalah fakta yang harus disyukuri oleh negeri ini karena memiliki iklim tropis dan tanah subur yang memungkinkan banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik sehingga bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satunya, dengan mengolahnya menjadi zat warna alami untuk pewarnaan pada batik atau tekstil lainnya. Sistem pewarnaan atau pencelupan kain tekstil dapat dikerjakan dengan beberapa metode salah satunya dengan metode iring. Pencelupan metode iring adalah Teknik pewarnaan kain tekstil pada larutan zat warna yang langsung dilakukan dengan proses fiksasi (Noerati, dkk., 2013).

Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap ke dalam bahan mencapai titik maksimum(Djufri R, dkk. 1976). Pewarnaan pada batik menjadi salah satu unsur penting dalam menciptakan karya seni batik yang indah. Pewarnaan batik dengan zat warna alami dengan hasil baik ditentukan oleh bahan baku dan metode pencelupan yang benar.

Bahan pewarna alamidapat diperoleh dari hasil ekstraksi dari daun, batang, kulit, bunga, buah, akar tumbuhan dengan kadar dan jenis colouring matter bervariasi sesuai dengan spesiesnya(Lestari, K., WF., 2004). Colouring matter adalah substansi yang menentukan arah warna dari zat warna alam, merupakan senyawa organik yang terkandung didalam zat warna alam(Pola, dkk. 2018). Bahan pembawa warna ada yang dapat digunakan secara langsung, dan ada yang harus melalui ekstraksi maupun fermentasi terlebih dahulu(Pujilestari Titiek, 2015). Cara ekstraksi untuk memperoleh gugus pembawa warna sangat bervariasi dan akan berpengaruh terhadap warna yang ditimbulkan(Titiek Pujilestari, 2013).

Salah satu zat warna alami yang sering digunakan dalam industri adalah kulit buah jalawe (Terminalia Bellirica). Pengambilan unsur zat warna pada jalawe dengan cara diekstrak dengan air, yang mana hasil larutannya dipergunakan untuk pencelupan batik. Proses pencelupan batik menggunakan jalawe dapat menghasilkan pewarnaan yang baik jika dilakukan dengan benar. Proses pencelupan/pewarnaan memerlukan waktu yang panjang dan harus dilakukan berulang-ulang supaya menghasilkan warna yang lebih baik(Farida, dkk. 2019).

Pujilestari, T.,(2017) menyatakan bahwa perlakuan pengulangan pencelupan memberikan nilai beda warna yang bervariasi, hal ini berarti intesitas atau tingkat ketuaan warna cukup dipengaruhi oleh pengulangan pencelupan, penelitian ini ingin mengetahui sejauhmana tingkat optimal nilai ketuaan warna yang dihasilkan dari peroses pencelupan ekstrak kulit buah jalawe pada kain batik dengan peralukan pengulangan pencelupan pada metode iring dan seberapa jauh pengaruhnya terhadap tingkat kelunturan warna pada pencucian dan jemur sinar matahari.

(3)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat

Bahan kain mori prima, kulit buah jalawe, kapur (CaO), kain multi fibre, blue Wool, sabun AATCC. Peralatan timbangan analitik, pengaduk, gelas ukur, alat pemanas (kompor),bak ekstraksi, bak pencelupan, bak pelorodan, dan saringan Lounderometer, grey scale sertastaining scale, alat uji sinar.

Metode

Metode yang digunakan pada penelitian ini metode eksperimental dengan melakukan variasi jumlah pengulangan pencelupan 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 dan 30 langsung dilakukan proses iring fiksasi kapur / kalsium karbonat (CaCO3), aplikasi pada batik kain katun (prima).

Prosedur Kerja

Pembuatan ekstrak zwa kulit buah jalawe dengan tahapan sebagai berikut: kulit buah jalawe berat 1 kg di ekstraksi dengan air 10 L, pada suhu 1000C selama 1jam.Pembuatan larutan mordan akhir/fikasasi kapur dengan tahapan sebagai berikut: Kapur (CaO) 500 g, dilarutkan dalam air 10 L, Didiamkan selama 12 jam.Kain katun dimordan pada suhu 100oC selama 1 jam menggunakan tawas dan soda ash (Na2CO3), proses pembatikan cap pada kain katun yang sudah dimordan, Kain batik kemudian dilanjutkan proses pewarnaan dengan cara celup-rendam-jemur kering iring fiksasi kapur proses pecelupan dengan iring kapur dilakukan sesuai dengan variasi metode penelitian. Selanjutnya kain batik yang sudah di warna dan di fikasasi dilakukan proses pelorodan dalam larutan soda ash pada suhu mendidih, hingga malam batik yang menempel pada kain bersih, kemudian dilakukan pencucian dan pembilasan.

Pengujian dilakukan secara visual untuk melihat warna yang dihasilkan dari aplikasi pewarnaan pada kain batik, pengujian ketuaan warna dilakukan menggunakan spectrophotometer dan uji beda warna L.a.b mengunakan colorimeter.Pencelupan kain batik katun prima dengan tahapan sebagai berikut: Pencelupan dengan ekstrak zwa jalawe, Iring dengan larutan kapur, Pencucian, Pengeringan. Pengujian ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari mengunakan SNI ISO 105-BO1 dan SNI 105-A02:2010. Pengujian juga dilakukan pada ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40 C dengan mengacu pada SNI ISO 105- CO6: 2010, dan SNI ISO I05-A02, :2010, SNI ISO I05-A03, :2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel-tabel di bawah menunjukkan hasil penelitian yang telah dilakukan, meliputi sebagai berikut:

(4)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

4

Tabel 1. Hasil tampak visual pencelupan

Perlakuan Frekwensi/perulangan pencelupan 3 Celup 6 Celup 9 Celup 12 Celup 15 Celup 18 Celup 21 Celup 24 Celup 27 Celup 30 Celup Iring kapur

Tabel 2. Hasil uji beda warna

KODE

Sebelum lorod Setelah lorod

L* a* b* L* a* b* delta L delta a delta b delta E

Standar Kain putih 87,9 0,00 -0,49 Iring kapur 3 Celup 49,61 9,74 25,9 57,7 5,30 21,60 8,09 -4,44 -4,30 10,18 6 Celup 46,24 10,04 23,88 52,47 5,72 22,08 6,23 -4,32 -1,80 7,78 9 Celup 45,99 10,14 23,81 50,46 6,18 22,09 4,47 -3,96 -1,72 6,22 12 Celup 44,39 10,22 22,32 49,44 6,96 22,81 5,05 -3,26 0,49 6,03 15 Celup 40,85 9,65 24,48 46,10 8,27 25,46 5,25 -1,38 0,98 5,52 18 Celup 38,91 10,40 24,36 47,57 8,46 25,2 8,66 -1,94 0,84 8,91 21 Celup 42,00 10,55 26,39 52,98 6,86 23,13 10,98 -3,69 -3,26 12,03 24 Celup 44,82 10,08 25,94 46,56 8,04 24,72 1,74 -2,04 -1,22 2,94 27 Celup 43,04 10,22 26,61 54,79 6,56 22,19 11,75 -3,66 -4,42 13,07 30 Celup 44,49 10,09 27,05 55,25 6,33 22,14 10,76 -3,76 -4,91 12,41

Tabel 3. Hasil uji ketuaan warna

Iring %R K/S 3 Kapur 40,05 0,44 6 Kapur 35,17 0,59 9 Kapur 22,31 1,35 12 Kapur 30,49 0,78 15 Kapur 18,80 1,75 18 Kapur 20,41 1,54 21 Kapur 39,24 0,46 24 Kapur 10,33 3,88 27 Kapur 29,70 0,82 30 Kapur 28,49 0,89

(5)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

Tabel 4 Hasil Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Sinar Matahari

Kode Perubahan Warna Grey Scale Sebanding

Dengan Blue Wool

Nilai Tahan Sinar

PRMJ 3 IK 4 4 PRMJ 6 IK 4 4 PRMJ 9 IK 4-5 4-5 PRMJ 12 IK 4-5 4-5 PRMJ 15 IK 4-5 4-5 PRMJ 18 IK 4-5 4-5 PRMJ 21 IK 4 4 PRMJ 24 IK 4 4 PRMJ 27 IK 4 4 PRMJ 30 IK 4 4

Keterangan: Kategori nilai jelek = 1-2 Kategori baik = 3-4, Kategori Baik sekali = 5

Tabel 5. Hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40

o

C

No Kode Uji Perubahan

Warna (Grey Scale)

Nilai Penodaan Warna (Staining Scale)

Asetat Kapas Poliamida Polyester Akrilat Wool

1 PRMJ 3 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 2 PRMJ 6 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 3 PRMJ 9 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4 PRMJ 12 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 5 PRMJ 15 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 6 PRMJ 18 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 7 PRMJ 21 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 8 PRMJ 24 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5

(6)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

6

Tabel 6. Hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40oC No Kode Uji Perubahan

Warna (Grey Scale)

Nilai Penodaan Warna (Staining Scale)

Asetat Kapas Poliamida Polyester Akrilat Wool

9 PRMJ 27 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 10 PRMJ 30 IK 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 1 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5

Keterangan: Kategori nilai jelek = 1-2 Kategori baik = 3-4, Kategori Baik sekali = 5 Pembahasan

Pembuatan batik dengan pewarna alami memerlukan kesabaran dan ketelitian yang berakibat pada hasil produksi yang baik. Material, peralatan dan teknologi dalam proses pelaksanaan produksi harus dipersiapkan dengan sistem manajemen mutu yang berkelanjutan dalam setiap tahapan proses.

Proses pencelupan dalam produksi batik bagian penting untuk memasukzat kan warna pada serat kain. Pencelupan dengan pewarna alami jalawe sudah banyak kerjakan oleh para perajin tetapi masih perlu cara atau metode yang efisien dalam mengoptimalkan hasil yang berkualitas. Upaya optimalisasi pencelupan batik menggunakan pewarna jalawe yaitu dengan cara meningkatkan perulangan pencelupan dan iring kapur menghasilkan arah beda warna dan intensitas warna yang bervariasi serta ketahanan luntur warna yang baik.

Pemanfaatan pewarna alam jalawe untuk batik dapat diterapkan pada serat katun atau selulosa dengan cara pencelupan suhu dingin secara berulang-ulang sampai pada titik optimum.

Analisis Hasil Tampak visual Pencelupan

Pada tabel 1 menggambarkan tingkat perulangan pencelupan jalawe dan iring kapur pada batik kain prima. Hasil perulangan pencelupan menunjukkan variasi arah warna yang berbeda-beda. Pada hasil pencelupan yang ke 24 menunjukkan hasil warna yang tua. Pencelupan yang ke 24 mengartikan hasil yang paling optimum, karena serat kain sudah maksimal dalam menyerap zat warna dan fiksator iring kapur.

Analisis hasil uji beda Warna

Merujuk tabel 2 bahwa hasil pencelupan kain batik dengan pewarna jalawe dan iring kapur hasil nilai notasi a* semua sampel menghasilkan nilai +a* menunjukkan arah warna kuning kemerahan, nilai notasi +a* terbesar dari perlakuan sebelum dilorod 10,55 pada pengulangan pencelupan 21 kali celup, sementera setelah mengalami perolodan nilai terbesar 8,46 sama-sama pada 21 kali pencelupan.

(7)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

Sementara notasi b* menghasilkan nilai +b* menunjukkan hasil warna arah kuning. Perlakuan sebelum dilorod dan setelah dilorod adanya penurunan warna, sampel uji sebelum di lorod secara visual warna tampak lebih tua, kemudian setelah mengalami pelorodan warna tampak lebih muda. Hal ini disebabkan pengaruh dari suhu panas dan zat pelorodan zat warna alam secara umum tidak tahan pada suhu tinggi dan tidak tahan alkali kuat. Proses pelorodan menyebabkan zat warna alam yang tidak terikat dan noda pada kain ikut terlarut.

Analisis hasil uji ketuaan warna

Penyerapan zat warna pada bahan diukur pada panjang gelombang maksimum, yaitu pada panjang gelombang dengan nilai reflektansi (%R) terkecil menunjukkan panjang gelombang maksimum dan jika dikonversi pada nilai K/S akan menghasilkan nilai K/S terbesar. Semakin tinggi nilai K/S berarti penyerapan zat warna oleh bahan lebih besar atau warnanya lebih tua dan sebaliknya jika nilai K/S semakin rendah berarti penyerapan zat warna lebih sedikit sehingga warnanya lebih muda(Kanaya, D., dkk., 2005).

Merujuk pada tabel 3 bahwa penambahan konsentrasi perulangan pencelupan batik dengan iring kapur mempengaruhi tingkat intensitas warna semakin meningkat dan nilai uji ketuaan warna terbaik %R 10,33 dan K/S 3,88 pada pengulangan penceluapan sebanyak 24 kali. Pada pengulangan 24 kali pencelupan merupakan puncak penyerapan kain katun atau puncak terserapnya zat warna alam dari ekstrak kulit buah jalawe pada serat selulosa, sementara frekuensi/pengulangan diatas 24 kali pencelupan warna mengalami penurunan. Setelah 24 kali pencelupan kain katun mengalami kejenuhan untuk menyerap zat warna, sehingga warna hanya menempel di pori-pori kain dan zat warna tidak berikatan dengan serat selulosa. Ketika kain batik melewati proses pewarnan lanjutan, pencucian dan pelorodan maka zat warna yang menempel pada permukaan kain akhirnya terbuang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pujilestari, T. (2015). Menyatakan bahwa tingkat optimal penyerapan zat warna alam oleh kain dipengaruhi oleh titik jenuh serat.

Analisis Ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40oC dan Sinar Matahari

Perlakuan pengulangan variasi pencelupan dengan iring kapur tidak berpengaruh secara signifikan pada perbedaan kualitas nilai tingkat ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari maupun cuci 40oC. Seperti terlihat pada tabel 3 dan tabel 4 rata-rata dari semua perlakuan menghasilkan nilai 4-5. Hal ini menujukkan bahwa pewarnaan batik dengan zat warna alam dari kulit buah jalawe memiliki nilai ketahanan luntur warna kategori baik walaupun pada perlakuan celup 3 kali

.

KESIMPULAN

1. Dari hasil uji tingkat ketuaan warna pengulangan pencelupan dengan metode iring fiksasai kapur yang optimal yakni pada 24 kali pencelupan.

(8)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

8 2. Dari hasil uji beda warna pencelupan kain batik katun dengan zat warna alam dari ekstrak

kulit buah jalawe menghasilkan arah warna coklat kekuning.

3. Zat warna yang terserap pada kain katun prima dengan pewarnaan menggunakan ekstraksi kulit buah jalawe cukup mengalami penurunan yang signifikan pada sampel uji sebelum mengalami pelorodan dan setelah mengalami pelorodan.

SARAN

Pencelupan zat warna alam jalawe dengan metode iring dapat diterapkan kepada pelaku usaha industri batik untuk meningkatkan kualitas pewarnaan.

KONTRIBUSIPENULIS

Semua penulis mempunyai kontribusi yang sama dalam penelitian.

UCAPANTERIMAKASIH

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Balai Besar Kerajinan dan Batik yang telah memfasilitasi pada kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Kanaya, D., dkk. (2005).

Bahan Ajar Kimia Zat Warna

. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Kwartiningsih, Endang, Dwi Ardiana Setyawardhani, Agus Wiyatno, dan Adi Triyono, 2009. Zat Warna Alami Tekstil Dari Kulit Buah Manggis. Jurnal Ekuilibrium Vol. 8. No. 1. Januari 2009, hlm. 41-45.

Tocharman, Maman. Tt. Eksperimen Zat Pewarna Alami Dari Bahan Tumbuhan Yang Ramah Lingkungan Sebagai Alternatif Untuk Pewarnaan Kain Batik. Dalam, http://file.Upi.Edu/Direktori/Fpsd/Jur.Pend.Seni_Rupa/194811251974121,Hal:1).

Pujilestari, Titiek. (2015). Review : Sumber Dan Pemanfaatan Zat Warna Alam Untuk Keperluan Industri.

Dinamika Kerajinan dan Batik , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 93-106

,

Vol. 32

,

N

, 93–105.

Pujilestari, Titiek. 2014. Pengaruh Ekstraksi Zat Warna Alam Dan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada Kain Batik Katun (The Effect Extraction Method And Fixation Of Natural Dyes To Color Fastness On Cotton Fabric). Jurnal Dinamika Kerajinan dan Batik, Vol. 31. No. 1 Juni 2014, hlm. 2.

Pujilestari, titik, dkk, Optimasi Pencelupan Kain Batik Katun Dengan Pewarna Alam Tingi (Ceriops tagal) Dan Indigofera Sp. Batik Fabric Dyeing Process Optimization Using Natural Dyes Tingi (Ceriops tagal) and Indigofera Sp, Hal;50,

Dinamika Kerajinan dan

Batik ,

Vol. 34, No. 1, Juni 2017, 53-62.

(9)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 ISSN 0000-0000

Suheryanto, D. 2013. Eksplorasi Pembuatan Zat Warna Alam dalam Bentuk Pasta dengan Teknik Evaporasi. Yogyakarta: Balai Besar Kerajinan dan Batik, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian.

Pristiwati E., Pujilestari T., Farida, Haerudin A., Salma I.R, Atika V., Lestari D.W., Jubaedah, A. (2016). Peningkatan Kualitas Batik Zat Warna Alam,. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perindustrian.

Sulaeman, dkk.,(1999/2000), “Peningkatan Ketahanan Luntur Warna Alam Dengan Cara Pengerjaan Iring”, Laporan Kegiatan Penelitian, Balai Besar Kerajinan dan Batik, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2. Hasil uji beda warna  KODE
Tabel 5. Hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40 o C
Tabel 6. Hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40 o C  No  Kode Uji  Perubahan

Referensi

Dokumen terkait

Asrın Sonuna Kadar Türk Edebi Kültür Haya- tı”, Osmanlı Divan Şiiri Üzerine Metinler, Mehmet Kalpaklı (haz.), İstanbul: Yapı Kredi Yayınları, 1999, s. Dursun Yıldırım

Tahap “ uji lapangan”atau kelompok besar, produk penelitian pengembangantelah tervalidasi oleh para ahli danbeberapa mahasiswa pada kelompok kecil, selanjutnyaproduk

Proses ini adalah suatu pengolahan kimiawi yang kontinyu menggunakan asam asetat anhidrid diikuti dengan pembilasan dengan soda pekat, untuk mengolah nafta ringan

Beberapa plasma nutfah padi lokal asal Kalimantan Barat memiliki keunikan dalam hal warna beras, aroma, maupun tekstur nasi, di antaranya padi hitam varietas Balik, padi ungu

1) Saklar Fungsi utama adalah sebagai penghidup sumber daya/energi untuk men-supply tegangan keseluruh rangkaian. 2) Keypad Matrix digunakan sebagai masukan perintah

Perbedaan unsafe action antar shift kerja berupa bekerja dengan kecepatan yang salah juga dilandasi karena pengawasan terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja hanya

q  Sungai (saluran) yang memiliki dasar rata dan terdiri dari material padat yang dapat bergerak, bersifat non-kohesif, serta berdiameter seragam.. q  Butir sedimen

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap analisis efektivitas biaya antara pasien demam tifoid anak yang menggunakan antibiotika kloramfenikol dengan