• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Ruang Kalakeran di Permukiman Pesisir Pasca Reklamasi Pantai Manado

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Produksi Ruang Kalakeran di Permukiman Pesisir Pasca Reklamasi Pantai Manado"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Produksi Ruang Kalakeran di Permukiman Pesisir Pasca

Reklamasi Pantai Manado

Judy O. Waani

Program Studi Aristektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi Manado.

Abstrak

Ruang sebagai lingkungan binaan selalu diproduksi oleh manusia. Dalam proses pembentukannya, terdapat ruang yang direncanakan dan ruang yang tidak direncanakan. Ruang yang tidak direncanakan cenderung dibentuk oleh masyarakat lokal dengan semangat lokal, memaknai ruang yang kemudian menjadi produk ruang lokal sebagai genius loci. Fokus penelitian ini pada produksi ruang masyarakat lokal. Metode penelitian ini, menggunakan paradigma dan metode Fenomenologi. Penelitian dimulai dengan grand tour kemudian dilanjutkan dengan mini tour. Sampel atau lebih tepat disebut informan diambil secara purposive.Selanjutnya data yang didapat, dianalisis dengan cara induktif. Proses analisis dimulai dari catatan lapangan, kemudian disusun dalam unit informasi dan dikategorisasikan secara bertahap dalam tema-tema dan konsep-konsep. Dialog antar konsep akan membentuk teori yang secara substantif yang berlaku lokal. Hasil penelitian ditemukan bahwa ruang kalakeranawalnya adalah salah satu ruang yang diproduksi oleh masyarakat lokal Minahasa di Permukiman Titiwungen. Ruang kalakeran terbentuk dari hasil kesepakatan masyarakat tertentu untuk digunakan bersama oleh masyarakat lokal. Kesepakatan ini menghasilkan permukiman kampung di sepanjang Pesisir Pantai Titiwungen seperti Kampung Tombariri, Kampung Kakas, Kampung Tomohon dan bahkan berkembang untuk mayarakat yang bukan berasal dari Minahasa seperti Kampung Sanger. Pasca reklamasi ruang ini berubah memunculkan bebarapa konflik ruang yang mengarah kepada kriminalisasi ruang.

Kata kunci:kalakeran, ruang, permukiman, pesisir

Pengantar

Dalam buku Indonesia di Pasifik yang di tulis oleh Sam Ratulangi (1982) bahwa situasi geografis sebuah negara menentukan ke-dudukan, pasif atau aktif, dalam pergaulan dunia internasional. Faktor ini untuk sementara dapat dikalahkan oleh peristiwa-peristiwa penting lainnya dan terdorong ke latar belakang. Dalam jangka panjang faktor ini akan menang pengertiannya dan menjadi bersifat menentukan bagi tempat negeri ini dalam tata internasional. Letak Indonesia di Pasifik merupakan posisi yang istimewa. Secara geografis Indonesia merupakan jembatan antara Daratan Asia dan Benua Australia. Jawa dan Nusa Tenggara (dahulu disebut Pulau-pulau Sunda Kecil) merupakan sebuah rangkaian lanjutan Malaya,

dan bersambung di sebelah Timur dengan Australia, bersama-sama dengan Sumatra menjadi pintu gerbang dua samudra: Pasifik dan Samudra Hindia. Semua jalan penghubung antara kedua samudra ini lewat Kepulauan Indonesia. Situasi geografis ini, memberikan kepada Kawasan Indonesia sebuah kedudukan penentu di dalam lalulintas ekonomi dan budaya. Jadi secara geografis Indonesia terletak di antaradua kawasan produksi dan konsumsi. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak pulau. Keadaan ini kemudian me-masukkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan Indoensia mempu-nyai garis pantai terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada.

(2)

Oleh sebab itu, sudah selayaknya perhatian pembangunan secara umum dan khususnya bidang pendidikan dan penelitian perlu diarah-kan kepada wilayah pesisir. Bagian kawasan pesisir pantai merupakan ruang penghubungan antara laut dan daratan serta menjadi kawasan strategis bagi pembangunan kota.

Otonomi daerah memberikan kesempatan kota dan kabupaten melakukan reklamasi pantai. Terbitnya Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang kemudian memberikan kewenangan penuh da-lam pengelolaan sumberdaya ada-lam di kawasan pesisir dan lautan sampai 12 mil laut untuk provinsi dan 4 mil laut untuk kabupaten/kota. Pengelolaan ini memberikan kesempatan bagi daerah secara leluasa membuat program untuk kawasan pesisir dan salah satunya adalah reklamasi pantai. Kota Manado merupakan salah satu kota yang melaksanakan program rekla-masi pantai tersebut.

Permukiman pesisir di Kota Manado, kemudian merupakan penerima dampak dari reklamasi pantai. Secara khusus terutama terhadap permukiman nelayan yang berada di sepanjang Jalan Boulevard Manado. Ruang pesisir pasca reklamasi banyak mengalami perubahan. Perubahan tersebut menyangkut kenaikan harga tanah, perubahan fungsi ruang, perubahan

wajah kawasan dengan munculnya bangunan-bangunan baru dan banyak perubahan lainnya. Kawasan ini kemudian membentuk dua tipe permukiman.

Keadaan di atas, menggambarkan bahwa ruang pesisir disatu sisi merupakan kawasan strategis tapi juga disisi lain, banyak memunculkan ancaman. Oleh sebab itulah maka penelitian ini diarahkan kepada produksi ruang pesisir pasca reklamasi pantai sekaligus mengangkat masalah bagaimana masyarakat memproduksi ruang (Lefebvre, 1991) dalam permukiman pesisir tersebut.

Ruang Kalakeran merupakan temuan lanjut peneliti setelah melakukan perluasan penelitian di Kelurahan Titiwungen Selatan dan di-kembangkan sampai Kelurahan Kelurahan Titiwungen Utara. Temuan ini, didapat saat melakukan penelitian tentang Produksi Ruang Publik di Koridor Jalan Boulevard Pasca Reklamasi Pantai Manado di tahun 2015 dan penelitian sebelumnya di Titiwungen Selatan tentang Ruang Basudara dalam Permukiman Pesisir Pasca Reklamasi Pantai Manado yang dilaporkan dalam jurnal dengan judul Dialektika Teori Ruang Basudara dengan Logika Ruang Sosial (Waani, 2014).

Tabel 1:Tipe permukiman pasca reklamasi pantai. Sumber: Waani, 2010.

No. Permukiman Lama

Permukiman Baru

(Kawasan reklamasi)

1.

Terbentuk secara alami

Terbentuk secara artifisial

2.

Dibangun dalam waktu

yang lama

Dibangun dalam waktu

yang singkat

3.

Bersifat padat karya

Bersifat padat modal

4.

Cenderung tidak tertata

Cederung tertata

(3)

Metode

Penelitian ini, menggunakan paradigma dan metode Fenomenologi (Muhadjir, 2000). Menurut Guba (1990) bahwa penelitian naturalistik berasal dari fenomenologi. Guba membangun lima aksioma dalam paradigma ini. Pertama, realitas ganda dan hanya diteliti secara holistik; kedua, peneliti dan objek peneliti berinteraksi saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan; ketiga, tujuan penelitian adalah mengembangkan sebuah badan idio-grafik dari pengetahuan; keempat, semua entitas dalam status bersamaan secara timbal balik sehingga dengan bentuk itu, tidak mungkin untuk membedakan sebab dari akibat; kelima, penelitian terikat nilai.

Penelitian dengan metode fenomenologi, dimulai dengan grand tour kemudian dilanjutkan dengan mini tour. Grand tour dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum lokasi penelitian serta pintu masuk untuk menemukan unit-unit informasi dan tema-tema tentatif. Lokasi awal penelitian, hanya terbatas di Kelurahan Titiwungen Selatan tapi kemudian muncul unit informasi menarik lainnya di Kelurahan Titiwungen Utara. Selanjutnya lokasi penelitian berkembang pada dua kelurahan yang me-cakup kawasan Titiwungen.

Kemudian dilanjut-kan dengan mini tour, untuk menjadikan unit informasi dan tema-tema temuan menjadi tetap akibat dari kejenuhan informasi atau hasil dari pengulangan informasi yang di dapat di lapangan.Sampel atau lebih tepat disebut informan diambil secara purposive

(Lincoln dan Guba, 1985). Informan yang dipilih adalah orang atau masyarakat yang telah tinggal di lokasi penelitian sebelum reklamasi berjalan. Juga termasuk tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat untuk mendapatkan gambaran proses pembentukkan suatu ruang dalam permukiman.Jumlah informan yang didapat dalam penelitian ini sebanyak 25 orang yang berasal dari berbagai kalangan dan tokoh masyarakat.

Wawancara terhadap informan direkam dengan menggunakan digital record dan ditulis kembali dalam catatan lapangan. Catatan ini kemudian dibaca kembali untuk digaris bawahi sebagai sesuatu yang dianggap penting yang kemudian disebut sebagai unit informasi.

Selanjutnya data yang didapat, dianalisis dengan cara induktif (Sudaryono, 2003). Proses analisis dimulai dari catatan lapangan, kemudian disusun dalam unit informasi dan dikategori-sasikan secara bertahap dalam tema-tema dan konsep-konsep. Pembentukan tema-tema terse-but merupakan bagian dari kategorisasi sampai kemudian membentuk konsep. Dialog antar konsep akan membentuk teori yang secara substantif berlaku lokal karena terikat nilai. Dalam penelitian ini, posisi teori sebagai back ground knowledge.

Analisis dan Interpretasi A. Ruang Kalakeran

Terdapat tiga temuan tema yang menonjol dalam pembahasan ini yaitu tema ruang sama-sama dan tema ruang tampa mancari serta tema ruang kalakeran. Ruang sama-sama cenderung terbentuk dari kegiatan sosial masyarakat sedangkan ruang tampa mancari

terbentuk dari kegiatan ekonomi masyarakat. Kedua tema ini sangat tepat dihubungkan atau sangat dipengaruhi oleh salah satu tema yaitu ruang kalakeran.

Ketiga tema ini kemudian membentuk satu konsep yaitu ruang kalakeran yang mengandung makna sebagai ruang tampa tinggal bersama walaupun terbatas pada masyarakat kampung tertentu. Pengertian tentang masyarakat ter-tentu ini berhubungan dengan pengertian karena orang yang tinggal di kampung tersebut berasal dari satu kampung yang sama atau karena keterkaitan sosial budaya masyarakat tersebut.

Kondisi inilah yang kemudian ruang kalakeran

masih sangat relevan dengan makna yang terbentuk pada masyarakat yang berada di koridor Jalan Boulevard Manado.

(4)

Seperti yang tergambar dalam diskusi teoritik, menurut Levebre (1993) bahwa terbentuknya ruang sosial termasuk ruang kota, berasal dari banyaknya kekuatan produksi yang terlibat di dalamnya.

Produksi Ruang Kalakeran. Ruang ini, terbentuk dalam sejarah masa lalu kota Manado yaitu sebelum Indonesia merdeka. Ruang kalakeran

ini ditemukan pada permukiman kampung-kampung yang berada di Kelurahan Titiwungen Selatan dan Kelurahan Titiwungen Utara. Kampung-kampung tersebut adalah Kampung Tombariri, Kampung Kakas, Kampung Tomohon, Kampung Sonder serta beberapa kampung lainnya. Letak kampung-kampung ini terhubung antara Jalan Boulevard dan Jalan Sam Ratulangi Manado. Kampung-kampung ini, sebelum direklamasi merupakan permukiman pesisir. Kampung-kampung ini pada awal pembentukan-nya, merupakan tempat persinggahan masya-rakat dari Minahasa apabila terdapat kegiatan di Kantor Residen Manado yang sekarang ini disebut Kodam. Juga sebagai sebagai tempat persinggahan sebelum masya-rakat Minahasa yang berasal dari kampung-kampung tersebut datang ke pusat Kota Manado yang lama. Selanjutnya, Ruang kalakeran merupakan ruang persinggahan yang didasari oleh nilai

basudaraantar masyarakat kampung-kampung yang berasal dari Minahasa kemudian mem-bentuk permukiman, membangun rumah-rumah mereka disepanjang pesisir pantai di Titiwungen yang kemudian membentuk kelompok kampung. Saat ini, sepanjang daerah pesisir tersebut telah menjadi daerah permukiman dengan pola kelompok kampung yang mayoritas dihuni oleh masyarakat yang berasal dari kampung-kampung di Minahasa dan juga dari luar Minahasa seperti masyarkat Kampung Sanger dan Gorontalo. Ruang kalakeran sebagai ruang milik bersama oleh masyarakat yang berasal dari satu kampung tertentu ini, mulai berubah se-telah kawasan pesisir ini direklamasi pantainya. Perubahan ini memunculkan bebera-pa konflik ruang yang beberapa di antaranya masuk dalam kategori kriminalisasi ruang.

B. Kriminalisasi terhadap Permukiman Nela-yan Pasca Reklamasi Pantai

Terdapat beberapa pengertian tentang

kriminalisasi. Pertama menurut Wikipedia, kriminalisasi adalah suatu proses saat terdapat sebuah perubahan perilaku individu-individu yang cenderung untuk menjadi pelaku keja-hatan dan menjadi penjahat. Kedua menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kriminalisaisi yaitu proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. Kedua pengertian di atas dalam tulisan ini lebih dekat dengan pengertian kedua dengan pengembangan pengertian bahwa ketidak mampuan masyarakat yang semula tidak dianggap sebagai tindakan kejahatan, tetapi kemudian disadari untuk dianggap sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. Tulisan ini, tidak dalam upaya melihat dari sisi hukum tapi lebih kepada pemahaman masyarakat tentang awalnya tidak dianggap atau disadari sebagai peristiwa pidana tapi kemudian menjadi ajang konflik ruang dalam masyarakat. Beberap kasus keruangan yang terangkat dalam penelitian baik yang terjadi saat reklamasi pantai berjalan maupun saat reklamasi pantai telah selesai dilakukan akan dibahas pada berikut ini.

Kasus pertama, kasus antara masyarakat dan reklamator. Konflik ditemukan dalam unit informasi dermaga kawasan reklamasi. Dermaga ini yang dibangun oleh reklamator di sebelah selatan kawasan reklamasi. Kawasan reklamasi ini, awalnya hanya membangun dermaga pada bagian utara.

Selanjutnya melalui suatu desakan dengan unjuk rasa masyarakat nelayan Titiwungen. Unjuk rasa dilakukan baik kepada pemerintah Kota Manado juga kepada pihak reklamator sendiri. Setelah desakan tersebut, baru kemudi-an dermaga ini dibkemudi-angun oleh reklamator. Dermaga bagian selatan ini yang kemudian digunakan oleh masyarakat nelayan saat ini.

(5)

Hal ini merupakan hasil perjuangan masyarakat nelayan yang memahami bahwa pekerjaan nelayan sebagai darah daging atau sesuatu yang didapat dari generasi ke generasi secara turun temurun.

Sehingga adalah suatu kebanggaan bagi mereka yang memper-juangkan dermaga tersebut dibangun dengan mengatakan sebagai harta atau peninggalan orang tua kepada anak cucu. Berbeda dengan dermaga yang ada di sebelah utara atau daerah Pondol, saat ini malah ditutup atau direklamasi oleh pihak reklamator karena sebagian besar nelayan di sana sudah menerima uang ganti rugi atas parao mereka. Demikian juga untuk nelayan yang berada di sebelah selatan muara Sungai Sario tidak dapat memarkir perahunya karena sudah menerima bayaran dari pengembang.

Kasus kedua, juga terjadi pada unit informasi perubahan pagar Muara Kuala Sario. Jalan setapak dan pagar dibangun oleh masyarakat dengan peran tokoh gereja sebagai tokoh masyarakat Kampung Sanger. Pembuatan ini dengan maksud mereka yang akan memberikan kemudahan dan keamanan bagi mereka yang akan ke Gereja Eklesia pada hari Minggu terlebih bagi yang sudah lanjut usianya juga keamanan bagi masyarakat pada umumnya. Tahun 2008 kemudian keluar kebijakan dari Pemerintah Kota Manado untuk mengurangi beban kepadatan jalan dengan membuat lalu lintas satu arah agar terhindari dari kemacetan. Kebijakan ini kemudian memanfaatkan jalan yang ada di Kawasan Mega Mas. Pihak reklamator kemudian memperlebar jalan masuk ke kawasan tersebut untuk digunakan sebagai pintu gerbang dengan mengambil sebagian dari muara Sungai Sario.

Hal ini kemudian membuat resah masyarakat Kampung Sanger, khususnya yang berada di sekitar Sungai Sario. Menurut mereka bahwa

penyempitan muara sungai ini akan

mengakibatkan tekanan air bertambah kuat pada saat ombak datang dari arah pantai. Keadaan ini akan mempercepat tekanan air yang menuju ke permukiman dan ombak akan pecah saat membentur talud penahan tanah.

Benturan ini akan memecah ombak lebih tinggi dari biasanya sehingga air akan meluap masuk ke permukiman. Padahal talud dan jalan setapak yang ada sekarang, tidak mempunyai saluran untuk membuang air kembali ke sungai. Hal ini akan menenggelamkan permukiman tersebut. Laporan ini, kemudian masyarakat meminta ijin kepada pala untuk memprotes ke pihak Mega Mall sebagai reklamator. Sebelum mereka yang mengatas namakan masyarakat menuju pihak reklamator, selaku Kepala Lingkungan 2 Kelurahan Titiwungen Selatan sudah meminta pekerjaan tersebut dihentikan. Pekerjaan sempat berhenti selama satu minggu tapi kemudian dilanjutkan karena menurut pihak reklamator, mereka sudah mendapat ijin dari Pemerintah Kota Manado. Pala Lingkungan 2 akhirnya diperintah oleh Camat Sario dan Lurah Titiwungen Selatan untuk tidak menghalangi pekerjaan reklamasi tersebut. Selanjutnya masyarakat sendiri yang melakukan protes ke pihak Mega Mall. Pertemuan antara masyarakat yang diwakili oleh lima orang dan pihak reklamator yang diwakili oleh Bapak Udin sepakat untuk menaikkan ketinggian talud sungai yang ada di lingkungan dua tersebut setinggi 60 centimeter.

Selain meninggikan talud, juga pihak reklamator tidak menutup rata dengan sungai tapi, memberikan sisa pengaman ombak agar ombak dapat pecah pada bagian muara sungai untuk mengurangi kecepatan ombak yang masuk ke arah permukiman. Sebelumnya tidak pernah ada banjir akibat dari masuknya air laut ke permukiman. Saat ini sering kali terjadi ombak pecah di permukiman sehingga air laut masuk dan menyisakan sampah-sampah bawaan dari sungai dan pantai masuk ke permukiman. Berdasarkan uraian di atas, maka dermaga selatan dibangun oleh karena kebutuhan masyarakat nelayan akan ruang tempat untuk beraktivitas. Kebutuhan ini kemudian ditindak lanjuti dengan mendesak melalui unjuk rasa. Desakan tersebut menghasilkan dermaga tersebut.

(6)

Hal yang berbeda dengan kasus pagar muara Kuala Sario. Awalnya, terdapat suatu logika yang ber-kembang dalam masyarakat yaitu penye-mpitan muara sungai akan berdampak pada percepatan arus air yang datang dari arah

lao. Air dari lao dengan kecepatan tersebut akan membuat gelombang yang tinggi yang akhirnya menghempas talud sungai di kawasan per-mukiman.

Pihak reklamator kemudian melakukan

peninggian talud agar banjir atau tumpahan air laut ke permukiman tidak terjadi tapi pada kenyataannya alam atau ketinggian ombak, tidak bisa diprediksi sehingga tumpahan ombak untuk waktu tertentu sering terjadi.

Kasus ketiga, yaitu: hilangnya ruang bagi nelayan.

a) Salah satu aktivitas nelayan yang hilang adalah penangkapan ikan dengan menggunakan soma dampar. Sebelum reklamasi pantai, sepanjang daerah pesisir merupakan kawasan penangkapan ikan dengan mengguna-kan soma dampar. Alat penangkap ikan ini panjangnya perpuluh-puluh meter dan disambung dengan tali yang panjang.

Hal ini, membuat soma dampar ini berat dan besar alatnya sehingga sulit dibawa ketempat yang jauh dari pantai. Alat ini, tempatnya selalu diletakkan di

daseng karena letak daseng yang berada berbatasan dengan pantai atau air.

Waktu penangkapan dengan meng-gunakan soma dampar ini, biasanya dilakukan pada malam hari, saat pante

dalam keadaan tidak berombak. Cara penangkapan ikan dengan mengguna-kan soma dampar, yaitu dengan menggunakan prao yang diberikan lampu membawa soma ini ke tengah

pante. Setelah ditanam beberapa saat kemudian soma ini ditarik ole 10 sampai 20 orang dari darat. Hasil tangkapan biasanya dibagi terutama

kepada pemilik soma kemudian kepada orang yang terlibat untuk menarik

soma ini ke darat. Penangkapan ini, dimungkinkan de-ngan keadaan pesisir yang berpasir dan landai sehingga mudah menebar jaring dari darat, kemudian ditarik ke laut berputar dan kembali ke darat. Keadaan setelah pantai direklamasi, cara penangkapan ini tidak bisa dilakukan karena bagian pinggir pantai terdiri batu-batu. Batuan ini, membentuk dinding yang terjal. Saat ini, soma dampar tidak digunakan lagi, maka beberapa sudah dijual kepada nelayan yang berada diluar kawasan reklamasi atau ada juga soma dampar yang rusak karena tidak pernah digunakan lagi. Setelah selesai melakukan penangkapan dengan soma

ini, biasanya diletakkan di daseng. b) Salah satu ruang nelayan lain yang

hilang yaitu daseng. Masih tersisa dua atau tiga daseng yang juga menunggu waktu untuk dibongkar. Daseng adalah tempat bagi nelayan untuk berkumpul sebelum dan sesudah dari lao. Selain sebagai tempat berkumpul, daseng

juga berfungsi strategis bagi nelayan yaitu tempat untuk mengamati alam seperti cuaca dan waktu untuk mencari ikan di laut.

Daseng-daseng ini dimiliki oleh kelompok nelayan yaitu Kelompok Nelayan Muara Sario, Kelompok Nela-yan Kampung Sanger dan Kelompok Nelayan Firdaus. Dari ketiga daseng

tersebut dua diantaranya sudah dibongkar dan yang tersisa yaitu da-seng dari Kelompok Nelayan Kampung Sanger.

c) Ruang nelayan juga kehilangan tempat bagi tambatan perahu mereka. Usaha untuk mempertahankan aktivitas men-cari uang untuk kelangsungan hidup yaitu dengan menempatkan perahu walaupun dalam keadaan yang sulit

(7)

karena berada di atas batu-batu reklamasi. Untuk keadaan tertentu, tempat parkir perahu ini tidak memungkinkan akibat cuaca berangin dan berombak sehingga perahu harus dipindahkan ke jalan raya.

Usaha lain juga dilakukan untuk menjaga perahu agar tidak rusak, dengan memberikan kayu pada bagian perahu ditempatkan atau nelayan menyebutnya dengan memberikan rel.

Kesimpulan

Kriminalisasi ruang sering terjadi dalam masyarakat, baik disadari maupun tidak disadari. Kategori masyarakat yang menyadari bahwa itu tindakan yang merugikan, biasanya langsung berreaksi untuk melawan kebijakan yang di-lakukan.

Namun banyak masyarakat yang tidak me-nyadari bentuk kriminalisasi terhadap ruang mereka. Keadaan untuk kategori tidak menya-dari ini, kemudian merasa dirugikan dibelakang hari tapi tidak bisa bereaksi lebih karena sudah menerima kesepakatan awal.

Ruang kalakeran sebagai ruang dengan keunikan lokal, terbentuk dengan semangat kebersamaan dengan nilai basudara mulai tergerus dengan perubahan lingkungan binaan akibat reklamasi pantai.Ruang kalakeran

merupakan ruang yang produksi masyarakat lokalmerupakan bagian dari genius loci yang memiliki semangat tempat untuk kelangsungan kehidupan masyarakat.

Saran untuk program reklamasi di Indonesia. Bahwa program ini akan berlangsung di berbagai kawasan pesisir sehubungan dengan otonomi daerah. Permukiman nelayan sebagai kawasan yang paling depan menerima dampak ini, perlu dilakukan pendampingan terhadap masyarakatnya sedangkan reklamator ataupun pengembang perlu mendengar masukan dari masyarakat nelayan.

Pemerintah sebagai pe-nentu dari program ini, perlu melakukan selektif dalam melakukan program ini supaya lebih memaksimalkan

dampak baik untuk semua terutama masyarakat pesisir. Bagi aritek dan perencana, perlu banyak mempelajari kasus untuk memberikan masukan pada pembangun-an lingkungan binaan kawa-san yang direklamasi.

Daftar Pustaka

Doxiadis, C. A., (1968).Ekistics, an Introduction to the Science of Human Settlements.London: Hutchinson & Co.

Guba, E. G., (1990).Paradigm Dialog. London: Sage Publications.

Guba, E. G., Lincoln, Y. S., (1994). “Competing Paradigm in Qualitative Research”, dalam Handbook of Qualitative Research, ed. Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. California: Sage Publications.

Habermas, J., (1989).The Structural

Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society. Cambridge: Polity Press.

Hillier, B., Hanson, J., (1984).The social logic space. Cambridge: Cambridge University Press,.

Lefebvre, H., (1991)The Production of Space. Oxford: Blackwell Publishers.

Lincoln, Y. S., Guba, E. G., (1985).Naturalistic Inquiry. London: Sage Publication.

Muhadjir, N., 2000,Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta.

Porteous, J. D., 1977, Environment & Behavior: Planning and Everyday Urban Life, Addison-Weslay Publising Company, Massachusets. Ratulangie, G.S.S.J., 1982, Indonesia di Pasifik,

Analisa Masalah-masalah Pokok Asia-Pasifik, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.

Rapoport, A., 1969, House Form and Culture, Prentice-Hall, Inc., London.

Rapoport, A., 1977, Human Aspects of Urban Form, Pargamon Press, Oxford.

Sudaryono, 2003, Metode Induktif dan Deduktif dalam Penelitian Arsitektur, Makalah Seminar Nasional: Penelitian Arsitektur, Metode dan Penerapannnya tanggal 7 Juni 2003, Magister Teknik Arsitektur UNDIP, Semarang.

Waani, J.O., 2010, Basudara dalam Permukiman Titiwungen Selatan Pasca Reklamasi Pantai Manado, Disertasi S3, Magister Teknik

(8)

Arsitektur UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Waani, J.O., 2014, Dialektika Teori Ruang Basudara dengan Logika Ruang Sosial, Media Matrasain, Vol 11, No.3, November 2014.

Gambar

Tabel 1:Tipe permukiman pasca reklamasi pantai .  Sumber: Waani, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Pupuk NPK dilarutkan dalam air kemudian disiramkan ke tanah (tidak menyentuh umbi bibit) sebagai pupuk kimia dasar untuk tambahan nutrisi yang dibutuhkan tanaman

Metode yang digunakan untuk mengembangkan modul pengelolaan studi lanjut pada sistem informasi sumber daya manusia adalah dengan menggunakan metode SDLC (Software

dihasilkan dari sudu-sudu roda pedal yang berputar dalam air. Jet air, gaya dorong dihasilkan karena adanya impuls akibat kecepatan air yang disemburkan keluar

Salah satunya adalah para siswa yang sebenarnya (atau, sasarannya adalah guru kalau mereka adalah MTT). Pelajaran ini dapat disusun dalam rentang waktu sesuai dengan kebutuhan

Dengan design interior yang baik dan menarik pada sebuah museum kontemporer, diharapkan akan semakin menaikkan minat para pengunjung dan kesadaran masyarakat akan

• mencari suatu kata yang mungkin berasal dari kata dasar yang berbeda (bdk. KBBI III Daring).. Pencarian

Apa pun yang bisa digunakan untuk menghancurkan (bahkan mental dan manusia) adalah senjata. Senjata itu bisa sesederhana tongkat atau serumit rudal balistik. Senjata

Tepung lemah (soft wheat) adalah tepung terigu yang sedikit saja menyerap air dan hanya mengandung 8%-9% protein, kemudian adonan yang terbentuk kurang