• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI FITOPLANKTON DI SUNGAI MUDIAK PALUPUH KENAGARIAN KOTO RANTANG KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI FITOPLANKTON DI SUNGAI MUDIAK PALUPUH KENAGARIAN KOTO RANTANG KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI FITOPLANKTON DI SUNGAI MUDIAK PALUPUH

KENAGARIAN KOTO RANTANG KECAMATAN PALUPUH

KABUPATEN AGAM

ARTIKEL ILMIAH

Oleh

ELVY ARNEL

NIM: 11010101

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2017

(2)

KOMPOSISI FITOPLANKTON DI SUNGAI MUDIAK PALUPUH

KENAGARIAN KOTO RANTANG KECAMATAN PALUPUH

KABUPATEN AGAM

Elvy Arnel, Nursyahra dan Erismar Amri

Program Studi Pendidikan Biologi

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP ) PGRI Sumatera Barat Email : elvy.arnel@gmail.com

ABSTRAC

Phytoplankton is a microorganism that lived drift in water, relative has not movement the power until it be able in influenced by water movement and be able to photosynthesis. Mudiak Palupuh a river the using to activities people of the same place, excavator sand, and there is be white limestone hills, the contains substrat lime in around a river until the estimate can distrub a life phytoplankton. The purpose of this study to determine the composition of phytoplankton found in the Mudiak Palupuh river and factor physics chemicaly water in river Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam. The reseacch in doing with survey descriptive method, the talking of sample in doing to third stasions. the determining location of research in doing be founded 21 genus phytoplankton that from Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacilariophyceae, and Euglenophyceae. The lowewst density at station seconnd 8,4 individu/L. The highes frequency at station second 16,67 and the lowest frquency at station third 14,33. Diversity index a range from 2,618-2,812. Condition physics chemical of water in a river Mudiak Palupuh be still optimum conditions for the life of phytoplankton.

Keywords: Composition, Phytoplankton, Mudiak Palupuh River PENDAHULUAN

Sungai merupakan salah satu sumber air, yaitu suatu kebutuhan utama bagi kehidupan makhluk hidup. Apabila sungai tercemar oleh limbah rumah tangga, pertanian, pemukiman perikanan dan industri yang ada disekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan penurunan kualitas air sehingga ekosisten terganggu dan akan berpengaruh pada kehidupan organisme yang ada didalamnya (Efendi, 2003). Perubahan ekosistem pada sungai akan menganggu kehidupan makhluk hidup yang ada didalamnya sehingga keragaman spesies dalam ekosistem sungai (seperti plankton) jumlahnya akan berkurang.

Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengembang di dalam air. Kemampuan geraknya terbatas sehingga organisme tersebut selalu terbawa oleh arus (Nontji, 1993). Menurut Davis (1995) dalam Fachrul (2007) fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaanya dipengaruhi oleh gerakkan air serta mampu berfotosintesis. Menurut Sastrawijaya (2009) fitoplankton dapat dijadikan sebagai indikator biologis dalam

pencemaran air sungai. Bila keanekaragaman fitoplankton di ekosistem sungai tinggi menandakan kualitas air baik dan bila keanekaragaman fitoplankton sedikit menandakan air tercemar. Fitoplankton sangat penting kedudukkannya dalam ekosistem perairan karena fungsinya sebagai produsen primer.

Berdasarkan observasi di lapangan pencemaran dapat terjadi akibat dari ulah manusia atau bertambahnya bahan asing yang berlebihan karena proses alam. Akumulasi organik ini dapat menyebabkan pembusukan berlebihan sehingga mengakibatkan keanekaragaman hayati menjadi rendah. Permasalahan fisik berikutnya adalah partikel padat tersuspensi menjadi tinggi dan adanya zat kapur sehingga cahaya terhambat masuk ke dalam air sehingga kehidupan fitoplankton di dalamnya terancam.

Sungai Mudiak Palupuh merupakan salah satu sungai yang berada di Jorong Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam. Sungai ini mengalir disepanjang pemukiman penduduk, dan melewati bukit batu putih. Sebagian masyarakat juga memanfaatkan untuk mandi, mencuci, dan pembuangan limbah rumah tangga. Keadaan tersebut

(3)

berpeluang untuk terjadinya pencemaran perairan yang mudah membusuk dan sampah cair yang mengandung bahan kimia seperti detergen, serta bahan kimia lainnya sehingga berpengaruh buruk terhadap kehidupan fitoplankton diantaranya tegangan permukaan air akan tinggi, sehingga mempengaruhi kemampuan fitoplankton untuk mengapung dipermukaan, dan intensitas cahaya berkurang. Sebagian masyarakat melakukan kegiatan penggalian pasir yang menyebabkan air sungai menjadi keruh dan kedalaman sungai juga bertambah hal tersebut dapat menganggu kehidupan fitoplankton yang ada di sungai tersebut.

Melihat kondisi tersebut dapat mempengaruhi keberadaan dari fitoplankton dan juga mempengaruhi komposisi fitoplankton yang hidup di sungai, maka penulis telah melakukan penelitian tentang Komposisi Fitoplankton Di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui komposisi fitoplankton yang ditemukan di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam dan faktor fisika kimia air di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari 2017 di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam. Identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Botani Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.. Uji Total Suspended Solid (TSS), Kesadahan dilakukan di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Gunung Pangilun Sumatera Barat. Analisis fisika kimia air (suhu, pH, kecepatan arus, DO, CO2 bebas)

dilakukan di lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey deskriptif, penetapan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling dengan menetapkan tiga staiun dan tiap stasiun ditetapkan tiga titik pengambilan sampel alat dan bahan yang digunakan

Alat yang digunakan yaitu jaring plankton atau plankton net nomor 25, botol sampel, thermometer alkohol, pH meter, mikroskop listrik binokuler, ember plastik

10 L, botol M 150, kaca objek, kaca penutup, gelas ukur, labu erlemenyer, buret, pipet tetes, kertas label, gabus, stpowatch, selotip, tali rafia, kertas saring, kemera digital, oven, timbangan, cawan gooch dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah fitoplankton, formalin 3,7 %, MnSO4, H2SO4

pekat, KOH/KI, larutan kanji, Na2S2O3

0,025 N, NaOH0,05 N, larutan penyanga pH 10 ± 0,1, indikator EBT, Na2EDTA 0,01 M,

Phenolptalein (pp).

Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00 WIB pada stasiun yang telah ditetapkan, air diambil dengan ember bervolume 10 liter dengan cara menimba 100 liter air sebanyak 10 kali pengulanggan, kemudian disaring dengan net plankton no.25 Selanjutnya sampel air yang tersaring tadi dimasukkan kedalam botol sampel sebanyak 40 ml dan diawetkan dengan formalin 3,7% sebanyak 4 ml, kemudian ditutup dengan selotip dan diberi label. Setelah sampel diambil di lapangan, selanjutnya sampel diidentifikasi di Laboratorium Botani Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus dengan mengunakan buku acuan Prescott. G. W (1975), Sachlan (1974), dan Sherwood (2004).

Adapun langkah-langkah identifikasi: sampel yang telah dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diberi formalin dibawa ke laboratorium. Sampel air dikocok homogen dan diambil sebanyak 1 ml atau lebih kurang 20 tetes diteteskan setetes demi setetes secara bergantian pada kaca objek dengan menggunakan pipet tetes dan ditetapkan pada kaca objek kemudian ditutup dengan kaca penutup. Kemudian diamati di bawah mikroskop dengan mengeser-geser secara teratur dengan perbesaran 10x10 sampai 10x40. Pengamatan dilakukan secara zig zag sampai semua objek diamati. Fitoplankton yang ditemukan dikelompokkan sampai tingkat genus dengan membandingkan deskripsi atau ciri-ciri sampel kemudian hitung fitoplankton tersebut.

Faktor fisika kimia air yang diukur adalah suhu, pH, kecepatan arus, Total Suspended Solid (TSS), Disolved Oksigen (DO), CO2 bebas, Kesadahan.. Analisis data

(4)

Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Similaritas, dan Indeks Diversitas. Untuk menganalisis jumlah individu genus fitoplankton mengunakan rumus: 1. Kerapatan ( ) 2. Kerapatan relatif (KR) 3. Frekuensi 4. Frekuensi relatif (FR)

5. Indeks Kesamaan (Similaritas)

6. Indek Diversitas Shannon – Wiener

- ∑ -

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang komposisi fitoplankton di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam terlihat pada tabel 1 dibawah.

Berdasarkan Tabel 1 di bawah dapat dilihat bahwa fitoplankton yang ditemukan di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam terdiri dari 21 genus, semuanya termasuk kedalam 4 class yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae, dan Euglenophyceae. Genus yang paling banyak ditemukan pada class Chlorophyceae yaitu sebanyak 9 genus (Bothryococcus, Cladophora, Cloesterium, Pleurotaenium, Staurastrum. Desmidium, Pediastrum, Scenedesmus, dan Oedogonium). Pada class Bacilariophyceae ditemukan sebanyak 8 genus (Stauroneis, Cymbella, Flagilaria, Synedra, Gomphonema, Navicula, Pinnularia, Surirela). Pada class Cyanophyceae ditemukan 3 genus (Lyngbia, Oscilatoria, dan Hapalosiphon), dan class Euglenophyceae ditemukan 1 genus (Phacus).

Jumlah individu genus fitoplankton per stasiun pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Dari ketiga stasiun didapat jumlah seluruh genus dan seluruh individu fitoplankton berbeda-beda. Pada stasiun I ditemukan 20 genus dengan jumlah individu 38,33 individu, pada stasiun II ditemukan 20 genus dengan jumlah individu 40,33 individu dan pada stasiun III ditemukan 18 genus dengan jumlah individu 33,65individu.

Tabel 1. Klasifikasi Fitoplankton yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian

Divisio dan Class Ordo Familia Genus

Cyanophyta

Cyanophyceae

Hormogoniales Oscilatoriaceae 1. Lyngbia

2. Oscilatoria Stigonometaceae 3. Hapalosiphon

Chlorophyta

Chlorophyceae

Cladophorales Cladophoraceae 4. Cladophora

Zygnematales Desmidiaceae 5. Cloesterium

6. Pleurotaenium 7. Staurastrum 8. Desmidium

Chlorococcales Bothryococcus 9. Bothrycoccus

Hydrodictyaceae 10. Pediastrum Scenedesmaceae 11. Scenedesmus

Oedogoniales Oedogoniaceae 12. Oedogonium

Chrysophyta

Bacilariophyceae

Pennales Cymbellaceae 13. Cymbella

Flagilariaceae 14. Flagilaria 15. Synedra Gomphonemaceae 16. Gomphonema Naviculaceae 17. Navicula 18. Pinnularia 19. Stauroneis Surirelaceae 20. Surirela Euglenophyta Euglenophyceae

(5)

Tabel 2. Jumlah Rata-Rata Fitoplankton yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian No Genus Stasiun I II III 1 Haphalosiphon 2.33 0.67 0 2 Lyngbia 3 2 0.33 3 Oscillatoria 2.67 3.67 3 4 Bothryococcus 1 0.33 0 5 Cladophora 1.33 5 4.33 6 Closterium 2.33 2.33 1.67 7 Oedogonium 0.33 1 0.67 8 Scenedesmus 1.67 3.33 2.33 9 Pediastrum 2.67 3.33 2 10 Desmidium 1 1.67 1.33 11 Staurastrum 0.67 0.33 0.33 12 Pleurotaenium 1 0 0.33 13 Stauroneis 0 0.33 0 14 Cymbella 2 2 3 15 Fragillaria 3.67 2.33 2.33 16 Gomphonema 1 1.67 0.67 17 Navicula 5 4.67 4 18 Pinnularia 2 1.67 2.67 19 Surirella 2.33 1.67 2.33 20 Synedra 0.33 1 0.33 21 Phacus 2 1.33 2

Jumlah seluruh genus 20 20 18

Jumlah seluruh individu 38.33 40.33 33.65

Tabel 3. Komposisi Fitoplankton yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

No Genus Stasiun I Stasiun II Stasiun III

KR FR KR FR KR FR 1 Haphalosiphon 6.09 % 6.38 % 1.65 % 4.00 % 0 % 0 % 2 Lyngbia 7.83 % 6.38 % 4.96 % 6.00 % 0.99 % 2.33 % 3 Oscilatoria 6.96 % 6.38 % 9.09 % 6.00 % 8.91 % 6.98 % 4 Bothryococcus 2.61 % 4.26 % 0.83 % 2.00 % 0 % 0 % 5 Cladophora 3.48 % 4.26 % 12.40 % 6.00 % 12.87 % 6.98 % 6 Closterium 6.09 % 6.38 % 4.96 % 6.00 % 4.95 % 6.98 % 7 Oedogonium 0.87 % 2.13 % 2.48 % 4.00 % 1.98 % 4.65 % 8 Scenedesmus 4.35 % 4.26 % 8.26 % 6,00 % 6.93 % 6.98 % 9 Pediastrum 6.96 % 6.38 % 8.26 % 6.00 % 5.94 % 6.98 % 10 Desmidium 2.61 % 4.26 % 4.13 % 6.00 % 3.96 % 6,98 % 11 Staurastrum 2.61 % 2.13 % 0.83 % 2.00 % 0,99 % 2.33 % 12 Plerotaenium 2.61 % 4.26 % 0 % 0 % 0.99 % 2.33 % 13 Stauroneis 0 % 0 % 0.83 % 2.00 % 0 % 0 % 14 Cymbella 5.22 % 6.38 % 4.96 % 6.00 % 8.91 % 6.98 % 15 Flagilaria 9.57 % 6.38 % 5.79 % 6.00 % 6.93 % 4.65 % 16 Gomphonema 2.61 % 4.26 % 4.13 % 4.00 % 1,98 % 4.65 % 17 Navicula 13.04 % 6.38 % 11.57 % 6.00 % 11.88 % 6.98 % 18 Pinnularia 5.22 % 4.26 % 4.13 % 6.00 % 7.97 % 6.98 % 19 Surirela 6.09 % 6.38 % 4.13 % 6.00 % 6.93 % 6.98 % 20 Synedra 0.87 % 2.13 % 2.48 % 4.00 % 0.99 % 2.33 % 21 Phacus 5.22 % 6.38 % 4.13 % 6,00 % 5.94 % 6.98 % Indeks diversitas 2.803 2.734 2.639

Kerapatan relatif setiap stasiun berbeda-beda. Kerapatan relatif dan frekuensi relatif dapat dilihat pada tabel 3. Pada stasiun I kerapatan relatif tertinggi pada genus Navicula yaitu 13.04%. Hal ini Karena pada stasiun I merupakan daerah yang belum

tercemar oleh aktivitas penduduk, tetapi kadar pH pada stasiun I yaitu 7.3. Genus Navicula ini mampu bertahan hidup pada kondisi manapun. Navicula termasuk kedalam class Bacilarophyceae menyukai hidup diperairan bersih dan mempunyai

(6)

kemampuan adaptasi yang sangat cepat dengan perubahan kondisi lingkungan hidupnya. Setiap genus fitoplankton mempunyai karekteristik tersendiri dalam menanggapi lingkungan, salah satunya adalah kekurangan nutrien untuk kehidupannya dan adanya persaingan untuk memperoleh makanan sehingga tidak mampu mempertahankannya dan akhirnya dapat mempengaruhi populasi fitoplankton tersebut. Sedangkan genus yang memiliki kerapatan relatif terendah adalah genus Oedogoniun dan Synedra yaitu 0,87 %.

Frekuensi relatif tertinggi pada stasiun I ditemukan pada genus Hapolosiphon, Lyngbia, Oscilatoria, Cloesterium, Pediastrum, Cymbella, Flagilaria, Navicula, Surirela, dan Phacus yaitu 6,38%. Banyaknya genus ini ditemukan pada stasiun I karena pH pada stasiun ini yaitu 7,3 sehingga pH pada stasiun I masih optimum untuk kehidupan genus fitoplankton. Nilai pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton di perairan adalah 6,5-8,0 (Asriyana, dan Yuliana, 2012). Sedangkan genus yang memiliki frekuensi relatif terendah adalah Staurastrum yaitu 2,13 %.

Kerapatan relatif tertinggi pada stasiun II ditemukan pada genus Cladophora yaitu 12.40%. Cladophora merupakan genus dari kelas Chlorophyceae yang mampu hidup pada berbagai kondisi perairan. Sedangkan kerapatan relatif terendah pada stasiun II ditemukan pada genus Bothryococcus dan Staurastrum yaitu 0,83%. Genus Bothryococcus dan Staurastrum merupakan kelompok kelas Chlorophyceae yang keduanya dapat hidup berbagai kondisi perairan. Menurut Presscott (1975) kelas Chlorophyceae merupakan kelompok alga yang memiliki kelimpahan besar serta distribusi yang luas tetapi hidupnya dipengaruhi berbagai ragam kondisi, mulai dari perairan tawar dan laut serta berbagai tingkatan tropikasi.

Genus yang memiliki frekuensi relatif tertinggi adalah Lyngbia, Oscilatoria, Cladophora, Cloesterium, Scenedesmus, Pediastrum, Desmidium, Cymbella, Flagilaria, Navicula, Pinnularia, Surirela, dan Phacus yaitu 6.00%. Sedangkan genus yang memiliki frekuensi relatif terendah adalah Bothryococcus, Staurastrum, dan Stauroneis yaitu 2.00%.

Kerapatan relatif tertinggi stasiun III ditemukan pada genus Cladophora yaitu 12.87%. Genus Cladophora ini termasuk ke dalam kelas Chlorophyceae yang memiliki keanekaragamannya tinggi dan fitoplankton yang banyak ditemukan. Menurut Presscott (1975) kelas Chlorophyceae merupakan salah satu kelompok alga terbesar dengan keanekaragaman jenis yang tinggi, kelimpahan besar, serta distribusi luas, ditemui hidup dalam perairan dengan berbagai ragam kondisi perairan. Dimana pada stasiun ini kadar kesadahannya 175,5 mg/L. Keberadaan kalsium sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia yang melibatkan karbondioksida. Kadar kalsium menurun jika kalsium mengendap menjadi kalsium karbonat sebagai akibat peningkatan suhu, penurunan karbondioksida dan peningkatan aktivitas fotosintesis (Sari, dkk 2013). Kerapatan relatif terendah pada stasiun III ditemukan pada genus Lyngbia, Staurastrum, Plerotaenium dan synedra yaitu 0,99%.

Frekuensi relatif tertinggi stasiun III ditemukan pada genus Oscillatoria, Cladophora, Closterium, Scenedesmus, Pediastrum, Desmidium, Cymbella, Navicula, Pinnularia, Surirela, dan Phacus yaitu 6.98%. Banyaknya genus ini ditemukan pada stasiun III karena kecepatan arus pada stasiun ini sedang yaitu 0,35 m/dt. Dimana arus sangat mempengaruhi kehidupan fitoplankton, jika arus cepat maka fitoplankton hanyut terbawa oleh air begitu sebaliknya jika arus lambat maka fitoplankton menetap pada badan perairan. Menurut Suin (2002) Plankton merupakan organisme yang terapung atau melayang di dalam air yang gerakannya relatif pasif. Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Sedangkan frekuensi relatif terendah ditemukan pada genus Lyngbia, Staurastrum, Pleurotaenium, Synedra yaitu 2.30%.

Frekuensi kehadiran relatif masing-masing genus dari ketiga stasiun pengambilan sampel yang telah diamati juga berbeda-beda. Perbedaan penyebaran dari jumlah individu ini diduga karena adanya variasi kemampuan adaptasi masing-masing genus dalam perairan yang ditempati masing-masing genus. Michael (1994) menyatakan penyebaran suatu organisme

(7)

dapat dilihat dari frekuensi keberadaan dari suatu organisme tersebut.

Menurut Odum (1998) komposisi fitoplankton tidak selalu meratap pada tiap lokasi dalam ekosistem, sering ditemukan beberapa jenis dari fitoplankton yang mendominasi sedangkan yang lain tidak. Hal ini dikarenakan keberadaan fitoplankton tergantung pada kondisi perairanyang menunjang hidupnya.

Indeks diversitas tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 2.803 sedangkan indeks diversitas terendah terdapat pada stasiun III yaitu 2.639. Indeks diversitas fitoplankton berkisar 2,630-2,803 menandakan bahwa Sungai Mudiak termasuk kedalam derajat pencemaran sedang. Seperti Menurut Zairion (2003) indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener >3 termasuk derajat pencemaran bersih, 1-3 termasuk derajat pencemaran sedang, dan <1 termasuk derajat pencemaran berat. Michael (1994) menyatakan bahwa perairan yang jumlah individunya kurang dari 50.000 individu, menandakan perairan tersebut kurang subur, berarti jumlah fitoplankton yang ditemukan di Sungai Mudiak Palupuh menunjukan perairan tersebut ditingkat kesuburan yang kurang. Meunrut Odum (1998) indeks keanekaragaman yang tinggi menujukkan lokasi tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan plankton, dan indeks keanekaragaman rendah menujukkan lokasi tersebut kurang cocok bagi pertumbuhan plankton.

Tabel 4. Indeks Similaritas Genus Antar Stasiun

Stasiun I II III

I - - -

II 95 % - -

III 94.73 % 91.89 % -

Tabel 4 diatas indeks similaritas genus fitoplankton di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabuapten Agam berkisar antara 91,86%-95%. Indeks similaritas pada stasiun I-II yaitu 95%, satsiun I-III yaitu 94.73%, dan stasiun II-III yaitu 91.86%. Dari ketiga

satsuin pembanding tersebut menunjukkan nilai yang hampir sama. Hal ini disebabkan karena stasiun I, II, III mempunyai jarak yang cukup dekat dan masing-masing stasiun dipengaruhi oleh kecepatan arus yang sedang.

Tabel 5. Faktor Fisika Kimia Air pada Lokasi Penelitian

No Parameter Stasiun I II III 1 Suhu (°C) 21 21 21 2 pH 7,3 7,3 7 3 Kecepatan Arus (m/dt) 0,45 0,38 0,35 4 TSS (mg/L) 16 4 2 5 DO (mg/L) 16,7 15,8 16,4 6 CO2 Bebas (mg/L) 11 17,6 33 7 Kesadahan (mg CaCO3/L) 159,4 159,4 175,5

Pengukuran derajat keasaman (pH) dapat dilihat pada Tabel 5, hasil yang diperoleh di lokasi penelitian berkisar antara 7-7.3 angka yang diperoleh ini sudah mendukung kehidupan fitoplankton. Menurut Kristanto (2012), nilai pH yang normal sekitar 6-8,

sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah berbeda-beda tergantung pada jenis air limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempumyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini

(8)

disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika

mengalami proses penguraian. Suhu dari ketiga stasiun yaitu 210C. Keadaan ini menandakan daerah tersebut kurang subur dan kurang mendukung untuk kehidupan fitoplankton, disebabkan karena rentangan suhu untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar 26-270C (Michael, 1994). DO berkisar antara 15,8-16.7 mg/L. Menurut Sastrawijaya (2009) kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 ppm. Sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesisorganisme yang hidup di perairan tersebut. Kadar CO2

bebas di sungai Mudiak Palupuh berkisar antara 11-33 mg/L. tinggi rendahnya kandungan CO2 bebas pada perairan dapat

mengakibatkan terganggunya kehidupan bita perairan.

Kecepatan arus sungai Mudiak ini berkisar 0,35 m/dt–0,45 m/dt, pada stasiun I yaitu 0,45 m/dt, sedangkan pada stasiun II dan III yaitu berkisar 0,35-0,38 m/dt menunjukkan bahwa kecepatan arus sungai Mudiak termasuk dalam kategori sedang. Menurut Moersidik dan Hardjojo (1998) sungai yang memiliki kecepatan arus rata- rata 0,5–1 m/dt termasuk ke dalam kategori cepat, sedangkan arus berkisar antara 0,25– 0,49 m/dt termasuk kategori sedang dan kecepatan arus 0,1–0,24 m/dt termasuk arus lambat. Kadar kesadahan di Sungai Mudiak berkisar 159,4-175,5 mg/L, termasuk dalam kategori sadah. Dan Total Suspended Solid berkisar 2-16 mg/L. Besarnya nilai padatan di Sungai Mudiak Palupuh dikarenakan kawasan ini dekat dengan aktivitas penduduk dan pengalian pasir sehingga banyak padatan yang masuk ke badan perairan dan akhirnya menambah jumlah padatan. Sehingga faktor fisika kimia air Sungai Mudiak masih dalam kondisi optimum untuk kehidupan fitoplankton.

KESIMPULAN

Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Komposisi fitoplankton yang ditemukan

di Sungai Mudiak Palupuh Kenagarian Koto Rantang Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam adalah 21 genus. Dimana kerapatan berkisar 8,4-10,08 individu/liter. Frekuensi berkisar antara

14,33-16,67 individu/liter. Indeks diversitas fitoplankton berkisar 2,618-2,812.

2. Faktor fisika kimia air sungai Mudiak Palupuh (suhu, pH, kecepatan arus, DO, CO2 bebas, TSS, dan kesadahan) masih

dalam kondisi optimum untuk kehidupan fitoplankton

DAFTAR PUSTAKA

Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Jakarta : Bumi Aksara Efendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi

pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Yogyakarta : Kasinus

Fachrul, M. F. 2007. Metoda Sampling Biologi. Jakarta : Bumi Aksara Kordi, K. M. G. 2000. Parameter Kualitas

Air. Surabaya : Karya Anda.

Kristanto. P. 2012. Ekologi Industri. Yogyakarta : Andi

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium (Diterjemahkan Oleh Koestor, Y.R). Jakarta : UI Press. Moersidik, S dan Hardjojo, B. 1998, Analisa

Kualitas Air. Jakarta : Karunika Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta :

Djambatan

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. (Terjemahan) Edisi 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Prescott, G. W. 1975. Algae Of The Western

Great Lakes Area. WCM. Brown Company Publisher. Dubugue, Iowa. Sari, Ngebekti, Martin. 2013.

Keanekaragamana fitoplankton di aliran sumber air panas Condrodimuko Gedongsoko Kabupaten Semarang. Jurnal Universitas Negeri Semarang. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.ph p/UnnesJLifesci. diakses 5 Desember 2016. Hal 9-15

Sastrawijaya, A.T. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta. Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Padang :

Universitas Andalas.

Zairion. 2003. Dampak Pembangunan Pada Biota Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor

(9)

Referensi

Dokumen terkait

bahwa penetapan batas wilayah Kelurahan Harapanmulya Kecamatan Medansatria Kota Bekasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, telah disepakati oleh masing-masing pihak

Syarat yang perlu diperhatikan dalam langkah awal usaha penggemukan sapi potong adalah (1) keseragaman sapi, dalam hal ini menyangkut keseragaman tipe, umur dan

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan lapisan paduan Ni-Mo yang akan digunakan sebagai lapisan bond coat untuk lapisan tahan temperatur tinggi (TBC).. Penelitian

!erbayan rbayang g adik adik misa misannya nnya terg tergopoh-go opoh-gopoh poh membu membuka ka pintu, pintu, lalu lalu menyer menyerbunya bunya dengan dengan

dan Natal, yayasan memberikan perhatian dengan memberikan sembako kepada guru-guru. 6) Guru-guru difasilitasi sarana belajar yang berupa APE (alat peraga edukatif) dan

Konsep penghasilan yang paling banyak dipakai adalah dengan melakukan pendekatan pengenaan pajak atas penghasilan, yaitu satu tambahan ekonomis yang diterima Wajib

yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Permisif Dan Kontrol Diri Dengan

atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Daun Trembesi (Samanea Saman) Dengan Level