EXECUTIVE SUMMARY
TAHUN ANGGARAN 2011
PENELITIAN MODEL KOMPENSASI NON – UANG
UNTUK PENGADAAN LAHAN INFRASTRUKTUR
KATA PENGANTAR
Ringkasan Eksekutif ini merupakan ringkasan laporan penelitian yang menjelaskan mengenai sejumlah alternatif kompensasi non-uang yang diberikan kepada masyarakat terdampak terutama untuk pembangunan infrastruktur jalan. Secara garis besar sebenarnya ringkasan eksekutif ini lebih sebagai pengantar bagi pembaca untuk memahami bagaimana kompensasi non-uang diterapkan di Indonesia. Diharapkan dengan membaca ringkasan eksekutif ini, ada keinginan untuk mendalami bagaimana sesungguhnya kompensasi non-uang diterapkan.
Mengingat sifatnya yang berupa ringkasan maka banyak pembahasan yang dipadatkan dan ada juga beberapa yang sengaja tidak dimasukkan karena dirasa tidak terlalu penting. Oleh karenanya jika pembaca ingin memahami benar maka sangat disarankan untuk juga membaca Laporan Akhir Penelitian sehingga bisa mendapatkan gambaran yang holistic dan komprehensif.
Pelaksana Kegiatan menyadari bahwa Ringkasan Eksekutif ini masih jauh dari sempurna dan sangat membutuhkan penyempurnaan atau masukan. Oleh karena itu, tanggapan positif dari pembaca akan memperkuat dan menyempurnakan Ringkasan Eksekutif ini.
Surabaya, November 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iiii
1 PENDAHULUAN ... 1
2 KERANGKA KONSEPTUAL ... 2
2.1 Mekanisme Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur Jalan ... 2
2.2 Permasalahan dalam Pengadaan Tanah Menurut Naskah Akademik RUU Pengadaan Tanah ... 4
2.3 Kerangka Pemikiran ... 4
3 METODE PENELITIAN ... 5
4 HASIL PENELITIAN ... 7
4.1 Alternatif Kompensasi Non Uang ... 7
4.1.1 Sertifikasi sebagai Bentuk Kompensasi Non Uang ... 7
4.1.2 Bentuk Lain Kompensasi Non Uang: Pembangunan Fasos ... 12
4.2 Peluang Lain dalam Pemberian Kompensasi Non Uang ... 14
4.3 Permasalahan Pengadaan Tanah: Temuan Lapangan... 15
4.4 Usulan Model Pengadaan Tanah ... 19
5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 20
5.1 Kesimpulan ... 20
5.2 Rekomendasi... 21
1
PENDAHULUAN
Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Peran infrastruktur dalam pembangunan dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi yang implikasinya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Salah satu infrastruktur yang dirasa mampu meningkatkan perekonomian adalah infrastruktur jalan. Hal ini dibuktikan melalui sejumlah penelitian yang pernah dilakukan.
Meskipun demikian pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu kendala yang menghadang adalah proses pengadaan lahan yang tidak berjalan mulus. Di sisi lain untuk pembangunan jalan yang menggunakan dana yang berasal dari lembaga donor seperti ADB dan World Bank dituntut untuk membuat dokumen LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan).
Dalam pelaksanaan di lapangan, kompensasi yang diberikan kepada masyarakat kebanyakan berupa uang tunai dengan program cash and carry. Meskipun tidak menutup kemungkinan juga untuk kompensasi yang tidak berupa uang tunai. Berdasarkan hal tersebut, maka Balai Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan mencoba membuat pedoman yang menjelaskan mengenai kompensasi non-uang untuk pengadaan lahan infrastruktur jalan.
Untuk kegiatan pada tahun pertama ini penelitian difokuskan pada usaha untuk mencari berbagai macam alternatif kompensasi non-uang yang pernah dilakukan oleh sejumlah institusi. Alternatif ini akan menjadi dasar dalam penyusunan model yang akan dilakukan pada tahun berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Apa saja alternative kompensasi non-uang yang pernah dilakukan dalam pengadaan lahan untuk infrastruktur
jalan di Indonesia”, sehingga hasil dari penelitian yaitu teridentifikasinya alternatif
2
KERANGKA KONSEPTUAL
Secara garis besar kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah kebijakan mengenai pengadaan tanah yaitu PerPres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2005 dan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007. Kemudian ditambah dengan guidelines LARAP dari IFC yang merupakan bagian dari World Bank serta diperkaya dengan dengan Draft RUU Pengadaan Tanah.
2.1
Mekanisme Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur Jalan
Berdasarkan pada penjelasan di atas maka secara garis besar terdapat 3 instansi yang terlibat dalam pengadaan tanah, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN), Instansi yang memerlukan tanah, dan Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Peran dan tugasnya masing-masing dalam bentuk bagan dapat dilihat pada gambar 2.1. sementara gambar 2.2 menggambarkan mekanisme pengadaan tanah untuk infrastruktur jalan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V PERMOHONAN DAN
PERSETUJUAN LOKASI MUSYAWARAH DAN DAFTAR NOMINATIF
PENITIPAN UGR KE PENGADILAN DAN PENCABUTAN HAK SOSIALISASI, INVENTARISASI DAN TIM PENILAI
HARGA TANAH
PEMBAYARAN DAN SURAT PELEPASAN HAK (SPH)
Survey/Pemetaan Koridor Trase Jalan Ditjen Bina Marga
Rencana Alinyemen Horisontal, Vertikal dan
Intersection Ditjen Bina Marga
Rencana Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Ditjen Bina Marga
Permohonan SP2LP Ditjen Bina Marga
Penerbitan SP2LP
Gubernur/Walikota/Bupati
Pengadaan Tim Penilai Harga Tanah
PPT
Pengumuman Hasil Inventarisasi Tanah, Bangunan dan Tanaman
PPT
Pembuatan Daftar dan Peta Inventaris Tanah, Bangunan
dan Tanaman Ditjen Bina Marga
Pematokan Batas Rumiija, Inventarisasi Tanah, Bangunan dan Tanaman
PPT
Sosialisasi Rencana Pengadaan Tanah
PPT, Pemegang Hak, TPT
Rapat Persiapan Pengadaan Tanah PPT, TPT
Permohonan Mulai Pengadaan Tanah ke PPT
Ditjen Bina Marga
Rekomendasi Harga Nyata (Pasar) Tim Penilai Harga Tanah
Sepakat
Musyawarah Ganti Rugi Tanah
PPT, Pemegang Hak Tanah, TPT
Penyediaan Dana Pengadaan Tanah Investor/Ditjen Bina Marga
Permintaan Dana Kepada Badan Usaha/Instansi
TPT
Sepakat
Surat Keputusan Penetapan Harga
PPT
Penyusunan Daftar Nominatif dan Daftar
Pembayaran
PPT, TPT
Sepakat Sepakat
Ajukan Keberatan ike Bupati/Walikota/Gubernur/
Mendagri Pemegang Hak atas Tanah
Pengukuhan/Perubahan SK Harga Sebelumnya Bupati/Walikota/Gubernur/
Mendagri
Surat Pelepasan Hak, Penyerahan Girik, HGB,
SHM Pemegang Hak Tanah
Pembayaran Ganti Kerugian Tanah TPT, PPT, Pemegang Tanah PENGADAAN TANAH SELESAI Titip ke Pengadilan (Konsinyasi) PPT/TPT
Usul Penyelesaian dengan Pencabutan Hak (UU No. 20/
1961) Bupati/Walikota/Gubernur/
Mendagri
Konsultasi Penyelesaian dengan Pencabutan Hak BPN, Menteri Terkait.
Menkumham
Usulan Penyelesaian dengan Pencabutan Hak
kepada Presiden BPN, Menteri Terkait.
Menkumham
Keputusan Pencabutan Hak
Presiden Tidak Ya Ya Tidak < 120 hari > 120 hari Ya Tidak Tidak Ya
2.2
Permasalahan dalam Pengadaan Tanah Menurut Naskah
Akademik RUU Pengadaan Tanah
Jika Bina Marga mengidentifikasi sejumlah masalah dalam pengadaan tanah, maka telaah praxis-empiris dalam Naskah Akademik RUU Pengadaan tanah juga mengidentifikasi persoalan dalam pengadaan tanah sebagai berikut:
1. Besaran Nilai Ganti Kerugian 2. Keengganan Masyarakat 3. Hambatan karena Hukum
4. Efektivitas Penitipan Uang Ganti Kerugian di Pengadilan 5. Administrasi Pertanahan
6. Efektivitas Penitipan Uang Ganti Kerugian di Pengadilan 7. Administrasi Pertanahan
8. Pembekuan Tanah secara Administratif 9. Lembaga Penilai Tanah
2.3
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibangun suatu kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut
Pembangunan Infrastruktur Jalan
Kebutuhan Tanah
Pemberian Kompensasi
Uang Tunai Non Uang Tunai
ALTERNATIF KOMPENSASI NON
UANG
· Model LARAP IFC
· Model Resettlement ADB
· PerPres
· PerKaBPN
3
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pemberian kompensasi non-uang dalam pengadaan lahan untuk infrastruktur jalan dengan desain penelitian berupa penelitian kualitatif. Moleong (2010: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut, 1. Observasi, dilakukan untuk melihat langsung bagaimana pelaksanaan
pengadaan tanah serta pemberian kompensasi
2. Wawancara dilakukan untuk menggali data dan informasi dari informan kunci. Wawancara dilakukan dengan 3 teknik yaitu,
· Wawancara informal, terutama dilakukan kepada warga terkena proyek yang memperoleh kompensasi
· Wawancara tidak terstruktur, terutama dilakukan kepada para pelaksana di lapangan
· Wawancara semi terstruktur, terutama dilakukan kepada para pemimpin selaku pengambil kebijakan
3. Focus Group Discussion dilakukan untuk menggali data dan informasi kepada stakeholder terkait secara langsung yang lebih dari 3 orang tetapi kurang dari 10 orang
4. Triangulasi Data dilakukan untuk menghindari adanya key informant bias, yaitu kecenderungan peneliti untuk menggantungkan sebagian besar informasi dari sejumlah kecil informan yang tidak mencerminkan unit analisis keseluruhan termasuk juga untuk menghindari adanya leading question dalam proses wawancara yang dilakukan
5. Studi Literatur dan Data sekunder dilakukan untuk membangun model sebagai salah satu cara mensiasati keterbatasan yang ada di lapangan. Selain itu juga untuk memperkaya penelitian termasuk pencarian informan kunci Analisis data dalam penelitian dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Mempelajari temuan lapangan mengenai pengadaan tanah di sejumlah lokasi baik yang berasal dari hasil wawancara dan FGD ataupun hasil pengamatan langsung tim peneliti sendiri
2. Mengkategorisasi dengan melakukan pemilahan terhadap hal-hal berikut: a. Karakteristik masyarakat terdampak
b. Masalah dalam pengadaan tanah yang terjadi di lapangan
c. Usaha yang dilakukan oleh para pelaksana langsung di lapangan untuk mengatasi masalah tersebut
3. Mengkaitkan apakah kebijakan yang berlaku saat ini termasuk juga LARAP versi luar negeri sudah mengakomodasi usaha para pelaksana dalam mengatasi masalah
4. Menguraikan apakah Draft RUU Pengadaan Tanah dan Usulan Model Resolusi Puslitbang Sosekling sudah dapat menjawab kekurangan yang ada terkait dengan pengadaan tanah
5. Mensintesiskan model/formula yang dirasa paling tepat untuk mendukung kegiatan pengadaan tanah terutama pengadaan tanah untuk infrastruktur jalan dan jembatan
Jika tahap tersebut digambarkan dalam bentuk bagan maka dapat dilihat pada gambar berikut:
Mempelajari sejumlah temuan lapangan
Melakukan Kategorisasi
Mengkaitkan kebijakan yang berlaku dengan permasalahan yang terjadi
Menguraikan Draft RUU dan Model Puslitbang Sosekling
Sintesis model/formula yang paling tepat MULAI · Hasil pengamatan · Pendapat Pelaksana Pengadaan Tanah · Karakteristik Masyarakat · Masalah di lapangan
· Usaha mengatasi masalah
· PerPres & PerKaBPN
· LARAP versi luar negeri
· Draft RUU
· Model LARAP Puslitbang Sosekling
SELESAI
MODEL PENGADAAN TANAH INFRASTRUKTUR JALAN
4
HASIL PENELITIAN
Lokasi yang dipilih sebagai tempat studi kasus yaitu di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Sambas dan di Kota Ambon Provinsi Maluku. Selain itu juga dilakukan studi literature dan data sekunder termasuk sharing data dengan penelitian lain yang sejenis yang berlokasi di Kabupaten Jombang Jawa Timur dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Dengan demikian, semua analisis dalam penelitian ini untuk yang bersifat empiris bersumber dari kejadian pada 4 kota tersebut.
4.1
Alternatif Kompensasi Non Uang
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi sejumlah alternatif kompensasi non uang yang pernah dilakukan di Indonesia. Pengalaman empiris di Kalimantan Barat dan Maluku menunjukkan bahwa kompensasi yang diberikan sebagian besar berupa uang tunai. Kompensasi yang bukan berupa uang tunai terlihat di Kabupaten Sambas, Kalimantan barat yaitu pembuatan sertifikat bagi mereka yang tanahnya belum bersertifikat. Sertifikasi ini sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat yang telah secara ikhlas menyerahkan tanahnya tanpa pemberian kompensasi. Kompensasi non uang lainnya yang juga ditemui di lapangan yaitu di Kabupaten Maluku Tengah, di mana masyarakat terdampak dibangunkan lapangan sepak bola dan perbaikan kubah masjid.
4.1.1 Sertifikasi sebagai Bentuk Kompensasi Non Uang
Pembuatan sertifikat sebagai salah satu bentuk kompensasi non uang ditemui di pada pembangunan jalan Trans Kalimantan di Kabupaten Sambas. Sertifikasi ini dilakukan bagi warga terdampak yang tanahnya belum bersertifikat. Selain sertifikasi, warga terdampak juga diberikan santunan sekedarnya untuk bangunan atau tanaman yang terkena proyek.
Sebagai salah satu kabupaten yang baru berdiri1 pasca otonomi daerah, maka Kabupaten Sambas sangat giat membangun wilayahnya dimana salah satu yang menjadi focus adalah pembangunan jalan. Prioritas diutamakan pada wilayah
1 Kabupaten Sambas dibentuk berdasarkan UU No. 10 Tahun 1999 dimana Ibukota
Kabupaten Sambas pindah dari Kecamatan Singkawang ke Kecamatan Sambas. Sementara Kecamatan Singkawang berpisah dengan Kabupaten Sambas dan menjadi kota otonom
perbatasan karena bagian utara Kabupaten Sambas berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Membangun jalan baru bukanlah suatu hal yang mudah. Kendala terbesar terutama pada keterbatasan anggaran.
Ketika Pemerintah Kabupaten Sambas mengajukan bantuan pada Kementerian Pekerjaan Umum untuk pembangunan jalan terutama pada wilayah perbatasan, Kementerian menyanggupi untuk membantu dengan syarat badan jalan sudah terbangun meskipun masih berupa macadam. Mengingat ketika itu kenyataan di lapangan belum ada jalan yang terbangun sama sekali, maka Pemerintah Kabupaten Sambas menyanggupinya.
Pemerintah Kabupaten Sambas melalui Dinas PU Bina Marga, Pengairan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUBMPESDM) kemudian melakukan identifikasi dan inventarisasi mengenai ruas mana yang akan menjadi prioritas untuk setidaknya terbangun badan jalan. Melalui diskusi, maka disepakati ruasnya yaitu dari barat daya yang berbatasan dengan Kota Singkawang hingga Perbatasan dengan Malaysia di Timur Laut. Ruas yang ada dibagi menjadi 6 ruas yaitu:
Tabel 4-1 Ruas Jalan yang menjadi Prioritas Pembangunan di Kabupaten Sambas
No. Nama Ruas Panjang (km)
1. Batas Singkawang – Tebas 40,46
2. Tebas – Sambas 32,24
3. Sambas – Tanjung Harapan 19,99
4. Tanjung Harapan – Galing 19,80
5. Galing – Simpang Tanjung 29,75
6 Simpang Tanjung – Aruk – Batas Serawak (Malaysia) 11,56
Total Panjang 153.80 km
Sumber: Dinas PUBMPESDM Kabupaten Sambas
Untuk ruas dari Batas Singkawang hingga Tanjung Harapan, badan jalan sudah ada sehingga hanya diperlukan peningkatan. Dengan demikian, tugas yang berat di sini adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berada di sekitar jalan tersebut karena sebagian dari tanahnya akan terkena proyek. Sementara dari Tanjung Harapan hingga Aruk jalan belum terbangun sama sekali.
Setelah identifikasi awal dilakukan, maka kemudian dilakukan sosialisasi secara gencar. Mengingat masyarakat Sambas sangat menghormati para tokoh, maka
sosialisasi dilakukan dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat termasuk juga Camat dan Kepala Desa. Mahasiswa yang sedang melakukan KKN juga diajak turut serta untuk membantu sosialisasi. Mereka semua dilibatkan dari awal.
Sejak sosialisasi awal, Bupati Sambas juga tidak segan-segan untuk turun langsung ke lapangan. Dalam setiap sosialisasi, Bupati selalu menegaskan betapa pentingnya keberadaan jalan. Di sisi lain Bupati juga menjelaskan anggaran yang terbatas sehingga masyarakat diminta untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan jalan ini dengan menyerahkan tanahnya secara ikhlas sehingga dapat mempercepat pembangunan jalan. Alasan yang diuraikan Bupati yaitu jika Pemerintah Kabupaten harus menyediakan anggaran lagi untuk pembebasan tanah, maka anggaran untuk konstruksi jalannya sendiri akan menjadi lebih kecil sehingga dikhawatirkan tidak cukup. Padahal jika badan jalan tidak terbangun, Kementerian PU tidak akan membantu sehingga jalan tidak akan terwujud.
Melalui sosialisasi yang berulang kali dilakukan serta dibantu oleh para tokoh, sebagian besar masyarakat bersedia menyerahkan tanahnya tanpa kompensasi apapun. Mereka hanya meminta agar mereka tidak dipindahkan dari tempat asalnya. Selain itu, mereka juga meminta agar tanah yang mereka serahkan tersebut benar-benar digunakan untuk pembangunan jalan dan bukan untuk pembangunan yang lain. Semua persyaratan tersebut dinyatakan mampu untuk dipenuhi oleh Bupati. Sebagaimana janji Bupati, untuk wilayah dari Tanjung Harapan sampai dengan Aruk maka kemudian dibuatlah badan jalan. Sebagian besar masih berupa macadam. Tetapi jika dibandingkan dengan kondisi awal maka jelas terjadi peningkatan. Dalam proses pembangunan, Bupati juga tidak segan-segan untuk turun langsung ke lapangan meninjau pembangunan. Bahkan dalam salah satu kesempatan, mobil dinas beliau pernah terjebak dalam lumpur. Beberapa gambar untuk memperlihatkan kondisi tersebut bisa dilihat di bawah ini,
Gambar 4-1 Ruas Tanjung Harapan – Galing
Gambar 4-3 Ruas Simpang Tanjung – Aruk
Setelah badan jalan terbangun maka Bupati kemudian mengusahakan pembuatan sertifikat bagi masyarakat terdampak yang belum memiliki sertifikat. Pembuatan sertifikat ini tidak dimasukkan dalam program pembangunan jalan tersebut tetapi terpisah dalam program pemerintah Kabupaten Sambas yang lain. Namun pemberian sertifikat ini diprioritaskan kepada masyarakat yang telah mengikhlaskan tanahnya untuk pembangunan badan jalan tersebut. Oleh karena itu bisa dibilang pemberian sertifikat ini merupakan bentuk penghargaan dan terima kasih dari Pemerintah Kabupaten Sambas kepada masyarakat yang telah bersedia untuk berkorban. Adapun bagaimana mekanisme dan prosesnya dalam penelitian ini kurang didalami karena penelitian ini masih berfokus dalam mengidentifikasi bentuk-bentuk alternative kompensasi non uang.
Hingga laporan ini disusun belum ada sertifikat yang sudah jadi mengingat panjangnya prosedur pembuatan sertifikat dan terbatasnya sumber daya. Tetapi daftar nama termasuk luasan tanah yang akan disertifikasi sudah ada semua dan akan segera diproses. Seluruh biaya pembuatan sertifikat gratis dan ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Sambas.
4.1.2 Bentuk Lain Kompensasi Non Uang: Pembangunan Fasilitas
Sosial
Bentuk kompensasi non uang lainnya adalah pembangunan fasilitas sosial. Hal ini ditemukan di Maluku tepatnya di Kabupaten Maluku Tengah pada proyek pembangunan jalan provinsi Ruas Laha – Wakasihu. Proyek ini berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Maluku yang didanai oleh loan dari World Bank dan merupakan bagian dari program EIRTP (Eastern Indonesia Road Transport Project). Proyek ini sendiri sudah selesai pada tahun 2008 yang lalu.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Bina Marga, Dinas PU Provinsi Maluku diketahui bahwa pembangunan jalan ini sebagian besar melintasi kawasan bukit atau hutan yang tidak berpenduduk sehingga tidak diperlukan pengadaan tanah. Meskipun demikian, ada beberapa perkampungan penduduk yang dilintasi proyek tersebut salah satunya adalah Desa Wakasihu. Warga Desa sangat antusias dan mendukung peningkatan jalan tersebut. Hal ini terkait akses ke desa mereka selama ini belum sebaik dengan daerah lainnya, baik dari kualitas jalannya maupun lebar jalannya.
Sebelumnya akses untuk menuju Desa Wakasihu memang sudah ada, tetapi dengan kualitas jalan yang kurang baik (masih berupa latasir). Lebar jalannya juga masih sempit (+ 3 m) dan hanya dapat dilalui satu kendaraan (mobil) sehingga jika mobil berpapasan, terpaksa salah satu di antaranya harus berhenti agar yang lainnya bisa berjalan. Kondisi ini tentu menyulitkan mobilitas warga, apalagi yang menggunakan kendaraan besar. Seringkali warga harus berhenti beberapa kali hanya untuk mempersilakan kendaraan lain lewat terlebih dahulu.
Oleh karena itu, ketika ada rencana pemerintah daerah untuk peningkatan jalan, warga Desa Wakasihu menyambutnya dengan sangat antusias. Kendatipun dalam program peningkatan jalan tersebut, ada beberapa bagian tanah milik masyarakat yang terkena, warga tetap tidak mempermasalahkannya. Mereka bersedia menyerahkan tanahnya tanpa harus ada kompensasi berupa uang. Hanya saja sebagai bentuk imbal baliknya, mereka meminta dibangunkan lapangan sepak bola dan bantuan untuk perbaikan kubah masjid.
Permintaan warga tersebut didasari oleh suatu kenyataan bahwa tanah yang terkena peningkatan jalan (pelebaran) adalah tanah hak ulayat adat yang kepemilikannya bersifat komunal. Dengan demikian, imbal balik atas penyerahan hak atas tanah
kepada pemerintah sebaiknya dikembalikan pula dalam bentuk yang juga dapat dinikmati oleh banyak orang. Karena jika imbal baliknya bersifat individual, kemungkinan akan menjadi masalah di kemudian hari. Oleh karena itu, dipilih bentuk kompensasi berupa pembuatan lapangan sepak bola dan pembangunan kubah masjid.
Pembuatan lapangan sepak bola dipandang sebagai suatu prasarana yang bersifat massal karena dapat digunakan oleh beberapa orang dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, lapangan sepak bola dapat dikatakan sebagai fasilitas sosial yang mampu menarik perhatian banyak anggota masyarakat Desa Wakasihu sehingga dapat membangun dan memperkuat soilidaritas di antara sesama warga. Warga pun tidak akan melakukan protes terhadap penyerahan hak atas tanah kepada pemerintah karena mereka pun dapat menikmati hasil imbal baliknya secara terbuka.
Pembangunan lapangan sepak bola ini juga dilakukan secara partisipastif. Artinya, pihak pemerintah tidak serta merta membangun lapangan sepak bola di sembarang tempat. Warga Desa Wakasihu meminta agar lapangan sepak bola dibangun di atas bukit. Atas dasar permintaan warga, pemerintah pun secara akomodatif membangun lapangan sepak bola di atas bukit.
Hal yang sama juga dilakukan untuk pembangunan fasilitas sosial lainnya, yakni pembangunan kubah Masjid. Karena pada umumnya warga di Desa Wakasihu menganut agama Islam, maka warga meminta agar pemerintah tidak perlu memberikan ganti rugi berupa uang, tetapi dapat menggantinya dalam bentuk pembangunan kubah masjid. Sejalan dengan alasan untuk pembangunan lapangan sepak bola, pada pembangunan kubah masjid pun dapat dijelaskan bahwa sebagai salah kelompok yang menganut agama Islam, maka Masjid menjadi pusat pelaksanaan ibadah. Artinya, semua warga dapat menggunakan Masjid tersebut tanpa ada pengecualian. Masjid adalah milik komunal dan dapat digunakan oleh semua warga untuk beribadah dalam jumlah yang relatif banyak. Dalam konteks ini, masjid selain dipandang sebagai sarana ibadah untuk menjalankan kewajiban vertikal kepada Sang Pencipta, juga sebagai media memperkuat ikatan solidaritas horizontal di antara sesama warga Desa Wakasihu. Dalam proses pembangunannya pun, pemerintah tidak asal membangun saja, tetapi berdasarkan usulan warga dengan menunjuk Masjid yang perlu dibangun berdasarkan prioritas yang dibuat sendiri oleh warga.
Pelaksanaan pembangunan fasilitas sosial, baik pembangunan lapangan sepak bola maupun pembangunan kubah Masjid dilakukan bukan pada saat yang berbeda, melainkan pada saat yang sama dengan pembangunan jalan. Ini dilakukan agar memudahkan mobilisasi alat selain itu hal ini juga dilakukan untuk meminimalisasi kecurigaan warga, sekaligus meningkatkan kualitas trust warga kepada pemerintah bahwa pengorbanan warga tidak akan dikhianati. Akhirnya, saat ini kedua pembangunan fasilitas social tersebut sudah dinikmati oleh warga bersamaan dengan semakin baiknya kondisi jalan di Desa Wakasihu.
Gambar 4-4 Jalan Provinsi Laha – Wakasihu setelah Pembangunan
4.2
Peluang Lain dalam Pemberian Kompensasi Non Uang
Sebenarnya selain kedua bentuk di atas, masih ada peluang untuk pemberian kompensasi non uang. Berdasarkan pengalaman di lapangan sesungguhnya banyak masyarakat terdampak yang bersedia diberi ganti rugi yang bukan berupa uang tunai. Mereka sudah senang diberi rumah baru atau tempat tinggal baru sebagai pengganti rumah mereka yang terkena proyek.Permasalahannya adalah belum tentu P2T atau instansi yang memerlukan tanah mengabulkan keinginan mereka. Pengganjal utamanya adalah P2T mengalami kesulitan karena terkendala peraturan yang berlaku. Memang dalam kebijakan pengadaan tanah yang berlaku saat ini, dimungkinkan pemberian kompensasi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Namun ternyata aturan yang lain justru menghambat kemungkinan tersebut. Untuk penggantian rumah dengan rumah sebagai contoh misalnya, ternyata tidak mungkin dilakukan karena untuk setiap pembangunan rumah yang menggunakan uang Negara maka itu menjadi asset Negara dan tidak boleh diserah terimakan kepada pihak lain.
Diringkas terdapat dalam bentuk table, alternative kompensasi non uang yang pernah dilakukan dan memungkinkan untuk dilakukan selengkapnya dapat dilihat dalam table 4-2.
Sebenarnya masih bisa dikembangkan bentuk-bentuk lain kompensasi non uang dengan memperhatikan kegiatan yang terjadi pada tanah yang terkena proyek. Karena mungkin saja untuk kegiatan pertanian bentuk kompensasi non uangnya akan berbeda dengan kegiatan peternakan atau permukiman.
Oleh karena itu maka coba diusulkan serta bentuk kompensasi non uang yang memungkinkan untuk diberikan pada setiap kegiatan yang mungkin terjadi pada tanah yang terkena proyek. Usulan ini masih berupa draft dan disusun berdasarkan kombinasi dari kajian literature, pengalaman di Negara lain dan pengalaman empiris di lapangan selama survey dilakukan. Usulan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada table 4-3.
4.3
Permasalahan Pengadaan Tanah: Temuan Lapangan
Selain soal kompensasi sebenarnya masih banyak permasalahan lainnya dalam pengadaan tanah. Oleh karena itu, bagian ini akan menguraikan mengenai permasalahan yang terjadi dalam pengadaan tanah baik hasil temuan lapangan di ataupun permasalahan yang diutarakan oleh para pelaku pengadaan tanah seperti Direktorat Jenderal Bina Marga, Panitia Pengadaan Tanah, Tim Pengadaan Tanah, Satker dan sejumlah komponen lainnya yang terlibat langsung dalam pengadaan tanah.
Secara garis besar, sejumlah masalah yang berhasil diidentifikasi di lapangan yaitu sebagai berikut,
1. Komitmen Pemerintah Daerah 2. Koordinasi antar instansi 3. Legal Formal
4. Status Tanah
5. Penentuan Kompensasi 6. Sistem Komunikasi
Tabel 4-2 Bentuk Alternatif Kompensasi Non Uang yang Pernah Dilakukan/Diusulkan
No. Bentuk Alternatif Kompensasi Non Uang Dilakukan/Diusulkan Kendala Keterangan 1. Sertifikasi Dilakukan di Kabupaten
Sambas
· Prosesnya lama
· Dana yang diperlukan cukup besar
· Dilakukan terpisah dari kegiatan pengadaan tanahnya sendiri
· Merupakan bentuk penghargaan dan terima kasih dari PemKab. Sambas kepada masyarakat terdampak yang telah ikhlas menyerahkan tanahnya
2. Pembangunan fasilitas social (lapangan sepakbola dan kubah masjid)
Dilakukan di Desa Wakasihu, Maluku Tengah
· Jika menggunakan uang Negara (APBN/ APBD) akan terhambat masalah administrasi
· Memungkinkan dilakukan jika fasilitas social tersebut tidak terlalu membutuhkan banyak biaya
· Pembangunan fasilitas social tersebut diambilkan dari anggaran fisik peningkatan jalan
· Pembangunan fasilitas social dilakukan bersama-sama dengan pengerjaan fisik jalan
3. Penggantian rumah dengan rumah · Diusulkan oleh masyarakat terdampak di Desa Tanjung Morawa B, Deli Serdang
· Diusulkan oleh Investor Jalan Tol Mojokerto - Kertosono
· Jika menggunakan uang Negara (APBN/ APBD) akan terhambat masalah administrasi
· Kesulitan mencari lokasi baru tempat pembangunan rumah pengganti
· Belum ada pengalaman sebelumnya
· Belum ada peraturan/kebijakan yang mengaturnya
· Penolakan oleh masyarakat
· Keberatan oleh P2T setempat
· Ditolak oleh P2T
· Untuk Desa Tanjung Morawa B, Deli Serdang, sebenarnya masyarakat terdampak menawarkan diri untuk mencarikan lokasi baru tempat pembangunan rumah pengganti
Tabel 4-3 Usulan berbagai Bentuk Kompensasi Non Uang yang Mungkin Dilakukan Kegiatan yang Terjadi di atas tanah Bentuk Kompensasi Tanah
Bangunan Bentuk lain
Rumah Toko Warung Pagar Kantor Lain-lain Sertifikasi Bantuan
Modal/Pelatihan Lain-lain
Pertanian V · Sawah V V ·· Bibit Tanaman
Pupuk
Perkebunan V · Kebun/ladang V V ·· Bibit Tanaman
Pupuk
Peternakan V · Kandang V V ·· Bibit hewan
Makanan hewan
Kehutanan V V Bibit Tanaman
Perikanan V · Kolam · Tambak V V · Bibit hewan · Makanan hewan Pertambangan V Industri V Pabrik V
Utilitas Bantuan pemindahan
jaringan
Permukiman V V V V
Perkantoran V V V Tukar guling
Pemerintahan V V V Tukar guling
BUMN V V V Tukar guling
Pertokoan V V V V
Pendidikan V V V
· Sekolah
· Ruang Kuliah/ Belajar
Kegiatan yang Terjadi di atas
tanah
Bentuk Kompensasi Tanah
Bangunan Bentuk lain
Rumah Toko Warung Pagar Kantor Lain-lain Sertifikasi Bantuan
Modal/Pelatihan Lain-lain Warung/Kios V V V V V Restoran V V V ·· Restoran Tukar guling V V Hotel V V V ·· Hotel Tukar guling
TNI dan Polri V V V Tukar guling
Kuburan V Pemindahan
Ket: V Peluang pola kompensasi non uang yang mungkin dilakukan Sumber: Hasil Analisis, 2011
4.4
Usulan Model Pengadaan Tanah
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka akan coba diusulkan suatu model pengadaan tanah yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi. Model ini didasari pada Model Usulan Alternatif LARAP yang dibuat oleh Puslitbang Sosekling. Model tersebut dimodifikasi dan disesuaikan berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan serta disusun dengan juga mengacu pada draft RUU Pengadaan Tanah dengan asumsi bahwa RUU tersebut akan segera disahkan sehingga Model ini akan memperkaya dan memperkuat RUU.Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Sosialisasi Rencana
Pembagian Tugas dan Anggaran
Identifikasi Masyarakat Terdampak dan
Aset-Asetnya
Penilaian
Musyawarah dan Negosiasi
Pasca Pembayaran Ganti Kerugian
- Konsultansi Publik Kesepakatan Lokasi - Mekanisme Pengajuan Keberatan
Pelaksana: Lembaga Pertanahan
Penyedia Dana Pembebasan Tanah: Instansi yang memilik Tanah
Jaminan Kesejahteraan Masyarakat Terdampak: Pemerintah Daerah Anggaran: Dinas terkait Pemerintah Daerah
Masyarakat Terdampak: Langsung dan Tidak Langsung
Aset Terdampak:
Tanah, Bangunan, Tanaman dan Benda lain yang berkaitan atas tanah
- Dilakukan Tim Independen bidang per bidang tanah - Dihitung pada saat pengumuman penetapan lokasi - Dihitung juga kerugian lain yang bisa dinilai dengan uang
- Jaminan kesejahteraan warga terdampak - Kepastian perolehan tanah
- Kemungkinan pemberian ganti rugi non uang - Mekanisme pengajuan keberatan
- Tidak boleh ada masyarakat terdampak yang terlantar - Diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk Monitoring dan
Evaluasi
Tahap Pengadaan Tanah Substansi Kegiatan
5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bagian ini merupakan penutup hasil penelitian yang berupa kesimpulan dan rekomendasi kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan penelitian ini.
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut,
· Pemberian kompensasi non uang yang pernah dilakukan yaitu berupa sertifikasi kepada masyarakat yang tanahnya belum bersertifikat dan pembangunan fasilitas sosial yang bisa dimanfaatkan bersama oleh warga. Namun demikian, ada kecenderungan pemberian kompensasi non uang memperhatikan sifat kepemilikan tanahnya, yakni hak kepemilikan individual juga dikompensasi dengan yang sifat kepemilikannya individual (sertifikasi) dan hak komunal juga dikompensasi dengan yang sifatnya komunal (fasilitas sosial).
· Masyarakat sendiri sebenarnya tidak berkeberatan jika mereka diberi kompensasi non uang dan salah satu yang banyak diusulkan adalah penggantian rumah dengan rumah.
· Apapun bentuk kompensasi non uang yang diberikan tetapi harus menjamin 2 prinsip utama dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu jaminan kesejahteraan bagi warga terdampak dan kepastian perolehan tanah bagi instansi yang memerlukan tanah.
· Masalah pemberian kompensasi hanya salah satu dari sekian banyak masalah yang ditemui dalam pengadaan tanah. Masih banyak masalah lainnya yang justru lebih pelik dari sekedar pemberian kompensasi, yakni: Komitmen Pemerintah Daerah, Koordinasi antar instansi, legal formal, status tanah dan system komunikasi
5.2
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka tindak lanjut yang dapat dilakukan yaitu,
· Untuk pemberian kompensasi yang berupa non uang dapat dilakukan dengan memberi tanah pengganti, memberi rumah pengganti, memberi bangunan pengganti lainnya yang sesuai dengan bangunan yang lama seperti warung, toko, kantor, dll.
· Pemberian kompensasi non uang juga bisa tidak berwujud fisik, misalnya dengan memberikan sertifikat secara gratis kepada masyarakat yang tanahnya belum bersertifikat, melakukan pelatihan atau bantuan modal kepada masyarakat terdampak sehingga mereka memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan sebelumnya.
· Perlu ada pembagian tugas dan wewenang termasuk juga anggaran untuk menjamin kesejahteraan masyarakat terdampak serta menghindari adanya saling lempar tanggung jawab diantara instansi yang terlibat.
DAFTAR PUSTAKA
Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Penerjemah Sigit Jatmiko. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bungin, H.M. Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ife, Jim dan Frank Tesoriero. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Penerjemah: Sastrawan Manulang, Nurul Yakin dan M. Nursyahid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
International Finance Corporation. 2002. Handbook for Preparing a Resettlement Action Plan. Washington: International Finance Corporation
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali dalam Pembangunan Infrastruktur PU Berbasis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Disampaikan dalam Kolokium Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan di Jakarta 27 Juli 2011
Saptomo, Ade. 2010. Hukum dan Kearifan Lokal. Jakarta: PT. Grasindo
Soetomo. 2009. Pembangunan Masyarakat: Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sumardjono, Maria S.W., Nurhasan Ismail dan Isharyanto. 2008. Mediasi Sengketa Tanah: Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Artikel Lainnya
Draft Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, 2010
IFC’s Handbook for Preparing a Resettlement Action Plan, 2002
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, 2010