• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TRANSFER EMBRIO (TE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TRANSFER EMBRIO (TE)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

T

RANSFER

E

MBRIO

(TE)

3.1 Pendahuluan

Selama beberapa puluh tahun program IB telah menjadikan “Genetic Progress” menyebar relative cepat dengan penggunaan frozen semen (semen beku). Pada program IB sumbangan genetic (genetic progress) terutama dari pejantan karena betina hanya menghasilkan satu pedet per tahun.

Dengan berkembangnya teknik transfer embrio, dimana betina dapat memberikan banyak keturunan sehingga menghasilkan hasil genetik yang cepat sebagai komplementer terhadap program IB.

(2)

Pada teknik TE diperlukan betina donor yang pada pelaksanaannya akan mengalmi superovulasi dengan bantuan preparat FSH sehingga akan mengakibatkan timbulnya berahi. Selanjutnya dilakukan perkawinan dengan pejantan bermutu melalui program IB. Hasil perkawinan tersebut akan menghasilkan embrio yang berkualitas 7 hari post IB.

Untuk lebih memperinci teknik TE tersebut dapat diperhatikan Schema di bawah ini :

Betina donor unggul Beberapa betina resipien

--- Penyerentakan berahi ---

Superovulasi

Berahi IB dengan pejantan

Unggul

Koleksi embrio transfer embrio (Blastosit)

setelah 2 – 3 bulan istirahat keturunan dengan mutu

kembali untuk TE genetic unggul

Pada proses koleksi embrio, dalam setiap koleksi dilanjutkan dengan identifikasi embrio dengan tujuan untuk pembekuan embrio (konservasi embrio) atau untuk segera ditransfer dalam bentuk embrio segar ke resipien.

Betina resipien terlebih dahulu mengalami proses Penyerentakan berahi dengan betina donor dengan menggunakan hormon Prostaglandin.

Keberhasilan teknik TE ini sangat bergantung kepada : 1. Donor, sebagai produksi embrio transferable

(3)

3. Prosedur, jadwal, teknik dan peralatan 4. Sumber daya manusia, harus terampil

3.2 Sejarah Transfer Embrio

Sejarah Transfer embrio dimulai pada tahun 1890 dengan dilakukannya teknik Transfer Embrio pada Kelinci yang dilakukan oleh Heape. Kemudian pada tahun 1951 Willet dari USA mencoba melakukan TE pada Sapi dengan memanfaatkan embrio dari Rumah Potong Hewan.

Pada tahun 1960 berhasil dilaksanakan koleksi embrio dan sekaligus transfer embrio dengan cara teknik abdominal surgery. Selanjutnya tahun 1965 salah seorang peneliti dari Jepang yaitu Prof. Sugie berhasil melaksanakan teknik By

Pass Method yaitu merupakan teknik non surgery method.

Pada tahun 1970 teknik TE mulai dikomersialkan di USA yang dilanjutkan akhir tahun 1970 teknik TE dengan non surgery method dengan recovery 6 transfer diterapkan di lapangan.

Awal tahun 1980 Bilton telah berhasil melakukan freezing embrio, dan pada tahun 1989 telah lahir lebih dari 10000 Calf (anak sapi) di USA dan pada saat itu teknik TE dimulai di negara-negara berkembang.

Pada tahun 1984 telah dilaksanakan program TE di Indonesia atas prakarsa Mentri Koperasi dan Kepala Bulog saat itu yaitu Bustanil Arifin, di peternakan sapi Cicurug Sukabumi. Saat itu pelaksanaan program TE tersebut dibawah koordinasi team TE dari USA (Granada Texas) dengan teknik pembedahan (surgery) pada fossa para lumbal.

3.3 PRODUKSI EMBRYO IN VIVO

3.3.1 Managemen Donor

3.3.1.1 Seleksi Donor

Dalam seleksi donor hal yang perlu diperhatikan adalah :

 Nilai genetik sangat diutamakan yang merupakan kemampuan memindahkan atau menurunkan nilai atau karakter yang baik

 Harus berdasarkan kepada : o Superioritas genetik

(4)

o Kemampuan reproduksi

o Nilai pasar atau ekonomi dari keturunannya o Kondisi kesehatan

Adapun seleksi untuk superioritas genetik ditujukan kepada :  Maternal breeding value

 Yearling breeding value  Weaning breeding value

 Untuk sapi perah ditunjukkan dengan produksi susu yang tinggi  Klasifikasi score yaitu berupa konformasi

3.3.1.2 Kesehatan Ternak Donor

Kriteria calon betina donor adalah harus benar-benar sehat, karena apabila kesehatan menurun akan mempengaruhi proses superovulasi yang akan menurun juga sebagai akibat kondisi reproduksi yang menurun. Dengan demikian betina donor mutlak sehat setelah melalui beberapa pengujian sebagai berikut :

1. Test darah 2. Vaksinasi

3. Kondisi reproduksi normal melalui pengujian dengan palpasi rektal

3.3.1.3 Makanan/Pakan Ternak Donor

Terdapat korelasi positif antara kondisi tubuh dengan pakan yang baik (rasional), karena dengan kondisi pakan yang jelek akan mempengaruhi tingkat fertilitas sehingga akan menurunkan tingkat fertilitas. Dengan demikian diperlukannya kondisi tubuh yang optimal yang didukung dengan kondisi pakan yang baik dan seimbang.

3.3.1.4 Siklus Berahi Donor

Salah satu kunci utama keberhasilan Transfer embrio (TE) adalah deteksi berahi, dimana siklus berahi harus setepat mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah lamanya siklus berahi harus normal dan teratur, karena apabila siklus berahi abnormal akan berpengaruh terhadap proses superovulasi.

(5)

Dalam melaksanakan deteksi berahi sebaiknya dilakukan dari 2 siklus berahi yang berturut-turut dan biasanya dilakukan pada pagi hari (jam 06.00 am) dan sore hari (jam 06.00 pm).

Dari pelaksanaan deteksi tersebut di atas diharapkan untuk menghindari abnormalitas siklus berahi misalnya adanya kejadian silent heat.

3.3.2 Managemen Resipien

3.3.2.1 Seleksi Resipien

Resipien yang ideal adalah betina-betina yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bebas penyakit

2. Fertilitas teruji

3. Kemampuan memelihara anak 4. Tidak ada gejala distokia

Bila ditinjau dari segi bangsa atau breed, tidak merupakan masalah karena adanya crossbreed memberikan tingkat fertilitas yang lebih baik.

3.3.2.2 Kesehatan ternak Resipien

Calon resipien harus melaksanakan beberapa pengujian terhadap hal-hal berikut: 1. Kesehatan

2. Status reproduksi

3. Diterapkannya sistem karantina

4. Dilakukan pemeriksaan routine setiap hari terhadap gejala penyakit, kenaikan suhu tubuh dengan hati-hati, karena akan mempengaruhi fertilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan abortus.

3.3.3 Managemen Resipien dan Donor

3.3.3.1 Deteksi Berahi

Penyerentakan berahi dilaksanakan antara donor dan resipien dengan tepat sehingga akan menunjang akan keberhasilan program TE.

(6)

Selain itu visual observasi merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan, yakni melalui

a. Deteksi estrus pasca IB (Inseminasi Buatan) pada pagi dan sore hari selama 30 menit

b. Teknik TE yang harus dilaksanakan tepat waktu dengan timbulnya gejala berahi yang akan menghasilkan grade berahi sinkronisasi

Intensitas pengamatan sebaiknya dilakukan satu hari sebelum dan sesudah berahi, dan setiap hari dilakukan 5 kali pengamatan yaitu pada jam 06.00; 10.00; 14.00; 18.00 dan jam 22.00.

Pelaksanaan deteksi berahi dilakukan dengan hati-hati dan tepat, karena keserentakan berahi antara resipien dan donor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan TE.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa laju keberhasilan akan lebih baik apabila resipien berahi dalam 1 (satu) hari donor.

Bagan berikut menunjukkan program TE yang dilaksanakan antara resipien dan donor.

Hari

0 1 2 3 4 5

Donor FSH FSH FSH FSH IB KOLEKSI EMBRIO

PG

FSH FSH FSH FSH IB

PG

Resipien PG PG - 1 0 + 1 TRANSFER EMBRIO

Gambar di bawah menunjukkan cara deteksi berahi pada Kambing dan Sapi dengan menggunakan pejantan atau dengan menggunakan pewarna chain ball

(7)

Gambar 12. Deteksi berahi pada Kambing dan Sapi

3.3.3.2 Penyerentakan Berahi

Pada program TE, berahi sinkronisasi dilakukan dengan menggunakan PGF2

(Prostaglandin). Namun dalam penggunaannya terutama pada resipien sebelum dilakukan treatment PGF2 ini harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

secara pelpasi rektal untuk memastikan adanya Korpus luteum (Corpus luteum). Hal ini disebabkan daya guna preparat hormon PGF2 ini adalah melisiskan

Korpus luteum. Dengan demikian bila resipien dengan korpus luteum positif maka dapat dilakukan penyuntikan PGF2, dan diharapkan berahi akan timbul 48

– 96 jam post injeksi. Akan tetapi masih dimungkin bila treatment tersebut dilakukan tanpa dilakukan pemeriksaan palpasi rectal, dengan catatan dilakukan 2 kali penyuntikan PGF2 dengan program penyuntikan sebagai berikut :

hari 0 11

PGF2, PGF2,

Berahi Berahi

(8)

Pemberian PGF2, pada resipien sebaiknya satu hari lebih cepat dari pada donor,

hal tersebut disebabkan pada donor berahi akan timbul 36 – 60 jam setelah penyuntikan PGF2, sedangkan pada resipien berahi timbul 48 – 96 jam setelah

penyuntikan PGF2,.

3.3.3.3 Superovulasi pada Donor

Pada sapi potong, superovulasi dilakukan 9 hari post berahi (9 – 14 hari post berahi) dengan melakukan penyuntikan preparat hormon FSH sebagai berikut : Hari ke 9 : Pagi 5 mg FSH i.m.

Sore 5 mg FSH i.m. Hari ke 10: Pagi 4 mg FSH i.m.

Palpasi rectal, bila korpus luteum positif suntik dengan 15 mg PGF2,

secara i.m.

Sore 4 mg FSH i.m. Hari ke 11: Pagi 3 mg FSH i.m.

15 mg PGF2, i.m.

Sore 3 mg FSH i.m. Hari ke 12 : Pagi 2 mg FSH i.m. Sore 2 mg FSH i.m.

Hari ke 13: Berahi pada donor dan resipien

Selanjutnya dilakukan IB pada donor pada 12 – 24 jam setelah standing heat, dengan interval 2 kali IB yaitu IB pertama 12 jam post berahi dan IB ke dua 24 jam post berahi.

Pelaksanaan superovulasi pada sapi perah secara prosedural adalah sama dengan pada sapi potong, hanya dosis FSH yang berbeda yaitu :

FSH I dengan dosis pagi dan sore sebanyak 6 – 6 mg II dengan dosis 5 – 5 mg

III dengan dosis 4 – 4 mg IV dengan dosis 3 – 3 mg

(9)

3.3.3.4 Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan umumnya dilakukan pada donor 12 – 24 jam pasca standing

heat karena dari hasil penelitian dihasilkan laju fertilitas yang cukup tinggi.

Adapun pelaksanaan IB dilakukan 2 kali sebagai berikut :

0 12 24

standing heat IB ke 1 IB ke 2 dosis semen dosis semen 2 x

1 x atau 2 x

Yang perlu diperhatikan adalah biasanya efek atau pengaruh superovulasi tersebut memberikan kepekaan yang tinggi sehingga faktor kebersihan (hygiene) harus diperhatikan dalam artian prosedur dilakukan dengan aseptik.

3.3.3.5 Koleksi Embrio (Embryo collection/Recovery)

Koleksi embrio dapat dilakukan 2 cara atau metode, yaitu : 1. Tanpa pembedahan (Non surgery/non operatif/Transcervical)

2. Dengan pembedahan (Surgery/operatif ) pada Fossa Para Lumbal (kiri/kanan)

Metode Non surgery lebih popular di Eropa, Jepang, Asia (Indonesia) dan Brazil, sedangkan metode surgery biasa digunakan di USA.

Tahap Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan koleksi embrio terdiri dari : 1. Tahap persiapan hewan donor

2. Tahap persiapan peralatan dan bahan 3. Tahap pelaksanaan koleksi embrio

Tahap persiapan hewan donor

Hewan donor yang dapat digunakan adalah donor pada 7 – 8 hari post berahi dan persiapan tersebut meliputi :

(10)

 Rambut pada pangkal ekor yang panjang digunting

o Lakukan pencucian dengan sabun antiseptik o Lakukan pembilasan dengan alcohol 70%

Lakukan anestise Epidural dengan menggunakan 2 – 5 ml Lidocain

Chloride 2 %

o Pada ruang antar vertebra yaitu  tulang sacrum terakhir tulang coccygea pertama

 Faeces dikeluarkan dari dalam rectum hingga kosong

 Dalam rectum ada udara, dikeluarkan dengan menggunakan pompa isap  Vulva dan vagina

o Dicuci bersih dan dikeringkan dengan handuk o Sterilisasi atau desinfeksi dengan alkohol 70 %

Tahap persiapan alat dan bahan

Alat-alat yang diperlukan adalah :

Cervical expander, yaitu alat untuk membuka canalis cervicalis

Mucus remover, yaitu alat untuk membersihkan canalis cervicalis dari

lendir atau mucus

Foley catheter (two way) berukuran 16 – 20 G (tergantung ukuran canalis cervicalis) terdiri dari 3 saluran yaitu :

o Saluran – masuk media – flushing o Saluran – keluar media – hasil flushing o Saluran – penggembung balon kecil  Tabung media

Tabung penampung hasil flushing embrio  Injeksi spuit :

o Pengisap media hasil flushing

o Penekan/pengisap balon pada foley catheter

Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan terdiri dari :

(11)

- PBS (-) 9,8 g

- Metal salt (NaCl dan Ca Cl2) 1,0 ml (PBS +)

- Glucose/Dextrose 1,0 g - Sodium Pyruvate 0,036 g - Penicilline 100.000 IU - Streptomycin 100 mg - Bovine Serum Albumin (BSA) 3,0 mg Larutan ini dibuat dalam volume 1 Liter.

Tahap pelaksanaan Koleksi Embrio Teknik Transcervical

 Pelaksana atau teknisi bekerja dengan tangan kiri di dalam rektum, yang bertujuan untuk :

1. Estimasi jumlah korpus luteum, folikel dan ukuran ovarium

2. Manipulasi atau menuntun pemasukan alat ke dalam cervix dan uterus 3. Manipulasi pelaksanaan koleksi embrio

 Cervical expander dimasukkan ke dalam vagina hingga ke dalam lumen cervix. Dianjurkan memakai mucous remover untuk mengeluarkan lendir yang terdapat banyak di dalam lumen cervix.

 Disesuaikan dengan ukuran lumen cervix, masukkan two way Foley catheter hingga masuk ke dalam cornua uteri

 Catheter memanipulasi ke dalam uterus (cornua superovulasi terjadi). Balon terletak 5 cm di bawah bifurcatio uteri.

 Hati-hati jangan sampai melukai pada saat memasukan catheter  Pegang uterus dalam posisi lurus

 Isi balon catheter dengan udara 10 – 15 x sehingga ketegangan balon cukup  Ketegangan balon sedemikian rupa sehingga menekan dinding uterus, sehingga

media flushing tidak akan masuk ke dalam corpus uteri

 Hati-hati dalam memanipulasi ketegangan balon karena dapat menyebabkan ruptura endometrium sehingga terjadi perdarahan. Volume udara balon untuk

(12)

 Melalui inlet tube masukkan media flushing (M-PBS) pada suhu 37 C dalam botol sebanyak 1 Liter.

 Tekan uterus hingga mencapai ukuran seperti dalam keadaan bunting 40 – 60 hari.

 Uterus di masase dan diaduk media yang masuk, melalui pemijitan per rectal sehingga ova atau fertilized egg terlepas dari endometrium

 Drainage atau pencucian sebanyak 8 – 10 kali sebanyak 400 – 500 ml per uterus

 Hasil flushing kemudian dilakukan isolasi embrio dengan cara filtrasi (Emcon,

Immuno system)

 Diperoleh 40 – 50 ml flushing (70 µ Filter) dan tetap dalam filter  Tuangkan ke dalam gelas petri (2 – 3 buah)

 Lakukan isolasi atau pencarian embrio dengan bantuan mikroskop stereoskopik (invected microscope)

(13)
(14)

3.3.3.6. Penanganan Embrio

Embrio hasil koleksi harus melalui beberapa tahapan penanganan yaitu :  Isolasi embrio atau unfertilized ova (UFO)

Identifikasi embrio atau unfertilized ova (UFO) Manipulasi embrio atau unfertilized ova (UFO) Klasifikasi embrio atau unfertilized ova (UFO)

Untuk melaksanakan penanganan embrio hasil koleksi atau flushing tersebut diperlukan tenaga sumber daya manusia yang terampil dan disarankan setiap sample dikerjakan oleh dua orang teknisi terutama dalam hal penentuan identifikasi dan klasifikasi embrio.

Embrio hasil koleksi di tuangkan ke dalam cawan petri (petri dish) yang berskala pada bagian alasnya sehingga memudahkan dalam pencarian embrio

Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar peralatan untuk evaluasi embrio di bawah ini

(15)

Gambar 15. Cawan Petri berskala

Adapun prosedur pencarian embrio adalah :

1. Emrbio harus berada dalam “fresh storage medium” (M-PBS + 20 % Calf

serum), buang sel-sel runtuhan dari uterus

2. Aspirasi embrio dengan pipet pasteur ( 200 – 250 µm)

3.3.3.7 Evaluasi Embrio

Embrio diklasifikasi dan disimpan dalam “storage medium” pada suhu 15 - 25 C selama tidak lebih dari 5 jam. Selanjutnya dilakukan pemisahan embrio tersebut menjadi 2 bagian sesuai dengan tujuannya yaitu untuk ditransplantasi atau ditransfer ke betina resipien atau dilakukan pembekuan embrio (freezing embryo). Dalam melakukan evaluasi embrio dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100 – 200 kali dengan melihat criteria sebagai berikut :

Perkembangan sel (Cell stage development)  Morphologi

(16)

Umumnya sebagian besar embrio terkoleksi pada tahap perkembangan yang sama, dimana tahap perkembangan embrio tersebut terdiri dari :

 3 hari post berahi : 4 – 8 sel  4 hari post berahi : 8 – 16 sel

 5/6 hari : Morula

 7 hari : Blastocyst

Selain itu ada cirri-ciri khas pada tahapan morula yang dapat dibedakan yaitu :  Morula merupakan embrio dengan jumlah sel 32 sel, dengan cirri-ciri

blastomer individual dan sulit dibedakan satu dengan lainnya. Kondisi

Blastomer seperti massa dari sel- sel.  Compact Morula, ditandai dengan :

o Blastomer individual menggumpal (agglutinated) membentuk massa padat dari sel-sel

o Massa embrio mengisi 60 – 70 % ruangan perivitelline, dimana ruang

perivitelline lebih besar dari tahapan morula

Blastocyst dini (Early blastocyst) :

o Memiliki ruangan berisi cairan Blastocoele

o Pada tahapan ini memungkinkan membedakan Trophoblast dan Inner Cell

Mass (ICM)

o Ruang perivitelline sempit tetapi ada  Blastocyst :

o Differensiasi jelas bagian luar Trophoblast

o Inner cell mass mengisi sebagian besar ruang perivitelline Expanded Blastocyst

o Diameter keseluruhan meningkat (1,2 – 1,5 kali)

o Zona Pellucida menipis (1/2 kali), dan terkadang collapsed o Inner cell mass jelas dan kompak

Hatched Blastocyst

o Merupakan embrio yang telah terlepas dari Zona Pellucida o Bentuknya spheris dan lebih besar

(17)

Gambar 16,17 dan 18 menunjukkan tahapan perkembangan Embrio Sapi 1 Sel Inseminasi 2 Sel (28-32 Jam) 4 Sel (45-50 Jam) 8 Sel (60-70 Jam) 16 Sel (3 – 4 Hari) Morula (5 – 7 Hari) Blastocyst (7 – 8 Hari) Corona Uteri Utero Tubal Junktion Oviduct Ovarium

(18)
(19)

3.3.3.8 Kategori Kualitas Embrio

Kualitas embrio ditentukan dengan parameter : 1. Bentuk

2. Warna

3. Jumlah sel kompak

4. Jumlah sel degenerasi dan terlepas (extruded)

5. Jumlah dan ukuran vesicle Morula (5 Hari) Blastocyst Dini (7 Hari) Expanded Blastocyst (8 Hari) Hatched Blastocyst Blastocyst (7 Hari) Kompak Morula (6 Hari)

(20)

Adapun criteria dari kualitas embrio tersebut adalah sebagai berikut :

A – Excellent (Istimewa)

Embrio ideal, morphologi sempurna dalam perkembangannya pada setiap tahapan (normal typical)

A’ – Good (Bagus)

Terdapat kelainan pada beberapa sel blastomer (extruded), bentuk tidak seragam, terdapat beberapa vesicle (10 – 20 % tidak seragam dan tidak beraturan)

C – Poor (Kurang)

Terdapat sejumlah besar blastomer extruded, degenerasi, ukuran berbeda dan vesicle banyak. Tampak masih hidup (50 % tidak seragam dan tidak beraturan)

D – Non Transferable Embryo

Sel degenerasi total, sel terlalu muda (2 – 32 sel) atau unfertilized ova (UFO) Gambar-ganbar berikut adalah gambar dari berbagai embrio dalam berbagai tahap perkembangan embrio :

(21)

Gambar 20. Sel telur tanpa zona Pellucida

Gambar 21. Embrio tahap 16 Sel

(22)

Gambar 23. Embrio dengan zona Pellucida tidak normal

Gambar 24. embrio tahap 4 sel dengan zona yang normal

(23)

Gambar 26. Gaambar embrio manusia pada hari ke 3 pada Tahap 8 sel

(24)

3.4 PRODUKSI EMBRYO IN VITRO

Teknik produksi embryo secara in Vitro terdiri dari beberapa tahapan yaitu : 1. Koleksi oocyte immature (oocyte yang belum masak) dari donor 2. Maturasi oocyte yang dikoleksi

3. Fertilisasi In Vitro

4. Kultur embryo dibawah kondisi laboratorium (Inkubator CO2)

Teknik ini merupakan satu potensi yang baik untuk pemanfaatan sapi dengan genetik unggul dalam waktu yang simgkat

3.4.1 Koleksi Oocyte (Recovery of Oocytes)

Oocyte (sel telur) dapat dikoleksi atau diperoleh dengan dua (2) cara yaitu : 1. Koleksi dari induk sapi hidup (donor)

2. Koleksi dari Ovarium yang berasal dari induk sapi yang dipotong di RPH (pemanfaatan limbah induk sapi dari RPH)

1. Koleksi oocyte dari Induk sapi hidup (donor)

Dari induk donor, sel telur yang belum masak (immature eggs/oocytes) dapat dikoleksi melalui dua cara pula yaitu :

A. Koleksi oocyte melalui vaginal (Ovum Pick-Up Transvaginal)

B. Koleksi oocyte melalui aspiraasi laparoskopi (laparoscopic aspiration)

A. Koleksi oocyte melalui vaginal (Ovum Pick-Up Transvaginal/Transvaginal OPU)

Transvaginal OPU dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan alat USG, tetapi dengan bantuan USG merupakan metode yang umum dilakukan. Dengan teknik atau metode tersebut dapat dihasilkan 4 – 5 sel telur immatur dalam sekali percobaan tanpa adanya stimulasi atau rangsangan hormonal pada ovarium. Sedangkan dengan stimulasi FSH pada ovarium telah dapat dihasilkan 8 – 10 sel telur per percobaan.

Metode ini dapat dilakukan dalam 1 atau 2 kali per minggu dan dapat diulang untuk beberapa minggu dengan resiko yang kecil pada kesehatan dan fertilitas donor. Metode ini terutama ditujukan atau abaik dilakukan baik pada induk donor yang sangat responsif terhadap stimulasi hormonal, ataupun yang tidak.

(25)

B. Koleksi oocyte melalui aspiraasi laparoskopi (laparoscopic aspiration)

Dengan metode aspirasi laparoskopi dapat dihasilkan 3 – 9 sel telur/percobaan pada induk sapi dan sekitar 22 – 32 sel telur/percobaan pada sapi dara. Dengan metode ini, rataan jumlah sel telur yang diperoleh lebih tinggi.

Kedua teknik tersebut di atas dapat dilakukan untuk koleksi sel telur selama periode kebuntingan tanpa adanya efek yang yang berkepanjangan pada fertilitas ataupun kesehatan reproduksi induk donor. Sebagai contoh, pada teknik transvaginal OPU, sel telur dapat dikoleksi pada masa umur kebuntingan mulai 30 – 120 hari, setiap dua minggu sekali dengan dihasilkan sekitar 60 buah sel telur selama 3 bulan periode kebuntingan. Jika diasumsikan diperoleh 30% embryo yang diperoleh layak untuk ditransfer kelak dan angka kebuntingan 50%, maka dapat dihasilkan 8 – 9 ekor anak sapi yang berasal dari sel telur yang dikoleksi dari seekor induk bunting. Berarti secara teori, sangat dimungkinkan untuk menghasilkan lebih dari 10 ekor anak dari induk bunting selama 13 bulan.

Meode ini dapat juga diterapkan untuk koleksi sel telur dara yang belum puber atau belum dewasa kelamin (pre puberal), dimana produksi embryo dari ternak donor pre puberal ini mempunyai potensi untuk mereduksi interval generasi dan meningkatkan mutu genetik, walaupun kapasitas perkembangan dan pertumbuhan sel telur masih rendah dibandingkan bila sel telur berasal dari donor yang telah dewasa kelamin. Dengan demikian masih diperlukannya penelitian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan secara komersial

2. Koleksi dari Ovarium yang berasal dari induk sapi yang dipotong di RPH

(pemanfaatan limbah induk sapi dari RPH)

Sumber sel telur untuk menghasilkan embryo dalam skala besar dapat diperoleh dari Ovarium yang berasal dari induk yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH). Sehingga selain untuk tujuan produksi embryo in vitro, juga sebagai pemanfaatan limbah dari RPH berupa pemanfaatan ovarium.

Sel telur dapat dikoleksi dari ovarium dengan dua cara yaitu : 1. Aspirasi folikel ovarium

(26)

Kualitas sel telur yang dihasilkan dengan metode ini, hampir sama dengan sel telur yang berasal donor hidup, akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah potensi genetik induk tidak dapat diketahui dengan pasti.

3.4.2 Maturasi Oocyte (Oocyte maturation)

Segera setelah koleksi sel telur, sel telur tersebut disimpan pada media maturasi dan diinkubasi selama 22 – 24 Jam untuk menstimulasi atau meramgsang pemasakan sel telur dibawah kondisi laboratorium, dalam hal ini inkubasi di dalam inkubator CO2. Untk

mendapatkan kualitas embryo yang baik, maka dapat juga dilakukan co-cultur dengan sel somatic. Kuiltur atau inkubasi selm telur umumnya dilakukan dalam satu kelompok 10 – 40 sel telur dalam satu cawan guna mendapatkan perkembangan yang baik.

3.4.3 In Vitro Fertilisaasi (In Vitro Fertilization)

Fertilisasi dilakukan dengan menggunakan semen beku. Pada metode ini, pertama-tama silakukan pemisahan bahan pengencer dari sperma motil, segera setelah semen beku di thawing. Cara pemisahan dapat dengan cara :

1. Pencucian langsung 2. Swim-up centrifugasi 3. Percoll gradient centrifugasi

Teknik selanjutnya adalah sperma ditempatkan di dalam mikrodrops yang telah berisi sel telur kapasitasi dan larutan heparin. Inkubasi sel telur dengan sperma kapasitasi dilakukan selama 6 – 24 Jam. Umumnya sekitar 30 buah sel telur dan 200.000 sperma diinkubasi dalam sati mikrodrops untuk mendapatkan hasil fertilisasi yang optimal.

3.4.4 Kultur Embryo

Sel telur yang telah difertilisasi dicuci untuk dibebaskan dari sperma. Selanjutnya dikultur 5 – 7 hari untuk mengikuti perkembangan embryo hingga layak untuk ditransfer. Fertilisasi dapat dikatakan berhasil dengan adanya pembelahan sel yang secara visual dapat dilihat setelah 40 – 42 Jam setelah inseminasi.

Terdapat tiga sistem kultur embryo, yaitu :

(27)

Dengan metode ini, angka kebuntingan mencapai 60 – 70 % setelah embryo yang dihasilkan dibekukan dan ditransfer pada resipien

2. In Vitro kultur zygote (sel telur yang telah difertilisasi) dengan somatik sel (contoh sel epithel oviduct, sel granulosa) di dalam medium tertentu

3. In vitro kultur zygote dalam medium sederhana sepeti cairan oviduct sintetis tanpa menggunakan sel somatik

Pada ke tiga sistem di atas, embryo dikultur di dalam mikrodrops dengan dilindungi dengan mineral oil. Angka kebuntinan untuk ketiga sistem tersebut mencapai 40 – 56 %. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, kultur embryo di dalam mikrodrops atau dengan sel somatik dapat meningkatkan produksi, daya tahan serta kualitas embryo. Tabel 2 di bawah menunjukkan keberhasilan produksi in Vitro dengan metode Transvagianal OPU

Tabel 3. In vitro embryo production following transvaginal OPU. Duration of transport (h)* No. of collections No. of oocytes (avg) Oocyte cleavage (%) Transferable embryos (%) 0 177 1771 (10) 1310 (74) 837 (47) 3 to 6 260 1944 (7.5) 1326 (68) 840 (43) 24 34 155 (6.5) 110 (71) 66 (43)

*Time for transporting eggs from farm to laboratory. Source: Bousquet.1997. Proc. Soc. Theriogenology. pp16-21.

(28)

Siti Darodjah Rasad, Lab. Reproduksi Ternak Fak. Peternakan UNPAD III-28

Produksi embrio in Vitro

Bagan Produksi Embrio dan Pelaksanaan Transfer

Produksi embrio in Vivo

I Penyerentakan berahi superovulasi IB evaluasi konservasi embrio Embrio embrio

Multiple Follikulo- Multiple Genesis Ovulasi

Ovarium Koleksi Oosit Oosit

Oosit Klasifikasi Maturasi

Fertiliasi Koleksi Konservasi Embrio embrio Penampungan

Semen/thawing Kapasitasi

Semen beku spermatozoa

II sinkronisasi 7 hari pasca berahi Transfer PKB

Berahi embrio

Donor ♀

(29)

3.5 Teknik Transfer Embrio

3.5.1 Teknik transfer embrio pada Sapi dan Kerbau

Teknik transfer embrio (TE) pada Sapi dan Kerbau awalnya melalui proses laparotomy atau metode surgery (dengan pembedahan)dengan anesthesia umum atau local. Tetapi sejak tahun 1978, dilakukan metode tanpa pembedahan yakni transfer embrio melalui transcervical.

Pada metode transcervical tersebut, mula-mula akan dilakukan palpasi rectal pada resipien untuk mengetahui apakah pada ovarium terdapat Korpus luteum. Selanjutnya dilakukan anesthesia epidural untuk induced to prevent straining selama proses transfer berlangsung.

Embrio yang telah disimpan dalam straw (0,25 ml Straw) dalam keadaan steril dimasukkan kedalam Transfer Gun (Cassou) dan dilindungi dengan plastik penutup yang steril. Langkah selanjutnya Transfer Gun masuk ke dalam vagina dan melalui cervix dengan bantuan tangan operator melalui palpasi rektal akan menuntun

Transfer Gun memasuki tanduk uterus bagian ipsilateral dengan Korpus Luteum.

Embrio didesposisikan ke dalam tanduk uterin.

3.5.2 Teknik transfer embrio pada Domba dan Kambing

Pada Domba dan Kambing umumnya transfer embrio dilakukan dengan cara pembedahan atau laparotomy dibawah anesthesia umum atau local.

Dengan melakukan penyayatan midventral, embrio dapat ditransfer disertai satu sedikit medium lansgung ke dalam oviduct, dimana ujung dari pipet kapiler yang mengandung embrio disisipkan melalui infundibulum untuk mendesposisikan embrio ke dalam ampulla.

Cara lain adalah apabila transfer embrio di arahkan langsung ke uterus, maka tanduk uterus ditusuk dengan jarum tumpul, selanjutnya pipet kapiler disisipkan ke dalam lumen uterus. Proses tersebut dapat dilakukan dengan teknik laparoscopy.

(30)

3.6 Penanganan setelah Transfer Embrio

Setelah dilakukan transfer embrio, sebaiknya dilakukan pendugaan atau evaluasi kebuntingan, dimana angka kebuntingan (Pregnancy rates) tidak dapat dikaitkan dengan prosentase daya tahan embrio (embryo survival). Angka kebuntingan dan daya tahan embrio dapat dideteksi pada awal masa kebuntingan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dibawah kondisi ideal, lebih dari 80 % embrio survive setelah ditransfer pada resipien yang telah mengalami Penyerentakan berahi terlebih dahulu. Angka kebuntingan tertinggi pada Sapi, Domba dan Kambing adalah melalui transfer satu embrio ke dalam masing-masing tanduk uterus resipien. Sehingga kelahiran kembar sering terjadi.

Lain halnya pada Babi, melalui transfer 6 – 10 embrio pada masing-masing sisi akan menghasilkan litter size normal, karena hanya sekitar 1,5 embrio yang ditransfer yang akan menghasilkan keturunan yang sehat saat dilahirkan.

(31)
(32)
(33)

3.7 Pembekuan Embrio

Kelebihan utama dari pembekuan embrio dibandingkan dengan pembekuan sperm atau oocyt, adalah embrio mengandung komplet genom yang berasal dari pejantan unggul (semen beku) dan betina unggul, dan embrio dapat ditransfer kepada induk resipien tanpa diketahui atau diketahui latar belakang genetik atau catatatn genetik dari resipien tersebut serta tanpa adanya kehawatiran adanya resiko perubahan mutu genetik.

Pembekuan embrio sebaiknya di arahkan untuk ternak-ternak di pusat-pusat pembibitan, dimana bertujuan penyebaran bibit unggul.

Proses pembekuan di awali oleh peneliti Audrey Smith pada tahun 1952 dalam penelitiannya mengenai “Efek temperatur rendah terhadap perkembangan ovum mammalia”, dan selanjutnya menghasilkan beberapa penelitian dengan pembekuan embrio.

Beberapa penelitian telah berhasil dilakukan terutama tentang cryopreservasi embrio pada berbagai spesies mammalia dengan berbagai variasi temperatur.

3.7.1 Prinsip dari Cryobiologi

Prinsip dari biofisik telah diaplikasikan pada cryopreservasi dari sel hidup dan jaringan serta pada embrio. Embrio akan mengalami kerusakan selama proses pembekuan dan atau pada proses thawing (pencairan kembali) melalui pembentukan kristal-kristal es intra seluler atau melalui peningkatan konsentrasi cairan intra seluler yang berubah sehingga terjadi dehidrasi sel selama pembekuan. Ini dapat disebut sebagai Efek Larutan (Solution

Effects).

Pada proses pembekuan cepat (penurunan temperatur cepat) dapat mengurangi kerusakan akibat efek larutan, tetapi menyebabkan pembetukan krista es yang akan menyebabkan kerusakan mekanik pada embrio. Dengan demikian tingkat atau angka pembekuan optimum untuk jaringan sangat tergantung dari toleransi relatif dari kerusakan akibat pembentukan kristal es dan akibat efek larutan.

Saat suspensi sel dibekukan dibawah 0 C, akan terbentuk kristal es ekstra seluler, akan mengakibatkan konsentrasi larutan di dalam air. Membran sel akan akan beraksi untuk menghalangi penyebaran kristal es ke dalam kompartemen intra selular.

Penambahan agen cryoprotektan seperti Glyserol atau dimethyl sulfoxide pada pembekuan medium memberikan hasil pembekuan dengan temperatur rendah. Hal tersebut

(34)

disebabkan tidak adanya dehidrasi sel dan akibat dari hilangnya efek larutan, sehingga embrio dapat dibekukan dengan cukup lambat untuk menghindari pembentukan kristal es yang besar.

Temperatur kritis dengan pembekuan lambat untuk menghasil angka survival optimal adalah dari – 4 - - 60 C selama pembekuan, dan dari – 70 - - 20 C selama pemanasan kembali.

Embrio mammalia dapat dibekukan untuk waktu lama di dalam larutan jika sesuai dengan temperatur pembekuan dan tidak ada lagi kejadian aktivitas biologi. Larutan Nitrogen pada temperatur – 196 C adalah cocok untuk kondisi tersebut. Embrio Sapi, Domba dan Tikus dapat tahan pada pencairan kembali yang cepat (rapid thawing) pada pembekuan lambat dengan proses terminasi pembekuan paa temperatur – 30 dan – 50 C dan kemudian langsung disimpan ke dalam larutan Nitrogen cair pada temperatur – 196.

3.7.2 Teknik Pembekuan embrio (Cryopreservasi Embryo)

Berbagai variasi teknik pembekuan embrio digunakan untuk cryopreservasi dan thawing embrio Sapi, Domba, Babi dan Kuda. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam teknik pembekuan atau cryopreservasi yakni,

 Embrio yang akan dibekukan harus dalam kategori Excellent (Istimewa)  Embrio berada pada tahap pembelahan yang benar (Cleavage)

 Embrio ditransfer dalam keadaan steril, segar tersimpan dalam media kultur hingga saat digunakan

 Jika embrio disimpan dalam medium lebih dari 2 Jam sebelum ditransfer, embrio harus ditransfer ke dalam medium segar setiap 2 jam.

 Embrio diisap ke dalam mikro pipet dengan sedikit volume medium (kurang dari 0,2 ml medium) untuk mencegah kontaminasi.

3.7.3 Kultur dan penyimpanan pada Temperatur 0 dan 37 C

Segera setelah dilakukan panen embrio, embrio disimpan dalam media kultur (culture medium) pada temperatur 37 C. Perkembangan embrio in vitro sangat lambat dibandingkan in vivo. Embrio akan berkembang dalam 2 – 3 hari atau lebih.

Embrio dapat disimpan di dalam kultur media untuk beberapa jam antara waktu koleksi hingga transfer pada temperatur 15 – 25C. Jika embrio dibekukan pada 0 dan 10 C atau

(35)

transfer ke dalam oviduct Kelinci, maka dapat disimpan dan bertahan untuk beberapa hari dengan sedikit mengalami penurunan daya tahannya. Terkecuali embrio Babi tidak dapat survive pada pembekuan di bawah – 15 C.

Beberapa medium yang umum digunakan untuk kultur embrio, yakni :

1. Tissue Culture Medium (TCM 199)

2. Dulbecco’s phosphat-buffered saline (PBS)

TCM 199 biasa digunakan untuk koleksi embrio, sedangkan media untuk penyimpanan

mengandung 25 mM HEPES buffer dan 10 – 20 % Calf serum yang telah di filtrasi dengan menggunakan Millipore-filtered dan di inaktifkan dengan pemanasan selama 30 menit pada temperatur 56 C.

3.7.4 Prosedur pembekuan Embrio (Embrio Cryopreservation)

Medium yang digunakan adalah modifikasi Dulbecco’s PBS, dengan suplemen bovine

serum albumin (BSA)

 Cryopotectant agen ditambahkan pada setiap step pada temperatur 0 C dan 20 C.  Embrio dibekukan secara cepat pada 0 C dengan derajat kecepatan pembekuan

1C/menit hingga - 7 C. Pada titik beku dilakukan seeding, yakni pembentukan kristal es kecil pada medium. Seeding akan meminimalkan fluktuasi temperatur sebagai akibat panas yang terbentuk.

3.8 Bahan Bacaan

1. Buku Wajib (BW) :

1. Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction In Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins

2. Toelihere, M. R. 1985. Fsisologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung 3. Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta

2. Buku Anjuran (BA) :

1. Peters, A.R., and Ball, P.J. 2004. Reproduction in Cattle. 3rd ed. Blackwell Science, Inc. 2. Bearden, H.J., J.W. Fuquay and S.T. Willard. 2004. Applied Animal Reproduction.

Sixth Edition. Pearson. Prentice Hall. New Jersey.

(36)

3.9 Tugas dan Latihan

1. Jelaskan tahapan proses transfer embrio

2. Jelaskan faktor-faktor apa yang penting diperhatikan dalam teknik TE pada sapi ? 3. Jelaskan prinsip pembekuan embrio ?

Gambar

Gambar 12.       Deteksi berahi pada Kambing dan Sapi
Gambar 13.  Rangkaian proses panen (Flushing) Embrio pada Sapi dengan menggunakan Folley Catheter
Gambar 14. Flushing (Panen) Embrio pada Sapi
Gambar 15.  Cawan Petri berskala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan metode Simplex Lattice Design diharapkan dapat memperoleh formula yang optimum dari gel antiseptik tangan fraksi etil asetat daun kesum ( Polygonum minus Huds

Lombok Gandaria Solo guna mengetahui efisiensi perse- diaan bahan baku dapat dibanding- kan menurut model pengendalian persediaan stockhastic dan yang dijalankan

Kecepatan konduksi biasa digunakan untuk syaraf sensorik yang dapat di ukur dengan menstimulasi satu bagian dan merekam pada beberapa bagian atau beberapa lokasi yang diketahui

Manajemen VIII/Akt/A Budi Anshari Nst, SE, MSi RB.I.2 Seminar Pemasaran VIII/Mgt/A Dr.Syafrida Hafni Sahir, SE.MSi RB.I.1 Rabu Manajemen SDM Lanjutan VIII/Mgt/A Dhian Rosalina, SE,

Alat Modified Oveninidirancang agar kualitas dan produktivitas produk meningkat, distribusi api untuk pemasakanlebih merata, distribusi udara panas lebih bagus

Secara epidemiologik bahwa penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu pertama faktor agent penyakit yang berkaitan dengan penyebab (jumlah, virulensi,

Solusi yang akan diterapkan dalam kegiatan ini adalah pembangunan unit pengelolaan air minum dengan menggunakan metode gabungan filtrasi-adsorpsi (saringan pasir lambat,

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk merancang sistem yang mengolah data keuangan dan menghasilkan informasi bagi pengguna, khususnya investor dan