• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGKLENG UNTUK MENGEMBANGKAN MOTORIK KASAR ANAK KELAS IV SD NEGERI 29 DANGIN PURI KELOD DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGKLENG UNTUK MENGEMBANGKAN MOTORIK KASAR ANAK KELAS IV SD NEGERI 29 DANGIN PURI KELOD DENPASAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

200

PENERAPAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGKLENG UNTUK MENGEMBANGKAN MOTORIK KASAR ANAK KELAS IV

SD NEGERI 29 DANGIN PURI KELOD DENPASAR

NI WAYAN JUNIATI WIDIANTARI Intitut Hindu Dharma Negeri Denpasar

ABSTRACT

Education is an interpersonal relationship between educators and students. This relationship if increased to the level of educational relationships, then the relationship between personal education and personal children, which ultimately gave birth to education responsibilities and educational authority. The child's gross motor development is related to the ability to use full body motion to express his ideas and feelings as well as his hand-using skills to create or change things. In playing children perform various activities that are useful to develop himself. Children observe, measure, compare exploration, and research. Situations like this are often done without realizing that the child has trained himself in certain abilities so that children have new abilities. The traditional game has many values contained in it (cooperation, sportsmanship, courage, tolerance, confidence and so on). Dengkleng game is used to implement the plan that has been arranged in real activities so that the goals that have been arranged are achieved optimally, such as teaching students to be honest, responsible, and agile.

ABSTRAK

Pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik. Hubungan ini jika meningkat ke taraf hubungan pendidikan, maka menjadi hubungan antara pribadi pendidikan dan pribadi anak, yang pada akhirnya melahirkan tanggung jawab pendidikan dan kewibawaan pendidikan. Perkembangan motorik kasar anak berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Dalam bermain anak melakukan berbagai kegiatan yang berguna untuk mengembangkan dirinya. Anak mengamati, mengukur, membandingkan bereksplorasi, dan meneliti. Situasi seperti ini sering dilakukan tanpa disadari bahwa anak telah melatih dirinya dalam beberapa kemampuan tertentu sehingga anak memiliki kemampuan baru. Permainan tradisional banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (kerjasama, sportivitas, keberanian, toleransi, percaya diri dan sebagainya). Permainan Dengkleng digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, seperti mengajarkan siswa bersikap jujur, bertanggung jawab, dan tangkas.

I. PENDAHULUAN

Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatu kesatuan hidup. Tindakan pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dengan sadar dan dengan sengaja didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan. Tindakan tersebut menyebabkan orang yang belum dewasa menjadi dewasa dengan memiliki nila-nilai kemanusiaan, dan hidup menurut nilai- nilai tersebut. Kedewasaan diri merupakan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui perbuatan atau tindakan pendidikan.

Pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik. Dalam pergaulan terjadi kontak atau komunikasi antara masing-masing pribadi. Hubungan ini jika meningkat ke taraf hubungan pendidikan, maka menjadi hubungan antara pribadi pendidikan dan pribadi anak, yang pada akhirnya melahirkan tanggungjawab pendidikan dan kewibawaan pendidikan. Pendidikan bertindak demi kepentingan dan keselamatan anak didik, dan anak didik mengakui kewibawaan pendidikan dan

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA FAKULTAS DHARMA ACARYA

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR PROSIDING

SEMINAR NASIONAL BAHASA DAN BUDAYA 2017 ISBN: 978-602-50777-0-8

(2)

201

tergantung padanya (Hasbullah 2012:5). Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan mahluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki daya perhatian pendek, dan merupakan masa yang paling potensi untuk belajar (Sujiono, 2011:6).

Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan lingkungan di mana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperoleh anak dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Oleh karena itu anak merupakan pribadi yang unik dan melewati berbagai tahap perkembangan kepribadian, maka lingkungan yang diupayakan oleh pendidik dan orang tua yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman dengan berbagai suasana, hendaklah memperhatikan keunikan anak- anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kepribadian anak (Sujiono, 2011:7).

Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya (Yusuf dan Nani 2012). Anak menggerakan anggota badannya dengan tujuan yang jelas, seperti menggerakan tangan untuk menulis, menggambar, mengambil makanan, melempar bola, dan sebagainya (motorik halus). Menggerakkan kaki untuk menendang bola, lari mengejar teman pada saat main, dan lain sebagainya (motorik kasar).

Perkembangan motorik kasar anak berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Perkembangan motorik kasar ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan kekuatan untuk menerima rangsangan, sentuhan dan tekstur. Anak yang cerdas dalam gerak motorik kasar terlihat menonjol dalam kemampuan fisik (terlihat lebih kuat dan lincah) dari pada anak-anak seusiannya. Mereka cenderung suka bergerak atau tidak suka duduk diam berlama-lama, suka meniru gerakan dan senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak seperti memanjat, berlari, melompat dan berguling.

Bermain merupakan sesuatu yang menyenangkan. Hampir tidak ada permainan yang membuat anak tidak senang. Dalam bermain anak melakukan berbagai kegiatan yang berguna untuk mengembangkan dirinya. Anak mengamati, mengukur, membandingkan bereksplorasi, meneliti, dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan anak. Situasi seperti ini sering dilakukan tanpa disadari bahwa anak telah melatih dirinya dalam beberapa kemampuan tertentu sehingga anak memiliki kemampuan baru.

Menurut Linda (dalam Yus, 2011:33) bermainan merupakan peluang bagi anak untuk melakukan berbagai hal. Situasi itulah yang membuat anak belajar. Dengan demikian, bermain merupakan cara anak belajar. Belajar tentang objek, kejadian, situasi, dan konsep (misalnya motorik halus, motorik kasar, dan lain-lain). Mereka juga berlatih koordinasi berbagai otot gerak, mislanya otot jari.berlatih mencari sebab akibat dan memecahkan masalah. Selain itu, melalui bermain anak berlatih mengekspresikan perasaan, dan berusaha mendapatkan sesuatu.

(3)

202

Pesatnya perkembangan teknologi dan Informasi (IT) hampir menggusur permainan tradisional. Anak-anak sekarang lebih banyak permainan yang berbasis TI. Play Station, game online, facebook, twitter, dan masih banyak lagi permainan yang berbasis TI lainnya. Permainan tradisional pun kini perlahan tapi pasti mulai di tinggalkan. Bahkan, anak-anak banyak yang tidak tahu beragam permainan tradisional yang dulu diwariskan turun menurun. Walaupun tidak menutup kemungkinan, kadang-kadang masih dijumpai di sekitar kita, tetapi biasanya dalam rangka perayaan tujuh belasan atau festival dolanan anak (Randy 2014).

Padahal dalam permainan tradisional banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (kerjasama, sportivitas, keberanian, toleransi, percaya diri dan sebagainya). Secara tidak langsung anak-anak pun beraktivitas fisik yang terkadang di luar batas kemampuannya. Secara tidak langsung anak-anak pun beraktivitas fisik yang terkadang di luar batas kemampuannya. Permainan tradisional tidak membutuhkan biaya dan dapat dinikmati semua kalangan. Di sekolah permainan tradisional dapat diperkenalkan melalui pendidikan jasmani. Karena pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada peserta didik berupa aktivitas jasmani, bermain dan berolahraga yang direncanakan secara sistematis guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik, organik, keterampilan motorik, keterampilan berfikir, emosional, social, dan moral. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat.

Dewasa ini permainan tradisional sangat jarang dimainkan oleh anak. Padahal dalam permainan tradisional terkadang terkandung nilai-nilai edukasi dan sosial yang lebih tinggi dari pada permainan modern, karena permainan tradisional dilakukan banyak melibatkan aktivitas fisik, pengaturan strategi, dan kerjasama tim. Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot kasar, bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini, seperti merayap, merangkak, berlari, berjalan, meloncat, menendang, melempar, dan lain sebagainya (Achroni 2012).

Berdasarkan permasalahan tersebut, tampaknya harus ada inovasi baru dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar anak. Salah satu alternatif metode yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah metode bermian. Yang dimaksud metode bermain adalah suatu tingkah laku yang menyenangkan dan menggembirakan untuk dilakukan (Moeslichaton, 2004). Selain itu, untuk mencapai perkembangan yang optimal maka diperlukan penggunaan kegiatan yang tepat dalam meningkatkan perkembangan anak. Dengan demikian guru harus mampu memberikan pengajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat serta kegiatan yang tepat pula. Dengan penerapan metode bermaian melalui kegiatan permaian tradisional Dengkleng maka tercipta suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, sehingga tujuan pembelajaran tersampaikan dengan baik dan mempraktikan langsung sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan yang mereka dapat.

Permainan Dengkleng digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot kasar. Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, melompat, meloncat, menendang, melempar, dan lain sebagainya. Melalui bermain anak juga dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif,

(4)

203

kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup. Dalam kegiatan anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan, memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri, kegiatan-kegiatan memecahkan masalah, mencari cara baru, dan sebagainya. Saat kegiatan bermaian anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara mendengarkan beraneka bunyi, mrngucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya. Banyak aspek perkembangan anak yang dapat dikembangkan dalam sebuah permaian.

Permainan tradisonal ialah aktivitas budaya dalam bentuk permainan dengan unsur-unsur gerak, seni, sosial, dan budaya. Sebagai aktivitas budaya, permainan itu mengandung sumber dan media informasi yang dapat mewarnai dan dapat memperkaya kebudayaan nasional maupun daerah, serta pengukuh nilai-nilai budaya yang dapat merangsang ke arah pembaharuan yang kreatif.

Dengkleng merupakan permainan anak tradisional yang sangat populer. Permainan ini dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. Di setiap wilayah permainan Dengkleng dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Dengkleng sangat mudah dimainkan. Permainan ini dapat dimainkan di pelataran tanah, semen, atau aspal. Sebelum memulai permainan, terlebih dahulu harus digambar bidang atau arena yang akan digunakan untuk bermaian Dengkleng.

Perkembangan motorik adalah proses seorang anak belajar untuk terampil menggerakan anggota tubuh. Untuk itu anak belajar dari guru tentang beberapa pola gerakan yang dapat mereka lakukan yang dapat melatih ketangkasan, kecepatan, kekuatan, kelenturan, seta ketepatan koordinasi tangan dan mata. Mengembangkan kemampuan motorik sangat diperlukan anak agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Seefel (dalam Sujiono, dkk; 2014), menggolongkan tiga keterampilan motorik anak, yaitu: 1) keterampilan lokomotor (berjalan, berlari, meloncat, meluncur), 2) keterampilan nonlokomotor (menggerakan bagian tubuh dengan anak diam ditempat, misal: mengangkat, mendorong, melengkung, berayun, menarik), 3) keterampilan memproyeksi dan menerima/menangkap benda (menangkap, melempar). Motorik merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena tanpa motorik manusia tidak akan dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

II. PEMBAHASAN

Secara konseptual kearifan lokal bagian dari suatu kebudayaan. Menurut Rahyono (2009: 7) kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai

(5)

204

sekarang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan kearifan lokal sebagai kebijakan manusia dan komunitas dengan berpatokan pada filosofi, nilai-nilai, etika, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya untuk melestarikan agar tetap hidup dan bisa berkelanjutan.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.

Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya: 1. Thorndike

Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).

2. Watson

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.

3. Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

(6)

205 4. Edwin Guthrie

Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.

5. Skinner

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Teori di atas jika dihubungkan dengan permainan dengkleng lebih menekankan pada sikap atau afektif anak/siswa. Dalam permainan dengkleng anak diharuskan untuk mematuhi atau mentaati aturan yang telah disepakati oleh masing-masing pemain. Seperti halnya dalam permainan dengkleng jika anak yang menginjang garis maka anak itu akan kehilangan kesempatannya untuk meneruskan permainan, setelah itu akan digantikan oleh lawannya. Begitu pula seterusnya jika hal itu terjadi kembali, dari kejadian itu anak diajar untuk memiliki sikap jujur dan taat dalam aturan.

Menurut J.J. Rousseau, ada lima asas pendidikan yang perlu dibuat. Pertama, perlunya pendidikan, karena status manusia tidak diperoleh pada saat manusia lahir, namun merupakan hasil terjadinya pendidikan yang bersumber pada alam, manusia dan benda. Rousseau menekankan pentingnya keselaran di antara ketiganya. Jika ini tercapai, naradidik sudah mengalami pendidikan yang baik sesuai dengan tujuannya.

Kedua, tujuan umum pendidikan adalah sebagai sarana pengembangan semua bakat pada naradidik agar ia mempunyai kemampuan yang lengkap sehingga dapat secara bebas dan merdeka, tanpa tergantung pada orang lain dan tatanan sosial yang khusus dalam masyarakat di mana ia tinggal.

Ketiga, guru utama dalam pendidikan adalah alam sendiri. Dalam pelaksanaan atau operasionalnya ada guru atau orang yang membimbing dan mendampingi naradidik.

Keempat, naradidik adalah anak laki-laki dan perempuan, tetapi ruang lingkup kajian studi anak laki-laki lebih luas daripada anak perempuan. Sesuai dengan kodrat alamiahnya (nature) perempuan harus dididik untuk menjadi istri dan ibu. Kelima, kurikulum yang tersedia bersifat kontekstual, yang dibahas sesuai dengan tingkatan tahap perkembangan usia.

Menurut J.J Rousseau, pola pendidikan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan psikologis atau kejiwaan anak. Rousseau yakin bahwa menjaga originalitas kealamiahan anak dapat dimungkinkan dengan jalan mengontrol pendidikan dan lingkungan anak berdasarkan pada analisis perbedaan tahap fisik dan psikologis sejak lahir hingga dewasa. Menurutnya, momentum untuk belajar disediakan oleh

(7)

206

pertumbuhan manusia secara alami. ―As we have seen he thought that momentum for learning was provided by growth of the person (nature)” Rousseau membagi tahap perkembangan manusia ke dalam 5 tahap, dalam bukunya yang berjudul Emile, ou L’Education:

1. Tahap Pertama: Infancy atau Masa Asuhan (0-2 tahun). Maka pada usia ini anak balita harus dipupuk sifat alaminya untuk bergerak dan mencari perubahan dalam dunia sekitarnya. Anak juga perlu dibantu untuk memanfaatkan kekuatan personal yang makin berkembang sehingga ia semakin mampu mengendalikan kebebasannya.

2. Tahap kedua: The Age of Nature (2-12 tahun). Pada masa ini, anak perlu dilibatkan dalam sejumlah pengalaman yang melatih kemampuan jasmaninya; mempertajam ketrampilan (skill), khususnya yang menyokong pemenuhan kebutuhan hidupnya; mempertajam fungsi pancaindera; dan yang membimbingnya untuk bertindak baik.

3. Tahap ketiga: Pre-adolescence atau Pra-remaja (12-15 tahun). Anak pada masa ini perlu dilibatkan dalam berbagai tugas belajar yang berpusat pada penggunaan peralatan (tools) yang dipakai orang untuk mencari rejeki; perkembangan kemampuan ratio atau akal (dimensi intelektual), serta pertimbangan tindakan dan gagasan yang menolong anak menentukan mana yang benar dan berharga. 4. Tahap keempat: Puberty atau Pubertas (15-20). Pada masa ini, anak (tepatnya

remaja) didampingi untuk memahami dan mengerti makna persahabatan dan cintakasih, memahami orang lain seperti diri sendiri, mencari teman secara bijak, memeluk agama yang dapat dijelaskan dari segi alam, terlibat dalam masyarakat, dan dapat membedakan kebudayaan yang memperkaya diri ketimbang merusak moralnya.

III. PENUTUP

Berdasarkan pendapat J.J Rousseau anak dalam tahap kedua, yaitu The Age of Nature (2-12 tahun). Pada masa ini, anak perlu dilibatkan dalam sejumlah pengalaman yang melatih kemampuan jasmaninya, yaitu dengan menerapkan permainan Dengkleng yang mampu melatih ketangkasan siswa dalam bermain dan juga melatih sikap siswa yang dalam permainan dengkleng mengajarkan siswa/anak untuk mematuhi aturan-aturan yang dilaksanakan dalam permainan dengkleng. Siswa belajar untuk bersikap sopan, jujur, dan bertanggung jawab dalam permainan. Tidak hanya dalam permainan saja, tetapi dalam hal apapun sikap seperti itu harus diterapkan dan dilakoni agar anak/siswa sebagai penerus generasi muda memiliki sikap yang baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku baik dalam keluarga maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Achroni, K. 2012. MengoptimalkanTumbuh Kembang Anak Melalui Permainan Tradisional.Jakarta: Javalitera.

Agung. A. A. G. 2014. MetodologiPeneltian Pendidikan. Buku AjarMetodologi Pendidikan. Malang: Aditya Media Publishing.

Arikunto, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksara. Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Emzir. 2007. Metodologi PenelitianPendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Fadlillah, M, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-Ruzz

(8)

207

Sudarsana, I. K. (2014, September). Membangun Budaya Sekolah Berbasis Nilai Pendidikan Agama Hindu untuk Membentuk Karakter Warga Sekolah. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71464-0-2, pp. 69-75). Pascasarjana IHDN Denpasar.

Sudarsana, I. K. (2013, September). Pentingnya Organisasi Profesi, Sertifikasi dan Akreditasi sebagai Penguatan Eksistensi Pendidikan Nonformal. In International Seminar (No. ISBN : 978-602-17016-2-1, pp. 176-187). Department Of Nonformal Faculty Of Education UPI.

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintahan Kabupaten adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh

Konflik kepentingan antara pihak insider (manajer dan pemegang saham pengendali) dan pihak outsider (pemegang saham minoritas dan kreditor) berkaitan dengan free cash flow perusahaan

Wawancara ini dapat dilakukan, antara lain, (a) jika ada masalah khusus pada individu guru atau staf sekolah yang penyelesaian masalah itu tidak bolah didengar atau

Variabel Biaya Manajer Investasi (BMI) memiliki koefisien regresi sebesar -0,413 dengan nilai t hitung 0,247 kurang dari nilai t tabel yaitu 1,673 dan nilai signifikansi

Adanya peningkatan maupun penurunan kadar DO dalam air dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan badan ikan, sama halnya seperti suhu karena keduanya saling berkaitan

Laporan skripsi dengan judul “Sistem Informasi Pembayaran Dana Pengembangan Berbasis Web Pada MTs Matholiul Falah Kabupaten Kudus” telah dilaksanakan dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan aplikasi zakat berbasis acces point dengan aplikasi zakat berbasis excel dan mengetahui tingkat efisiensi aplikasi zakat

Menurut penelitian yang dilakukan Idris (2017), yaitu penelitian mengenai terapi relaksasi genggam jari terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia, dengan hasil