• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja yang mendukung dan memadai sehingga pegawai merasa nyaman dan dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja yang mendukung dan memadai sehingga pegawai merasa nyaman dan dapat"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Tentang Lingkungan Kerja II.1.1. Pengertian Lingkungan Kerja

Pada peningkatan produktivitas kerja karyawan perlu diperhatikan lingkungan kerja yang mendukung dan memadai sehingga pegawai merasa nyaman dan dapat bekerja secara sungguh-sungguh. Kesuksesan organisasi sangat tergantung pada lingkungan kerja di dalam organisasi karena para anggota yang melakukan kegiatan operasional merasa betah dan menyukai lingkungan tempat bekerja. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor pendukung keselamatan dan kesehatan karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Nitisemito (2002) menyatakan, “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pegawai yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”.

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja mencakup aspek yang luas, tidak hanya meliputi aspek tempat pegawai atau karyawan melaksanakan pekerjaanya tetapi juga aspek sarana dan prasarana yang mendukung karyawan tersebut melaksanakan pekerjaannya seperti peralatan dan pekerjaan yang mendukung. Lingkungan kerja di dalam organisasi mutlak untuk diperhatikan dan

(2)

sangat menentukan dalam segala kegiatan perusahaan baik itu perusahaan pemerintah maupun perusahaan swasta.

Anies (2005) menyatakan bahwa, ”Lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang melebihi toleransi kemampuan manusia tidak saja menurunkan produktivitas kerjanya, tetapi juga menjadi sebab terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja”.

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang diinginkan oleh semua pegawai. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental dan fisik dalam kehidupan pegawai. Lingkungan tempat kerja yang sehat dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pegawai, seperti peningkatan moral pegawai, penurunan absensi dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pegawai, meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya, (Occupational safety and health).

Lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan dimana karyawan tidak akan mungkin dapat melakukan pekerjaan sebagaimana yang diharapkan tanpa ditunjang lingkungan kerja yang mendukung, dan kenyamanan karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari sangat tergantung pada lingkungan tempat mereka bekerja. Jika ada hal-hal yang mengganggu pada lingkungan tempat karyawan tersebut bekerja secara langsung akan berdampak buruk

(3)

pada konsentrasi bekerja para karyawan yang akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan tersebut.

II.1.2. Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa, ”Secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 (dua), yakni: (1) lingkungan kerja fisik, dan (2) lingkungan kerja non fisik”.

1. Lingkungan kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

(4)

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. (Sedarmayanti, 2001)

II.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.

Menurut Suma’ur (1996), bahwa suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi yang mempengaruhi karyawan, yaitu:

1. Faktor Fisik, yang meliputi : penerangan, suhu udara, kelembapan, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara.

(5)

3. Faktor Biologi, faktor biologi ini terdiri dari golongan tumbuhan dan hewan. 4. Faktor Fisiologis, yaitu : konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.

5. Faktor Mental-psikologis, yaitu: suasana kerja, hubungan antara pegawai atau dengan pengusaha, pemilihan kerja dan lain-lain.

Faktor-faktor tersebut dalam jumlah yang kurang cukup atau berlebih dapat mengganggu daya kerja seorang tenaga kerja, yaitu :

1. Penerangan yang kurang cukup intensitasnya adalah sebab kelelahan mata.

2. Kegaduhan mengganggu daya mengingat, konsentrasi pikiran, dan berakibat kelelahan psikologis.

3. Gas-gas dan uap diserap tubuh lewat pernafasan dan mempengaruhi berfungsinya berbagai jaringan tubuh dengan akibat penurunan daya kerja.

4. Debu-debu yang dihirup ke paru-paru mengurangi penggunaan optimal alat pernafasan untuk mengambil zat asam dari udara.

5. Parasit-parasit yang masuk tubuh akibat higene di tempat kerja yang buruk menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerjanya.

6. Sifat badan yang salah mengurangi hasil kerja, menyebabkan timbulnya kelelahan atau kurangnya fungsi maksimal alat-alat tertentu.

7. Hubungan kerja tidak sesuai adalah sebab bekerja secara lamban atau setengah-setengah.

(6)

Sebaliknya, apabila faktor-faktor tersebut dicari manfaatnya, dapat diciptakan suasana kerja yang lebih serasi, misalnya:

1. Penggunaan musik di tempat kerja,

2. Penerangan yang diatur intensitas dan penyebarannya, 3. Dekorasi warna ditempat kerja,

4. Bahan-bahan yang beracun dalam keadaan dikendalikan biayanya, 5. Penggunaan suhu yang nikmat untuk kerja,

6. Perencanaan manusia dan mesin yang sebaik-baiknya, 7. dan lain sebagainya.

Wursanto (2005) menyatakan bahwa, “Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik, dan kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi psikis.

Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik adalah segala sesuatu yang menyangkut segi fisik lingkungan kerja, yang antara lain meliputi:

1. Keadaan bangunan, gedung atau tempat kerja yang menarik dan menjamin keselamatan kerja para pekerjanya.

2. Tersedianya beberapa fasilitas seperti: peralatan kerja yang cukup memadai, tersedianya tempat istirahat, kantin atau kafetaria, tempat ibadah, tempat pertemuan dan sebagainya

3. Letak gedung atau tempat kerja yang strategis sehingga mudah dijangkau dari segala penjuru dengan kendaraan umum

(7)

Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja, antara lain meliputi:

1. Adanya perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya, yang meliputi:

a. Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan tugas, b. Merasa aman dari pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang (secara

tidak adil) dan

c. Merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling mencurigai di antara para pegawai.

2. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal.

a. Loyalitas yang bersifat vertikal, yaitu loyalitas antara pimpinan dan bawahan, dan loyalitas antara bawahan dan pimpinan.

b. Loyalitas yang bersifat horizontal, adalah loyalitas antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara bawahan dengan bawahan, atau pegawai-pegawai yang setingkat.

3. Adanya perasaan puas di kalangan pegawai. Perasaan puas ini akan terwujud apabila pegawai merasa bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial, lebih-lebih kebutuhan yang bersifat psikologis.

Apabila kebutuhan akan kondisi lingkungan kerja seperti yang telah diutarakan di atas dapat terpenuhi, para pegawai dapat diharapkan akan termotivasi dalam melakukan aktivitasnya dalam organisasi, (Wursanto, 2005).

(8)

II.1.4. Penilaian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dapat mendorong kegairahan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman merupakan syarat penting sehingga karyawan dapat mengerjakan pekerjaanya dengan kondisi yang prima, untuk menjamin kearah ini diperlukan penilaian terhadap lingkungan tempat kerja.

Menurut Anies (2005) penilaian lingkungan kerja terhadap semua unit perusahaan bertujuan untuk:

a. Memastikan apakah lingkungan kerja (tempat kerja) tersebut telah memenuhi persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

b. Sebagai pedoman untuk bahan perencanaan dn pengendalian terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang ada di setiap tempat kerja.

c. Sebagian data pembantu untuk mengkorelasikan hubungan sebab akibat terjadinya suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan.

d. Bahan dokumen untuk mengembangkan program-program K3 selanjutnya.

Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni:

1. Pengenalan lingkungan kerja

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal, dan ini merupakan langkah dasar yang pertama kali dilakukan dalam upaya mewaspadai faktor bahaya.

(9)

2. Evaluasi lingkungan kerja

Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan.

3. Pengendalian lingkungan kerja.

Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan keadaan berbahaya di lingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan teknologi pengendalian memadai untuk pencegahan yang dapat merugikan karyawan.

II.1.5. Pengertian Rekan Kerja

Rekan kerja yang baik adalah yang dapat menjadikan suasana kerja biasa saja, menjadi sesuatu yang sangat spektakuler. Ia tidak hanya bersedia membantu rekannya, tapi juga mampu menjadi pendengar yang baik dan dapat memberikan saran mengenai masalah yang paling kecil sekalipun, (Maulana, 2003).

Lingkungan kerja yang luas menuntut anda untuk menjalin kerjasama dengan rekan kerja dengan berbagai tipe dan karakter. Memang banyaknya rekan kerja di kantor tidak bisa disamaratakan pandangan serta cara kerjanya. Masing-masing memiliki karakter dan gaya tersendiri.

(10)

Menurut Vedder (2001) ada beberapa tipe rekan kerja di kantor dilihat dari cara kerjanya sebagai berikut:

1. Tipe aktif

Tipe yang satu ini selalu rajin dan penuh inisiatif. Akibat aktifnya, apapun akan dikerjakan dan ditanganinya. Ia selalu ingin dilibatkan dalam setiap pekerjaan terutama pekerjaan penting yang berkaitan dengan promosi jabatan. Namun, kadang ia juga emosionil, sehingga kurang berpikir panjang dalam mengambil keputusan. Makanya, untuk tipe ini perlu dijelaskan secara rinci batasan wewenangnya dalam bekerja dan mengambil keputusan.

2. Tipe pasif

Tipe ini mungkin rajin dan tekun dalam bekerja. Tapi biasanya ia tidak ingin mengerjakan pekerjaan lain karena takut membuat kesalahan. Memang inisiatif rekan yang pasif cenderung rendah, tapi bukan berarti ia akan menolak jika dimintai tolong mengerjakan sesuatu. Hanya saja ia cenderung menunggu instruksi atau perintah dari atasan. Untuk tipe rekan seperti ini perlu dibuat sistem prosedur kerja dengan target yang jelas. Dengan aturan dan pedoman yang jelas, ia akan lebih mudah menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 3. Tipe pemikir

Ia senang menyelediki, mengamati dan menganalisa kejadian dan mencari solusinya. Sayangnya tipe rekan yang satu ini malas dan tidak ingin membantu rekannya yang lain. Apalagi jika harus menularkan dan mengajarkan ilmunya pada teman yang lain. Kepintaran dan keahliannya hanya untuk konsumsinya

(11)

pribadi. Untuk teman bertipe ini, perlu diberi kesadaran bahwa kerjasama adalah hal penting di lingkungan kerja. Arahkan ia untuk aktif membantu menyelesaikan permasalahan di kantor.

4. Tipe cuci tangan

Tipe yang satu ini sebenarnya memiliki kemampuan yang cukup bagus dalam bekerja. Sayangnya ia kurang bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tugasnya. Jika melakukan kesalahan, ia cenderung menyalahkan orang lain atau keadaan. Tipe yang satu ini selalu menyelamatkan dirinya sendiri, sekalipun itu dalam kondisi yang melibatkan banyak orang. Teman yang satu ini harus diberi kesadaran dan pemahaman tentang komitmen suatu tugas. Tekankan bahwa setiap individu harus bertanggung jawab terhadap tugas dan kesalahan yang diperbuat. Sekaligus tekankan bahwa hubungan baik dengan rekan kerja perlu dibina.

5. Tipe direktur

Rekan bertipe direktur umumnya pandai menyusun rencana dan sistem kerja. Ia cukup pandai melihat dan menilai suatu masalah, sekaligus mengelolanya. Ia juga paling suka jika diminta untuk menjelaskan dan menerangkan suatu pekerjaan yang belum jelas bagi orang lain. Sayangnya, ia menganggap dirinya paling pintar dan paling bisa. Sehingga kadang terkesan ”menggurui” yang lain. Terhadap teman yang satu ini, libatkanlah dalam setiap tahap perkembangan tugas. Jika terjadi masalah, ajaklah untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Imbangi pemikiran dan ide-idenya dengan pendapat yang cemerlang. Sehingga ia tidak sekedar menggurui dan menganggap remeh rekan-rekannya, melainkan bisa menjadi

(12)

rekan kerja yang baik. Dengan mengetahui dan memahami kekuatan serta kelemahan rekan anda dari tipe kerjanya, diharapkan dapat memudahkan kerja sama. Kondisi ini juga akan memudahkan bos atau pimpinan dalam pembagian tugas, tanpa banyak membuang waktu dan koreksi.

II.1.6. Sarana dan Prasarana Kerja a. Pengertian Sarana dan Prasarana

Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1998), “Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan; alat; media”.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1998) juga menyatakan bahwa, ”Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Misalnya: lokasi/tempat, bangunan kantor, lapangan parkir, dan sebagainya”.

Moekijat (2002) menyatakan bahwa, ”Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja. contoh gedung kantor. Sedangkan sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas fungsi unit kerja. Contoh: mobil, komputer, pulpen, kertas, tinta printer, dan lain-lain”.

b. Penataan Sarana dan Prasarana Kerja

Penataan sarana dan prasarana kerja dilakukan berdasarkan azas tertib, adil, transparan, efisien dan efektif, manfaat, keselamatan, kesejahteraan, kepatutan, dan akuntabel, serta memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

(13)

Penataan sarana dan prasarana kerja dilakukan untuk: a. kelancaran proses pekerjaan;

b. kelancaran hubungan kerja intern dan ekstern antar pejabat/pegawai; c. memudahkan komunikasi;

d. kelancaran tugas pengawasan dan pengamanan; dan e. memudahkan pengamanan arsip dan dokumentasi.

Penataan sarana dan prasarana kerja bertujuan untuk menjamin: a. keselamatan, keamanan, kesehatan jasmani dan rohani;

b. keleluasaan bergerak secara sehat dan teratur;

c. cahaya dan fentilasi yang sehat balk slang maupun malam; d. penataan yang bernilai estetika;

e. kesejahteraan pegawai; dan

f. kemungkinan perkembangan bagian kantor untuk perubahan sesuai perkembangan volume/beban kerja dan struktur organisasi.

II.2. Teori Tentang Iklim Organisasi II.2.1. Pengertian Iklim Organisasi

Newstrom and Davis (2002) menyatakan bahwa, “Organization climate is the

human environment within an organization’s employees do their work”.

(Iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya).

(14)

Menurut www.cats.ucsc.edu (2002), “What is organizational climate? It

can be described as combination of shared history, expecatations, unwritten rules and social mores that affects the behavior of everyone in adalah organization. Or, more simply, it is a set of underlying beliefs that are always there to color the perceptions of actions and communications”.

(Apakah yang dimaksud iklim organisasi? Ini bisa digambarkan/ dideskripsikan sebagai kombinasi pembagian sejarah, harapan, hukum yang tidak tertulis dan sosial yang mempengaruhi kebiasaan/ tingkah laku daari setiap orang di dalam organisasi. Atau secara mudahnya, ini suatu garis kepercayaan yang selalu mewarnai persepsi dari setiap tindakan dan komunikasi).

Gibson (2003) menyatakan bahwa, “Iklim organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya”.

Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui koesioner yang tepat.

Robbins (2001) menyatakan bahwa, ”Organization climate is s set of

properties of the work environment perceived directly or indirectly by the employees who work in this environment and is assumed to be a major force in influencing their behavior on the job”.

(Iklim merupakan satu set perlengkapan dari suatu lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan yang bekerja di lingkungan ini dan beranggapan akan menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi tingkah laku mereka dalam bekerja).

(15)

Menurut Simamora (2001), “Iklim organisasi terdiri dari hubungan antar karyawan dan kombinasi antara nilai dan tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan.”

Steers (1995) menyatakan bahwa, “Iklim organisasi merupakan lingkungan internal yang mewakili faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan kultur dan lingkungan sosial dimana aktivitas-aktivitas pencapaian tujuan berlangsung”.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan tersebut jelas bahwa iklim organisasi berhubungan erat dengan persepsi individu terhadap lingkungan sosial organisasi yang mempengaruhi organisasi dan perilaku anggota organisasi. Karena konsep iklim organisasi didasarkan pada persepsi pribadi anggota organisasi, maka pengukuran iklim organisasi kebanyakan dilakukan melalui kuisioner.

II.2.2. Sifat Iklim Organisasi

Gibson (2003) menyatakan bahwa, ”Ada 4 sifat iklim organisasi, antara lain: 1. Iklim baik secara organisasi

Individu maupun grup, secara keseluruhan bersifat psikologis dan persepsi, individu yaitu persepsi yang diperoleh oleh seluruh anggota dari satuan unit sosial.

2. Semua iklim adalah abstrak

Orang-orang biasanya memanfaatkan informasi tentang barang lain dan berbagai kegiatan yang terjadi dalam organisasi tersebut untuk membentuk suatu rangkuman persepsi mengenai iklim. Setelah itu digabungkan hasil dari pengamatan mereka dan pengalaman pribadi orang-orang lain untuk dibuat peta kognitif dari orang tersebut.

3. Iklim bersifat abstrak dan perceptual

Maka mereka memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan persepsi seperti konsep psikologis yang lainnya. Ketika prinsip ini digunakan dalam pengamatan lingkungan kerja maka sebuah deskripsi yang bersifat multidimensi akan dihasilkan.

4. Iklim itu sendiri

Disadari lebih deskriptif daripada evaluatif, jadi peneliti lebih banyak banyak menanyakan apa yang mereka lihat dalam lingkungan kerja

(16)

mereka pada seseorang dibandingkan menanyakan kepada mereka untuk menyatakan apakah itu baik atau buruk.

II.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Iklim organisasi dapat berada di salah satu tempat pada kontinum yang bergerak dari yang menyenangkan ke yang netral sampai dengan yang tidak menyenangkan. Majikan dan karyawan menginginkan iklim yang lebih menyenangkan karena maslahatnya, seperti kinerja yang lebih baik dan kepuasan kerja. Unsur-unsur yang mengkontribusi terciptanya iklim yang menyenangkan adalah: (1) kualitas kepemimpinan, (2) kadar kepercayaan, (3) komunikasi, ke atas dan ke bawah, (4) perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, (5) tanggung jawab, (6) imbalan yang adil, (7) tekanan pekerjaan yang nalar, (8) kesempatan, (9) pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar, dan (10) keterlibatan pegawai, partisipasi. (Handoko, 2003)

Gibson (2003) menyatakan bahwa, ”Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi antara lain: 1) Esprit (semangat); 2) Consideration (pertimbangan); 3) Production (produksi); dan 4) Aloofness (menjauhkan diri)”.

Simamora (2001) menyatakan bahwa, ”Ada empat faktor yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu: 1) ukuran dan struktur organisasi; 2) pola kepemimpinan; 3) kompleksitas sistem; 4) tujuan organisasi dan jaringangan komunikasi”.

(17)

II.2.4. Dimensi Iklim Organisasi

Menurut Robbins (2004) dimensi iklim organisasi dapat dibedakan menjadi: 1. Ecologie, berhubungan dengan faktor lingkungan fisik dan material organisasi,

sebagai contoh , ukuran, usia, fasilitas dan kondisi bangunan. Ini juga berhubungan dengan teknologi yang digunakan orang-orang dalam organisasi, seperti : meja dan kursi, papan tulis, elvator, segala sesuatu yang digunakan untuk menunjang aktivitas organisasi.

2. Milieu, berhubungan dengan dimensi sosial pada organisasi. Termasuk ke dalam dimensi ini segala sesuatu mengenai orang-orang dalam organisasi. Sebagai contoh, berapa banyak dan seperti apa mereka. Termasuk di sini ras dan etnis, tingkat penggajian guru-guru, tingkat sosial ekonomi siswa, tingkat pendidikan para guru, moril dan motivasi orang dewasa dan siswa dalam sekolah, tingkat kepuasan kerja, dan sejumlah karakteristik lainnya pada orang-orang dalam organisasi.

3. Social system, berhubungan dengan struktur organisasi dan administrasi. Termasuk dimensi ini adalah struktur organisasi sekolah, cara pengambilan keputusan dan siapa orang-orang yang terlibat di dalamnya, pola komunikasi di antara orang-orang dalam organisasi dan lain-lain.

4. Culture, berhubungan dengan nilai, sistim kepercayaan, norma dan cara berpikir yang merupakan karakteristik orang-orang dalam organisasi.

(18)

Wirawan (2005) menyatakan bahwa, “Dimensi iklim organisasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Tanggungjawab, karyawan diberi kebebasan untuk melaksanakan tugas dan menyelesaikannya, diberi motivasi yang lebih untuk melaksanakan tugas tanpa harus selalu mencari persetujuan manajer, diberi keberanian menanngung resiko dari pekerjaan tanpa rasa takut dimarahi.

2. Fleksibilitas, karyawan diberi kebasan untuk lebih inovatif.

3. Standar, diperlukan untuk mencapai hasil yang memuaskan ditandai dengan adanya dorongan untuk maju.

4. Komitmen tim, orang akan memberikan apa yang terbaik yang mereka bisa lakukan jika mereka memiliki komitmen terhadap organisasi dan bangga berada di dalamnya.

5. Kejelasan, kejelasan terhadap apa yang menjadi tujuan, tingkatan tanggungjawab, nilai-nilai organisasi. Hal ini penting diketahui oleh karyawan agar mereka tahu apa yang sesungguhnya diharapkan dari mereka dan mereka dapat memberikan kontribusi yang tepat bagi orgganisasi.

6. Penghargaan, karyawan dihargai sesuai dengan kinerjanya. Manajer harus lebih banyak memberikan pengakuan daripada kritikan. Sistem promosi harus dibuat untuk membantu karyawan meraih puncak prestasi. Kesempatan berkembang harus menggunakan penghargaan dan peningkatan kinerja.

7. Gaya kepemimpinan, ketika gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang ada maka hasil akan dicapai.

Menurut Handoko (2003), ada enam dimensi iklim organisasi sebagai berikut: 1. Flexibility conformity

Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

(19)

2. Resposibility

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

3. Standards

Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

4. Reward

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.

5. Clarity

Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

6. Tema Commitment

Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

Litwin dan Stringers (1992) menyatakan bahwa, “Dimension of organization

climate composes: 1) Feel general responsibility; 2) Standar or expectation about job quality; 3) Deserts or Reward; 4) Feel brotherhood; 5) Spirit”.

(20)

(Dimensi iklim organisasi terdiri: 1) Rasa tanggungjawab; 2) Standard atau harapan tentang kualitas pekerjaan; 3) Ganjaran atau Reward; 4) Rasa persaudaraan; 5) Semangat).

II.3. Teori Tentang Semangat kerja II.3.1. Pengertian Semangat Kerja

Hasibuan (2001) menyatakan bahwa, “Semangat kerja adalah kemauan untuk melakukan pekerjaan dengan giat dan antusias, sehingga penyelesaian pekerjaan cepat dan baik”.

Nitisemito (2002) menyatakan bahwa, ”Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat dengan jalan memperkecil kekeliruan dalam pekerjaan, mempertebal rasa tanggung jawab, serta dapat menyelesaikan tugas tapi waktunya sesuai dengan rencana yang ditetapkan”.

Moekijat (2002) menyatan bahwa, “Semangat (moril) kerja adalah kemampuan sekelompok orang-orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama”.

Panggabean (2004) bahwa, “Ada 2 cara untuk mendefinisikan semangat kerja, sebagai berikut: 1) Semangat kerja adalah kondisi dari sebuah kelompok dimana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dan terpadu dengan tujuan individu. 2) Semangat kerja adalah pemilikan atau kebersamaan. Semangat kerja merujk pada adanya kebersamaan. Hal ini merupakan rasa pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang, kondisi kerja, rekan kerja, penyelia, pimpinan, dan perusahaan”.

Hasibuan (2001) menyatakan bahwa, “Kegairahan kerja adalah kemauan dan kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan”.

(21)

Definisi di atas menunjukkan bahwa dengan meningkatnya semangat dan kegairahan kerja, maka pekerjaan akan lebih cepat dapat diselesaikan, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi akan dapat diperkecil sehingga dengan ini semua produktivitas akan dapat ditingkatkan.

II.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan, antara lain:

1. Gaji yang cukup.

Setiap perusahaan seharusnya memberikan gaji yang cukup kepada karyawan/pekerjanya. Pengertian “cukup” ini adalah sebenarnya sangat relatif sifatnya. Oleh karena itu, cukup di sini adalah jumlah yang mampu dibayar tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut.

2. Memperhatikan kebutuhan rohani.

Selain kebutuhan materi yang berbentuk gaji yang cukup, mereka juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi dan sebagainya.

3. Sekali-kali perlu menciptakan suasana santai.

Suasana kerja yang rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan ketegangan kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti itu maka perusahaan

(22)

perlu sekali kadang-kadang (dalam kurun waktu tertentu) menciptakan suasana santai.

4. Harga diri perlu mendapat perhatian.

Jika prestasi karyawan itu cukup menonjol apa salahnya bila pemimpin memberikan penghargaan baik berupa surat penghargaan maupun dalam bentuk hadiah materi.

5. Tempatkan para karyawan/pegawai pada posisi yang tepat.

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan para karyawannya pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing.

6. Berikan kesempatan untuk maju.

Kegairahan kerja karyawan akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk maju.

7. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan.

Kegairahan kerja para karyawan akan terpupuk jika mereka mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka.

8. Usahakan agar para karyawan mempunyai loyalitas.

Kesetiaan/loyalitas para karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggungjawab. Tanggungjawab dapat menciptakan kegairahan kerja.

9. Sekali-kali para karyawan/pegawai perlu juga diajak berunding.

Di dalam perusahaan merencanakan sesuatu yang agak penting sebaiknya para karyawan diajak berunding.

(23)

10. Pemberian insentif yang terarah.

Agar perusahaan memperoleh hal secara langsung maka selain cara-cara yang telah disebutkan di atas, dapat pula ditempuh sistem pemberian insentif kepada para karyawan.

11. Fasilitas yang menyenangkan.

Setiap perusahaan bila mana memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi para karyawan. Apabila dengan fasilitas tersebut ternyata mampu menambah kesenangan pada karyawannya maka berarti kegairahan kerjanya dapat pula ditingkatkan. (Nitisemito, 2002)

II.3.3. Indikator Turunnya Semangat Kerja

Indikator turunnya semangat kerja oleh setiap perusahaan sangat penting untuk diketahui, karena adanya pengetahuan tentang indikator tersebut akan dapat diketahui sebab turunnya semangat kerja. Dengan demikian perusahaan akan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah seawal mungkin dengan mengadakan penelitian terlebih dahulu.

Nitisemito (2002) menyatakan bahwa, ”Indikator-indikator turunnya semangat dan gairah kerja antara lain:1) Turun/rendahnya produktivitas kerja; 2) Tingkat absensi yang naik/tinggi; 3) Tingkat perpindahan yang tinggi; 4) Tingkat kerusakan yang tinggi; 5) Kegelisahan di mana-mana; 6) Tuntutan yang sering kali terjadi; dan 7) Pemogokan“.

Referensi

Dokumen terkait

Be to, aukštesnius SS srities pasiekimus demonstravo ir tie mokiniai, kurių mokytojai daugiau laiko per pamokas skyrė ne tik išeitos medžiagos apibendrinimui, bet ir mokinių

Pemilik Sertifikat Elektronik adalah individu hukum baik pejabat atau staf pegawai yang telah menyetujui perjanjian penggunaan Sertifikat Elektronik pada instansi di

Pengujian dilakukan dengan mengukur rasio jumlah sel yang terduduki terhadap seluruh sel yang tersedia, jumlah sel yang berhasil diduduki oleh agen, dan jangkauan agen

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah yang berkaitan dengan potensi antibakteri dari ekstrak kulit buah Genus Citrus yang digunakan dalam menghambat

3. Tahapan memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi, dapat ditingkatkan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Semarang dengan cara melakukan

Batas kiri jantung adalah garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kostosternalis ke-2 sebelah kiri.. 

Dari pengamatan yang dilakukan ketika kedua orang pengawai diminta untuk memasukkan metadata ke dalam WINISIS dan aplikasi data entry katalog, diketahui bahwa

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan