• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM

SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh:

Kartika Kusuma Wardani NIM 12307144027

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Selalu mengandalkan Tuhan dalam segala hal (Penulis)

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles)

Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai (Schopenhauer)

I was born to make mistake, not fake perfection (Penulis)

Sungguh bersama kesukaran dan keringanan. Karena itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah (QS Al-Insyirah : 6-8)

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua orang tua saya, papah Bambang Sutarto dan mamah Istantini yang selalu memberikan dukungan baik materil maupun moril, selalu mendoakanku serta menanti kesuksesanku.

2. Kedua kakakku Henu Kurniawan dan Rizki Kusuma Adriani yang selalu memberikan keceriaan ditengah keluh kesahku menyelesaikan tugas akhir skripsi.

3. Bu Annisa Fillaeli, M.Si yang tiada lelah membimbingku dan selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

4. Patnerku yang selalu siap direpotkan Agus Rahmad Hidayat.

5. Sahabat-sahabat Kawanan Wanita Bahagia (Maulidia, Fia, Sita, Nado, Ariqah, Dhaulika, Zainab, Titik, Karamina, Aprilia) yang tiada henti menghiburku dikala jenuh.

6. Teman-teman griya sejuk 143a yang telah menjadi bagian dari keluarga kecilku selama merantau.

7. Teman-teman kimia swadana 2012 yang senantiasa berjuang bersama, kalian luar biasaaaaa!!

8. Untuk my moodbooster Rizki Azdlan Erwinda Putra A.Md terimakasih atas kasih sayang dan kesabaranmu yang selalu ada untuk memberikan semangat dan menghiburku.

(7)

APLIKASI MIP (MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM

SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

Oleh

Kartika Kusuma Wardani 12307144027

Pembimbing : Annisa Fillaeli, M.Si.

ABSTRAK

Molecularly Imprinted Polymer (MIP) asam asetat sebagai ekstraktan template yang disintesis dengan teknik polimerisasi ruah merupakan suatu

polimer selektif yang memiliki kemampuan sebagai sorben. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter kafein-MIP, mengetahui kondisi optimum adsorpsi pada kafein-MIP, serta mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP (Non Imprinted Polymer) dan kafein-MIP.

Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-MIP yang disintesisdengan cara mencampurkan MAA (Metacrylic Acid) sebagai monomer, EDMA (Etienglikol Dimetakrilat) sebagai agen pengikat silang,benzoil peroksida (dalam kloroform) sebagai inisiator, dan kafein (dalam kloroform) sebagai templatedengan metode polimerisasi ruah, kemudian diekstrasi dengan pelarut asam asetat menggunakan ekstraktor soxhlet. Sebagai pembanding nya yaitu NIP yang disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template. Objek penelitian adalah adsorpsi kafein pada sampel oleh kafein-MIP, terbentuknya kafein-MIP dapat dikarakterisasi dengan uji FTIR dan SEM. Hasil yang diperoleh berupa blok polimer yang berwarna putih dengan struktur yang keras yang digunakan untuk penentuan sampel dengan adsorpsi secara batch.

Hasil penelitian berdasarkan spektrum FTIR menunjukkan bahwa pada kafein-MIP masih terdapat gugus amina dan analisis SEM menunjukkan bahwa masih terdapat unsur nitrogen sebesar 14,78% dengan ukuran pori < 1μm yang berarti kafeinpada kafein-MIP belum terekstrak seluruhnya. Isoterm adsorpsi mengikuti pola isoterm Langmuir dengan harga R=0.928 dan k=0,0704. Persentase kafein teradsorp pada NIP sebesar 9,59%. Sedangkan persentase kafein teradsorp pada kafein-MIP sebesar 17,36% atau 2 kali lebih besar dari NIP.

(8)

APPLICATION MIP (MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) WITH ACETIC ACID AS THE TEMPLATE EXTRACTAN IN SYNTHESIS

TO DETERMINATIONOF CAFFEINE SAMPLES

By :

Kartika Kusuma Wardani 12307144027

Supervisor : Annisa Fillaeli, M.Si

ABSTRACT

Molecularly imprinted polymer (MIP) with asetic acid as extractan template were synthesized by bulk polymerisation technique is a selective polymer that has ability as a sorbent. The research aims to know the character of caffeine-MIP, the optimum condition of adsorption on caffeine-MIP, andtheratio percentage of caffeine in the samples extracted by NIP (Non Imprinted Polymer) and bycaffeine-MIP.

Subjects in this research was caffeine-MIP synthesized by mixing MAA (Metacrylic Acid) as monomer, EDMA (Etienglikol Dimetakrilat) as cross-linker,benzoyl peroxide (in chloroform) as initiator, and caffeine (in chloroform) as templatewith bulk polymerization method, and then extracted with asetat acid as solvent use extractor soxhlet. As a comparison, is NIP synthesized in the same manner but without the caffein as template. Object of the research is adsorption of the caffeine in a sample by caffeine-MIP, form of caffeine-MIP could be characterized by FTIR and SEM. The results is block polymers that has whitecolor with a hard structure that used to determination of caffein by adsorption in batch.

The results based on FTIR spectra showed that the caffeine-MIP still contained the amine group and analysis of SEM showed that still contain nitrogen elements by 14.78% with a pore size <1μm it means caffeine has not be extracted completely on caffeine-MIP. Adsorption isotherm followed Langmuir isotherm pattern with the value of R = 0.928 and k = 0.0704. The caffeine percentage adsorption by NIP is 9.59%, while caffeine percentage adsorption by caffeine-MIP is 17.36% or 2 times bingger than NIP.

Key words : caffeine-MIP, asetic acid, caffeine content. .

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini. Sholawat dan salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dirindukan syafaatnya di yaumulqiyamat nanti.

Penelitian kimia berjudul “Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted

Polymer) dengan Asam Asetat sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya

untuk Penentuan Kadar Kafein” ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains yang telah ditetapkan oleh Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta. Pada kesempatan ini perkenanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M. App.Sc., Ph.D selaku Ketua dan Koordinator Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran pelayanan dan urusan akademik.

3. Ibu Eddy Sulistyowati, M.S, Apt. Selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan dorongan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ibu Annisa Fillaeli, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran.

5. Bapak Sunarto M.Si selaku penguji utama atas pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.

6. Bapak I Made Sukarna M.Si selaku penguji pendamping atas pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.

7. Ibu Sulistya M.Si selaku sekretaris penguji atas pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.

8. Seluruh Dosen, Staf dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian.

(10)

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermafaat bagi semua pihak dan perbaikan pendidikan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, September 2016

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv MOTTO ... v HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi ABSTRAK ... vii ABSTRACT ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 5 C. Pembatasan Masalah ... 5 D. Rumusan Masalah ... 6 E. Tujuan Penelitian ... 7 F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 8

1. Kafein ... 8

2. MIP (MolecularlyImprinted Polimer) ... 11

3. Polimerisasi ... 13

4. PMAA (Polymetacrylicacid/ Poli asam metakrilat) ... 18

5. Asam asetat ... 19

6. Karakterisasi ... 20

(12)

b. ScanningElectronMicroscopy(SEM) ... 21

B. Penelitian yang Relevan ... 23

C. KerarngkaBerfikir ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian ... 26

1. Subjek Penelitian ... 26 2. Objek Penelitian ... 26 B. Variabel Penelitian ... 26 1. Variabel Bebas ... 26 2. Variabel Kontrol ... 26 3. Variabel Terikat ... 26 C. Instrumen Penelitian ... 27 1. Alat Penelitian ... 27 2. Bahan Penelitian ... 28 D. Prosedur Penelitian ... 28

1. Membuat kurva standar kafein ... 28

2. Membuat kurva standa rkafein dalam pelarut asam asetat .. 29

3. Sintesis kafein-MIP ... 29

a. Membuat larutan kafein 0,1 M dalam pelarut kloroform 29 b. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) ... 29

c. Sintesis Kafein-MIP (Molecularly Imprinted Polymer) 29 d. Menentukan kafein terekstrak sebagai template pada kafein-MIP ... 30

4. Karakterisasi Kafein-MIP ... 30

5. Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch ... 30

a. Penentuan massa optimum ... 30

b. Penentuan konsentrasi optimum ... 31

c. Penentuan waktu optimum ... 31

6. Adsorpsi Kafein dalam Sampel ... 32

E. Penyajian Data ... 32

(13)

2. Analisis Kuantitatif ... 32

F. Teknik Analisis data ... 33

1. Penentuan kurva standar kafein ... 33

2. Menentukan konsentrasi kafein terekstrak pada kafein-MIP 33 3. Menentukan persentase kafein terekstrak ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34

1. Karakterisasi kafein-MIP ... 34

2. Penentuan kondisi optimum adsorpsi menggunakan sistem batch ... 36

a. Penentuan massa optimum ... 38

b. Penentuan konsentrasi optimum ... 38

c. Penentuan waktu optimum ... 39

3. Penentuan kafein terekstrak pada NIP dan kafein-MIP yang disintesis ... 39

a. Dekafeinasi MIP dengan ekstraksi Soxhlet ... 39

b. Ekstraksi kafein pada sampel dengan Non Imprinted Polymer (NIP) ... 41

c. Ekstraksi kafein pada sampel dengan kafein-MIP ... 41

B. Pembahasan ... 41

1. Sintesis NIP dan Kafein-MIP ... 41

2. Karakterisasi kafein-MIP hasil sintesis ... 44

3. Penentuan kondisi optimum absorpsi kafein-MIP ... 47

a. Penentuan massa optimum ... 47

b. Penentuan konsentrasi optimum ... 48

c. Penentuan waktu optimum ... 52

4. Penentuan kafein teradsorpsi pada sampel minuman dengan NIP dan kafein-MIP ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... 61

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan kafein dalam berbagai makanan dan

minuman ... 10 Tabel 2. Perbadingan polimerisasi reaksi tahap dan reaksi rantai ... 14 Tabel 3. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein

dalam akuades... 37 Tabel 4. Data persentase adsorpsi untuk variasi massa

kafein-MIP ... 38 Tabel 5. Data persentase adsorpsi untuk variasi konsentrasi

larutan kafein ... 38 Tabel 6. Data persentase adsorpsi untuk variasi waktu kontak ... 39 Tabel 7. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein

dalam asam asetat ... 40 Tabel 8. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan

dengan NIP ... 41 Tabel 9. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan

dengan Kafein-MIP ... 41 Tabel 10. Interpretasi spektrum inframerah NIP, MIP sebelum

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Kafein ... 8

Gambar 2. Struktur benzoil peroksida ... 15

Gambar 3. Reaksi suatu radikal bebas dengan monomer ... 15

Gambar 4. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi ... 16

Gambar 5. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi ... 17

Gambar 6. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe kombinasi ... 17

Gambar 7. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe disproporsionasi ... 18

Gambar 8. Struktur kimia MAA ... 18

Gambar 9. Struktur asam asetat ... 20

Gambar 10. Kafein-MIP hasil sintesis ... 34

Gambar 11. Spektrum inframerah NIP, kafein-MIP sebelum soxhlet, dan kafein-MIP setelah soxhlet ... 35

Gambar 12. Hasil SEM material kafein-MIP dengan perbesaran 100 kali (A); Perbesaran 10.000 kali (B) ... 36

Gambar 13. Kurva larutan standar kafein dalam akuades ... 37

Gambar 14. Kurva larutan standar kafein dalam asam asetat ... 40

Gambar 15. Proses ekstraksi soxhlet ... 43

Gambar 16. Spektrum EDX kafein-MIP setelah ekstraksi template ... 47

Gambar 17. Adsorpsi pada variasi massa MIP ... 48

Gambar 18. Adsorpsi pada variasi konsentrasi larutan kafein ... 49

Gambar 19. Grafik isoterm adsorpsi Langmuir ... 50

Gambar 20. Grafik isoterm adsorpsi Freundlich ... 51

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alir proses ... 62

Lampiran 2. Pembuatan Kurva Standar Kafein ... 64

Lampiran 3. Perhitungan Bahan Sintesis Kafein-MIP ... 66

Lampiran 4. Perhitungan persentase kafein teradsorpsi pada penentenuan kondisi optimum ... 68

Lampiran 5. Perhitungan Isoterm Adsorpsi ... 70

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian ... 71

Lampiran 7. Pengukuran larutan standar kafein dalam akuades dengan spektrofotometer UV-Visible ... 72

Lampiran 8. Panjang gelombang maksimum kafein dalam akuades ... 73

Lampiran 9. Pengukuran larutan standar kafein dalam asam asetat dengan spektrofotometer UV-Visible ... 74

Lampiran 10. Panjang gelomang maksimum kafein dalam asam asetat ... 75

Lampiran 11. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut asam asetat ... 76

Lampiran 12. Pengukuran kafein dalam sampel minuman kemasan sebelum adsorpsi ... 77

Lampiran 13. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-MIP ... 78

Lampiran 14.Pengukuran variasi konsentrasi larutan kafein sebelum adsorpsi ... 79

Lampiran 15. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein ... 80

Lampiran 16. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak ... 81

Lampiran 17. Adsorpsi kafein pada sampel dengan NIP ... 82

Lampiran 18. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP ... 83

(18)

Lampiran 20. Hasil spektrum Inframerah pada MIP sebelum

pembuangan template ... 85 Lampiran 21. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah

pembuangan template ... 86 Lampiran 22. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kafein yang biasa terdapat pada kopi merupakan salah satu zat adiktif yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. HK. 00.05.23.3664, batas maksimum untuk mengkonsumsi kafein adalah 150 mg per hari dan dibagi dalam tiga kali konsumsi, dengan kata lain batas maksimum konsumsi yang diizinkan adalah 50 mg per satu kali konsumsi (Evelin, 2006).

Konsumsi kafein yang berlebihan atau lebih dari 300 mg atau setara dengan 3-4 gelas kopi ukuran 200 ml dapat menyebabkan tubuh kehilangan beberapa vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Kafein juga dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsin sehingga akan menurunkan kerja lambung bagi mereka yang lambungnya sensitif. Meskipun begitu, kafein memiliki manfaat untuk stimulasi, menambah energi maupun menghilangkan kantuk jika dikonsumsi sesuai dengan ambang batas konsumsi.

Kafein banyak terdapat pada minuman kopi, teh, kola, coklat, minuman berenergi, maupun obat-obatan, dengan kandungan kafein pada setiap pangan yang berbeda-beda. Dalam satu cangkir kopi mengandung kafein 137 mg. Satu kaleng soft drink kola mengandung 46 mg, satu cangkir teh mengandung sekitar 47 mg, dan satu ons cokelat mengandung 20 mg kafein (U.S. Department of Agriculture dalam Michels et al., 2005).

(20)

Berdasarkan riset yang dilakukan National Coffee Association United

States pada tahun 2011, terdapat peningkatan konsumsi kopi harian pada

remaja usia 18-24 tahun (Ingrouille K, 2013). Di Indonesia konsumsi kopi sebagai sumber utama kafein meningkat sebesar 98% dalam 10 tahun terakhir (Swastika, 2012). Sekarang ini banyak minuman tersebut mengandung kafein diproduksi dalam bentuk kemasan karena lebih praktis, namun tidak semua produsen mencantumkan kadar kandungan pada labelnya termasuk kadar kafein. Hal ini berpotensi terhadap besarnya asupan konsumsi kafein melebihi ambang batas. Melihat banyaknya masyarakat yang gemar mengkonsumsi kafein, perlu adanya kontrol terhadap jumlah kafein dalam berbagai produk minuman kemasan yang dikonsumsi agar tidak melebihi ambang batas yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap tubuh. Pada kontrol ini diperlukan adanya analisis untuk mengukur besarnya kandungan kafein dengan metode analisis yang tepat. Berbagai metode analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kafein dalam minuman berkemasan adalah spektrofotometer UV-Visible dan High Performance Lliquid Chromatography (HPLC). HPLC merupakan salah satu metode analisis yang baik di mana proses pemisahan dan pengukuran kuantitatif dapat dilakukan secara simultan sehingga lebih efisien (Intan Widyasari, 2014: 24). Namun metode HPLC tersebut memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi. Salah satu metode instrumentasi yang sederhana dan terjangkau untuk analisis kafein adalah spektrofotometer UV-Visible, di mana kafein memberikan serapan yang khas pada daerah panjang gelombang 273 nm. Sehingga metode analisis

(21)

menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible ini dinilai cukup efisien dan mudah digunakan dalam hal penentuan absorbtivitas untuk analisis kadar kafein. Kelemahan metode analisis UV-Visible yaitu sampel masih memerlukan tahap pemisahan (ekstraksi) untuk meminimalisasi interferensi matriks dengan jumlah pelarut yang digunakan cukup banyak. Salah satu ekstraksi yang efisien dapat diggunakan adsorben sebagai pengikat analit, dimana fasa padat berupa adsorben diinteraksikan pada larutan campuran untuk memisahkan molekul ataupun ion dalam campuran.

Metode pemisahan dengan adsorben yang dapat dikembangkan adalah MIP (Molecularly Imprinted Polymer ) dan NIP (Non Imprinted Polymer). MIP adalah suatu polimer selektif yang memiliki kemampuan untuk mengikat molekul target sehingga dapat digunakan sebagai sorben dalam proses pemisahan (Intan Widyasari, 2014 : 25). MIP merupakan suatu polimer hasil polimerisasi antara molekul template, monomer fungsional, molekul taut silang (crosslinker), dan inisiator dalam proporsi tertentu dimana pada akhir proses molekul template akan dilepaskan kembali untuk membentuk rongga (kavitas) mirip molekul template yang kemudian digunakan untuk adsorpsi molekul dengan ukuran dan sifat fisik yang sama dengan rongga yang terbentuk (Danielsson, 2008 : 97). Perbedaan dengan NIP adalah terletak pada komposisi sintesisnya dimana NIP disintesis tanpa molekul template dan digunakan sebagai pembanding hasil MIP. Selain analisis menggunakan spetrofotometer UV-Visible, digunakan analisis pendukung lainnya untuk mengetahui struktur

(22)

polimer yang dihasilkan yaitu spektrofotometer inframerah yang merupakan metode sederhana untuk menetapkan kuantitas zat pada polimer.

Keberhasilan dari penelitian ini tidak hanya terletak pada sintesis MIP dan NIP melainkan juga dari rongga yang terbentuk pada MIP, untuk bisa menghasilkan rongga MIP yang sempurna untuk adsorpsi yang maksimal ada beberapa hal yang perlu diperhatikan salah satunya adalah pelarut yang digunakan saat ekstraksi template. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein pada MIP harus sesuai agar rongga dapat terbentuk dengan maksimal, kafein termasuk dalam senyawa organik maka pelarut yang digunakan juga jenis pelarut organik salah satunya asam asetat (CH3COOH). Untuk efektifitas

pembentukan rongga digunakan ektraksi soxhlet yaitu dengan prinsip kerja aliran pelarut yang kontinyu, diharapkan dapat meningkatkan porositas sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi pada sampel. Untuk mengetahui rongga yang terbentuk pada MIP diperlukan mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi untuk melihat struktur berukuran mikro meter. SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan mikroskop elektron yang mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. SEM memiliki tambahan perangkat aksesoris dengan kemampuan untuk menganalisa suatu sampel tertentu yakni menggunakan metode dispersif energi X-Ray detektor (EDX) untuk menganalisis komposisi molekul dalam suatu sampel.

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut teridentifikasi beberapa pemasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP sebagai template 2. Monomer yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP

3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-MIP 4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator

5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP 6. Teknik polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP 7. Pola ekstraksi template yang dilakukan

8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi template 9. Sampel kafein yang diadsorpsi

10. Teknik karakterisasi kafein-MIP yang digunakan 11. Metode analisis kafein pada sampel yang digunakan

C. Pembatasan Masalah

Berdasrkan identifikasi masalah yang ada maka dapat diperoleh beberapa pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP sebagai template adalah kafein murni dari merck.

2. Monomer yang digunakan adalah asam metakrilat (MAA) dari merck. 3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-MIP adalah benzoil peroksida

(24)

4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator dalam sintesis kafein-MIP adalah kloroform.

5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP adalah polimerisasi ruah.

6. Proses polimerisasi dilakukan menggunakan waterbath pada suhu 60° C selama 24 jam

7. Pola ekstraksi template yang dilakukan adalah ekstraksi soxhlet. 8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein adalah asam asetat.

9. Sampel kafein yang diadsorpsi adalah larutan standar kafein dan minuman kemasan.

10. Teknik karakterisasi polimer yang dipilih adalah analisis gugus fungsi dengan FT-IR dan observasi morfologi permukaan menggunakan SEM (Scanning Elektron Microscope).

11. Metode analisis kafein yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Visible.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah karakter kafein-MIP ?

2. Berapakah kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-MIP ?

3. Bagaimanakah perbandingan persentase kafein dalam sampel minuman yang terekstrak pada NIP dan kafein-MIP ?

(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang berjudul “Aplikasi MIP (Molecularly

Imprinted Polymer) dengan Asam Asetat sebagai Ekstraktan Template dalam

Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein” yaitu: 1. Untuk mengetahui karakter kafein-MIP.

2. Untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-MIP. 3. Untuk mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang

terekstrak pada NIP dan kafein-MIP.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dari “Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Asam Asetat sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein” yaitu:

1. Diharapkan hasil penelitian ini menghasilkan kafein-MIP dengan kualitas yang baik sehingga dapat menambah informasi baru tentang pemanfaatan kafein dalam sintesis MIP sebagai analisis kafein dalam beragai macam sampel minuman.

2. Memberikan gambaran mengenai metode pemisahan dengan menggunakan MIP sebagai salah satu media pendukung analisis dengan spektrofotometer UV-Visible untuk mengidentifikasi keberadaan suatu molekul ketika berada dalam campuran.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Kafein

Kafein atau (1,3,5-trimethylxanthine) merupakan golongan alkaloid xantin berbentuk kristal putih dan berasa pahit dengan rumus kimia C8H10N4O2. Berikut stuktur kimia dari kafein. Kafein secara alami

terdapat pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji kola (2,7-3,6 %).

 

Gambar 1. Struktur Kafein

Kafein mempunyai berat molekul sebesar 194,19 g/mol. Kafein mempunyai beberapa nama lain yaitu guaranina, mateina, dan teina ketika ditemukan pada buah guarana, mate dan dalam daun teh (Sunarti dan Irmawati, 2014).

Kafein ialah senyawa kimia yang banyak dijumpai secara alami di didalam biji kopi, teh, buah coklat dan biji kola (cola nitide). Kafein juga

(27)

merupakan bahan yang dipakai untuk membuat minuman non alkohol seperti cola, yang semula dibuat dari biji kola. Kandungan kafein dalam minuman non alkohol berkemasan, soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein (Casal et al.2000 : 3421).

Sumber kafein yang paling banyak ditemukan adalah dalam biji kopi. Kandungan kafein pada biji kopi tergantung dari jenis biji kopi dan metode pembuatan yang digunakan. Menurut penelitian Wirabuana dan Andi (2013 : 2), kandungan kafein dalam 1000 gram serbuk biji kopi arabika Coffea Arabica L sebesar 1,7 %. Sedangkan menurut Sunarti dan Irmawati (2014), kandungan kafein dalam kopi varietas arabika lebih rendah jika dibandingkan dengan varietas robusta. Kandungan kafein dalam teh dan coklat masih tergolong rendah dibawah ambang batas konsumsi. Kafein yang bekerja dalam tubuh dapat memberikan efek positif maupun efek samping. Kandungan kafein dalam teh pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan konsentrasi. Namun kandungan kafein pada kopi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kecemasan. Selain terdapat alami pada teh, kopi, dan coklat kafein juga ditambahkan pada minuman kemasan baik minuman bersoda maupun minuman berenergi. Studi deskriptif oleh Bawazer dan Alsobahi (2013) menunjukkan bahwa 34,3% peminum minuman energi yang mengandung kafein mengaku mengalami efek samping diantaranya palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor, gelisah, serta mual dan muntah. Selain itu konsumsi kafein secara reguler dapat menimbulkan efek ketergatungan. Berikut

(28)

beberapa keberadaan kafein dalam makanan dan minunman seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan kafein dalam berbagai makanan dan minuman

Sumber Kafein per unit

Minuman dan makanan (5-6 oz)

Kopi murni, kopi buatan 90-140 mg

Kopi instan 66-100 mg

Teh (daun atau kantung) 30-100 mg

Kokoa 5-50 mg

Coklat batangan atau ons cokelat masak’ 25-35 mg

Minuman ringan (8-12 oz)

Pepsi, coke, Tab, Royal Crown, Dr. Papper,

Mountain Dew 25-50 mg

Canada Dry Ginger Ale, Caffeine Free Coke, Caffeine Free Pepsi, 7-Up, Sprite, Squirt Caffeine

Free Tab 0 mg

Medikasi yang diresepkan (1 tablet atau kapsul)

Cafergot, Migralam Anoquan, Aspir-code, BAC,

Darvon, Fiorinal 100 mg

Analgesik dan preparat flu bebas (1 tablet atau

kapsul) 32-50 mg

Tabel diambil dari tabel oleh Jerome H, Jaffe, M. D (Kaplan et al, 2010)

Kafein merupakan stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme tubuh dimana kerjanya adalah dengan merangsang saraf pusat dengan meningkatkan kewaspadaan sehingga dapat lebih fokus. Selain itu kafein dapat menekankan rasa kantuk sehingga tubuh dapat menjadi lebih segar dan berenergi (Sunarti dan Irmawati, 2014).

Untuk efek jangka pendek kafein mencapai jaringan dalam waktu 5 (lima) menit dan tahap puncak mencapai darah dalam waktu 50 menit, frekuensi pernafasan ; urin, asam lemak dalam darah ; asam lambung bertambah disertai peningkatan tekanan darah. Kafein juga dapat

(29)

merangsang otak (7,5-150 mg) dapat meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan, dan dapat memperlambat waktu tidur (Olin, 2001). Sedangkan pada efek jangka panjang pemakaian lebih dari 650 mg dapat menyebabkan insomnia kronik, gelisah, dan ulkus. Efek lain dapat meningkatkan denyut jantung dan berisiko terhadap penumpukan kolesterol, menyebabkan kecacatan pada anak yang dilahirkan (Hoeger et

al, 2002).

Kafein diserap sepenuhnya oleh tubuh melalui usus kecil dalam waktu 45 menit setelah penyerapan dan disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada orang dewasa yang sehat jangka waktu penyerapannya adalah 3-4 jam, sedangkan pada wanita yang memakai kontrasepsi oral waktu penyerapan adalah 5-10 jam. Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih panjang (30 jam). Kemudian diproses pada metabolisme tubuh, hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan melalui urin (Olin, 2001 : 702).

2. MIP (Molecularly Imprinted Polimer)

MIP (Molecularly Imprinted Polimer) adalah suatu sintesis polimer dimana monomer fungsional dan crosslinker membentuk situs ikatan untuk mengikat analit, analit yang diikat memiliki karakteristik dan sifat yang sama dengan templat yang telah disintesis (Cormark & mehamod, 2013 : 532). Menurut Krisch dalam jurnal Andrian Saputra dkk (2013 : 4), bahwa sintesis MIP dilakukan berdasarkan prinsip polimerisasi yang melibatkan monomer fungsional, crosslinker, inisiator, dan pelarut.

(30)

Menurut Yan & Row dalam jurnal Andrian Saputra dkk (2013 : 5), bahwa prosedur sintesis MIP dilakukan dengan mencampurkan molekul target pada bahan polimer yang pada akhir proses templat akan dilepaskan kembali sehingga menghasilkan polimer dengan rongga yang secara bentuk, ukuran, dan susunan kimia mirip dengan molekul templat.

Untuk mendapatkan MIP yang selektif terhadap molekul templat maka beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan monomer fungsional, pelarut serta rasio templat/monomer fungsional yang sesuai dalam sintesisnya. Berdasarkan hasil analisis HPLC, Bakas et. al (2013 : 15) menyampaikan bahwa penggunaan monomer dan pelarut yang tidak sesuai dapat menurunkan tingkat adsorpsi MIP dikarenakan molekul

template tidak terikat cukup kuat dalam rongga MIP.

Kebutuhan akan MIP dipandang perlu, mengingat dapat digunakan dalam berbagai analisis kimia khususnya bahan pangan dan kesehatan. Kemudahan dalam preparasinya menjadikan MIP sebagai salah satu bidang penelitian yang patut untuk dikembangkan. Keuntungan utama dari MIP adalah mempunyai selektifitas yang tinggi untuk template yang digunakan dalam prosedur pencetakan, selain itu MIP juga lebih murah disintesis. Metode preparasi yang dikembangkan untuk menghasikan berbagai jenis polimer dengan daya guna yang berbeda, diantaranya adalah metode polimerisasi ruah, polimerisasi suspensi, presipitasi, polimerisasi

(31)

preparasi lain seperti sintesis lapisan tipis, polimerisasi aerosol, dan polimerisasi pada partikel silika (Moral dan Mayes, 2003).

3. Polimerisasi

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit

berulang sederhana. Polimer dapat ditemukan di alam dan dapat disintesis di laboratorium (Steven, 2001 : 3). Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer dari monomernya. Reaksi tersebut akan menghasilkan polimer dengan susunan ulang tertentu. Proses polimerisasi akan menentukan jenis polimer yang dihasilkan.

Proses pembentukan polimer (polimerisasi) dibagi menjadi dua golongan, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Namun pengklasifikasian jenis ini tidak dapat dipertahankan karena seiring berkembangnya proses polimerisasi banyak jenis polimer-polimer penting yang bisa dibuat baik dengan proses adisi maupun proses kondensasi. Sehingga penekanan tersebut telah berubah menjadi mengklasifikasi polimer berdasarkan apakah polimerisasi terjadi dengan model bertahap yang disebut reaksi tahap atau dengan propagasi dari rantai yang tumbuh yang disebut reaksi rantai. Sebagian besar polimerisasi reaksi rantai merupakan proses adisi dan sebagian besar polimerisasi reaksi tahap merupakan proses kondensasi. Perbandingan antara kedua proses polimerisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

(32)

Tabel 2. Perbadingan polimerisasi reaksi tahap dan reaksi rantai.

No. Reaksi Tahap Reaksi Rantai

1.

Pertumbuhan terjadi di

seluruh matriks melalui reaksi antara monomer, oligomer dan polimer.

Pertumbuhan terjadi melalui penambahn unit monomer secara berturu-turut ke jumlah terbatas rantai yang tumbuh. 2. Derajat polimerisasi rata-rata rendah sampai sedang. Derajat polimerisasi rata-rata sangat tinggi.

3.

Monomer dikonsumsi dengan cepat sedangkan berat

molekul bertambah secara perlahan.

Monomer dikonsumsi relatif lambat, tetapi berat moleku naik dengan cepat.

4.

Tidak diperlukan inisiator; mekanisme reaksi seluruhnya sama.

Mekanisme inisiasi dan propagasi berbeda.

5.

Tidak ada tahap terminasi; gugus-gugus ujung masih reaktif.

Biasanya melibatkan tahap terminasi rantai.

6. Ketika gugus-gugus fungsi dikonsumsi, laju polimerisasi berkurang dengan teratur.

Mulanya laju polimerisasi naik ketika unit-unit inisiator terbentuk; selanjutnya relatif konstan hingga monomer hilang.

Sumber: Stevens, 2001: 19

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pada polimerisasi reaksi rantai dibutuhkan inisiator. Inisiator adalah sumber radikal bebas dalam polimerisasi reaksi rantai. Radikal bebas merupakan partikel reaktif yang memiliki elektron tidak berpasangan dan mampu melepaskan ikatan rangkap pada monomer. Salah satu jenis inisiator yang banyak digunakan dalam polimerisasi radikal bebas adalah tipe peroksida (ROOR) dan peroksida yang paling umum digunakan yaitu benzoil peroksida. Benzoil peroksida memiliki dua gugus benzoil yang berikatan dengan peroksida.

(33)

Gambar 2. Struktur benzoil peroksida

Benzoil peroksida adalah sumber radikal bebas yang kuat dan dapat terbentuk pada suhu dibawah 100° C. Benzoil peroksida merupakan senyawa organik dalam keluarga peroksida. Benzoil peroksida mempunyai rumus kimia (C6H5CO)2O2 dengan kepadatan 1,334 g/cm3. Benzoil

peroksida tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform.

Benzoil peroksida mengalami homolisis secara termal membentuk radikal-radikal benzoiloksi serta mempunyai sifat tidak stabil terhadap panas dan cepat terurai menjadi radikal-radikal. Adapun reaksi suatu radikal bebas dengan monomer seperti pada Gambar 3.

H H H H R• + C = C  R – C – C• 

               H H H H

Gambar 3. Reaksi suatu radkal bebas dengan monomer

Keuntungan menggunakan benzoil peroksida pada proses polimerisasi salah satunya adalah radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung bereaksi dengan molekul-molekul moomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi karbon dioksida, dengan demikian mengurangi pemborosan inisiator (Steven, 2001: 210).

(34)

Reaksi polimerisasi radikal bebas dengan inisiator bezoil peoksida berlangsung melalui empat tahap yaitu dekomposisi, inisiasi, propagasi, dan terminasi (Hiemenz, 2007). Tahap inisiasi merupakan reaksi pengaktifan monomer sebelum memulai proses polimerisasi, kemudian monomer dengan ujung rantai yang reaktif akan mengalami reaksi propagasi dan akan terus berlangsung hingga terjadi reaksi terminasi. Mekanisme reaksi inisiasi dan propagasi dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Tahap inisiasi

C – O – O – C 2 C – O•

O O O

Benzoil peroksida Radikal benzoil peroksida

CH3 CH3 C – O•+ CH2 = C C – O – CH2 – C• O C=O O C=O O O H H Asam metakrilat

(35)

Tahap propagasi

CH3 CH3 CH3 CH3

C – O – CH2 – C• + CH2= C    C – O – CH2 – C CH2- C•

O C=O C=O O C=O C=O

O O O O

H H H n H

Gambar 5. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi

Tahap terminasi pada Polymetacrylic acid (PMAA) dapat berlangsung secara kombinasi (dua radikal bergabung) dan disproporsional, yaitu transfer satu hidrogen pada posisi beta terhadap pusat radikal ke radikal lain. Mekanisme reaksi terminasi dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Terminasi kombinasi

CH3 CH3 CH3 CH3

C – O – CH2 – C CH2 – C• + •C – CH2 C – CH2 – O – C

O C=O C=O C=O C=O O

O O O O

H n H H H m

CH3 CH3 CH3 CH3

C – O – CH2 – C CH2 – C C – CH2 C – CH2 – O – C

O C=O C=O C=O C=O O

O O O O

H n H H H m Gambar 6. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe kombinasi

(36)

Terminasi disproporsionasi

CH3 CH3 CH3 H CH3 C – O – CH2 – C CH2 – C• + C – O – CH2 – C C – C• O C=O C=O O C=O H C=O

O O O O

H n H H m H

CH3 CH3 CH3 CH3 C – O – CH2 –C CH2 – CH + C – O – CH2 – C CH = C

O C=O C=O O C=O C=O

O O O O

H n H H m H

Polimer jenuh Polimer tak jenuh

Gambar 7. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe disproporsionasi Pada terminasi secara kombinasi menghasilkan fragmen-fregmen inisiator pada kedua ujung rantai polimer, sedangkan pada disproporsional menghasilkan fragmen inisiator pada salah satu ujung.

4. PMAA (Polymetacrylic acid/ Poli asam metakrilat)

PMAA merupakan salah satu jenis polimer yang terdapat pada MIP. PMAA disintesis dari MAA (metacrylic acid/asam metakrilat) sebagai monomer. Struktur kimia MAA dapat dilihat pada Gambar 8.

CH3

CH2 = C – COOH

(37)

MAA memiliki massa molar sebesar 86 g/mol dan mempunyai satu ikatan rangkap. Keunggulan MAA dibandingkan dengan jenis monomer yang lain adalah cukup mudah untuk diperoleh dengan harga yang terjangkau. Selain itu, MAA yang termasuk golongan asam karboksilat memiliki kemampuan yan baik dalam berinteraksi dengan molekul

template untuk membentuk cetakan molekul dalam badan polimer

(Walton, 2000 : 86).

Menurut Rahiminejad, dkk (2009 : 97-106) dalam penelitiannya sintesis MIP dengan PMAA sebagai sorben pada ekstraksi fasa padat untuk mengidentifikasi diazinon dalam sampel minuman, PMAA lebih selektif dalam menyeleksi keberadaan diazinon dalam sampel minumam. Keunggulan PMAA jika dibandingkan dengan adsorben lain adalah stabilitasnya yang tinggi, preparasinya yang mudah, dan biaya yang murah.

5. Asam asetat

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan laboraturium. Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Kohar, 2004 : 86). Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH3COOH,

(38)

H O H – C – C

H O – H Gambar 9. Struktur asam asetat

Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH)

adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya 118,1 °C. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol dengan polaritas relatif sebesar 0,648. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2 sehingga bisa melarutkan baik senyawa polar dan juga non polar (Hart, 2003 : 77).

6. Karakterisasi

a. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) merupakan suatu

teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap radiasi elektromagnetik. Fungsi dari FT-IR adalah untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven, 2001 : 163). Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan antara lain: dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 500-4000 cm-1 untuk larutan senyawa (Rabek, 1980 : 35).

(39)

Prinsip kerja instrumen ini adalah adanya absorpsi elektromagnetik di daerah inframerah oleh ikatan kimia dalam senyawa organik pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu yang menghasilkan spektrum yang berbeda akibat dari vibrasi molekul (Fifield, 1975). Hal ini terjadi karena setiap ikatan kimia pada senyawa organik mengalami gerakan vibrasi tekuk atau vibrasi ulur yang konstan serta mengalami rotasi ketika molekul mengabsorpsi radiasi inframerah. Untuk menghasilkan spektrum inframerah, radiasi yang mengandung frekuensi di daerah inframerah dilewatkan pada sampel. Frekuensi yang diserap muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi, sedangkan frekuensi yang melewati sampel diukur sebagai transmitansi. Dalam spektrum inframerah, akan terdapat suatu grafik yang menghubungkan panjang gelombang dengan persen transmitansi. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. FT-IR juga bermanfaat dalam meneliti polipaduan polimer.

Gugus fungsi suatu senyawa diidentifikasi melalui puncak serapan yang spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Pada umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, atau gas. FT-IR menggunakan pancaran sinar pada daerah inframerah (Hsu, 1994).

b. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu instrumen yang

menghasilkan seberkas elektron pada permukaaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh

(40)

material target. Penggunaan alat Scaning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer telah dikembangkan secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron (electron coloum), ruang sampel (specimen chamber) dan sistem vakum (vacuum system). Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu dalam Annisa, 2007 : 15).

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data yang diperoleh merupakan data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dengan penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen

(41)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian Chin-I Lin, et al (2003) dengan judul Molecularly Imprinted Polymeric Beads for Decaffeination mebuat molekul cetakan menggunakan MAA

(asam metakrilat) sebagai monomer fungsional, EDMA sebagai agen pengikat silang yang mana polimer cetakan kafein telah disiapkan dengan metode polimerisasi suspensi dengan air sebagai medium perdispersi. Dengan hasil ukuran rata-rata granul sebesar 96μm dan kapasitas adsorpsi sebesar 0,32 μmol/g.

Intan Windyasari (2014) dalam penelitiannya sintesis kafein-MIPs berbasis metil metakrilat (MMA) dan etilenglikol dimetakrilat (EGDMA) yang telah disintesis, dengan keberadaan kafein sebagai molekul cetakan, yang diinisiasi oleh benzoil peroksida (BPO). Polimerisasi dilakukan dalam inkubator pada suhu 65°C. Setelah proses ekstrkasi template kafein-MIPs digunakan sebagai adsorbsi kafein dalam minuma kesehatan Herbalife dengan nilai kandungan kafein rata-rata sebesar 69,41 mg/g. Sedangkan kandungan kafein yang tertera pada kemasan sebesar 68 mg/g. Adsorpsi kafein oleh MIPs mengikuti model isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi MIPs hasil eksperimen dan perhitungan masing-masing mencapai 25 mg/g dan 48 mg/g.

Rahiminejad, dkk (2009) dalam penelitiannya mensintesis MIP dengan MAA sebagai monomer, EDMA sebagai agen pengikat silang, AIBN sebagai inisiator, dan diazianon sebgai template. Selain MIP, dilakukan juga sintesis NIP

Non Imprinted Polymer) dengan prosedur yang sama dengan sintesis MIP namun

tanpa penambahan diazianon. Polimer hasil sintesis ini kemudian diujikan untuk mengidentifikasi keberadaan diazianon dalam air minum dengan metode ekstraksi

(42)

fasa padat. Hasil yang didapat adalah MIP menunjukkkan persentase adsorpsi yang lebih besar daripada NIP.

C. Kerangka Berfikir

Saat ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi kafein terutam kopi tanpa mengetahui ambang batas yang dikonsumsi terutama pada remaja. Disaat ujian dan lembur kerja kopi merupakan minuman yang ampuh untuk menghilangkan rasa ngantuk dan menambah stimulan.

Anlisis kafein dalam minuman masih membutuhkan tahap pemisahan yang rumit dan membutuhkan tenaga ahli, serta relatif mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif media pemisah (absorben analit) untuk mengatasi masalah yang ada.

Sebagai alternatif media pemisah diusulkan model imprinted polymer kafein. Secara prinsip polimerisasi asam meakrilat diperoleh dari sintesis dengan menggunkan monomer MAA dan kafein sebagai templat. Pada kafein-MIP terdapat rongga yang mempunyai struktur sama dengan kafein sehingga dapat digunakan untuk adsorpsi kafein, baik kafein dalam minuman maupun makanan.

Jenis polimerisasi ini adalah polimerisasi radikal bebas dengan metode polimerisasi ruah. Prinsip polimerisasi ruah adalah dengan mencampurkan semua komponen (monomer, template, inisiator, crosslinker) yang kemudian dilakukan proses polimerisasi. Setelah diperoleh hasil sintesis berupa polimer, dilakukan ekstraksi template dengan metode ekstraksi soxhlet menggunakan pelarut asam asetat yang dimaksutkan untuk melarutkan molekul template sehingga membentuk rongga pada blok polimer yang kemudian dapat digunakan untuk

(43)

ekstraksi kafein dalam sampel dengan cara adsorpsi secara batch. Sebelumnya polimer dilakukan optimasi adsorpsi agar didapat hasil adsorpsi yang maksimal. Untuk mengukur efektifitas adsorpsi kafein-MIP dilakukan pembandingan adsorpsi dengan NIP pada kondisi yang sama. Kuantifikasi kafein dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 273 nm.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-MIP hasil sintesis.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah karakter kafein-MIP hasil sintesis yang meliputi spektra IR, dan SEM.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi optimum yang meliputi massa kafein-MIP, konsentrasi larutan standar, dan waktu kontak

2. Variabel kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah :

a. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi template pada MIP yaitu asam asetat.

b. Waktu yang digunakan saat waterbath selama 24 jam.

c. Temperatur yang digunakan saat waterbath kafein-MIP sebesar 600C. d. Panjang gelombang pada Spektrometer UV-Visible sebesar 250-300

nm.

3. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini persentase adsorpsi kafein-MIP pada sampel.

(45)

C. Instrumen Penelitian

1. Alat-alat yang digunakan adalah : a. Timbangan analitik. b. Botol flakon. c. Pipet volumetrik. d. Pipet mikro. e. Gelas ukur. f. Tabung reaksi. g. Erlenmeyer. h. Spatula. i. Batang pengaduk. j. Mortar. k. Botol semprot. l. Kertas saring. m. Corong. n. Fortex. o. Labu ukur. p. Waterbath.

q. Seperangkat alat soxhlet. r. pektrofotometri UV Visibel. s. Spektroskopi FT-IR.

(46)

2. Bahan-bahan yang digunakan adalah :

a. Kafein.

b. Sampel minuman kemasan yang mengandung kafein. c. Asam asetat.

d. Asam metakrilat (MAA).

e. Etilenglikol dimetakrilat (EDMA). f. Kloroform.

g. Benzoil peroksida (BPO). h. Akuades.

D. Prosedur Penelitian

1. Membuat kurva standar kafein

Sebanyak 10 mg kafein dilarutkan dalam akuades sambil dipanaskan dan distirrer selama 20 menit hingga larut. Dinginkan dan masukkan kedalam labu takar 100 ml tambahkan akuades sampai tanda batas sehingga konsentrasinya menjadi 100 ppm, kemudian dibuat deret standar melalui pengenceran dengan akuades: 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing masing larutan standar dengan metode spektroforometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 272,60 nm sehingga diperoleh A1,A2, A3, A4, A5, A6, dan A7. Dialurkan kurva C lawan A, dan

(47)

2. Membuat kurva standar kafein dalam pelarut asam asetat

Sebanyak 10 mg kafein dilarutkan dalam asam asetat kemudian masukkan kedalam labu takar 100 mL dan tambahkan asam asetat sampai tanda batas hingga konsentrasinya menjadi 100 ppm, kemudian dibuat deret standar melalui pengenceran dengan asam asetat: 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing masing larutan standar dengan metode

spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 271,35 nm sehingga diperoleh A1,A2, A3, A4, A5, A6, dan A7. Dialurkan kurva C

lawan A, dan menentukan persamaan garis liniernya. 3. Sintesis kafein-MIP

a. Membuat larutan kafein 0,1 M dalam 10 mL kloroform

Menimbang kafein sebesar 0,194 gram dan dilarutkan dalam 10 ml kloroform (lampiran 3)

b. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer)

Sebanyak 0,5 gram benzoil peroksida dimasukkan dalam botol flakon, kemudian dilarutkan dengan 1 mL kloroform. Ditambahkan 0,1 mL MAA, dan 1,1 mL EDMA kemudian dihomogenkan dan dialiri dengan gas nitrogen. Polimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup di dalam waterbath dengan suhu 60° C selama 24 jam.

c. Sintesis Kafein-MIP (Molecularly Imprinted Polymer)

Sebanyak 0,5 gram benzoil peroksida dimasukkan dalam botol flakon, kemudian dilarutkan dengan 1 mL kloroform. Ditambahkan 0,1

(48)

mL MAA, 1,1 mL EDMA dan 2 mL larutan kafein dalam kloroform kemudian dihomogenkan dan dialiri dengan gas nitrogen. Polimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup di dalam waterbath dengan suhu 60° C selama 24 jam.

d. Menentukan kafein terekstrak sebagai template pada kafein-MIP. Pengukuran kafein terekstrak sebagai template pada kafein-MIP hasil sintesis dilakukan dengan metode spektrofotometer UV-Visible. Proses ekstraksi kafein pada kafein-MIP dilakukan dengan cara ekstraksi soxhlet. Pertama kafein-MIP dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring untuk dmasukkan kedalam soxhlet dengan pelarut asam asetat selama 24 jam.

Pengukuran absorbansi dari filtrat dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Visible dimana kafein memberikan serapan pada panjang gelombang 271,35 nm, kemudian ditentukan konsentrasi kafein dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linier larutan standar kafein dalam asam asetat.

4. Karakterisasi Kafein-MIP

a. Analisis gugus fungsi polimer menggunakan spektroskopi FTIR b. Analisis permukaan polimer menggunakan SEM

5. Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch a. Penentuan massa optimum kafein-MIP

Larutan standar kafein dibuat seri sebanyak 8 buah dalam erlenmeyer 25 mL. Kemudian masing-masing diisi larutan kafein

(49)

sebanyak 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan variasi massa (0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,5; dan 2 gram) diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 272,60 nm.

b. Penentuan konsentrasi optimum

Larutan standar kafein dibuat seri dengan variasi konsentrasi (50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan massa optimum yang dihasilkan dan diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 272,60 nm.

c. Penentuan waktu optimum adsorpsi

Larutan standar kafein dibuat seri dengan konsentrasi optimum yang dihasilkan sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan massa 2 gram diaduk dengan shaker pada waktu yang telah ditentukan (15, 30, 45, 60, dan 75 menit) pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 272,60 nm.

(50)

6. Adsorpsi Kafein dalam Sampel

Menyiapkan 6 buah erlenmeyer berisi 25 mL sampel yang telah diencerkan sebanyak 10 kali dengan akuades. Diinteraksikan dengan NIP dan kafein-MIP sebanyak massa optimum yang dihasilkan masing-masing 3 erlenmeyer selama waktu optimum menggunakan shaker. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing-masing filtrat dengan metode spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 272,60 nm sehingga diperoleh A1,A2, A3, A4, A5, dan A6. Dialurkan kurva C lawan

A, dan menentukan konsentrasi filtrat menggunakan persamaan garis linier larutan standarnya.

E. Penyajian Data

1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi di dalam kafein-MIP yang dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR dan mengetahui morfologi permukaan pada kafein-MIP dengan SEM

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang yang telah ditentukan. Data kuantitatif yang diperoleh berupa absorbansi kafein terekstrak pada kafein-MIP dengan mensubtitusikan nilai absorbansi terukur dalam persamaan garis regresi dari larutan standar,

(51)

dengan:

Y = absorbansi a = kemirigan (slope)

b = tetapan (intersep) X = konsentrasi kafein

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif meliputi :

1. Penentuan kurva standar kafein

Membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan absorbansi (A) dari larutan standar kafein. Menentukan persamaan linear yang terbentuk Y = aX + b

Keterangan : Y = absorbansi a = slope

b = tetapan (intersep) X = konsentrasi 2. Menentukan konsentrasi kafein terekstrak pada kafein-MIP

Mensubtitusikan nilai absorbansi hasil pengukuran filtrat menggunakan spektrofotometer UV-Visible ke dalam persamaan garis kurva standar sehingga diperoleh konsentrasi kafein terukur (X).

Y = aX + b X = 3. Menentukan persentase kafein terekstrak

Persentase kafein terekstrak pada

kafein-MIP dapat dicari dengan cara :

% =

(Y – b) a

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada penelitian sintesis polimer yang telah dilakukan dengan tahap proses polimerisasi diperoleh hasil berupa blok polimer kafein-MIP. Sedangkan sebagai pembandingnya disintesis dengan tahap proses polimerisasi yang sama tetapi tanpa kafein sebagai template yang selanjutnya disebut Non Imprinted Polymer (NIP). Blok polimer ini berwarna putih dan keras sehingga harus digerus atau dihaluskan untuk menghomogenkan dan mengecilkan ukuran partikelnya.

Gambar 10. Kafein-MIP hasil sintesis

1. Karakterisasi kafein-MIP

a. Analisis gugus fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah

Sampel yang dideteksi dengan spektrofotometer inframerah adalah sampel Non Imprinted Polymer (NIP) dan kafein-MIP.

(53)

Spektrum inframerah untuk kedua sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Spektrum inframerah NIP, kafein-MIP sebelum soxhlet, dan kafein-MIP setelah soxhlet

b. Analisis permukaan dengan Scanning Electron

Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX)

Analisis permukaan digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan dan komposisi senyawa tersebut. Sampel yang dianalisis adalah kafein-MIP. Hasil SEM senyawa menunjukkan bahwa blok polimer memiliki morfologi yang berbentuk tidak beraturan dan cenderung terlihat seperti bongkahan-bongkahan dengan ukuran parikel yang cukup besar. Mikrograf material kafein-MIP ditunjukkan pada Gambar 12.

N-H

C=O

C-H OH

(54)

Gambar 12. Hasil SEM material kafein-MIP dengan perbesaran 100 kali (A); Perbesaran 10.000 kali (B)

2. Penentuan kondisi optimum adsorpsi menggunakan sistem batch Proses adsorpsi dilakukan pada variasi massa kafein-MIP, variasi konsentrasi larutan kafein, dan variasi waktu kontak adsorpsi. Selanjutnya hasil evaluasi adsorpsi ini diukur berdasarkan kurva standar kafein sebagai berikut :

(55)

Tabel 3. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein dalam akuades

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 2 0,096 2 4 0,189 3 6 0,291 4 8 0,383 5 10 0,484 6 12 0,621 7 14 0,672

Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi :

Gambar 13. Kurva larutan standar kafein dalam akuades Y = aX + b

Y = 0,04980X – 0,00765

Sehingga akan diperoleh konsentrasi kafein dalam larutan kafein. Persentase kafein teradsorpsi pada kafein-MIP ditentukan dengan membandingkan selisih antara konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi dengan konsentrasi awal larutan dalam satuan persen.

Series1; 2;  0,096 Series1; 4;  0,189 Series1; 6;  0,291 Series1; 8;  0,383 Series1; 10;  0,484 Series1; 12;  0,621 Series1; 14;  0,672 y = 0.04980x ‐ 0.00765 R² = 0.995 Absorbansi Konsentrasi (ppm) Series1 Linear (Series1)

(56)

a. Penentuan massa optimum kafein-MIP

Proses adsorpsi dilakukan pada variasi massa untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan persentase adsorpsi untuk variasi massa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data persentase adsorpsi untuk variasi massa kafein-MIP

No Massa (gram) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 0,1 4,55 3,67 2 0,2 7,63 6,16 3 0,4 13,38 10,78 4 0,6 16,61 13,40 5 0,8 25,77 20,79 6 1 32,59 26,30 7 1,5 36,43 29,40 8 2 49,25 39,74

b. Penentuan konsentrasi optimum

Proses adsorpsi dilakukan pada variasi konsentrasi larutan untuk menentukan kondisi optimum adsorpsi dan pola isoterm adsorpsi yang terjadi. Data hasil perhitungan untuk variasi konsentrasi larutan kafein dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data persentase adsorpsi untuk variasi konsentrasi larutan kafein No Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm) Konsentrasi

teradsorpsi (ppm) teradsorpsi (%)Persentase

1 50 5,71 14,33

2 100 11,02 10,32

3 150 14,22 11,21

4 200 16,9 7,46

(57)

c. Penentuan waktu optimum adsorpsi

Proses adsorpsi dilakukan pada variasi waktu kontak untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan untuk variasi watu kontak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data persentase adsorpsi untuk variasi waktu kontak

No (menit) Waktu Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 15 6,1 11,52 2 30 10,92 20,62 3 45 14,12 26,67 4 60 15,74 29,73 5 75 17,36 32,78

3. Penentuan kafein terekstrak pada NIP dan kafein-MIP yang disintesis

a. Dekafeinasi MIP dengan ekstraksi Soxhlet

Penentuan konsentrasi kafein yang terekstrak sebagai template pada kafein-MIP hasil sintesis dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut asam asetat. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 271,35 nm. Hasil perhitungan konsentrasi dari absorbansi yang terukur pada proses ekstraksi berdasarkan larutan standar kafein dalam asam asetat sebagai berikut :

(58)

Tabel 7. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein dalam asam asetat

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 2 0,074 2 4 0,162 3 6 0,259 4 8 0,402 5 10 0,508 6 12 0,587 7 14 0,685

Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein dalam asam asetat tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi :  

Gambar 14. Kurva larutan standar kafein dalam asam asetat

Y = aX + b

Y = 0,05236X – 0,03648

Pengukuran absorbansi pada filtrat sebesar 0,087, dengan faktor pengenceran 100 kali maka diperoleh konsentrasi kafein dalam pelarut asam asestat yang terekstrak sebesar 235,9 ppm.

Series1; 2;  0,074 Series1; 4;  0,162 Series1; 6;  0,259 Series1; 8;  0,402 Series1; 10;  0,508 Series1; 12;  0,587 Series1; 14;  0,685 y = 0.05236x ‐ 0.03648 R² = 0.995 Absorbansi Konsentrasi (ppm) Series1 Linear (Series1)

(59)

Berdasarkan banyaknya massa kafein yang disintesis maka kafein terekstrak dalam pelarut asam asetat sebesar 9,8%.

b. Ekstraksi kafein pada sampel dengan Non Imprinted Polymer (NIP)

Hasil ekstraksi kafein pada sampel minuman kemasan yang diencerkan 10 kali sebagai berikut :

Tabel 8. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan dengan NIP

No Polimer teradsorpsi (ppm) Konsentrasi

1 NIP 1 19,41

2 NIP 2 18,31

3 NIP 3 16,39

c. Ekstraksi kafein pada sampel dengan kafein-MIP

Hasil ekstraksi kafein pada sampel minuman kemasan yang diencerkan 10 kali sebagai berikut :

Tabel 9. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan dengan Kafein-MIP

No Polimer teradsorpsi (ppm) Konsentrasi

1 MIP 1 36,97

2 MIP 2 29,65

3 MIP 3 31,33

B. Pembahasan

1. Sintesis NIP dan kafein-MIP

Sintesis kafein-MIP dari Polymetacrylic Acid (PMAA) merupakan jenis polimerisasi reaksi rantai tipe radikal bebas, sedangkan metodenya adalah metode polimerisasi ruah. Polimerisasi ruah merupakan sistem

(60)

polimerisasi yang terdiri dari monomer dan inisiator. Polimerisasi ruah dilakukan dengan mencampurkan MAA sebagai monomer, EDMA sebagai agen pengikat silang (cross linker), benzoil peroksida dalam pelarut kloroform sebagai inisiator, dan kafein sebagai molekul template kemudian dialiri gas nitrogen dan dilakukan polimerisasi. Polimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup di dalam waterbath selama 24 jam dengan suhu 60° C. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malina (2013) menyatakan bahwa konsentrasi benzoil peroksida optimum yang digunakan pada sintesis MIP yaitu sebesar 0,5 g/ mL. Sedangkan untuk NIP disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template.

Kafein-MIP dan NIP hasil sintesis ini berupa blok polimer yang berwarna putih dan mempunyai struktur yang keras tetapi lunak sehingga memudahkan ketika dilakukan penggerusan.

Pengambilan blok polimer dari dalam botol flakon adalah dengan cara memecahkan botol. Blok polimer ini perlu dilakukan penggerusan, dimana penggerusan pada polimer adalah cara memperluas permukaan adsorbennya selain itu untuk memperoleh partikel polimer dengan ukuran yang lebih kecil dan homogen, yaitu sekitar 20-50 μm (Moral dan Mayes, 2003). Setelah itu dilakukan ekstraksi terhadap kafein sebagai template dalam polimer dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut asam asetat untuk membentuk cetakan kafein pada badan polimer. Ekstraksi soxhlet adalah salah satu metode ekstraksi (pemisahan) yang

(61)

menggunakan pelarut dalam mengekstraknya sehingga terjadi ekstraksi yang kontinyu dengan adanya jumlah pelarut konstan yang juga dibantu dengan pendingin (kondensor). Seperti pada gambar berikut:

Gambar 15. Proses ekstraksi soxhlet

Kafein-MIP yang telah digerus dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, kemudian pelarut dialirkan dari soxhlet menuju labu alas bulat hingga membasahi kafein-MIP. Mekanisme proses ekstraksi soxhlet dimulai ketika dilakukan pemanasan pada pelarut (asam asetat) dengan acuan titik didihnya yaitu 1180C, pelarut

akan menguap melalui pipa soxhlet dan memasuki kondensor hingga terjadi proses kondensasi. Kemudian pelarut akan bercampur dengan kafein-MIP dan mengekstrak kafein hingga pelarut akan memenuhi sifon, dan ketika sifon penuh kemudian akan dialirkan kembali pada labu alas bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus. Pada penelitian ini ekstraksi template

(62)

dengan ekstraktor soxhlet dilakukan hingga 24jam hingga pelarut berwarna kuning jerami.

2. Karakterisasi kafein-MIP hasil sintesis

a. Analisis gugus fungsi dengan Spekrofotometer Inframerah

Dalam penelitian ini sampel yang dianalisis gugus fungsinya sampel NIP, MIP sebelum pembuangan template, dan kafein-MIP setelah pembuangan template dengan soxhlet. Gambar 11 merupakan spektrum NIP, kafein-MIP sebelum pembuangan template, dan kafein-MIP setelah pembuangan template dengan soxhlet. Intepretasi spektrum inframerah dari ketiganya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Interpretasi spektrum inframerah NIP, MIP sebelum soxhlet, dan MIP stelah soxhlet.

No. Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi NIP Kafein-MIP sebelum pembuangan template Kafein-MIP setelah pembuangan template Kafein 1 3446,50 3470,88 3475,47 - OH 2 1724,04 1728,43 1727,60 1707,06 C = O 3 1384,62 1387,69 1385,19 1359,86 C - H bend 4 949,38 958,80 - 974,08 C - C str 5 1457,51 1456,10 1452,20 1548,89 C - N str 6 - 2991,29 2999 3111,28 N - H str

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa pada Gambar 11 muncul gugus-gugus fungsi yang hampir sama dari ketiga sampel, yaitu gugus fungsi OH dengan serapan puncak melebar yang

(63)

merupakan OH dari ikatan hidrogen yang tejadi antar rantai polimer, diperkuat dengan munculnya puncak tajam C = O yang merupakan ikatan antar polimer berasal dari struktur MAA, EDMA dan juga berasal dari senyawa kafein. Gugus C – H (bend) dengan intensitas rendah dan C – C (stretch) menunjukkan adanya cincin aromatik dengan serapan keluar bidang.

Ciri khas dari kafein adalah adanya amida yaitu senyawa organik mengandung gugus fungsi karbonil C=O yang berikatan dengan atom nitrogen atau suatu senyawa yang mengandung gugus N – H (amina). Pada spektra inframerah adanya serapan gugus fungsi N – H dan C – N dimana gugus N –H memunculkan puncak lemah NH2

pada daerah bilangan gelombang mendekati 3500 cm-1 dan C – N

pada serapan bilangan gelombang sekitar 1500 cm-1. Pada kafein-MIP setelah pembuangan template masih ditemukan adanya puncak serapan gugus N – H yaitu pada bilangan gelombang 2999 cm-1 serta adanya serapan gugus fungsi C – N yaitu pada bilangan gelombang 1452,20 cm-1. Walaupun pada NIP juga ditemukan serapan yang

hampir sama yaitu pada daerah 1457,51 cm-1 dengan intensitas yang rendah serapan tersebut diduga berasal dari gugus fungsi lain yaitu gugus cincin aromatik yang berasal dari benzoil peroksida (biasanya terjadi tumpang tidih puncak dengan C – N pada spektrum). Adanya serapan gugus fungsi N – H pada kafein-MIP setelah pembuangan

Gambar

Tabel 2. Perbadingan polimerisasi reaksi tahap dan reaksi rantai.
Gambar 2. Struktur benzoil peroksida
Gambar 4. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi
Gambar 5. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diberitahukan dengan hormat bahwa, Balai Pengembangan Pendidikan Kejuruan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2014 akan menyelenggarakan

Hubungan yang kuat dan positif antara luas penguasaan lahan kebun/ tegalan dengan sikap petani terhadap fermentasi biji kakao memeberikan indikasi adanya kecendrungan

pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan terutama hasil penelitian Murwaningsari (2008), peneliti tertarik untuk mereplikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan produk unggulan dari kelima jenis produk yang dihasil- kan; (2) mengetahui jumlah produksi

Menurut teori ada 4 pengecap dasar yang digunakan untuk mengetahui lokasi reseptor dan variasi waktu sensasinya, Dimana pada bagian ujung lidah lebih sensitif terhadap rasa

= luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l