14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kriminologi
A.1. Pengertian Kriminologi
Secara umum kriminologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kejahatan dan perilaku kriminal. secara khusus, dibidang kriminologi berkonsetrasi pada bentukbentuk perilaku kriminal, sebab kejahatan, definisi kriminalitas, dan reaksi masyarakat terhadap aktifitas kriminal, bidang-bidang pengkajian terkait bisa meliputi kenakalan (delinkuensi) remaja dan viktimologi (ilmu tentang korban). 7
Menurut Bonger dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teentang Kriminologi, Kriminologi mmerupakan suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan unutuk menyelidiki gejala – gejala kejahatan seluasluasnya (kriminologi teoritis atau mumi).8
Sedangkan kriminologi teoritis merupakan suatu ilmu pengetahuan yang dapat berdasarkan suatu pengalaman seperti ilmu pengetahuan lain yang mempelajari gejala-gejala dan mencoba memiliki sebab dari gejala tersebut dengan cara yang ada padanya.9
7 Frank E. Hagan, Pengantar Kriminologi, Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal,
(Jakarta:Kencana,2013), hal 2
8 W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta:PT Ghalia Indonesia, 1995), hal 21 9 Ibid
Sedangkan Sutherland1 merumuskan kriminologi adalah sebagai 0 kesuluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan suatu perbuatan kejahaant sebagai suatu gejala sosial, mencangkup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan suatu reaksi atas pelanggaran hukum.
A.2. Teori-Teori Kriminologi
Ada beberapa teori yang memaparkan beberapa unsur yang turut menjadi penyebab terjadinya kejahatan atau membahas dimensi kejahatan, menurut Abintoro Prakoso1 beberapa unsur yang menjadi penyebab terjadinya tindak 1 pidana yaitu:
A.2.1. Teori Kriminologi Moderen
A.2.1.1. Differential Association Theory
Differential Association Theory atau teori asosiasi diferensial
yang dinyatakan oleh Gabriel yang memaparkanbahwa peniruan terhadap kejahatan-kejahatan yang sudah ada di dalam masyarakat sebelumnya. Dalam teori ini juga Edwin H. Sutherland mengaatakan bahwa tindakan seorang kriminal dalam hal sikap, motif, teknik kejahtan, serta dorongan di ketahui oleh kriminal dengan melanggar apa yang telah berlaku di suatu masyarakat.
A.2.1.2. Strain Theory
Strain Theory atau teori anomi atau tegang, teori ini dipaparkan
oleh Emile Durkheim yang mengatakan bahwa tindakantindakan yang dilakukan kriminal karena kriminal berada dibawah kondisii sosial tertentu bisa saja berupa norma-norma tradisonal masyaraakat. Robert K. Merton menyatakan hal dalam pelanggaran sdah merupakan bawaan dari manusia itu sendiri yang selalu ingin melanggar ketentuan yang ada,yang disebabkan karena pelaku melihat adanya keinginan yang cara untuk tercapainya merupakan hal yang cukup sulit sehingga dengan melakukan tindak pidana dapat saja menjadi cara ia dengan mudah mendapatkan hal yang diinginkan tersebut.
1 Topo Santoso dan Eva, Kriminologi, (Jakarta :Raja Grafindo,2001), hal 10 0
A.2.1.3. Social Contro atau Teori kontrol sosial
Social contro theori atau Teori kontrol sosial, teori ini merupakan
teori yang menganggap suatu kejahatan atau perbuatan pidana itu berasal dari ketidakmampuan manusia itu sendiri dalam hal mengontrl pengendalian dirinya yang dikarenakan bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor pendidikan ataupun faktor keluarga. Travis Hirschi menyatakan bahwa sikap tidak bisanya manusia melkukan pengendalian karena manusia hidup dengan bersosial sehinga apabila seseorang tersebut tidak memiliki ikatan lagi terhadaap social atau masyarakat maka ia akan merasa bebas untuk melakukan perilakuperilaku yang dapat menimbulkan tindak pidana.
A.2.1.4. Sub Culture Theory atau Teori Sub Budaya
Teroi ini dpaparkan oleh Albert K.Cohen, yang menyatakan bahwa contoh dalam perilaku menyimpang yang dilakukan anak nakal di lingkungannya hal itu menunjukkan karena si anak merasa ia tidak cukup puasa terhadap aturan-aturan yang berlaku di lingkungannya itu.
A.2.1.5. The Self Theories
The self theories atau Teori-teori sendiri yang dipaparkan oleh
Carl Roger yang menyatakan bahwa teori ini lebih berfokus ke tindak si pelaku kriminal sebagai orang yang memiliki penafsiran sendiri terhadap pelaku tersebut.
A.2.1.6. Psycho Analitic Theory
Psycho analitic theory atau teori psikoanalis, yaitu teoti yang
dimana pelaku tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada pada dirinya seperti kebutuhan akan dirinya yang harus ia penuhi sehingga dapat menjadi kriminalitas .
A.2.1.7 The Techniques Of Netralization
The techniques of netralization atau teori netralisasi, teori ini
berpendapat bahwa seorang individual memiliki pikiran-pikiran yang ingin dicapainya dan karena manusia hidup bersosial selalu adanya persetujuan-persetujuan yang merujuk kepada hal yang baik di dalam kehidupan sosial itu dan mecari cara untuk mencapai tujuan tersebut.
A.2.1.8. Social Learning Theory
Social Learning Theory atau teori pembelajaran sosial, teori ini
berpendapat bahwa pengharapan individual terkahadp kehidupan bermasyarakat yang disertai dengan nilai-nilai serta pengalaman yang telah di lalui individu itu sendiri dapat mempengaruhinya.
A.2.1.9. Opportunity theory
Opportunity theory yang dipaparkan oleh Richard A. Cloward
dan Lloyd E. Ohlin yang menyatakan dapat terjadnya tindak pidana ataupun kejahatan dapat disebabakan karena adanya kesempatan-kesempatan baik itu kesempatan-kesempatan terhadap norma-norma yang berlaku atau kesempatan untuk melanggar ketentuan aturan.
A.2.1.10. Interactionist theory atau teori interaksionis
Interactionist theory atau teori interaksionis yang dipapaprkan
oleh Goode yang menyatakan bahwa perbuatan pidana atau kejahatan terjadi karena adanya hubungan antar orang yang satu denga orang yang lainnya hubungan ini ada karena hubungan yang dekat dan interaksi yang dilakukan akan serin terus-menerus berkembang tergantuan dengan kondisi.
A.2.1.11. Rational choice theory atau Teori pilihan rasional
Teori ini dipaparkan oleh Gary Becker yang menyatakan bahwa pelaku tindak pidana melakukan perbuatnnya karena telah menetpakan keputusan bahwa dirinya melihat adanya peluang yang bisa didapatkan olehnya.
A.2.1.12. Labeling Theory Atau Teori Pemberian Nama
Teori ini dinyatakan bahwa masyarakat dapat menjadi sebab akan hal terjadinya perbuatan pidana karena melakukan pelabelan terhadap individu yang diketahui oleh masyarakat.
A.2.1.13. Conflict Theories Atau Teori-Teori Konflik
Teori ini dipaparkan oleh George B. Volt yang menyatakan bahwa segala adanya hukum merupakan bentuk dari hasil kepentingan pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan kekuasaan dan kewenangan akan negara tersebut.
A.2.1.14. Reintegrative Shaming Theory Atau Teori Pembangkit Rasa Malu
Teori ini dipaparkan oleh John Braithwaite yang menyatakan bahwa reaksi-reaksi dari masyarakat dapat menimbulkan perbuatan pidana atau kejahatan.
A.2.1.15. Teori kesempatan (opportunity theory)
Teori kesempatan (opportunity theory) dari Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin, menyatakan bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma, maupun kesempatan penyimpangan norma.
A.3. Unsur-Unsur Kriminologi
Menurut Michael dan Adler bahwa kriminologi adalah merupakan Keseluruan keterangan tentang suatu perbuatan dan sifat dari penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi diperlukan oleh lembaga-lembaga penertiban masyarakat dan oleh para anggota masyarakat.
Dari Pengertian tersebut dapat diketahui Unsur-Unsur kriminologi adalah sebagai berikut :
1. Kumpulna informasi / keterangan tentang perbuatan kejahatan. 2. Kumpulan ketreangan sifat kejahatan dan kumpulan dari sifat para
para pelaku kejahatan1 2
Menurut Soedjono Dirdjosisworo di dalam bukunya Unsur – Unsur kriminologi adalah sebagai berikut :
a. Kriminologi itu merupakan suatu ilmu pengetahuan b. Yang mempelajari sebab akibat dari suatu kejahatan
c. Dengan adanya sebab akibat dari suatu kejahatan tersebut maka
timbul kesadaran untuk melakukan perbaikan dan pencegahan.1 3
B. Tindak Pidana Penipuan B.1 Tindak Pidana
B.1.1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana adalah merupakan perilaku manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawn ahukum, yang patut untuk dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan
1 Dr. Gede Made Swardhana, SH.,MH, Kriminolog dan Viktimologi, Denpasar, hal. 9 2
perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan
pidana apabila ia mempunyai kesalahan.1 4
Menurut R. Tresna walaupun terlihatt sulit untuk merumuskan atau memberi suatu definisi yang tepat perihal sutu peristiwa pidana, namun juga beliau juga menarik suatu definisi, yang mengatakan bahwa, peristiwa pidana adalah suatu perbuatan manusia yang bertentngan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undang-undang-undangan lainnya, terhadap perbuatan
mana diadakan tindakan penghukuman.1 5
Menurut J. E Jonkers peristiwa pidana adalah suatu perbuatan yang yang melawan hukum (wederrechttelijk ) yang berhubungan dengan kesengajan dan kesalaan yang dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.1 6
Menurut Wirjono Prodjodikoro Tindak pidana berarti dapay diartikan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan pelaku itu dapat dikatakan sebagai subject dari tindak pidana
yang ia lakukan.1 7
Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengna istilah straftbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedagkan pembuat undangundang merumuskan undang-undang mempegunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindakk pidana. Tinndak pidana ialah suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana.1 8
1 Andi Hamzah, Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana, (Jakarta:Ghalia Indonesia,2001) hal 22 4 1 Tipserbaserbi, Pengertian Tindak Pidana Menurut Para Ahli, 5 tipsserbaserbi.blogspot.com,
tanggal akses 22 April 2019
1 ibid 6
1 ibid 7
1 Pustaka Bahan Kuliah, Pengertian Tindak Pidana, 8 http://pustakabakul.blogspot.com , tanggal
B.1.2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Untuk mengetahui adanya suatu tindak pidana atau tidak adanya tindak pidaana, pada umumnya dapat dirumuskan terlebih dahulu dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang suatu perbuatan-perbuatan yang dilarang dan juga dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut daapat ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang.
Menurut Moeljatno di dalam bukunya berpendapat bahwa, unsur atau elemen perbuatan pidana adalah sebagai berikut:
a. Kelakuan dan akibat/perbuatan;
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; d. Unsur melawan hukum yang obyektif;
e. Unsur melawan hukum yang subyektif.
Perlu ditekankan bahwa walau didalam rumusan suatu delik tidak terdapat unsur melawan hukum, bukan berarti perbuatan tersebut tidak melawan hukum. Perbuatan tersebut sudah sedemikian wajar sifat melawan hukumnya, sehingga tak perlu untuk dinyatakan sendiri. Meski perbuatna pidana pada umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elmen lahir, namun ada kalanya didalam perumusan juga diperlukan
elmen batin sifat melawan hukum yang subjektif.1 9
Sedangkan menurut E.Y Kanter dan S.R. Sianturi dalam bukunya
Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya mengatakan
bahwa tindak pidana mempunyai 5 (lima) unsur, yaitu2 : 0
1) Subjek; 2) Kesalahan;
3) Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan;
4) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana; dan
5) Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).
B.1.3 Jenis-Jenis Tindak Pidana
Adam Chazawi berpendapat bahwa suatuu tindak pidana dapat bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:
1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III.
2. Menurut cara merumuskannya, dapaat dibedakkan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten). Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicten).
3. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana akif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis).
4. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.
5. Berdasarkan sumbernya, tindak pidanaa dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.
6. Dilihat dari subyek hukumnya, dapat dibedakan antara laiin tindak pidana communia (delicta communia, yang dapta dilakuka\n oleh siapa saja) dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang yang
memiliki kualitas pribaditertentu).2 1
2 E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. 0
(Jakarta : Storia Grafika,, 2012) hla 211
B.2. Tindak Pidana Penipuan
B.2.1. Pengertian Tindak Pidana Penipuan
Dapat diketahui tindak Pidana penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP. Ketentuan pasal 378 KUHP menyatakan : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama empat Tahun.”2 2
Didalam bukunya yang berjudul Delik-delik tertentu Andi Hamzah berpendapat Pengertian tindak pidana penipuan dengan melihat dari segi hukumnyaa sampai saat ini belum ada, kecuali yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah sebuah defenisi melainkan hanyalah sebagai penetapan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga bisa dikatakan sebagai penipuan dan pelaku dapat dipidana. Pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana penipuan
adalah pidana penjara maksimum empat tahun tanpa alternatif denda.2 3
2 Dr. Tongat,SH.,M.Hum, Hukum Pidana Materiil, (Malang:UMMPress), hal. 61 2
2 Andi hamzah,Delik-Delik Tertentu (speciale Delicten) di dalam KUHP, (Jakarta:Sinar Grafika, 3
B.2.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana Penipuan B.2.2.1 Unsur Menggerakkan Orang Lain
Menggerakan orang lain dengan mengunakan tindakkan-tindakan, baik berupa perbuatan-perbuatan ataupun perkatan-perkatan yang
bersifat menipu.2 4
B.2.2.2 Unsur Menyerahkan Suatu Benda
Dalam tindak pidana penipuan “menyerahkan suatu benda“ tidak harus melakukan hal tersebut sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu kepada orang suruan
dari orang yang menipu.2 5
B.2.2.3. Unsur Memakai Nama Palsu
Pemakaian nama palsu terjadi apabila seseorang menyebutkan suatu nama yang bukan namanya, dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya
disebutkan tadi.2 6
B.2.2.4. Unsur Memakai Martabat Palsu
Dengan “martabat palsu” dimaksudkan adalah menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dan berdasar
kepercayaan itu ia menyerahkan sesuatu barang atau memberi atau menghapus piutang. Termasuk dalam pengertian memakai
“martabat palsu” misalnya adalah, menyebutkan dirinya seseorang pejabat tertentu, atau seorang kuasa dari orang lain,
2 Dr. Tongat,SH.,M.Hum, Op.Cit, hal 62 4 2 Dr. Tongat,SH.,M.Hum, Op.Cit, hal 62-63 5 2 Dr. Tongat,SH.,M.Hum, Op.Cit, hal 63 6
atau seorang ahli waris dari seorang yang wafat, yang
meninggalkan harta warisan.2 7
B.2.2.5. Unsur “Memakai Tipu Muslihat dan Unsur “Rangkaian Kebohongan”
Yang dimaksud Tipu muslihat adalah suatu rangkaian katakata, melainkan dari suatu perbuatan yang sedemikian rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan terhadap orang lain (yang ditipu). sedangkan yang dimaksud dengan “Rangkaian kebohongan” adalah rangkain suatu kata-kata dustaa atau kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran yang memberikan kesan
seolah apa yang dikatakan itu dalah benar adanya.2 8
C. Kepolisian
C.1. Pengertian Kepolisian
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang dapat kita singkat dengan Polri adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayooman, dan pelayanna kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negri yang meliputi terpeliharannya suatu keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak azasi manusia.2 9
C.2. Tugas Pokok Kepolisian
Dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 menyatakan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
2 Dr. Tongat,SH.,M.Hum, Op.Cit, hal 63 7 2 Dr. Tongat,SH.,M.Hum, Op.Cit, hal 63-64 8
2 Pos Polisi. Tugas dan Wewenang Polisi, 9 https://pospolisi.wordpress.com/, tanggal akses 18
a. memilihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. menegakkan hukum, dan
c. memberikan perlindungan , pegayoman , dan pelayanan kepada
masyarakat3 0
C.3. Fungsi Kepolisian
Dalam pasal 2 Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolsian Republik Indonesia fungsi kepolisian adalah :” Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolsian Republik Indonesia :
“(1) Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b. pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.
D. Penyidikan
D.1. Pengertian Penyidikan
Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak
3 Undang-Undang Republik Indonesianomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik 0
pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan
dan juga menentukan pelakunya.3 1
Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.3 2
D.2. Pengertian Pejabat Penyidik Polisi
Menurut pasal 1 angka 1 KUHAP, Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan sebuah
penyidikan.3 3
D.3. Kewenangan Penyidik Menurut KUHAP
Dalam Pasal 7 KUHAP Penyidik mempunyai wewenang yaitu :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
3 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, 1
Penyidikan dan Penuntutan, cet VII, (Jakarta:Sinar Grafika,2002), hal.110
3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 2 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 3
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.3 4
D.4. SOP Penyidikan
a. Penyidik sebelum melaksanakan penyidikan, melakukan penelitian perkara bersama tim penyidik dalam rangka: menentukan klasifikasi perkara yang ditangani;
1) menyusun rencana kegiatan penyidikan;
2) membuat rencana kebutuhan anggaran penyidikan;
3) menetapkan target waktu penyelesaian penanganan perkara.
b. Penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap Laporan Polisi yang ditangani mempertimbangkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan dan telah dibahas dalam gelar perkara sehingga penyidik bisa mendapatkan bahan keterangan secara maksimal untuk menentukan kegiatan penyidikan yang akan dilakukan.
c. Penyidik melaksanakan penyidikan sesuai limit waktu berdasarkan criteria perkara sebagai berikut :
1) Perkara mudah, dilaksanakan dalam waktu 30 hari; 2) Perkara Sedang, dilaksanakan dalam waktu 60 hari; 3) Perkara Sulit, dilaksanakan dalam waktu 90 hari;
4) Perkara Sangat Sulit, dilaksanakan dalam waktu 120 hari. d. Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat diselesaikan oleh
penyidik, maka Penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah setelah memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kabag Wassidik.
e. Dalam hal diberikan perpanjangan waktu penyidikan, maka diterbitkan Surat Perintah dengan mencantumkan waktu perpanjangan.
f. Sebelum melakukan penyidikan, maka penyidik wajib menyiapkan administrasi penyidikan sebagai berikut :
1) Laporan Polisi (LP);
2) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP);
3) Surat Perintah Penyidikan sesuai batas waktu berdasarkan kriteria bobot perkara;
4) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP); 5) Rencana kegiatan penyidikan;
6) Rencana kebutuhan anggaran penyidikan.3 5
3 Kitab Undang-Undang Hukuk Acara Pidana 4
E. Penegakan Hukum
E.1. Pengertian Penegakan Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo, menjelaskan bahwa hakikat dari suatu penegakan hukum adalah proses untuk mewujudkan keinginan atau ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum adalah pikiran badan pembentuk Undang- undang. yang berupa suatu ide atau konsep tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfatan sosial yang dirumuskan dalam
peraturan hukum.3 6
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah, keserasian hubungan antara nilai-nilai yang dapat dijelaskan dalam kaidah-kaidah yang pasti dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian nilai tahap akhir untuk meciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian dalam hidup. Lebih lanjut dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah sematamata berarti pelaksanaan perundang-undangan walaupun kenyataan di indonesia
kecendrunganya adalah demikian.3 7
E.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum E.2.1. Faktor hukum.
Dalam proses suatuu penegakan hukum, faktor hukum adalah salah satu yang dapat menentukan keberhasilan penegakan hukum itu sendiri. Namun tidak terlaksananya penegakan hukum dengan sempurna hal itu disebabkan karena terjadi masalah atau gangguan yang disebabkan karena beberapa hal seperti tidak diikuti asas-azas berlakunya undang-undang yangmerupakan dasar pedoman dari suatu
3 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, (Bandung:Sinar 6
Baru,2001), hal 15
3 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : 7
peraturan perundang-undangan, hal yang kedua yaitu belum adanya
suatu aturan untuk menerapkan undang-undang.3 8
E.2.2. Faktor penegak hukum.
Penegak hukum memliki suatu peran yang penting dalam penegakan hukum, prilaku dan tingkahlaku seorang aparat penegak hukum pun seharusnya mencerminkan kepribadian yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Aparat penegakan hukum yang profesional adalah mereka yang dapat berdedikasi yang tinggi pada profesi sebagai aparat hukum, dengan itu seorang aparat penegak hukum dapat melaksanakan tugas dan
kewenanganya sebagai seorang penegak hukum dengan baik.3 9
E.2.3. Faktor sarana atau fasilitas.
Dengan dukungan sarana dan fasilitas yang memadai penegakan hukum akan dapat terlaksana dengan baik. Sarana dan fasilitas yang dimaksud, antara lain, sumber daya manusia, organisasi yang baik, peralatan yang mumpuni, dan sumber dana yang memadai. Bila sarana dan fasilitas tersebut dapat dipenuhi maka penegekan hukum akan berjalan maksimal. Faktor Masyarakat yang sadar hukum tentunya telah mengetahui hal mana yang merupakan hak dan kewajiban mereka, dengan demikian mereka akan mengembangkan kebutuhan-kebutuhan
mereka sesuai dengan aturan yang berlaku.4 0
E.2.4. Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat yang sadar hukum tentunya telah mengetahui hal mana yang merupakan hak dan kewajiban mereka, dengan demikian mereka akan mengembangkan kebutuhan-kebutuhan mereka sesuai
dengan aturan yang berlaku.4 1
E.2.5. Faktor kebudayaan.
Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai dasar yang mendasari keberlakuan hukum dalam masyarakat, yang menjadi patokan nilai yang baik dan buruk. Menurut Purnadi Purbacaraka dan
3 Soerjono Soekanto, Opcit hal 17 8 3 Soerjono Soekanto, Ibid hal 34 9 4 Soerjono Soekanto, Ibid hal 37 0 4 Soerjono Soekanto, Ibid hal 56 1
Soerjono Soekanto terdapat pasangan nilai yang berperan dalam hukum
yaitu:4 2
F. Proyek
F.1. Pengertian Proyek
Proyek merupakan sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dimana ada titik awal dan titik akhir serta hasil tertentu, proyek biasanya bersifat lintas fungsi organisasi sehingga membutuhkan bermacam keahlian (skills) dari berbagai profesi dan organisasi. Setiap proyek adalah unik, bahkan tidak ada dua proyek yang persis sama.
Menurut Dipohusodo bahwa suatu proyek merupakan upaya yang mengerahkan sumber daya yang tersedia, yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran dan harapan penting tertentu serta harus
diselesaikan dalam jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan.4 3 Proyek adalah aktivitas sementara dari personil, material, serta
sarana untuk menjadikan/mewujudkan sasaran-sasaran (goals) proyek
dalam kurun waktu tertentu yang kemudian berakhir.4 4
4 Soerjono Soekanto, Ibid hal 65 2
4 Muhammad shobary, Manajemen Proyek , 3 https://www.academia.edu/, tanggal akses 12
Nopember 2019