HARGA DIRI SUAMI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA
Indarwati Anjar Prabaningrum
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan harga diri seorang suami
yang tinggal di rumah mertua, dimana dalam penelitian ini seorang suami yang
sudah lama menikah dan bahkan sudah memiliki anak, namun masih tinggal di
rumah mertua, pria yang demikian dikatakan tidak berhasil dalam memberikan
nafkah dan kebebasan bagi istri dan anaknya. Dalam kehidupan masyarakat, hal
tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang melanggar norma
masyarakat, karena pasangan yang sudah lama menikah seharusnya sudah
dapat hidup mandiri tanpa terus menerus membutuhkan bantuan dari orangtua.
Keberadaan seorang suami yang tinggal di rumah mertua tersebut dapat
menimbulkan penurunan harga diri pada seorang suami dikarenakan sebagian
besar seorang suami menginginkan untuk memiliki keluarga yang mandiri tanpa
ada orangtua ataupun mertua. Dari penjelasan diatas, maka bisa terjadi
permasalahan hubungan antara mertua dan menantu.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tidak
berstruktur yang dikemukakan oleh Moleong (2004), yaitu wawancara yang
dilakukan bersifat bebas dalam interviewee memberikan respon, dan observasi
non partisipan yang dikemukakan oleh Riyanto (1996), dimana observer tidak
berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee. Dalam wawancara
ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara, alat perekam,
dan catatan kecil beserta alat tulis. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang
subjek dan masing-masing subjek terdapat 3 orang terdekatnya (significant
other), dengan karakteristik seorang suami berusia minimal 30 tahun, memiliki
anak minimal satu orang anak, dan memiliki pekerjaan.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi adalah dilihat
dari komponen harga diri (Rice, 1981) ketiga subjek memiliki perasaan diterima
(feeling of belongingness) di rumah mertua. Pada perasaan mampu (feelings
competent) pada subjek pertama masih belum mampu memiliki tempat tinggal
sendiri karena ekonomi yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, pada
subjek kedua sudah mampu memiliki tempat tinggal sendiri namun mertua
menentukan dimana subjek dan istri tinggal, dan pada subjek ketiga masalah
ekonomi yang cenderung masih kurang, membuat subjek ketiga belum mampu
memiliki tempat tinggal sendiri. Pada perasaan berharga (feeling of worth) subjek
pertama dan kedua memiliki perasaan berharga di rumah mertua dikarenakan
merupakan anak laki-laki satu-satunya, dan pada subjek ketiga merasa berharga
karena keberadaan dirinya sering dibutuhkan di rumah mertua. Pada
karakteristik harga diri (Coopersmith dalam Wulan, 1997), pada subjek pertama
dan kedua cenderung memiliki karakter yang sesuai dengan karakteristik harga
diri tinggi. Sedangkan pada subjek ketiga cenderung memiliki karakter yang
sesuai dengan harga diri yang rendah. Pada hubungan mertua dan menantu
(Purnomo, 1994), ketiga subjek memiliki hubungan yang dekat dengan mertua,
dan pada subjek subjek kedua, mertua cenderung menguasai dan ikut campur
dalam urusan rumah tangga subjek.
PENDAHULUAN
Bagi kebanyakan orang, perkawinan merupakan suatu kejadian penting
dalam hidup. Memilih pasangan hidup dan mempersiapkan kehidupan
perkawinan merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa
muda. Jika pasangan suami istri masih memiliki umur antara 15 dan 20 tahun,
maka mereka dianggap masih terlalu muda untuk dapat mengurus rumah tangga
sendiri, karena itu mereka biasanya tetap tinggal bersama orangtua salah
seorang dari keduanya, sampai mereka dianggap mampu mengurus diri sendiri
(Koentjaraningrat, 1984). Namun, jika pasangan suami istri yang sudah lama
menikah dan bahkan sudah memiliki anak, hal tersebut seharusnya tidak terjadi
dalam membina keluarga, apalagi jika pasangan tersebut tinggal dengan
orangtua dari pihak istri (Koentjaraningrat, 1984). Menurut John (dalam Sukirya,
www.e-psikologi.com
) suami atau lelaki, jika meminta bantuan pada orang lain
dapat diartikan sebagai lelaki yang lemah dan tidak dapat mandiri.
Mungkin masih bisa dikatakan baik jika pasangan suami istri tinggal bersama
orangtua dari pihak suami, karena jika tinggal bersama orangtua dari pihak istri,
mungkin akan terjadi penurunan harga diri pada suami dikarenakan tidak adanya
penghargaan keberadaan atau penerimaan di rumah tersebut. Menurut
Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri juga merupakan penilaian yang
diberikan oleh orang lain. Jadi, harga diri bisa dikatakan rendah oleh orang lain,
jika seseorang dianggap melanggar norma masyarakat. Begitu juga harga diri
seorang suami yang masih tinggal di rumah mertua, yang dipandang oleh
masyarakat khususnya mertua, yang dianggap melanggar norma masyarakat,
karena setiap pasangan suami istri yang sudah lama menikah, seharusnya
sudah dapat hidup mandiri tanpa membutuhkan bantuan yang terus menerus
dari orangtua.
Bagi suami, sebagian dari mereka memiliki pemikiran ingin memiliki keluarga
yang mandiri tanpa ada orangtua atau mertua. Namun, sebagian lagi memiliki
pemikiran masih membutuhkan orangtua atau mertua untuk membantu
mengurus rumah tangganya. Perasaan yang dimiliki oleh suami yang tinggal
dengan mertua, jika mereka menginginkan untuk mempunyai keluarga yang
mandiri adalah perasaan menginginkan menjadi seorang kepala keluarga yang
bijaksana dan bertanggung jawab pada keluarganya.
Dari gambaran harga diri seorang suami di atas, maka bisa saja terjadi
masalah antara mertua dan menantu. Memang, kadang ada mertua yang dapat
menerima anak dan menantunya tinggal bersama atau bahkan sikap yang tidak
perhatian dari mertua. Awalnya sikap tersebut mungkin bisa berhasil atau
mungkin dianggap sebagai hal yang biasa, tetapi jika tidak segera disadari dan
diambil tindakan nyata, maka cepat atau lambat permasalahan ini tentu akan
memiliki dampak yang tidak menyenangkan baik bagi mertua dan menantu
maupun bagi seluruh anggota keluarga besar (dalam Sukirya,
www.e-psikologi.com
).
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini ingin
mengetahui bagaimana gambaran harga diri seorang suami yang tinggal di
rumah mertua ?, mengapa suami yang tinggal di rumah mertua memiliki harga
diri yang demikian ?, dan bagaimana proses perkembangan harga diri suami
yang tinggal di rumah mertua ?. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat
harga diri suami yang tinggal di rumah mertua, faktor-faktor yang menyebabkan
harga diri suami yang tinggal di rumah mertua, dan proses perkembangan harga
diri suami yang tinggal di rumah mertua.
Manfaat dari penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi
masukan yang berguna, bahwa suami yang tinggal di rumah mertua dapat
memiliki harga diri yang tinggi jika seorang suami mampu memenuhi kebutuhan
rumah tangganya. Selain itu juga penelitian ini dapat memberikan pandangan
kepada masyarakat bahwa suami yang tinggal di rumah mertua juga memiliki
hubungan yang cukup baik dengan mertua. Sedangkan manfaat teoritis
diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan
ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial. Kemudian penelitian ini diharapkan
dapat berguna bagi penelitian selanjutnya mengenai harga diri suami yang
tinggal di rumah mertua. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat pada pembaca dan menggambarkan berbagai
permasalahan guna meningkatkan harga diri pada suami yang tinggal di rumah
mertua.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Harga Diri
Definisi harga diri menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri
adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang ditampilkan melalui sikap
positif atau negatif terhadap dirinya. Coopersmith (dalam Adler, 1997)
berpendapat bahwa harga diri sebagai suatu penelitian diri yang dilakukan
oleh seorang individu dan biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri,
penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakkan dan
menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting,
berhasil dan berharga.
Dari penjelasan definisi harga diri di atas, dapat disimpulkan bahwa harga
diri adalah penilaian terhadap diri sendiri yang mencerminkan sikap
penerimaan atau penolakkan dan menunjukkan seberapa jauh individu
percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga.
2. Komponen Harga Diri
Menurut Rice (1981), penilaian diri positif atau negatif ini ditentukan oleh tiga
hal yaitu :
a. Perasaan diterima (feeling of belongingness) dalam suatu kelompok
dimana individu berada. Apabila seseorang merasa menjadi bagian atau
diterima dalam kelompoknya maka ia akan menilai dirinya positif.
b. Perasaan
mampu
(feeling competent) yaitu keyakinan akan kemampuan
dirinya sendiri.
c. Perasaan berharga (feeling of worth) yaitu perasaan seseorang yang
sering ditampilkan dari kenyataan-kenyataan pribadi seperti kebaikan,
kecerdasan, dan lain-lain.
3. Karakteristik Harga Diri
Harga diri seseorang (Coopersmith dalam Wulan, 1997) dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu :
a. Harga diri yang tinggi pada seseorang, memiliki pengaruh terhadap
orang lain, mampu mengontrol keadaan, aktif dan dapat
mengekspresikan diri dengan baik, dapat menerima kritik dengan baik,
percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, dapat menyesuaikan diri
dengan mudah pada suatu lingkungan yang kurang jelas.
b. Harga diri moderat pada seseorang, mempunyai gambaran pengalaman
yang disukai individu. Individu yang mempunyai harga diri moderat,
memiliki banyak persamaan dengan individu yang memiliki harga diri
tinggi.
c. Harga diri yang rendah pada seseorang, takut mengalami kegagalan
dalam mengadakan hubungan sosial sehingga merasa tidak yakin bahwa
orang lain akan menyukai dirinya, dan terlihat sebagai orang yang mudah
putus asa.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Menurut Wirawan (1998) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga
diri seseorang yaitu :
a. Fisik. Seperti ciri fisik dan penampilan wajah.
c. Lingkungan Sosial. Seperti orangtua dan teman sebaya.
d. Tingkat
Inteligensi.
e. Status Sosial Ekonomi.
f. Ras dan Kebangsaan.
g. Urutan
Kelahiran.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri seseorang dapat meningkat,
jika orang tersebut memiliki faktor-faktor harga diri yang mendukungnya.
5. Definisi
Suami
Suami adalah pria dewasa yang sudah menikah dan pencari nafkah
utama bagi keluarga yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita.
6. Tanggung Jawab Suami
Tanggung jawab seorang suami tidak sekedar memberi nafkah kepada
istrinya. Menurut Thalib (1995) tugas, fungsi dan posisi suami ditetapkan
sebagai orang yang mengatur, mendidik, meluruskan masalah yang terjadi
dalam rumah tangga dan memberi komando dalam rumah tangganya. Jadi,
seorang suami bertanggung jawab atas pemenuhan materi dan kehidupan
istri. Menghayati norma tanggung jawab suami terhadap istri merupakan
kunci untuk dapat membangun perkawinan yang penuh dengan perasaan
cinta dan kasih sayang.
7. Definisi
Mertua
Mertua adalah orangtua dari istri atau suami kita yang umumnya memiliki
usia sekitar 40 sampai 60 tahun ke atas.
8. Hubungan Mertua dan Menantu
Purnomo (1994) menjelaskan hubungan tersebut dalam beberapa
kemungkinan, yaitu :
a. Mertua turut campur dalam urusan anak atau menantu. Bila
anak-menantunya terlihat berada dalam konflik, maka mertua akan memberikan
nasehat tanpa melihat terlebih dulu yang sebenarnya menjadi masalah.
b. Mertua tidak mau berurusan dengan anak atau menantu. Mertua tidak mau
mencampuri sedikit pun, sebab baginya tugas membesarkan anak sudah
selesai, walaupun mereka masih ikut di rumahnya.
c. Mertua tunduk pada menantu. Apa yang dikatakan menantu baginya selalu
benar dan dituruti. Alasan mertua tunduk pada menantu yang berasal dari
keluarga kaya, ningrat dan berpendidikan karena mertua merasa bangga
mempunyai menantu yang seperti itu.
d. Mertua yang menguasai menantu. Segalanya diatur sampai hal yang
terkecil. Keadaan mertua yang selalu ingin menguasai menantunya dapat
terjadi bila pada awal perkawinan mereka diharuskan menuruti
syarat-syarat yang ditetapkan mertua.
e. Mertua yang dekat dengan menantu. Mereka mau menerima kritik dan
saran dari menantu serta dapat dimintai saran dan nasehat oleh
menantunya, baginya menantu adalah anaknya juga.
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan
Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Basuki (2006) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah
manusia dan sosial.
2. Subjek
Penelitian
Karakteristik subjek dalam penelitian ini antara lain seorang suami
berusia minimal 30 tahun yang tinggal di rumah mertua, memiliki anak
minimal satu orang, dan memiliki pekerjaan. Jumlah subjek yang akan diteliti
adalah 3 orang subjek, dan masing-masing subjek terdapat 3 orang
terdekatnya (significant other).
3. Tahap-Tahap
Penelitian
Adapun terhadap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan dalam
penelitian meliputi beberapa tahapan, yaitu :
a. Tahap persiapan penelitian
Tahap persiapan sebelum diadakannya penelitian adalah menyiapkan
instrumen (alat) yang akan digunakan dalam penelitian.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
Peneliti melakukan pendekatan dengan subjek dan membuat
kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat,
selanjutnya penelitian memindahkan hasil rekaman kedalam bentuk
verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisis data dan
interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada
bagian metode analisis data diatas.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara dengan
pedoman umum yang dikemukakan oleh Poerwandari (1998), dimana
peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang
mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan
pertanyaan.
b. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk observasi non
partisipan oleh Riyanto (1996), dimana observer tidak berperan serta ikut
ambil bagian dalam kehidupan observee.
5. Alat Bantu Pengumpul Data
Dalam penelitian studi kasus ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa
pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan buku atau catatan
kecil beserta alat tulis.
6. Keakuratan
Penelitian
Dalam Moleong (1990), triangulasi merupakan suatu bentuk teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data itu. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) triangulasi dapat
dibedakan dalam 4 macam yaitu :
a. Triangulasi data, yakni digunakannya variasi sumber-sumber data yang
berbeda.
b. Triangulasi peneliti, digunakannya beberapa peneliti atau evaluator yang
berbeda, setelah didapatkan data, peneliti mengadakan pengecekkan
kembali dengan significant other yang bersangkutan terhadap data yang
telah ada.
c. Triangulasi teori, digunakannya beberapa perspektif yang berbeda untuk
menginterpretasi data yang sama.
d. Triangulasi metodologis, penggunaan beberapa metode yang berbeda
untuk meneliti suatu hal yang sama.
7. Teknik Analisis Data
Menurut Marshall dan Rossman (1995), dalam menganalisa penelitian
kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan :
a. Mengorganisasikan
Data
Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam (indepth interview), dimana data direkam dengan tape
recorder dibantu dengan alat tulis lainnya.
b. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema, dan Pola Jawaban
Dalam penelitian ini, analisis dilakukan pertama kali terhadap
masing-masing kasus. Pada bagian kedua dari analisis, peneliti melakukan
analisis antar kasus, tujuannya untuk mengungkap persamaan dan
perbedaan antar subjek.
c. Menguji Asumsi atau Permasalahan
Pada tahap ini katagori yang telah didapat melalui analisis ditinjau
kembali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II.
Sehingga dapat dicapai dicocokkan apakah ada kesamaan antara
landasan teori dengan hasil yang dicapai.
d. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah didapat dari kaitan tersebut,
penulis mencari suatu alternatif penjelasan yang lain.
e. Menulis
Hasil
Penelitian
Penulisan analisis data masing-masing subjek telah berhasil
dikumpulkan, merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk
memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai.
HASIL DAN ANALISIS
Tabel.1 Gambaran Umum Karakteristik Subjek Penelitian SUBJEK KETERANGAN
1 2 3
Nama / Inisial MS TMS DM
Jenis Kelamin Pria Pria Pria
Usia 40 tahun 42 tahun 31 tahun
Pendidikan SMA S1 SMA
Pekerjaan Karyawan Swasta Guru Satpam
Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda
Agama Islam Islam Islam
Posisi dalam keluarga 5 dari 9 3 dari 5 3 dari 4
Tabel.2 Gambaran Umum Analisis Biografi Subjek Pertama
PERISTIWA TAHUN PENGHAYATAN
Sebelum menikah subjek sudah bekerja di bidang otomotif
1990 Subjek merasa cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Subjek menikah 1991 Subjek menikah dengan istri setelah memiliki hubungan dekat yang cukup lama, dan langsung tinggal di rumah mertua. Subjek mencoba keluar dari rumah mertua. Subjek mencoba
keluar dari rumah mertua
1992 Istri subjek meminta untuk kembali ke rumah mertua dikarenakan istri subjek sedang hamil anak pertama.
Subjek kembali ke rumah mertua dan istri melahirkan anak pertama
1993 Subjek dan istri merasa senang tinggal di rumah mertua dikarenakan mertua membantu mengurus anak.
Kelahiran anak kedua
1997 Subjek dan istri masih tinggal di rumah mertua.
Istri mendapatkan rumah dari kantornya
2005 Subjek dan istri tetap tinggal di rumah mertua dikarenakan rumah yang didapat dari kantor istri memiliki jarak yang cukup jauh dari rumah mertua dan dari tempat kerja subjek dan istri.
Tabel.3 Gambaran Umum Analisis Biografi Subjek Kedua
PERISTIWA TAHUN PENGHAYATAN
Sebelum menikah subjek sudah bekerja sebagai guru Sebelum 1998
Subjek menjadi guru honorer dan dengan penghasilannya, subjek sudah mampu memiliki sebuah rumah di daerah Cileungsi.
Subjek menikah dan mulai tinggal di rumah mertua
1998 Subjek menikah dengan istri setelah memiliki hubungan yang cukup lama dengan istri, dan mertua menginginkan subjek dan istri untuk tinggal di rumah mertua, walaupun subjek sudah memiliki tempat tinggal pribadi.
Kelahiran anak pertama
2000 Istri melahirkan anak pertama dan mertua membantu mengurus anak subjek pada saat subjek dan istri sedang bekerja.
Subjek membangun tempat tinggal
2006 Subjek membangun sebuah rumah, dimana letaknya ditentukan oleh mertua yang berada disamping rumah mertua, yang sebenarnya subjek kurang menyukainya dikarenakan masih terikat dengan mertua.
Tabel.4 Gambaran Umum Analisis Biografi Subjek Ketiga
PERISTIWA TAHUN PENGHAYATAN
Subjek sudah bekerja namun berpindah-pindah perusahaan sebelum 2004
Subjek memiliki pekerjaan tidak tetap, sehingga subjek belum memiliki penghasilan yang tetap.
Subjek menikah dan mulai tinggal di rumah mertua
2004 Subjek menikah dengan istri setelah memiliki hubungan dekat yang cukup lama, dan langsung tinggal di rumah mertua sesuai dengan keinginan istri.
Subjek tidak memiliki pekerjaan
2005 s.d 2006
Setelah menikah, subjek tidak memiliki pekerjaan selama satu tahun sehingga subjek tidak mampu memberikan nafkah bagi istrinya.
Subjek mulai bekerja lagi di bidang security dan istri melahir kan anak pertama
2006 Istri subjek melahirkan anak pertama, dan subjek bekerja di bidang security, namun penghasilan subjek belum cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak pertamanya.
Tabel.5 Gambaran Umum Harga Diri Suami dilihat dari Komponen Harga Diri SUBJEK KOMPONEN HARGA DIRI 1 2 3 Perasaan diterima (feeling of belongingness) Di rumah mertua, subjek merasa menjadi bagian dari keluarga mertua, walaupun subjek diterima dengan baik, subjek merasa tidak enak dengan mertua karena tinggal di rumah mertua. Di lingkungan sekitar rumah mertua, subjek mengikuti kegiatan-kegiatan yang terdapat di lingkungan tersebut, sehingga subjek merasa diterima di lingkungan tersebut. (+)
Subjek merasa diterima di rumah mertua dan merasa menjadi bagian dari keluarga mertua. Selama tinggal di rumah mertua, subjek memiliki perasaan senang dan kesal. Salah satu perasaan senang yaitu mertua membantu dalam mengurus anak, dan perasaan kesalnya yaitu mertua mengatur rumah tangga subjek. Di lingkungan sekitar rumah mertua, subjek diterima dengan baik dan selalu diajak bila ada kegiatan di lingkungan tersebut. (+)
Subjek merasa diterima dan menjadi bagian dari keluarga mertua. Subjek memiliki perasaan malu dan sungkan selama tinggal di rumah mertua. Sebelum menikah, subjek tinggal di kompleks yang sama dengan mertua, sehingga di lingkungan tersebut subjek diterima dengan baik. (+)
Perasaan mampu (feeling
competent)
Subjek mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, namun subjek belum mampu mempunyai tempat tinggal sendiri. Subjek merasa mampu dalam membangun rumah tangga dan mengatasi masalah yang terjadi
dalam rumah tangganya. (+)
Subjek mampu memenuhi kebutuhan istri dan anaknya seperti membelikan mainan, namun subjek belum cukup dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari, namun subjek merasa mampu dalam memberikan nafkah dan mengarahkan
Subjek belum mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari. Dalam membangun dan mengatasi masalah rumah tangganya, subjek masih merasa belum mampu karena usia rumah tangga subjek yang masih muda sehingga subjek masih harus banyak
SUBJEK KOMPONEN
HARGA DIRI 1 2 3
keluarganya. Subjek
juga merasa mampu dalam mengatasi rumah tangganya. (+) belajar. (–) Perasaan berharga (feeling of worth) Mertua tidak mempunyai anak
laki-laki dan subjek merupakan anak laki-laki pertama yang masuk dalam keluarga tersebut. (+)
Mertua tidak mempunyai anak
laki-laki dan subjek merupakan anak laki-laki pertama yang masuk dalam keluarga tersebut. (+)
Keberadaan subjek di rumah mertua, sangat dibutuhkan oleh mertua. (+)
Tabel.6 Gambaran Umum Harga Diri Suami dilihat dari Karakteristik Harga Diri SUBJEK
KARAKTERISTIK
HARGA DIRI 1 2 3
Harga Diri Tinggi • Percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, terlihat bahwa subjek memiliki keyakinan bahwa dengan bekerja keras, subjek mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari. • Mampu mengontrol keadaan, terlihat subjek menyadari bahwa dirinya adalah seorang kepala keluarga • Percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, terlihat bahwa subjek memiliki keyakinan bahwa dirinya sudah mampu dalam membangun dan mengatasi masalah rumah tangganya. • Subjek mampu mengontrol keadaan rumah tangganya, walaupun subjek tinggal di rumah mertua, seperti mengarahkan istri dan anaknya untuk menghormati mertua • Percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, terlihat bahwa subjek memiliki keyakinan dan keinginan berusaha untuk belajar membangun rumah tangganya.
SUBJEK KARAKTERISTIK HARGA DIRI 1 2 3 yang mampu dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangganya. • Menerima kritik dengan baik, terlihat subjek juga mau menerima krititikan dari mertua untuk kemajuan dirinya. walaupun mertua cenderung mengatur rumah tangganya. • Subjek dapat menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang kurang jelas kebiasaan yang terdapat di rumah mertua, membuat subjek merasa tidak biasa menjalaninya. • Memiliki pengaruh
terhadap orang lain, subjek memiliki pengaruh di rumah mertua karena subjek merupakan laki-laki satu-satunya setelah bapak mertua.
• Tidak mudah putus asa, dengan kebiasaan yang terdapat dalam rumah mertua, subjek berusaha untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan tersebut.
SUBJEK KARAKTERISTIK
HARGA DIRI 1 2 3
Harga Diri Rendah • Putus asa, terlihat subjek merasa putus asa dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya jika subjek harus bekerja sendiri. • Merasa ide-ide dan hasil kerja orang lain selalu lebih baik daripada dirinya, seperti subjek cenderung tidak berani memberikan pendapatnya pada mertua, sehingga subjek memberikan pendapat tersebut melalui istrinya. • Mudah dipengaruhi oleh pendapat dan kritik dari orang lain, terlihat subjek yang cenderung mengikuti semua keinginan mertua dalam urusan rumah tangga subjek, seperti menentukan dimana subjek dan istri tinggal.
• Merasa ide-ide dan hasil kerja orang lain selalu lebih baik daripada dirinya, subjek cenderung
mengikuti istri untuk tetap tinggal di rumah mertua. Putus asa, terlihat dalam kehidupan sehari-hari, subjek cenderung mengikuti semua yang terjadi dalam rumah tangganya dan cenderung tidak berusaha, seperti subjek selalu mengatakan “jalani saja”. • Tidak mampu mengontrol keadaan, subjek belum mampu untuk mengontrol keadaan dimana istri subjek yang menginginkan untuk tetap tinggal di rumah mertua. • Tidak percaya
kepada persepsi dan dirinya sendiri, subjek cenderung
SUBJEK KARAKTERISTIK
HARGA DIRI 1 2 3
tidak mempercayai dirinya untuk dapat membangun rumah tangga dan mengatasi
masalah rumah tangganya.
Tabel.7 Gambaran Umum Hubungan Mertua dan Menantu SUBJEK HUBUNGAN MERTUA DAN MENANTU 1 2 3 Mertua turut campur dalam urusan anak dan menantu
- Mertua ikut campur
dalam rumah tangga subjek, mulai dari masalah sederhana seperti mandi dan makan, sampai dengan masalah yang cukup besar, seperti menentukan dimana subjek tinggal dan memiliki tempat tinggal sendiri. (+) - Mertua tidak mau berurusan dengan anak atau menantu Mertua mempercayai subjek dan istri dalam membangun rumah tangganya. Dalam rumah tersebut, subjek tidak merasa terkekang oleh mertua. (+) - Mertua memberikan kebebasan dan kesempatan pada subjek untuk membangun keluarganya sendiri. (+) Mertua tunduk pada menantu - - -
SUBJEK HUBUNGAN MERTUA DAN MENANTU 1 2 3 Mertua yang menguasai menantu
- Mertua memiliki peran
penting dalam rumah tangga subjek, sehingga bila subjek ingin melakukan sesuatu dengan istri dan anaknya, subjek harus meminta ijin pada mertua. (+) - Mertua yang dekat dengan menantu Hubungan subjek dengan mertua cukup
baik, sehingga cenderung tidak pernah
mempunyai masalah yang besar. Mertua menganggap subjek sebagai anaknya sendiri. Mertua pernah meminta pendapat subjek dalam kehidupan sehari- hari.
(+)
Mertua dan subjek memiliki hubungan yang cukup dekat. Mertua menganggap subjek sebagai anaknya sendiri, sehingga subjek menganggap mertua sebagai orangtuanya sendiri walaupun subjek merasa mertua ikut campur rumah tangga subjek yang membuat subjek merasa kurang nyaman. (+)
Subjek memiliki hubungan yang cukup dekat dengan mertua. Mertua dapat mengerti keadaan rumah tangga subjek yang belum mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sehingga mertua memberikan kesempatan pada subjek untuk belajar berdiri sendiri walaupun masih tergantung dan menumpang hidup dengannya. (+)