• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN BAHASA INGGRIS BAGI PENGELOLA DESA DAN KARANG TARUNA DESA SAMBANGAN SEBAGAI DESA WISATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN BAHASA INGGRIS BAGI PENGELOLA DESA DAN KARANG TARUNA DESA SAMBANGAN SEBAGAI DESA WISATA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

I.G.A. Lokita Purnamika Utami1, Nyoman Karina Wedhanti2, I Nyoman Pasek Hadi Saputra3,

Kadek Sonia Piscayanti4

ABSTRACT

ABSTRAK

PENDAHULUAN

Desa Sambangan adalah sebuah desa yang berada di kabupaten Buleleng, kecamatan Sukasada. Desa ini memiliki luas seluas 767 km2. Penduduknya secara mayoritas bekerja sebagai petani. Penduduknya terdiri dari 1336 KK dan sejumlah 6.327 orang secara total (dengan laki-laki sebanyak 3.223 orang dan perempuan sebanyak 3.104 orang).

Sejak tahun 2006, desa Sambangan mulai usaha usaha mengembangkan potensi wisata alam yang dimiliki, saat itu kepala Desa yang menjabat adalah Pak Asta. Selain wisata Alam yang menawan, wisatawan juga bisa menikmati wisata Adventure dan wisata Budaya. Bahkan Desa sambangan ditetapkan sebagai desa wisata oleh Pemkab Buleleng. Objek wisata yang terkenal di desa sambangan antara lain Teras Sawah Cengana, Teras Sawah Muara, Kawasan Hutan Tropis, Air Terjun Cemara, Air Terjun

PEMBINAAN BAHASA INGGRIS BAGI PENGELOLA DESA DAN

KARANG TARUNA DESA SAMBANGAN SEBAGAI DESA WISATA

1,2,3,4Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

Email: [email protected]

In the context of supporting the tourism awareness program, all components of the community must be involved, such as village managers and Youth organization. The results of the situation analysis at the partner's location, in Sambangan Village, showed that the knowledge and skills of the village managers and the youth organization are still low and there are limited facilities and funds to improve their English skills. Thus, the community service staff organized an intensive English language coaching for village managers and the Youth organization in Sambangan village by using the contextual learning method. Participants in the activity were 5 village managers and 15 members of the Youth Organization. The results of program evaluation and process evaluation fell into a ‘very good’ category. Besides, performance evaluation showed an increase in the English communication ability of participants from an average ability that was in the 'fair' category to the 'good' category. So it can be concluded that English language training using contextual learning methods has succeeded in increasing the participants' ability.

Keywords: youth organizations, village managers, tourist villages, English skills

Dalam konteks mendukung program sadar wisata, seluruh komponen masyarakat harus terlibat, seperti pengelola desa dan organisasi Karang Taruna. Hasil analisis situasi di lokasi mitra,di Desa Sambangan, menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan Bahasa Inggris pengelola desa dan kelompok Karang Taruna masih rendah dan adanya keterbatasan sarana dan dana untuk meningkatkan keterampilan Bahasa Inggris mereka. Sehingga, pengabdi berkeinginan menyelenggarakan pembinaan Bahasa Inggris yang intensif bagi pengelola desa dan kelompok Karang Taruna desa Sambangan dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual. Peserta kegiatan adalah 5 orang pengelola desa dan 15 orang anggota kelompok Karang Taruna. Hasil evaluasi program, evaluasi proses menunjukkan kategori sangat baik. Disamping itu, evaluasi hasil, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan peserta dari kemampuan komunikasi Bahasa Inggris rata-rata yang masuk kategori ‘cukup’ ke kategori ‘baik’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan Bahasa Inggris dengan metode pembelajaran kontekstual berhasil meningkatkan kemampuan peserta.

(2)

Dedari, Air Terjun Canging, Air Terjun Aling-aling, Air Terjun Kroya, Air Terjun Kembar, Air Terjun Pucuk, Air Terjun Tembok Barak dan Kolam Renang Alam Pucak Sari.

Perbekel desa Sambangan, Nyoman Sudarsana, mengungkapkan ada beberapa usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mendukung desa Samabangan sebagai Desa Wisata. Pertama, penyediaan infrastruktur jalan menuju lokasi wisata yang sudah baik sehingga memudahkan akses wisatawan yang berkunjung ke objek wisata desa Sambangan. Kedua, sudah terdapat beberapa Penginapan, Villa, Homestay dan Restaurant yang merupakan komponen wisata yang sangat penting. Ketiga, upaya menjaga kelestarian lingkungan, telah dilakukan melalui sosialisasi tentang kebersihan dan pelestarian lingkungan kepada pelaku pariwisata dan masyarakat setempat.

Akan tetapi satu hal yang belum pernah dilakukan adalah upaya peningkatan kemampuan Bahasa Inggris bagi komponen desa. Berdasarkan hasil wawancara tampaknya yang paling penting adalah pembinaan Bahasa Inggris bagi pengelola desa dan kelompok Karang Taruna (sekeha Truna truni) di desa sambangan.

Hasil wawancara dengan Gede Budi selaku Kepala Banjar Dinas Sambangan diketahui bahwa seluruh pengelola/staff desa, memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang rendah

sehingga membutuhkan pembinaan

keterampilan Bahasa Inggris. Dalam pengamatan, terlihat Kepala Dusun sangat merespon positif kegiatan ini. Alasan lebih jauhnya, ia juga ingin bisa menggunakan dan mengerti Bahasa Inggris. Beliau tidak mau ia dan jajaran staff lainnya tidak mampu menggunakan Bahasa Inggris ketika harus berinteraksi menggunakan Bahasa Inggris. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Antara (2019) akan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam program sadar wisata desa.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara diketahui pula bahwa banyak anggota Karang Taruna turut tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata Desa Sambangan. Namun, tugas mereka

disana dikerjakan sesuai dengan kemampuan masing-masing (ada yang menjadi pemandu wisata, ada yang menjadi petugas parkir, ada juga yang menjadi petugas administrasi). Oleh staf desa yang diwawancarai, mereka dinilai belum mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dengan baik dan lancar. Hanya yang menjadi pemandu wisata saja yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang mencapai standar. Hal ini disebabkan karena sebagian dari mereka sudah lama tidak belajar Bahasa Inggris lagi setelah tamat sekolah menengah. Kebanyakan dari mereka hanyalah tamatan SMP atau SMA. Apabila ada turis datang, mereka biasanya langsung diarahkan ke guide. Jadi yang biasanya menghandle tamu adalah para guide, tetapi para guide ini kebanyakan sudah cukup berumur. Sementara, SDM yang masih muda seperti Karang Taruna malah tidak banyak bisa membantu karena tidak fasih menggunakan Bahasa Inggris. Ketika observasi, pengabdi mengamati pemuda Sambangan yang terlihat di konter Darwis hanya menjelaskan deskripsi lokasi kepada turis yang datang seperti sekedar, “you can swim there, you can jump” tanpa penjelasan spesifik karena kurangnya kemampuan Bahasa Inggris mereka. Selain itu, ketua Karang Taruna, Komang Joni, merespon positif rencana kegiatan pembinaan ini. Menurutnya, kegiatan ini nantinya mampu membentuk SDM yang berguna untuk desa. Selain hasil wawancara, kurangnya kemampuan Bahasa Inggris pengelola desa dan kelompok Karang Taruna juga diketahui dari hasil tes objektif sederhana (15 soal) yang disebarkan ke 5 orang pengelola desa dan 15 anggota Karang Taruna yang bertugas di daerah wisata. Tes ini meliputi kemampuan menjelaskan arah, menggambarkan daerah wisata, menjelaskan prosedur, dan lain-lain. Hasil tes ini menunjukkan bahwa seluruh pengelola desa, sebanyak 5 orang, mendapat skor dibawah 65. Sementara itu untuk kelompok Karang Taruna, 11 anggota masih mendapat skor kurang dari 65 dan 4 anggota sisanya hanya mencapai skor maksimum 70. Hal ini menunjukkan baik pengelola desa dan kelompok Karang Taruna di

(3)

desa Sambangan memiliki kemampuan komunikasi Bahasa Inggris yang relatif rendah sehingga memerlukan pembinaan Bahasa Inggris yang intensif dari pakarnya. Mereka perlu mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris sebagai bekal menyambut datangnya para wisatawan mancanegara yang datang ke desa ini.

Dari analisa situasi yang dilakukan di lokasi mitra, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh mitra adalah: 1. Pengetahuan dan keterampilan Bahasa Inggris pengelola desa dan kelompok Karang Taruna dan Pengelola desa di desa Sambangan masih tergolong rendah. Latar belakang pendidikan mereka adalah tamatan SMP, SMA dan ada juga yang perguruan tinggi tetapi mereka belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dengan baik. Kondisi ini tentunya sangat tidak mendukung perkembangan Desa sambangan untuk menjadi desa wisata yang siap melayani wisatawan mancanegara. 2. Ada keterbatasan sarana pembelajaran dan dana untuk mendatangkan instruktur Bahasa Inggris untuk memberikan pelatihan kepada para pemuda yang ada di desa tersebut. Disamping itu, motivasi dan kesadaran untuk belajar Bahasa inggris masih harus terus dibangun dan ditingkatkan.

Berdasarkan Identifikasi masalah ini maka pengabdi berkeinginan menyelenggarakan pembinaan Bahasa Inggris yang intensif bagi pengelola desa dan kelompok Karang Taruna desa Sambangan dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual. Sehingga rumusan masalah pengabdian pada masyarakat ini adalah: Apakah pembinaan Bahasa Inggris Intensif dengan metode pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris kelompok Karang Taruna desa Sambangan dan Pengelola Desa?

METODE

Pelaksanaan P2M dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2020 di Balai Desa Sambangan. Kegiatan pelatihan di hadiri oleh 20 peserta yang mencakup 5 orang pengelola desa dan 15 anggota karang taruna. Kegiatan ini dilaksanakan dengan susunan acara seperti yang ditampilkan pada table 1.

Tabel 1. Susunan Acara

Waktu Kegiatan 08.00-

08.30

Registrasi peserta + Snack

08.30 – 09.00

Pembukaan:

Laporan ketua Panitia Pembukaan oleh Kepala desa

09.00-11.00 Pelatihan Bahasa Inggris I oleh Ni Luh Putu Era Adnyayanti, S.Pd., M.Pd 11.00-12.00 Pelatihan Bahasa Inggris II oleh I Gusti

Ayu Putu Novita Sari Paragae, S.Pd., M.Pd

12.00-12.30 Evaluasi 12.30-13.00 Penutup

Secara umum metode pelaksanaan dapat dilihat pada gambar 1. Dari gambar 1 dapat diketahui bahwa metode pelaksanaan meliputi: permohonan izin pelaksanaan, persiapan pelaksanaan dan Pelaksanaan. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat dilakukan menggunakan metode berbentuk pelatihan keterampilan melalui metode ceramah dan CTL (Contextual teaching Learning) yang meliputi

komponen Inquiry, Questioning,

Constructivism, Learning Community, Authentic Assessment, Modelling dan Reflection (Annisa, 2015).

Pembinaan akan diberikan oleh 2 narasumber: Ni Luh Putu Era Adnyayanti, S.Pd.,M.Pd dan I Gusti Ayu Putu Novita Sari Paragae, S.Pd., M .Pd. Pada awal kegiatan, peserta akan diberikan pemaparan konsep ESP berkenaan dengan English for Tourism (metode ceramah). Kemudian di setiap sesi peserta diberikan stimulus untuk menanyakan untuk mendiskusikan pengetahuan ketrampilan berbahasa inggris (questioning). Peserta pelatihan bekerja secara berkelompok untuk

(4)

melakukan eksplorasi ungkapan ungkapan Bahasa Inggris apa yang mereka butuhkan dalam melakukan pelayanan (constructivism). Kemudian masing masing kelompok

melaporkan hasil diskusi dan memberikan serta mendapatkan feedback (learning community).

Tim ahli kemudian memaparkan ungkapan ungkapan Bahasa Inggris yang diperlukan. Peserta kemudian diminta untuk melakukan praktik secara berkelompok untuk melakukan dialog sesuai dengan konteks yang ditentukan (authentic assessment). Tim ahli kemudian memberikan contoh-contoh pengucapan ungkapan ungkapan Bahasa Inggris (Modelling). Peserta kemudian berlatih secara bergiliran dan mendapatkan feedback (reflection).

Dalam perancangan program tim pengabdi berkumpul dan berdiskusi tentang topik-topik Bahasa Inggris yang akan diajarkan. Tentunya topik-topik ini harus berkaitan erat dengan Bahasa Inggris untuk pariwisata (lihat table 1) Pembinaan Bahasa Inggris diberikan kepada para pemuda desa untuk mampu berkomunikasi Bahasa inggris dasar untuk menguasai keterampilan berbicara (speaking) sebagai pengelola desa dan pramuwisata. Pembinaan ini dilakukan oleh 4 orang tim pengabdi yang seluruhnya adalah dosen pendidikan Bahasa Inggris Undiksha serta 2 orang Narasumber. Selain itu tim ini akan dibantu oleh tiga (3) orang mahasiswa aktif dari Program Studi Bahasa Inggris Undiksha yang membantu pelaksanaan pengabdian ini. Pada tahap pendampingan, tim pengabdi (narasumber dan tim pengabdi) akan mendampingi praktik Berbahasa Inggris langsung

Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan perlu diadakan evaluasi. Evaluasi yang dilaksanakan dalam kegiatan ini ditampilkan di Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Kegiatan

Tabel 1. Materi Pelatihan

Narasumber Materi Pelatihan Narasumber

1

Greeting and Introducing your self

Welcoming guests

Asking and answering tourist questions

Describing the panorama of tourism Objects

Explaining the procedure of cooking certain Balinese food Narasumber

2

Asking about and giving directions

Likes, dislikes and preferences Giving information about places of interest

Explaining the procedure of subak

Explaining Safety, Rules and Etiquette

(5)

Kegiatan PKM ini dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2020. Kegiatan ini banyak dibantu dalam proses pelaksanaannya oleh Ketua STT Darma Kencana, Komang Joni Darma Widiawan. Kegiatan ini dilakukan

Kegiatan diawali dengan kegiatan registrasi peserta. Kegiatan pembinaan Bahasa Inggris ini

dihadiri oleh 20 peserta yang merupakan gabungan pengelola desa (5 orang) dan anggota STT (15 orang). Jumlah peserta memang dibatasi hingga 20 orang saja mengingat agar tidak mengumpulkan orang banyak sebagai tindakan peduli terhadap situasi pandemik COVID-19.

Setelah acara pembukaan kegiatan inti yaitu pembinaan Bahasa Inggris dilaksanakan. Sebagai ilustrasi, narasumber menjelaskan tentang beberapa ungkapan-ungkapan greeting/sapaan. Kemudian peserta berlatih melakukan greeting.

Kegiatan pembinaan menggunakan metode CTL dimana pelatih menggali dulu dari peserta apa yang diketahui kemudian memberikan tambahan

apa yang belum diketahui. Peserta juga diajak berlatih mengucapkan kalimat kalimat Bahasa Inggris dari yang biasa didengar seperti hi, how are you; hi good morning; hi, welcome to Sambangan sampai pada salam yang jarang mereka dengar seperti hi,how do you do?. Peserta diajarkan konteks konteks yang sesuai untuk setiap ujaran-ujaran.

Tabel 2. Rancangan Evaluasi Jenis

Evaluasi

Deskripsi metode/teknik Kriteria

Evaluasi program

Dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah program kegiatan sudah sesuai dengan tujuan yang akan dilaksanakan.

Evaluasi ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner tentang relevansi isi kegiatan dan tujuan program.

Jika >85% peserta pelatihan menyatakan bahwa isi dan tujuan program relevan maka program dikatakan berjalan sangat relevan

Jika

60%-84% : kategori relevan < 60%: kategori kurang relevan Evaluasi

proses

dilakukan pada saat kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan dengan metode observasi. Aspek yang dievaluasi adalah kehadiran dan partisipasi peserta dalam mengikuti pelatihan.

kehadiran dan partisipasi peserta yang mencapai lebih dari:

> 85% = sangat baik 60%-85% = baik <60% = kurang baik Evaluasi

hasil

dilaksanakan pada akhir kegiatan.

Evaluasi ini dilakukan denan tes kinerja. aspek yang dievaluasi adalah pengetahuan tentang berbahasa inggris dan etiket internasional melalui tes kinerja.

Hasil tes kinerja: skor > 85 = sangat baik 60-85 = baik

<60 = kurang baik

(6)

Ilustrasi lain, adalah pada sesi menggambarkan Balinese food. Peserta diberikan lembar kerja yang berisi ungkapan –ungkapan Bahasa inggris untuk menggambarkan rasa/ taste dari makanan. Peserta diberikan waktu untuk mempelajari daftar rasa makanan tersebut. Pada daftar rasa itu (gambar 2) diberikan pula contoh-contoh dari makanan yang bisa digambarkan dengan rasa tertentu seperti laklak, rujak/fruit salad, salted eggs/telur asin, dll.

Berikutnya Narasumber 2 menyampaikan materi materi sebagai beberapa topik. Sebagai ilustrasi, pada sesi menjelaskan tentang giving information about places of interest, peserta diajarkan ungkapan-ungkapan penting. Peserta diajarkan ungkapan ungkapan mengenai arah mata angina dan bagaimana menggunakannnya secara kontekstual (Gambar 3).

Peserta juga dilatih bagaimana cara mengungkapkan dan diminta untuk melakukan dialog berdasarkan lembar guided dialog yang diberikan. Untuk memberikan tantangan, guided dialog yang diberikan belum tersusun secara kronologis. Peserta diminta menganalisa bagaimana susunan percakapan yang seharusnya terjadi.

Selanjutnya peserta dilatih melakukan dialog, satu per satu untuk melihat kemampuan mereka melakukan pelafalan yang benar. Peserta pelatihan tampak sangat antusias, ada yang masih berusaha membaca dialog, ada juga yang sudah berani maju menampilkan dialog tanpa membaca.

Setelah semua kegiatan disampaikan kegiatan kemudian dievaluasi. Peserta diminta mngisi kuesioner tentang kualitas kegiatan dan narasumber. Setelah kegiatan dievaluasi kegiatan ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan kepada ketua STT desa Sambangan dan foto bersama

Hasil Evaluasi Kegiatan

Seperti yang direncanakan ada 3 jenis evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi program, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi program dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah program kegiatan sudah sesuai dengan tujuan yang akan dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner tentang relevansi isi kegiatan dan tujuan program. Berdasarkan analisa kuesioner diketahui bahwa 100% peserta yang hadir menilai program kegiatan sudah sesuai dengan tujuan program.

Evaluasi proses dilakukan pada saat kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan dengan metode observasi. Aspek yang dievaluasi adalah kehadiran dan partisipasi peserta dalam mengikuti pelatihan. Berdasarkan daftar hadir 20 orang yang diundang oleh ketua STT, semuanya hadir. Selain itu berdasarkan pengamatan, tercatat lebih dari 85% (sekitar 18 orang) turut berpartisipasi secara aktif dalam Gambar 3. Lembar kerja arah mata angin

(7)

kegiatan. Yang dimaksud dengan berpartisipasi aktif adalah mau bertanya, mau menjawab, mau berpartisipasi disetiap aktivitas pelatihan, serta mau memberikan komentar terhadap tampilan teman.

Selanjutnya evaluasi yang terakhir adalah evaluasi hasil. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir kegiatan. Evaluasi ini dilakukan dengan tes kinerja baik melalui penampilan berdialog maupun menulis.

Berdasarkan hasil evaluasi peserta diketahui bahwa peserta memiliki kemampuan seperti yang digambarkan pada Gambar 4. Dari chart pada gambar 4 tersebut dapat diketahui bahwa peserta memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda pada setiap materi, yaitu kisaran menengah atau intermediate. Hal ini menunjukkan bahwa peserta sejak awal memiliki dasar kemampuan berkomunikasi menggunajan Bahasa Inggris yang cukup. Untuk evaluasi materi materi yang diujikan adalah :

Materi 1: Asking and answering tourist questions

Materi 2: Describing the panorama of tourism Objects

Materi 3: Explaining the procedure of cooking certain Balinese food

Materi 4: Asking about and giving directions Materi 5: Likes, dislikes and preferences Materi 6: Giving information about places of interest

Materi 7: Explaining the procedure of subak Materi 8: Explaining Safety, Rules and Etiquette Pelatihan intensif yang dilakukan rupanya cukup memberikan dampak. Dapat dilihat dari rata-rata

kemampuan awal yaitu 71,63 (cukup) meningkat menjadi 81,38 (baik). Jika kita menggunakan pedoman Undiksha seperti yang ditampilkan pada Tabel 3, maka peningkatan nilainya cukup lumayan, karena mangalami tiga lompatan level, yaitu dari nilai awal B- ke nilai akhir A-.

Tabel 3. Konversi Nilai Skor Nilai Huruf

85-100 A 81-84 A- 77-80 B+ 73-76 B 69-72 B- 65-68 C+ 61-64 C 40-60 D 0-39 E

(Sumber: Pedoman Studi Undiksha, 2017, hal 42)

Berdasarkan Gambar 4, dapat juga disimpulkan ada 3 materi yang mendapat nilai tinggi (sangat baik) yaitu Asking and answering tourist questions, Likes, dislikes and preferences and Giving information about places of interest. Sementara ada dua materi yang paling rendah Gambar 4. Chart Evaluasi Hasil

(8)

nilai rata-ratanya yaitu Explaining the procedure of cooking certain Balinese food dan Explaining the procedure of subak. Ketika dikonfirmasi ke peserta mereka sama sekali awam dengan beberapa istilah yang diperlukan untuk bisa menjelaskan subak dan resep makanan. Peserta sangat antusias pada materi-materi yang disajikan dan berharap mendapat pelatihan yang serupa lagi dikemudian hari.

Pembahasan

Penggunaan metode CTL untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris sudah cukup sering digunakan. Utami dkk (2019) menggunakan metode serupa untuk memberikan pelatihan keterampilan Berbahasa Inggris dan etiket internasional bagi polisi pariwisata di Kabupaten Buleleng, Bali. Kegiatan pengabdian ini juga memberi hasil yang cukup memuaskan. Metode CTL mampu memfasilitasi peserta untuk bisa mengamati konteks dan menggunakan ungkapan-ungkapan Bahasa Inggris yang tepat sesuai dengan konteks (Utami, dkk, 2019; Wahyuni, 2013).

Temuan Utami, dkk (2019) ini sesuai dengan apa yang dihasilkan di kegiatan PKM ini. Pengabdi bisa melihat bahwa peserta sangat aktif mengikuti kegiatan pelatihan. Banyak diantara mereka yang tidak segan segan bertanya tentang ungkapan-ungkapan khusus berkaitan dengan materi materi yang disampaikan tim pengabdi. Sehingga pembelajaran tradisional yang bersumber dari narasumber bisa diminimalisasi dengan tingginya interaksi dan partisipasi dari peserta.

Selain PKM yang mengambil topik keterampilan Bahasa Inggris, ada pula PKM yang menyasar topik lain dengan menggunakan metode kontekstual. Sadikin, dkk (2019) mengadakan pelatihan peningkatan pembelajaran biologi melalui contoh-contoh kontekstual bagi MGMP di Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi-Indonesia. Adalagi, Hufri, dkk (2020) mengadakan pelatihan pengembangan media interaktif berbasiskan kontekstual pada guru-guru SMP Lubuk Sikaping. Kedua PKM ini menyatakan hasil

yang baik dalam program mereka dengan menggunakan metode kontekstual. Hal ini serupa dengan apa yang dirasakan oleh pengabdi pada kegiatan PKM di desa Sambangan ini. Metode kontekstual sangat membantu peserta untuk paham dengan lebih baik.

Selain itu kegiatan yang menyasar kelompok pemuda / STT (sekeha Truna Truni, dalam istilah Bali) sudah banyak dilakukan. Sari, Megayani, Septyani dan Putra (2020) juga melakukan kegiatan pelatihan Mebat sebagai bentuk kearifan local bagi anggota STT Putra Jati Banjar dinas Teges. Ada lagi Nursamsyu (2018) yang berusaha melibatkan kelompok pemuda di desa Cibinuang di kabupaten Kuningan untuk membuat program kerja organisasi pemuda. Bahkan, Lumbantoruan, Santoso, dan Humaedi (2019) menyasar kelompok pemuda karang taruna di Desa Majasetra, Kabupaten Bandung dalam mewujudkan zero waste. Hal ini menunjukkan banyak pengabdi menyasar kelompok pemuda karena dianggap berpotensi untuk menggerakkan pembangunan kearah maju.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan PKM dapat disimpulkan bahwa kegiatan PKM memiliki evaluasi program, evaluasi proses dan evaluasi hasil yang sangat baik. Terutama pada evaluasi hasil, diketahui terdapat peningkatan kemampuan peserta dari sebelum melakukan pelatihan dengan sesudah melakukan kegiatan. Hasil akhir menunjukkan bahwa kemampuan rata-rata peserta meningkat dari kategori ‘cukup’ ke kategori ‘baik’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan Bahasa Inggris dengan metode pembelajaran kontkstual berhasil meningkatkan kemanpuan peserta.

Berdasarkan temuan lapangan, diketahui bahwa kemampuan awal peserta sudah cukup baik, sehingga sesungguhnya hanya perlu diberikan kesempatan untuk berlatih. Pengabdi menyarankan kepada pihak Desa untuk membuat program program edukasi terkait peningkatan keterampilan Bahasa Inggris,

(9)

mengingat potensi desa Sambangan sebagai desa wisata. Selain itu program kerja kelompok STT juga bisa menyasar bagian edukasi yang disebutkan sebelumnya. Dengan adanya kerjasama antara pihak desa dan kelompok sekeha Truna Truni dalam mengembangkan potensi desa wisata niscaya Desa wisata Sambangan akan semakin maju.

DAFTAR RUJUKAN

Annisa, S. 2015. Teaching Speaking in English Using Contextual Teaching and Learning. English Education

journal, 6 (4).

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/EEJ/a rticle/view/2858

Antara. 2019. Pentingnya Masyarakat Desa Wisata Sadar tentang Wisata Tempo.co (25 Juni 2019). Diakses di https://travel.tempo.co/read/1218159/ pentingnya-masyarakat-desa-wisata-sadar-tentang-wisata

Hufri, H., Dwiridal, L., Sari, S.Y. 2020. Pelatihan Pengembangan Media Interaktif Berbasiskan Kontekstual Pada Guru-Guru SMP Lubuk Sikaping. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1) : 104-115

Lumbantoruan, R.M., Santoso, M.B., Humaedi, S. 2019. Penguatan Kelompok Karang Taruna Sebagai Upaya Mewujudkan Zero Waste, Di Dusun Bojongreungas, Desa Majasetra, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(6):133-138

Nursyamsu, R. 2018. Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pemudadan Pembuatan Program Kerja Pada Organisasi Pemuda Desa Cibinuang, Kabupaten

Kuningan. Empowerment : Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1 (1): 37-44. file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local /Temp/1572-3318-1-PB.pdf

Sari, G., Megayani, N.K., Septyani, A. E., Putra, I G. C. 2020. Pelatihan Mebat Sebagai Kearifan Lokal, Pelestarian Budaya, Dan Keterampilan Bagi Generasi Milenial. Jurnal Bakti Saraswati, 9(1): 70-77

.

Sadikin, A., Johari, A., Sukmono, T., Sanjaya,M.E., Natalia, D. 2019. Peningkatan Pembelajaran Biologi Melalui Contoh-Contoh Kontekstual Bagi Guru-Guru MGMP di Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi-Indonesia. DEDIKASI: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1): 64-73.

Https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/JP M/article/view/1689

Utami, IGA L.P, Wedhanti, N.K., Suwastini, N.K.A., Adriani, R. 2019. Pelatihan Bahasa Inggris dan Etiket internasional dengan metode pembelajaran kontekstual untuk polisi pariwisata. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Ke-4 “Sinergitas Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah Melalui Pemberdayaan Masyarakat dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0” (hal 92-99) Wahyuni, E.S. 2013. The Application Of

Contextual Teaching Learning Using React In Speaking Practices For Business English Class. Magister Scientiae, 34: 145-158

Pedoman Studi program sarjana dan diploma Universitas Pendidikan Ganesha. 2017

Gambar

Tabel 1. Susunan Acara
Tabel 1. Materi Pelatihan Narasumber   Materi Pelatihan  Narasumber
Tabel 2.  Rancangan Evaluasi  Jenis
Tabel 3. Konversi Nilai  Skor  Nilai Huruf

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil pengujian statistik menggunakan aplikasi SPSS-23 dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh pendekatan PMRI

Bentuk tindakan pelanggaran tata tertib kehadiran yang paling sering dilakukan siswa SMAN 2 Karangayar adalah datang terlambat ke sekolah. Keterlambatan yang dialami

Hasil penelitian ini adalah Kualitas laba yang diukur dengan persistensi laba tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan baik ROA

Jumlah HKI yang didaftarkan merupakan Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan yang mengukur kualitas hasil riset iptek dan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan udara yang terpolusi ini adalah dengan cara menanami tanaman hijau dan memberi penghijauan dalam ruangan sehingga

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, banyak faktor yang mempengaruhi nilai informasi pelaporan keuangan antara lain : kompetensi sumber daya manusia, sistem

11 September 2008 8 1999-2007 by Richard Alan Peters II Luminance ( brightness ) atau kesilauan; dimensi pengalaman visual yang terkait dengan jumlah cahaya yang dilepaskan

- PENELITIAN UNTUK MENGUJI PENELITIAN UNTUK MENGUJI HUBUNGAN HUBUNGAN ANTARA ANGGARAN YANG ANTARA ANGGARAN YANG DISUSUN SECARA PARTISIPATIF DENGAN MELIBATKAN PARA PIMPINAN