• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI... ii. A. Latar Belakang Pelatihan B. Bagaimana Menggunakan Modul Ini C. Sumber Data D. Kontributor...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI... ii. A. Latar Belakang Pelatihan B. Bagaimana Menggunakan Modul Ini C. Sumber Data D. Kontributor..."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Pelatihan ... 1

B. Bagaimana Menggunakan Modul Ini ... 2

C. Sumber Data ... 3

D. Kontributor ... 3

BAB II ... 4

PENILAIAN DAMPAK BENCANA... 4

A. Pemanfaatan GIS untuk Penilaian Bencana ... 4

B. Apa itu InaSAFE? ... 5

Ancaman ... 5

Keterpaparan ... 6

Dampak ... 6

C. Bagaimana Memperoleh InaSAFE? ... 7

D. Bekerja dengan InaSAFE ... 8

Mendefinisikan keyword ... 8

InaSAFE Impact function ... 10

Agregasi analisis InaSAFE ... 11

E. Contoh Penggunaan InaSAFE untuk Analisis Keterdampakan ... 11

BAB III ... 17

PENGKAJIAN RISIKO BENCANA ... 17

A. Siklus penanggulangan bencana dan kontribusi data geospasial ... 17

B. Mengenal Risiko, Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas ... 18

(3)

2. Metodologi dalam Risk Assessments ... 23

3. Menghubungkan Keterdampakan dengan Risiko Bahaya... 26

4. Peta Bahaya, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas ... 26

BAB IV ... 29

PRAKTEK MENYUSUN RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA MENGGUNAKAN QGIS ... 29

A. Melakukan Analisis Risiko Bencana di QGIS ... 29

Mengelola data ancaman, keterpaparan (exposure), kerentanan, kapasitas ... 29

Membuat Peta Bahaya, Peta Dampak, Peta Kerentanan, Serta Peta Kapasitas ... 32

Analisis Risiko ... 35

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pelatihan

Permukaan bumi selalu berubah secara dinamis dari waktu ke waktu, sedangkan aktivitas-aktivitas manusia sangat terkonsentrasi di atas permukaan bumi. Dengan demikian, pemantauan terhadap perubahan-perubahan posisi, atribut lokasi obyek spasial di atas permukaan bumi selama kurun waktu tertentu telah menjadi kebutuhan penting bagi manusia. Contoh sederhana adalah adanya kerusakan lingkungan pantai karena abrasi oleh gelombang pasang yang ekstrem mengakibatkan perubahan garis pantai dan luas perairan yang terus bertambah. Sesuai dengan perkembangan teknologi di bidang komputer grafik, basis data dan teknologi informasi, maka kebutuhan mengenai penyimpanan, analisis, dan penyajian data terkait posisi, atribut dari obyek spasial yang berstruktur kompleks dan berjumlah besar makin perlu untuk dilakukan. Dengan demikian untuk mengelola data yang sangat kompleks dan dalam jumlah besar, diperlukan suatu sistem informasi yang secara terintegrasi mampu mengelola data spasial maupun data atribut secara efektif dan efisien. Selain itu sistem ini juga harus mampu menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan tentang “dimana, apa, kapan” secara simultan. Salah satu sistem yang menawarkan solusi-solusi untuk masalah ini adalah adalah Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System).

Dalam kegiatan penanggulangan bencana, peranan SIG menjadi sangat penting. SIG menjadi alat bantu esensial untuk menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dan obyek buatan dengan bantuan data atribut dan spasial. Dalam siklus penanggulangan bencana, SIG berperan dalam semua fase: mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap-bencana dan pemulihan. Dalam tahap mitigasi, misalnya, SIG dapat digunakan untuk mencari dan menghitung bangunan dan rumah yang terancam banjir lahar untuk selanjutnya dilakukan prioritasisasi penyelematan atau evakuasi. Contoh lain, dalam tahap kesiapsiagaan terhadap bencana, SIG sangat berguna dalam menentukan titik pengungsian, jalur evakuasi, kebutuhan logistik, dan seterusnya.

(5)

Jawa Barat sebagai salah satu provinsi yang paling rentan akan kejadian bencana di Indonesia1 memerlukan banyak sumber daya dan teknologi terbaru untuk dapat menanggulangi bencana yang terjadi. Pelatihan ini merupakan bagian dari tiga buah pelatihan (Manajemen Informasi, SIG Dasar dan SIG Lanjut) yang diadakan untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari beberapa propinsi di Jawa Barat. Pelatihan SIG Lanjut ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta mengenai penerapan Sistem Informasi Geografis untuk menyusun skenario dalam rangka perencanaan kontinjensi dan khususnya penyusunan peta risiko untuk medukung penanggulangan bencana. Dari pelatihan ini peserta diharapkan mampu menyusun dan mengembangkan skenario untuk perencanaan kontinjensi secara spasial menggunakan perangkat lunak InaSAFE. Peserta juga diharapkan untuk mampu memahami hubungan antara masing-masing komponen (ancaman, kerentanan, dan kapasitas) dalam melakukan pengkajian risiko bencana; mampu mengelola data ancaman, keterpaparan, kerentanan, dan kapasitas sebagai sebagai komponen penting dalam pengkajian risiko bencana; memahami konsep pemetaan risiko bencana; menggunakan aplikasi open source GIS untuk melakukan analisis dan memetakan risiko bencana alam berdasarkan data ancaman, kerentanan, dan kapasitas.

Pelatihan ini menggunakan QuantumGIS sebagai perangkat lunak yang digunakan untuk latihan. QuantumGIS (QGIS) sebagai perangkat lunak gratis dan open source memiliki kemampuan yang cukup lengkap. Hampir semua operasi Sistem Informasi Geospasial dapat dilakukan secara interaktif dengan bantuan menu-menu dan bantuan yang mudah digunakan. Pengguna dapat melakukan proses transformasi koordinat, rektifikasi, dan registrasi data spasial dengan mudah.

B. Bagaimana Menggunakan Modul Ini

Modul ini berisi pengetahuan dan panduan pelatihan yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran pada saat anda mengikuti Pelatihan Sistem Informasi Geografis Tingkat Lanjut. Modul

(6)

Menandakan hal penting yang harus Anda perhatikan dan Anda catat 1) Langkah-langkah latihan yang harus Anda ikuti

Pada saat pelatihan, Anda akan dibimbing untuk menyelesaikan latihan yang ada di modul ini. Anda dapat mengerjakan sendiri tantangan yang ada dan kemudian mencocokkannya untuk melihat seberapa jauh tingkat pemahaman anda terhadap materi yang anda terima.

C. Sumber Data

Data vektor untuk keperluan pelatihan ini diperoleh dari data IOM untuk daerah Bogor. Sebagian data yang digunakan untuk latihan InaSAFE merupakan paket data yang dapat anda peroleh di https://github.com/AIFDR/InaSAFE_data. Anda juga dapat memperoleh paket data untuk pelatihan tingkat lanjut ini dari alamat http://goo.gl/ysSCs.

D. Kontributor

Modul ini disusun oleh Tim Trainer Universitas Gadjah Mada yang beranggotakan Dr. Trias Aditya, Dr. Heri Sutanta, Dr. Purnama B. Santosa, Dany Laksono, ST, I Made Diky Hermawan, ST, Nadya Oktaviani, ST, Wieta Martiane, ST, Ivan Bushtomi, M. Anugrah Firdaus, Hanif Ilmawan dan Dessy Apriyanti. Anda dapat mengunjungi halaman kami di http://ppids.ft.ugm.ac.id untuk memperoleh versi terbaru dari modul pelatihan ini kapanpun anda membutuhkannya.

(7)

BAB II

PENILAIAN DAMPAK BENCANA

A. Pemanfaatan GIS untuk Penilaian Bencana

Anda telah mempelajari sebelumnya pada pelatihan dasar bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan beberapa prosedur terkomputerisasi yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang berreferensi kebumian2. SIG saat ini dikenal sebagai kumpulan sistem terintegrasi meliputi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan manipulasi dan pengelolaan data spasial digital dan data attribut yang terkait. SIG berperan pada semua tahap penanggulangan bencana: SIG dapat digunakan pada tahap pra-bencana untuk memperkuat dan memberdayakan komunitas untuk bersiap menghadapi bencana dan mengurangi resiko kejadian bencana.

Pada saat sebelum bencana, SIG memiliki peranan penting dalam mendukung kegiatan penyusunan rencana kontinjensi. Rencana kontinjensi ditujukan untuk mendukung kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi datangnya sebuah kejadian yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan kerugian. Pada antisipasi bencana tsunami misalnya, apabila timbul kerusakan dan kerugian dari kejadian tsunami, di saat itulah kita perlu memiliki aksi berdasar perencanaan terkait lokasi pengungsian, jalur evakuasi, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar dan logistik. Pada fase sebelum bencana terjadi, rencana kontinjensi merupakan bagian terintegrasi dari usaha untuk meminimalisir jatuhnya korban dan kerugian.

(8)

adalah juga untuk melakukan usaha perencanaan sektoral, yaitu menentukan jawaban dari pertanyaan: Who does what? where and when? Siapa yang harus melakukan sesuatu, dimana serta kapan?

SIG, sebagaimana yang telah dijelaskan, mampu menyediakan suatu sistem yang terintegrasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terutama yang berkaitan dengan unsur spasial dari sebuah bencana. SIG dapat digunakan untuk menyusun model suatu kejadian bencana sehingga dampak bencana tersebut dapat diperkirakan dan diminimalisir. Dengan bantuan SIG,juga dapat disusun rencana lokasi pengungsian maupun rute evakuasi paling optimum dengan mempertimbangkan variabel tertentu yang mungkin terjadi sewaktu kejadian bencana datang.

Pada saat kejadian bencana, SIG juga berperan pada fase tanggap darurat. SIG dapat digunakan untuk memetakan luas area yang terdampak bencana dan posisi lokasi pengungsian (IDP camp) yang ada, sehingga pihak-pihak yang ingin membantu dapat diarahkan untuk menangani pengungsi di lokasi yang tepat untuk menghindari redundansi yang tidak perlu dan tidak terdistribusinya bantuan. Saat paska bencana, SIG digunakan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. SIG berperan dalam pembangunan kembali kawasan yang rusak oleh bencana dengan wawasan akan kemungkinan terjadinya bencana serupa di masa yang akan datang. Secara keseluruhan, SIG diperlukan untuk melakukan analisis mengenai kejadian bencana itu sendiri, dampak yang ditimbulkan (kerusakan dan kerugian akibat bencana), dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat diambil untuk mengurangi resiko terjadinya bencana.

B. Apa itu InaSAFE?

InaSAFE merupakan sebuah plugin untuk perangkat lunak Quantum GIS (QGIS). InaSAFE bertujuan untuk menghasilkan skenario dampak bahaya alam yang realistis untuk perencanaan, kesiapsiagaan dan kegiatan respon yang lebih baik, dengan menggunakan data spasial yang merepresentasikan bahaya dan keterparan.

Dalam kegiatan analisis keterdampakan sebuah skenario bencana untuk mendukung rencana kontinjensi dengan InaSAFE, Anda terlebih dahulu harus memahami mengenai apa itu ancaman, keterpaparan dan keterdampakan. Istilah-istilah ini penting untuk Anda ingat karena seluruh proses analisis dalam InaSAFE akan bergantung pada ketiga hal ini.

Ancaman

Sering juga disebut bahaya adalah lapis data (layer) menggambarkan tingkat dan atau magnitude kejadian alam (misalnya gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi) yang berpotensi

(9)

menjadi penyebab peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia (bencana).

Berikut adalah penciri dari ancaman atau bahaya:  memiliki faktor penyebab

 dinyatakan sebagai probabilitas  berada pada lokasi tertentu  memiliki intensitas tertentu  memiliki durasi dampak

 memiliki batasan waktu tertentu

Untuk mempermudah pengertian marilah kita lihat pada lapis data Kawasan Rawan Bahaya Letusan Gunung Papandayan. Letusan Gunung Papandayan berpotensi mengakibatkan dampak kerusakan terhadap bangunan, infrastruktur, dan memaksa orang untuk menyelematkan diri (evakuasi).

Keterpaparan

Adalah lapis data tentang fenomena spasial berupa fitur buatan dan fitur alami yang berpotensi mengalami kerusakan dan kerugian apabila terpapar ancaman. Fitur buatan yang dapat dijadikan contoh adalah bangunan rumah, jalan dan jembatan.Fitur alami yang dapat dijadikan contoh adalah kependudukan, area persawahan, danau. Hal-hal yang berpotensi terpapar atau terdampak dapat dilihat sebagai elemen-elemen berisiko. Elemen berisiko dapat dibedakan menjadi elemen fisik (misalnya rumah, jaringan listrik), elemen ekonomi (misalnya tanah pertanian, akses pekerjaan), elemen kemasyarakatan (misalnya kelompok rentan, kepadatan penduduk), elemen lingkungan (misalnya udara, air, flora dan fauna).

Berikut adalah penciri dari keterpaparan:  berfokus pada satu fitur

(10)

Selama pelatihan ini, Anda akan mengeksplorasi komponen-komponen yang berbeda dari plugin InaSAFE dan penggunaannya untuk skenario ancaman dan dampak bencana yang mudah digunakan. Sampel data akan disediakan dengan materi ini untuk memberikan Anda kemampuan untuk belajar bagaimana menggunakan InaSAFE, apa saja persyaratan data dan apa jenis hasil yang dapat Anda harapkan dari data tersebut.

C. Bagaimana Memperoleh InaSAFE?

Pada pelatihan tingkat dasar, Anda telah mempelajari bagaimana menggunakan plugin pada QGIS. Pada bagian ini anda akan mengingat kembali bagaimana cara melakukan instalasi plugin InaSAFE pada QGIS, yaitu melalui:

 Melalui Repository Plugin QGIS

Untuk menginstal InaSAFE, gunakan plugin manager pada QGIS: 1) Klik menu Plugins > Fetch phyton plugins

2) Lakukan pencarian untuk ‘InaSAFE’, pilih dan klik tombol Install. Plugin tersebut sekarang akan ditambahkan ke menu plugin Anda.

3) Untuk mengaktifkan/menonaktifkannya, klik menu Plugins > Manage Plugins

 Instalasi secara manual

Untuk melakukan instalasi plugin InaSAFE, kunjungi:

https://github.com/AIFDR/InaSAFE/downloads.

1) Paket aplikasi terdapat dalam format file zip. Silakan pilih versi yang paling baru. 4) Lakukan ekstraksi file zip ke dalam direktori

QGIS C:/Users<username anda>.qgis/python/plugins.

5) Setelah melakukan ekstraksi plugin, plugin tersebut seharusnya tersedia pada C:/Users<usernameanda>.qgis/python/plugins/InaSAFE

6) Pengguna Mac dan Linux perlu mengikuti prosedur yang sama tetapi direktori plugin akan berada di bawah directori $HOME.

Panduan ini mengasumsikan anda menggunakan Sistem Operasi berbasis Windows. Konsultasikan kepada pelatih apabila anda menggunakan sistem operasi yang berbeda

(11)

D. Bekerja dengan InaSAFE

Pada bagian ini, kita akan mulai bekerja dengan InaSAFE. Folder latihan anda berisi beberapa data yang dapat anda gunakan untuk latihan pada bab ini.

Mendefinisikan keyword

Di dalam InaSAFE, terdapat kotak kombo “In the event of” yang berisi data ancaman/hazard dan “How many” yang berisi data keterpaparan/exposure. Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana plugin InaSAFE menentukan apakah suatu layer harus dicantumkan dalam kotak kombo “In the event of” atau kotak kombo “How many”? InaSAFE bergantung pada kata kunci/keyword metadata sederhana untuk dihubungkan dengan setiap layer

Setiap layer perlu memiliki kata kunci untuk membuat layer terpilih terdaftar dalam combo “In the event of” atau “How many?”. Pada prinsipnya, komponen pertanyaan “In the event of” haruslah layer hazard, sedangkan komponen pertanyaan “How many” memliki relevansi dengan keterpaparan. InaSAFE menggunakan kombinasi katakunci yang terdiri dari kategori, subkategori, unit dan tipe data untuk menentukan fungsi dampak mana yang akan terdaftar dalam combo “Might”. Oleh karena itu, sebelum menjalankan InaSAFE, terlebih dahulu kita harus mendefinisikan kata kunci-kata kunci untuk setiap layer yang akan kita proses. Langkah-langkah untuk mendefinisikan kata kunci adalah sebagai berikut:

Pada latihan ini, Anda akan mempelajari bagaimana menggunakan Keyword Editor untuk mendefinisikan data yang dianalisis di InaSAFE

(12)

3) Setelah Anda menekan button Keyword Editor (Editor Katakunci), sebuah kotak dialog kata kunci (keywords editor) akan muncul. Kotak dialog berisi digunakan untuk mendefinisikan apakah sebuah data diproses sebagai ancaman dan sebagai keterpaparan.

(13)

InaSAFE Impact function

Adalah fungsi pemroses perhitungan dampak dari kombinasi ancaman dan keterpaparan yang sudah ditentukan dalam InaSAFE. Misalnya ketika terjadi Letusan gunung berapi, dapat ditentukan berapa orang yang harus dievakuasi. Secara keseluruhan fungsi dampak yang tersedia adalah sebagai berikut:

(14)

Gambar fungsi Impact Analysis pada InaSAFE

Daftar fungsi keterdampakan ini dapat diaktifkan menggunakan menu daftar fungsi keterdampakan yang ada di bawah menu Options.

Agregasi analisis InaSAFE

Adalah pilihan untuk mengurai hasil keterdampakan berdasarkan wilayah-wilayah administrasi yang dituju (misalnya menyajikan data keterdampakan bangunan berdasarkan wilayah administrasi tingkat dua).

E. Contoh Penggunaan InaSAFE untuk Analisis Keterdampakan

Dalam sub bab ini kita akan mencoba melakukan analisis keterdampakan dengan menjalankan InaSAFE menggunakan data ancaman/hazard dari Gunung Papandayan.

(15)

7) Tambahkan layer KRB Gunung Papandayan. Karena layer KRB ini berupa data vector, maka gunakan Add Vector Layer

8) Sesaat setelah file shp data ancaman dipilih (klik Open), maka pada muka peta QGIS akan muncul data ancaman tersebut.

9) Klik kanan pada layer hazard (KRB_Papandayan) lalu klik Open Attribute Table. Tambahkan kolom baru bernama KRB untuk mendefinisikan data sebagai data hazard. Hal ini dilakukan agar data sesuai dengan ketentuan pada InaSAFE.

10) Isian pada kolom KRB yaitu ‘Kawasan Rawan Bencana I’, ‘Kawasan Rawan Bencana II’, dan ‘Kawasan Rawan Bencana III’ sesuai dengan zona ancaman yang ada. Anda bisa menggunakan Field Calculator untuk mempersingkat proses.

(16)

11) Setelah melakukan pendefinisian data, selanjutnya Anda harus menentukan kata kunci (keyword) dalam InaSAFE. Klik pada layer hazard (KRB_Papandayan) kemudian klik keyword editor. Pastikan layer sudah masuk dalam kategori hazard dan subkategori adalah ‘volcano’.

12) Langkah selanjutnya adalah menambahkan layer keterpaparan atau exposure. Exposure adalah jumlah aset dan populasi yang beresiko.

Sebuah layer keterpaparan akan ditampilkan pada kombo pertanyaan ”how Many” (Berapa Banyak?). Data keterpaparan dapat direpresentasikan, contohnya, sebagai data vektor poligon yang merepresentasikan garis luar sebuah bangunan, atau garis luar raster dimana setiap pixel merepresentasikan jumlah pemukiman penduduk pada sel itu.

(17)

Pada contoh kita saat ini, kita akan menggunakan data raster yang merepresentasikan populasi se Asia. Data ini disebut Asiapop. Data yang akan kita panggil adalah Asiapop untuk Indonesia.

13) Gunakan Add Raster Layer pada QuantumGIS dan tambahkan data Asiapop

14) Setelah dipilih dan dipanggil, data raster akan dengan tampilan warna abu-abu akan memenuhi canvas QGIS. Anda dapat melakukan perubahan style warna data keterpaparan dengan cara melakukan pengaturan style data raster (Petunjuk: Ingat kembali pelajaran raster di Modul Pelatihan Tingkat Dasar).

15) Klik Keywords Editor pada InaSAFE dan pastikan bahwa data Asiapop sudah masuk dalam kategori Exposure dan subkategori population

(18)

16) Sekarang data sudah siap dijalankan pada InaSAFE (ditunjukkan dengan aktifnya Tombol Run atau Hitung pada InaSAFE).

(19)

18) Hasil analisis InaSAFE akan otomatis muncul dalam bentuk *pdf apabila Anda meng-klik tombol Print

 Sebagai tugas mandiri, cobalah melakukan analisis di InaSAFE menggunakan data ancaman banjir Jakarta dan data ancaman gempa bumi Lembang; sebagai data exposure gunakan contoh data bangunan di Jakarta atau di Bandung (Petunjuk: Anda dapat menggunakan fasilitas HOT EXPORT yang sebelumnya sudah dijalankan di Modul Tingkat Dasar)

(20)

BAB III

PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

A. Siklus penanggulangan bencana dan kontribusi data geospasial

Teknologi SIG berguna dalam membantu mengelola , memproses dan melakukan analisis dalam rangka menghasilkan peta dasar dan peta khusus utnuk mendukung aktivitas penanggulangan bencana. Dalam kegiatan penanggulangan bencana, peranan SIG menjadi sangat penting. SIG menjadi alat bantu dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali fenomena-fenomena geospasial yang disimpan dalam bentuk data spasial dan spasial.

Dalam siklus penanggulangan bencana (Gambar 1), SIG berperan dalam semua fase: mulai dari fase mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap-bencana sampai dengan pemulihan dan pembangunan kembali. Pada tahap mitigasi bencana misalnya, SIG berdayaguna dalam menggabungkan beragam data dan mengakomodasi perhitungan kekerapan kejadian dan pemodelan probabilitas bahaya sehingga dapat dihasilkan peta ancaman atau peta bahaya. Contoh lain, dalam tahap kesiapsiagaan terhadap bencana, SIG sangat berguna dalam menentukan titik pengungsian, jalur evakuasi dan kebutuhan logistik.

Gambar III. 1. Siklus Penanggulangan Bencana

Mitigasi

Kesiapsiagaan

Tanggap

Bencana

Pemulihan

(21)

Sistem Informasi Geografis, sebagaimana yang telah dijelaskan, mampu menyediakan suatu sistem yang terintegrasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terutama yang berkaitan dengan unsur spasial dari sebuah bencana. SIG dapat digunakan pada tahap pra-bencana untuk memperkuat dan memberdayakan komunitas untuk bersiap menghadapi ancaman bencana dan mengurangi dampak dan kerugian akibat bencana. SIG dapat digunakan untuk menyusun model suatu kejadian bencana sehingga dampak bencana tersebut dapat diperkirakan dan diminimalisir.

B. Mengenal Risiko, Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas

Dalam kegiatan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), perlu dilakukan terlebih dahulu kegiatan yang dinamakan Penilaian Risiko Bencana (risk assessments). Risiko bencana dinilai berdasarkan ada atau tidaknya ancaman pada suatu daerah, besar kecilnya tingkat kerentanan fakktor fisik/infrastruktur, penduduk, dan osial-ekonomi serta seberapa kuat atau lemah kapasitas masyarakat untuk melakukan pencegahan, adaptasi maupun mitigasi dalam rangka memninimalkan korban dan kerugian. Kerangka penilaian risiko tersebut, berdasar pada data dan informasi terkait: ancaman, kerentanan dan kapasitas.

Dikarenakan informasi tentang ancaman, kerentanan, dan kapasitas dapat direferensikan ke atas permukaan bumi, peta menjadi alat penting untuk menghasilkan penilaian risiko berbasis lokasi. Pada tataran praktek, penilaian risiko bencana dihasilkan dari interaksi antar tiga komponen informasi tadi, melalui penetapan indikator, standar penilaian, dan perhitungan dalam bentuk tumpangsusun peta-peta yang menggambarkan ancaman/bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Bagian ini akan membahas mengenai peta-peta yang perlu dipersiapkan dalam kegiatan analisis risiko bencana.

(22)

diakibatkan oleh adanya interaksi antara ancaman bencana (bencana alam maupun non alam) dengan adanya kondisi rentan pada daerah yang terkena bencana tersebut.

Dalam rangka meminimalisir kerugian yang ditimbulkan oleh bencana, perlu adanya suatu kegiatan Pengurangan Risiko Bencana/PRB (Disaster Risk Reduction/DRR). PRB merupakan kegiatan untuk meminimalisir risiko bencana berupa jatuhnya korban, kerusakan dan kehilangan yang disebabkan oleh datangnya bencana pada masyarakat melalui mitigasi bencana, kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali3.

Sebagai negara dengan tingkat ancaman becana yang tinggi, Indonesia perlu memiliki rencana yang menyeluruh terkait usaha pengurangan risiko bencana terkait program mitigasi dan pembangunan kesiapsiagaan, karena selain memiliki ancaman bahaya yang tinggi, Indonesia juga memiliki tingkat kerentanan yang juga tinggi, seperti jumlah penduduk yang banyak.

b. Ancaman (Hazard) atau dikenal pula sebagai Bahaya

Perlu dibedakan antara pengertian bahaya (hazard) dan bencana (disaster). Bahaya alam merupakan peristiwa alam seperti letusan gunung berapi, banjir, gempabumi dan lainnya yang berpotensi menimbulkan bencana apabila mengakibatkan kerugian. Dengan kata lain, bahaya dapat berubah menjadi bencana apabila berinteraksi dengan kondisi-kondisi rentan yang ada di sekeliling manusia. Dengan demikian dapat kita pahami bahwasanya tidak semua bahaya akan mengakibatkan bencana. Bahaya erupsi gunung berapi misalnya, bisa saja tidak disebut sebagai bencana apabila tidak ada kerugian yang diakibatkan oleh bahaya tersebut.

Setiap ancaman atau bahaya memiliki karakteristik berupa keterkaitannya terhadap peluang, lokasi, waktu, dan besarnya dampak (intensitas atau magnitude). Antara lain adalah bahwa bahaya memiliki faktor penyebab, bahaya dinyatakan sebagai probabilitas (nilai kemungkinan), bahaya berada pada lokasi tertentu, bahaya memiliki intensitas tertentu, bahaya memiliki durasi dampak, dan bahaya memiliki batasan waku tertentu.

Dalam rangka menghindari kerugian yang dapat diakibatkan oleh adanya bahaya, kita perlu terlebih dahulu mengenali dan memahami ancaman atau bahaya yang ada. Untuk itu, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penilaian ancaman bahaya (hazard assessment). Penilaian bahaya dilakukan untuk mendapatkan perkiraan

(23)

mengenai kemungkinan spasial (lokasi) dan temporal (waktu) akan datangnya bahaya. Penilaian bahaya dapat dilakukan melalui pengumpulan data historis dan interpretasi data topografi, geologi dan hidrologi.

Dari adanya penilaian bahaya tersebut, kemudian dapat dilakukan suatu pemetaan bahaya (hazard mapping). Pemetaan bahaya bertujuan untuk penilaian dan penyajian informasi bahaya untuk menampilkan karakteristik bahaya (sifat dan jenis bahaya), intensitas (waktu dan durasi dampak yang ditimbulkan) dan luas daerah pengaruh sebagai zona-zona bahaya yang berguna bagi kegiatan mitigasi bencana.

Untuk memperoleh perkiraan lokasi dan temporal dari suatu bahaya, dibuat suatu model untuk bahaya tersebut. Setiap jenis bahaya memiliki model masing-masing. Demikian pula, satu jenis bahaya dapat dimodelkan dengan cara yang berbeda-beda. Suatu bahaya dapat dimodelkan menggunakan analisis probabilistik (kemungkinan) maupun deteministik (biasanya bersifat kualitatif). Sebagai contoh, untuk membuat suatu model banjir dapat dilakukan analisis frekuensi dan probabilitas yang dikombinasikan dengan data hasil survey lapangan untuk mengidentifikasi data historis luasan banjir dan kerusakan akibat banjir tersebut. Contoh lainnya, bahaya gempa bumi dimodelkan dengan menggunakan data riwayat gempa, model tektonik, akselerasi pegerakan tanah, jenis tanah serta keterangan mengenai skala gempa. Dari model ini kemudian dapat diperkirakan model sensitivitas terhadap gempa bumi di daerah tersebut. Contoh lainnya adalah bahaya letusan Gunung Api Papandayan (Gambar III.2.). Peta bahaya ini disusun berdasarkan analisis PVMBG terhadap karakteristik gunung, riwayat kejadian, dan dampak letusan sebelumnya disertai data hasil monitoring aktivitas vulkanik gunung. Tentunya, untuk membuat model bahaya banjir, gempa bumi, dan letusan gunung api seperti disebutkan ini hanya para ahli di bidang masing-masing yang dapat menghasilkan

(24)

Gambar III.2. Peta Daerah Bahaya Erupsi Gunung Papandayan

c. Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Hal ini bisa dikatakan juga bahwa kerentanan merupakan karakteristik yang dibentuk dan dihasilkan oleh manusia. Adapun aspek kerentanan meliputi kerentanan fisik, sosial maupun kerentanan ekonomi. Elemen-elemen berisiko dapat dikategorikan berdasarkan tipe zat maupun kegunaannya.

Kerentanan dapat dimodelkan sebagai jumlah total dari komponen kerentanan yang ada. Apabila indikator penyusun komponen kerentanan fisik adalah kepadatan penduduk (Vi1), jumlah fasilitas umum Vi2 dan lain sebagainya sampai Vin , maka Kerentanan total

(V) dari masyarakat pada suatu wilayah unit analisis yang digunakan dapat dinyatakan dalam:

Terdapat beragam klasifikasi di dalam mengelompokkan elemen-elemen berisiko untuk penilaian bahaya. Misalnya ADPC, Asian Disaster Preparedness Centre (www.adpc.net) mengelompokkan elemen-elemen bersiko sebagai:

 Elemen Fisik (misalnya infrastruktur, fasilitas penting seperti rumah sakit, utilitas seperti jaringan air dan listrik)

(25)

 Elemen Ekonomi (misalnya aktivitas ekonomi dan perdagangan, akses pekerjaan, tanah pertanian)

 Elemen kemasyarakatan (kelompok masyarakat rentan seperti lansia, balita, wanita hamil, cacat, penduduk berpenghasilan rendah)

 Elemen Lingkungan (sumberdaya lingkungan seperti udara, air, flora, fauna, biodiversitas)

Analisis kerentanan digunakan untuk menilai risiko bencana suatu wilayah. Dalam hal ini penilaian besar atau kecilnya risiko suatu bencana mempertimbangkan adanya kondisi-kondisi yang rentan tersebut

Contoh Elemen-elemen berisiko dapat dilihat pada table berikut:

(26)

kesiapsiagaan, infrastruktur sosial dan fisik, serta komponen kesehatan, maka total Kapasitas (K) dari masyarakat pada suatu wilayah unit analisis yang digunakan dapat dinyatakan dalam:

Sehingga jika kapasitas untuk menghadapi bencana dari suatu masyarakat adalah rendah maka risiko terjadinya korban dan kerugian pada masyarakat tersebut semakin besar, begitu juga sebaliknya jika terjadi bencana yang besar namun kapasitas yang dimiliki adalah tinggi, maka risiko terjadinya korban dan kerugian adalah rendah.

2. Metodologi dalam Risk Assessments

Setelah mengenal komponen yang dibutuhkan dalam melakukan analisis risiko, selanjutnya kita akan mempelajari mengenai metode-metode yang dilakukan dalam penilaian risiko (risk assessment). Pada dasarnya, penilaian risiko merupakan metode untuk mengkombinasikan berbagai komponen yang telah kita pelajari sebelumnya (hazard, capacity, dan vulnerability) sehingga kita dapat memperoleh nilai risiko berdasarkan komponen-komponen tersebut.

Dari banyak pendekatan penilaian risiko bencana yang ada, pelatihan ini akan menggunakan konsep bahwa: risiko bencana merupakan fungsi dari ancaman (H), kerentanan (V), dan kapasitas (C).

Risiko (R)

Ancaman (H) * Kerentanan (V)/Kapasitas(C)

dimana:

R : Disaster Risk : Risiko Bencana

H : Hazard Threat : Frekuensi (kemungkinan) ancaman bencana tertentu cenderung terjadi dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu

V : Vulnerability : Kerentanan terjadinya hal-hal yang merugikan dan membuat kerusakan di daerah tertentu pada saat suatu ancaman bahaya berubah menjadi bencana dengan intensitas tertentu.

C : Adaptive Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk melakukan pencegahan atau pemulihan dari bencana tertentu.

(27)

Gambar Metode hitungan analisis risiko

Dari formula di atas, anda dapat mengetahui bahwa konsep dasar dari penilaian risiko adalah sebanding dengan nilai ancaman dan kerentanan, serta berbanding terbalik dengan nilai kapasitas pada suatu unit analisis (misalnya desa). Dengan demikian, dapat kita simpulkan apabila banyak elemen kerentanan pada suatu desa, maka nilai risiko (kerugian yang dihasilkan apabila terjadi bencana) juga akan semakin besar. Demikian pula, apabila banyak elemen kapasitas pada suatu desa (seperti adanya Early Warning Systems, tim siaga bencana, dst), maka dapat disimpulkan bahwa desa tersebut memiliki nilai risiko yang rendah.

(28)

Gambar penyusunan peta risiko bencana dari komponen kapasitas, kerentanan dan ancaman (BNPB, 2012)

Menentukan Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan terkecil dimana analisis risiko dilakukan. Contohnya adalah suatu rukun tetangga, desa, kecamatan, atau kabupaten. Apabila unit analisis yang dipilih adalah rukun tetangga, maka diperlukan adanya batas RT. Demikian juga apabila yang digunakan sebagai unit analisis adalah desa, maka anda harus memiliki data spasial berupa batas desa.

(29)

Unit analisis yang berbeda: Satuan rumah (kiri) dan batas administrasi (kanan) (Aditya, 2010) Dalam penyusunan peta risiko bencana dimana sumber data yang ada sangat beragam, besar kemungkinan data yang diperoleh juga memiliki perbedaan baik dalam format penyimpanan, pendefinisian data maupun representasi attributnya. Demikian pula, unit spasial data tersebut seringkali berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Misalnya data bahaya yang merupakan hasil pemodelan memiliki unit spasial yang berbeda dengan data statistik yang biasanya teragregasi dalam satuan administrasi seperti desa atau kecamatan.

3. Menghubungkan Keterdampakan dengan Risiko Bahaya

Kajian risiko bencana digunakan untuk menentukan dan menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Misalnya bagi pemerintah kajian risiko bencana digunakan untuk melihat bagaimana pendampingan yang akan dilakukan ketika terjadinya bencana.

Pada tatanan pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana yang merupakan mekanisme untuk mengarusutamakan penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan. Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana. Pendampingan dan intervensi para mitra harus dilaksanakan dengan berkoordinasi dan tersinkronasi terlebih dahulu dengan program pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Pada tatanan masyarakat umum, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya.

(30)

perlu diklasifikasikan untuk memperoleh nilai baru yang merupakan gabungan dari nilai-nilai indikator kapasitas dan kerentanan.

Pemetaan risiko bencana memadukan data spasial dan data atribut terkait aspek fisik, lingkungan, demografi, sosial ekonomi, dan kesehatan untuk menggambarkan tingkat risiko yang dapat timbul akibat terjadinya peristiwa bencana. Untuk mempermudah, tiap indikator disusun dalam bentuk matriks. Pada matriks ini, masing-masing indikator diklasifikasi dan diberi skor untuk menyatakan tingkat bahaya, kerentanan maupun kapasitas. Demikian pula, tiap indikator perlu diberikan bobot yang proporsional untuk menggambarkan seberapa besar pengaruhnya terhadap komponen kerentanan maupun kapasitas secara lebih realistis. Contohnya, pada sebuah daerah yang terkena bencana, adanya kerentanan fisik lebih berpengaruh daripada adanya kerentanan sosial.

Untuk menghasilkan peta risiko bencana, matriks kerentanan dan matriks kapasitas digabung untuk mendapatkan matriks kerentanan akhir. Matriks kerentanan akhir tersebut kemudian dikombinasikan dengan matriks ancaman/bahaya untuk menghasilkan skor/nilai kualititatif risiko bencana.

Penyusunan Peta Bahaya, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas

Elemen-elemen kerentanan dan elemen-elemen kapasitas dapat disajikan dalam bentuk Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas. Peta kerentanan menggambarkan tingkat ketidakamanan suatu daerah apabila terjadi bencana di wilayah tersebut. Tingkat ketidakamanan ini digambarkan oleh tinggi rendahnya indikator-indikator kerentanan yang ada pada daerah tersebut, seperti kerentanan fisik, sosial, maupun ekonomi. Peta kerentanan dapat dibuat dengan cara menumpang-susunkan semua indikator kerentanan pada suatu daerah berdasarkan jenis ancaman tertentu. Sebagai contoh, Peta Kerentanan terhadap Tanah Longsor disusun dari indikator fisik, sosial, lingkungan dan ekonomi sesuai dengan bobot masing-masing indikator.

(31)

Gambar Peta Ancaman Tanah Longsor

Di sisi yang lain, peta kapasitas menggambarkan tingkat kehandalan suatu komunitas/kelompok masyarakat untuk merespon dampak dari suatu kejadian bencana secara cepat dan tepat, baik yang sudah maupun yang akan datang. Tingkat kehandalan tersebut ditunjukkan oleh tinggi-rendahnya nilai indikator-indikator kapasitas pada unit analisis yang dikehendaki dan terhadap suatu jenis ancaman tertentu. Suatu peta kapasitas terhadap tanah longsor disusun berdasarkan tingkat kesiapsiagaan, ketersediaan layanan kesehatan dan fasilitas sosial ekonomi dalam menanggulangi bencana tanah longsor.

(32)

BAB IV

PRAKTEK MENYUSUN RENCANA PENANGGULANGAN

BENCANA MENGGUNAKAN QGIS

A. Melakukan Analisis Risiko Bencana di QGIS

Proses pengurangan risiko bencana alam dapat dilaksanakan apabila tersedia data awal mengenai tingkat risiko kerugian dan kerusakan yang akan dihadapi oleh masyarakat. Sebaran dan tingkat risiko merupakan representasi potensi dan frekuensi (berdasarkan data kejadian) ancaman bencana, kerentanan masyarakat dan lingkungan serta kapasitas masyarakat menghadapi bencana.

Mengelola data ancaman, keterpaparan (exposure), kerentanan, kapasitas

Salah satu daerah yang menjadi sorotan sebagai kawasan rawan bencana adalah provinsi Jawa Barat. Pada wilayah ini terdapat beberapa ancaman yakni ancaman gunung berapi, banjir dan longsor dan yang lainnya. Dalam membangun skenario analisis risiko bencana diperlukan data-data mengenai hal tersebut. Adapun data-data yang digunakan dalam analisis risiko bencana adalah :

Data ancaman/bahaya (hazard)

Bahaya/ancaman merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan krugian maupun tidak menimbulkan kerugian. Ketika suatu ancaman menimbulkan kerugian maka ancaman tersebut dinamakan sebagai suatu bencana (disaster). Data ancaman/bahaya yang digunakan dalam analisis risiko bencana ini adalah ancaman/bahaya alam. Contoh data ancaman yang digunakan adalah data banjir, tanah longsor dan data mengenai letusan gunung api. Data ancaman dapat disajikan dalam format vektor maupun format raster, disesuaikan dengan penggunaan data tersebut.

(33)

Gambar Contoh data ancaman dalam format vektor – bahaya erupsi gunung Salak (IOM, 2013)

Data keterpaparan (exposure)

Keterpaparan merupakan fisik, struktur bangunan dan aktifitas ekonomi yang memiliki kemungkinan terkena ancaman/bahaya.

(34)

Data Kerentanan (vulnerability)

Dalam analisis biasanya data kerentanan berupa data atribut yang menuliskan tentang pengelompokan kerentanan dari suatu ancaman/bahaya. Misalnya pengelompokan kerentanan rendah, sedang dan tinggi.

Gambar Contoh data kerentanan - kepadatan penduduk (IOM,2013) Data kapasitas (capacity)

Kapasitas merupakan seberapa besar kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki individu maupun komunitas untuk mengantisipasi kejadian bencana.

(35)

Membuat Peta Bahaya, Peta Dampak, Peta Kerentanan, Serta Peta Kapasitas

Proses pengurangan risiko bencana diawali dengan melakukan analisis untuk melihat sebaran serta tingkat risiko kerusakan dan kerugian dari suatu kejadian bencana. Sebaran dan tingkat risiko merupakan gambaran dari potensi dan frekuensi kejadian bencana, kerentanan masyarakat dan lingkungan, serta kemampuan masyarakat dalam merespon kejadian bencana tersebut. Informasi mengenai keberadaan, sebaran dan tingkat ancaman bahaya, kerentanan dan kapasitas dalam analisis risiko sangat terkait erat dengan lokasi dan posisi. Lokasi dan posisi tersebut biasa diinterpretasikan dalam sebuah peta.

Langkah-langkah untuk membuat Peta Bahaya, Peta Dampak, Peta Kerentanan, dan Peta Kapasitas adalah sebagai berikut

1) Buka QGIS Anda (QGIS 1.8.0 Lisboa)

2) Tentukan unit analisis yang akan dilakukan, dalam hal ini unit terkecil untuk analisis adalah tingkat desa. Artinya, kita membutuhkan data batas administrasi sebagai unit analisis kita.

(36)

5) Kembali ke Jendela QGIS dan tambahkan file *.csv hasil konversi tadi dengan cara klik Add Vector Layer – muncul jendela, isikan kotak dataset dengan file *csv yang ingin Anda tambahkan sebagai layer – klik Open

6) Maka akan muncul seperti pada tampilan berikut:

7)

8) Kemudian dapat dilakukan proses join antara data batas administrasi Kabupaten Bogor *.shp dengan data kerentanan format *.csv.

9) Proses join ini dimaksudkan untuk menggabungkan data kerentanan sebagai data atribut pada data spasial yang Anda miliki, dalam hal ini Admin_Desa_Bogor.shp

10) Klik kanan pada layer Admin_Desa_Bogor – Properties – Join – muncul jendela kemudian klik

11) Muncul jendela, Pilih layer yang akan dijoinkan (layer fisik_fasum), isikan kolom mana yang akan menjadi penghubung (join) antara data spasial

(37)

Admin_Desa_Bogor.shp dengan fisik_fasum.csv. Kolom penghubung (join) yang dipilih merupakan kolom yang berisikan data

12) Cek pada attribute table anda. Anda akan melihat bahwa tabel fisik_fasum telah tergabung dengan layer batas desa Kabupaten Bogor.

Format CSV (Comma Separated Value)

Data yang kita peroleh seringkali datang dalam berbagai format data. Untuk itu, kita harus melakukan konversi data-data tersebut terlebih dahulu agar menjadi data yang dapat dibaca oleh QGIS.

Salah satu jenis data yang banyak digunakan untuk data bentuk tabel adalah CSV (Comma Separated Value). CSV digunakan untuk menyatakan isi sebuah tabel dengan nilai-nilai yang dipisahkan oleh tanda koma. Anda dapat memperoleh file CSV dari hasil konversi file Excel Spreadsheet (*.xls atau *.xlsx) melalui menu File > Save As.

(38)

Analisis Risiko

Analisis risiko dilakukan berdasarkan ancaman yang terdapat pada daerah tersebut, hal ini karena setiap ancaman akan memiliki risiko yang berbeda untuk setiap unit analisis yang dipilih. Dari analisis risiko ini nantinya dapat menghasilkan peta multirisk. Peta multirisk dihasilkan berdasarkan penjumlahan dari indeks-indeks berisiko pada masing-masing ancaman berdasarkan faktor faktor pembobotan dari masing-masing ancaman tersebut. Berikut dapat dilihat pada Tabel III.1 hasil pembobotan sebagai sumber yang dihitung berdasarkan frekuensi kejadian ancaman.

Tabel III.1 Pembobotan Untuk Penyusunan Peta Multi Bencana (BNPB, 2012)

Untuk data latihan ini, pembobotan masing-masing elemen risiko sebagai berikut:

1 2 3

Ancaman (1/3) Tanah Longsor 3 1 2 3

-Jumlah rumah permanen-non permanen 0.4 <1803 1803 - 7153 >7153 unit Jumlah Fasilitas Umum 0.6 <25 25 - 68 >68 unit

Kerentanan Ekonomi (0.75) Luas Lahan Produktif 1 <433 433 - 1376 >1376 hektar

Level Kepadatan 0.6 Rendah Sedang Tinggi

-Rasio Jenis Kelamin 0.1 <51 51 - 165 >165 rasio Rasio Kelompok Umur 0.1 <0.30 0.30 - 0.60 >0.60 rasio Kelas Kemiskinan 0.1 Rendah Sedang Tinggi

-Kelas Difabel 0.1 Rendah Sedang Tinggi

-Kerentanan Lingkungan (0.3) - 0

Kapasitas (1/3) Level Ketangguhan Desa 3 1 2 3

-Satuan

Kerentanan Fisik (0.75)

Kerentanan (1/3)

Skor

Unsur Utama Komponen Indikator Bobot

(39)

Proses Skoring, langkah-langkah untuk Risiko Tanah Longsor:

Sebelum melakukan skoring, perlu diperhatikan bahwa Anda terlebih dahulu harus menentukan unit analisis yang akan dilakukan, dalam hal ini unit terkecil untuk analisis adalah tingkat desa.

Proses Scoring, langkah-langkahnya misalnya untuk Risiko Tanah Longsor:

1) Perhatikan Tabel III.2, untuk proses skoring awal ini, Anda diminta untuk fokus pada kolom 5, kolom6, dan kolom 7. Pada tahap ini proses skoring dilakukan berdasarkan kriteria pada data Anda. Misalnya pada pada data ‘Jumlah Fasilitas Umum’. Jika jumlah fasilitas umum pada desa tersebut sebanyak <25 unit maka skornya 1, jika jumlahnya antara 25-68 unit maka skornya 2, sedangkan jika jumlah fasilitas umum pada desa tersebut >68 unit maka skornya 3 dan jika tidak ada data maka skornya 0.

2) Untuk memulai, tambahkan data administrasi dengan data format *.csv ke dalam jendela QGIS Anda.

3) Melakukan skoring misalnya untuk fasilitas umum (fasum). Klik kanan pada layer Admin_Desa_Bogor.shp, dengan syarat data Admin_Desa_Bogor.shp dengan fisik_fasum.csv telah di join terlebih dahulu.

4) Klik kanan pada layer Admin_Desa_Bogor – Open attribute table – aktifkan toggle editing ( ) – Klik Field Calculator hingga muncul jendela.

• Centang Create a new field kemudian isikan output field name dengan nama ‘skorfasum’

• Isikan output file type integer dengan panjang 10 karakter, hal ini karena data yang akan diisikan pada kolom baru yang Anda buat ini berupa angka.

• Isikan pada kotak Expression dengan CASE

WHEN "Jumlah_fasum" <25 THEN 1

WHEN ("Jumlah_fasum" >25) AND ("Jumlah_fasum" <68) THEN 2 WHEN "Jumlah_fasum" >68 THEN 3

ELSE 0 END

(40)

5) Klik Ok, maka akan muncul kolom baru dengan nama ‘skorfasum’ dan berisi data skoring sesuai dengan kategori pada kelompok kerentanan fasilitas umum.

6) Setelah proses skoring data indikator format vektor dilakukan, kemudian masing-masing indikator format vektor tersebut dikonversi menjadi data raster. 7) Klik Raster – Conversion – Rasterize (Vector to Raster)

(41)

8) Muncul jendela Rasterize

9) Proses selesai jika muncul jendela Processing completed.

Isikan input file Admin_Desa_Bogor  Pilih data atribut yang akan

dijadikan acuan untuk rasterize, dalam hal ini data skorfasum  Isikan nama file output Anda  Otomatis size file ouput akan

menyesuaikan dengan extent data Anda

Centang Load into canvas when

(42)

10) Akan muncul pada jendela QGIS Anda seperti tampilan kotak abu-abu. Untuk melihat gradasi warna sesuai dengan nilai skoring pada data Anda, maka klik Stretch histogram to full dataset

4) Lakukan langkah sebelumnya untuk masing-masing kolom

Jika masing-masing indikator pada komponen telah dikonversi dari vektor ke raster, maka hasil konversi tersebut dikalikan dengan nilai bobot masing-masing indikator agar dihasilkan data raster setiap komponen. Misalnya indikator “fisik_rumah” dan “fisik_fasum” berada dalam satu komponen Kerentanan Fisik, dengan masing-masing bobot indikator 0,4 untuk fisik_rumah dan 0,6 untuk fisik_fasum (Tabel III.3).

Melakukan analisis spasial menggunakan Raster Calculator

Apabila masing-masing indikator pada komponen telah dilakukan konversi vektor ke raster, maka hasil konversi tersebut dikalikan dengan nilai bobot masing-masing indikator agar dihasilkan data raster setiap komponen. Misalnya indikator “fisik_rumah” dan “fisik_fasum” berada dalam satu komponen Kerentanan Fisik, dengan masing-masing bobot indikator 0,4 untuk fisik_rumah dan 0,6 untuk fisik_fasum.

Adapun langkah-langkah skoring indikator menjadi komponen risiko adalah :

1) Buka data raster kerentanan fisik yang telah dikonversi sebelumnya, misalnya data “fisik_fasum.asc” dan “fisik_rumah” – Stretch Histogram to Full Dataset

.

(43)

2) Klik Raster – Raster calculator

3) Pada jendela yang muncul, isikan output layer dengan nama “Kerentanan_Fisik” 4) Klik salah satu layer pada ‘raster bands’ kemudian klik ‘Current Layer extent’

untuk menyesuaikan extent data output dengan extent data input

5) Isikan Raster calculator expression sesuai dengan masing-masing bobot indikator (fisik_fasum@1 * 0.6) + (fisik_rumah@1*0.4)

(44)

Setelah skoring indikator pada masing-masing komponen risiko, maka dilanjutkan dengan proses skoring untuk untuk menghasilkan data komponen risiko sesuai dengan bobot masing-masingnya.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1) Perhatikan kembali tabel pembobotan yang Anda buat sebelum memulai melakukan skoring pada data Anda. Namun, sekarang Anda diminta fokus dengan nilai bobot yang ada pada kolom kedua yakni kolom ‘Komponen’. Pada kolom tersebut terdapat bobot nilai seperti 0.75 pada komponen Kerentanan Fisik, nilai tersebut yang selanjutnya Anda gunakan untuk membuat data komponen risiko.

Tabel III.4 Tabel nilai pembobotan untuk risiko bencana longsor Kabupaten Bogor

2) Komponen Ancaman dan Kapasitas hanya memiliki satu indikator, maka tidak perlu menjalankan proses ini. Untuk komponen Kerentanan, Anda tambahkan

(45)

layer ‘kerentanan_fisik.tif’, ‘kerentanan_ekonomi.tif’, dan ‘kerentanan_sosial.tif’ pada QGIS Anda.

3) Klik Raster – Raster calculator, maka muncul jendela Raster calculator

4) Raster bands otomatis akan menampilkan data raster yang terdapat pada jendela QGIS Anda

5) Isikan Output layer dengan nama Kerentanan, dengan Output Format GeoTIFF. 6) Klik Current layer extent

7) Isikan Raster layer expression dengan formula:

8) (kerentanan_ekonomi@1*0.75)+(kerentanan_fisik@1*0.75)+(kerentanan_sosial @1*1.2)

(46)

10)

File ‘Kerentanan.tif’ merupakan file yang menjadi unsur utama untuk membuat Peta Risiko Bencana. Selanjutnya untuk menghasilkan sebuah Peta Risiko, data masing-masing unsur utama yang sebelumnya telah dibuat, dihitung kembali sesuai dengan bobot nilai masing-masing unsur utama.

Langkah-langkah pembuatan Peta Risiko adalah sebagai berikut:

Perhatikan kembali tabel, sekarang Anda diminta fokus pada nilai yang berada pada kolom satu, yakni (1/3).

11) Tabel III.5 Tabel nilai pembobotan untuk risiko bencana longsor Kabupaten Bogor

12) Tambahkan layer data ‘Ancaman.tif’, ‘Kerentanan.tif’ dan ‘Kapasitas.tif’ pada jendela QGIS Anda.

(47)

13) Klik Raster – Raster calculator, maka muncul jendela Raster calculator

14) Raster bands otomatis akan menampilkan data raster yang terdapat pada jendela QGIS Anda

15) Isikan Output layer dengan nama Risiko Longsor, dengan Output Format GeoTIFF.

16) Klik Current layer extent

17) Isikan Raster layer expression dengan formula:

(48)

Hasil akhir dari skoring peta risiko akan tampak sebagai berikut:

Meskipun kita telah memperoleh hasil berupa peta risiko, kita masih perlu memberikan tambahan layout agar peta mudah dipahami oleh pembaca. Misalnya dengan menambahkan arah utara, nama tempat, skala dan kelengkapan peta lainnya.

Sebagai tugas kelompok, lakukan skoring sesuai dengan langkah di atas untuk data kerentanan yang lain sehingga menghasilkan peta kerentanan sesuai dengan jenis ancaman yang ada.

Gambar

Gambar fungsi Impact Analysis pada InaSAFE
Gambar III. 1. Siklus Penanggulangan Bencana
Gambar III.2. Peta Daerah Bahaya Erupsi Gunung Papandayan
Tabel Elemen-elemen berisiko (BNPB, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejauhmana otoritas pusat dan institusi penegak hukum yang terkait dapat memperlihatkan kinerja dan berperan dalam upaya penegakan hukum dalam kerangka

Jika terdapat poin kemenangan yang sama dalam 1 grup, maka poin dan waktu pertandingan di saat bertanding dilihat kembali untuk menentukan peringkat

Kemandirian Lembaga Masyarakat dalam aksi PA dan BPTA meningkat Kemensos, Kemnaker, LSM Kementerian/ lembaga terkait, LSM, SP/SB, Dinas Instansi terkait, dan lain-lain

Atas dasar pemikiran ini, maka permasalahan utama yang akan dijawab dalam kajian kerusakan danau Limboto adalah: Bagaimana memanfaatkan eceng gondok dan sedimen

Kegiatan Peluncuran Program Dara Khatulistiwa Episode 1: Sosialisasi Seleksi Akademik dan Administrasi PPG Dalam Jabatan yang dilaksanakan secara daring pada tanggal

Analisis Kebijakan Pelatihan Analisis Calon Peserta pelatihan (E) Membandingkan hasil Analisis Calon peserta dengan hasil Analisis obyek diperoleh gap Analisis Standar

Analisis lemak babi baik dalam campurannya dengan minyak jarak dalam formula lipstik menggunakan metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan kalibrasi

Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan dalam Rangka Pembentukan dan Pemeliharaan Basis Data SISMIOP dengan Cara Penyebaran SPOP Kolektif