• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN RELASI ANTARA PERUSAHAAN DAN PEMASOK DALAM PROSES PEMBELIAN BAHAN BAKU DI BISNIS KECIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN RELASI ANTARA PERUSAHAAN DAN PEMASOK DALAM PROSES PEMBELIAN BAHAN BAKU DI BISNIS KECIL"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

83

PERAN RELASI ANTARA PERUSAHAAN DAN PEMASOK

DALAM PROSES PEMBELIAN BAHAN BAKU

DI BISNIS KECIL

Maria Pampa Kumalaningrum

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281

Telepon 0274 486321, Fax. 0274 486155 E-mail: pampa_maria@yahoo.com

ABSTRACT

This study aimed to examine the role of buyer-supplier relationship in the relationship between buyer specificity and organizational performance. Data was processed with Structural Equation Modeling using AMOS program. The result showed that buyer specificity has direct effect on buyer-supplier relationship, and buyer-supplier relationship has direct effect on organizational performance. The results of this study provide insight into the development and impact of buyer-supplier relationship within small business organizations.

Keywords: buyer-supplier relationship, buyer specificity, organizational performance

PENDAHULUAN

Bisnis kecil memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan per-ekonomian negara (Kuncoro, 2006). Dalam lingkungan bisnis yang dinamik seperti sekarang, bisnis kecil hadapi tuntutan yang besar seperti halnya glo-balisasi, kualitas produk, jasa pelayanan ke pelanggan, teknologi, perubahan demogra-fi dan kondisi sosial, kemampuan untuk melakukan inovasi, dukungan dana, mau-pun kewirausahaan. Kemampuan untuk menciptakan produk yang berkualitas dengan proses produksi yang tepat dan sesuai dengan harapan pasar menjadi kunci keberhasilan dalam jangka panjang (Rajagopal dan Rajagopal, 2009).

Penciptaan produk yang berkualitas membutuhkan proses produksi yang tepat, mulai dari ujung sampai ke akhir proses. Kemampuan logistik yang dimulai dari

transaksi pembelian antara pemasok dan pembelinya merupakan ujung dari rantai proses penentu kualitas dan kinerja suatu bisnis (Ellegaard, 2009). Meskipun proses pembelian memegang peranan penting dalam penentuan kualitas bahan baku per-usahaan, perhatian terhadap proses pem-belian sendiri, khususnya terhadap proses pembelian di bisnis kecil hanya sedikit (Ellegaard, 2009).

Banyak praktisi dan peneliti yang beranggapan bahwa pola relasi pembelian antara pembeli dan pemasok di perusahaan besar sama dengan di perusahaan kecil. Hal tersebut banyak mendapat sanggahan karena pembelian di perusahaan kecil biasanya sedikit dan tidak terlalu terspesia-lisasi (Ramsey, 2001). Dalam bisnis kecil, kekuatan untuk mempengaruhi pemasok kurang, disebabkan oleh pembelian yang dilakukan biasanya hanya kecil dan biasanya jarang ada eksekutif yang mau

(2)

84

meluangkan waktu khusus untuk mengem-bangkan relasi antara perusahaan dan pemasok.

Kesuksesan dari proses hubungan jangka panjang untuk proses pembelian ba-han baku tergantung pada kepercayaan dan usaha dari kedua belah pihak, baik dari pihak pemasok, maupun dari pihak perusa-haan selaku pembeli bahan baku. Ada tiga hal penting yang ada dalam orientasi pembelian, yaitu orientasi terhadap peran pembelian dalam perusahaan, orientasi terhadap peran pemasok, dan orientasi terhadap hubungan dengan pemasok (Gadde dan Snehota, 2000). Orientasi terhadap peran pembelian menunjukkan bagaimana proses pembelian dilakukan oleh pengambil keputusan yang ada dalam perusahaan. Misal, proses pembelian me-rupakan tugas siapa dalam organisasi, apakah tugas klerikal, atau operasional, atau strategik. Orientasi terhadap pemasok menunjukkan seberapa besar pemasok berkontribusi terhadap kegiatan produksi perusahaan. Orientasi terhadap relasi dengan pemasok menunjukkan loyalitas pemasok dan intensitas interaksi perusa-haan dengan pemasok (Gadde dan Snehota, 2000).

Perusahaan kecil, menekankan pada proses pembelian harian untuk logistik dibandingkan pembelian secara profesional dalam jumlah besar. Proses penghantaran pemesanan dan jasa logistik, seperti kebi-jakan pengembalian jika pembelian tidak sesuai dengan pemesanan dan spesifikasi jumlah, menjadi hal yang penting bagi perusahaan kecil (Ellegaard, 2009). Dalam banyak kasus, jika perusahaan kecil dapat meningkatkan proses pembelian yang meliputi kualitas, harga, dan pelayanan dari pemasok, maka akan meningkatkan kinerja perusahaan (Morrissey dan Pittaway, 2004). Hal ini terjadi karena jika perusahaan kecil mendapatkan bahan baku yang berkualitas, harga terjangkau dan pelayanan logistik yang memadai dari pemasok, maka akan memperlancar proses

produksi, sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Kenyataan ini menim-bulkan pentingnya komitmen untuk mela-kukan investasi bagi upaya perbaikan proses pembelian bahan baku di perusa-haan kecil. Dalam penelitian Adams, et al. (2012), komitmen perusahaan untuk melakukan investasi bagi peningkatan hubungan dengan pemasok bahan baku disebut dengan istilah kespesifikasian pembeli (buyer specificity).

Karena hal tersebut di atas, maka peneliti termotivasi untuk meneliti proses pembelian bahan baku di perusahaan kecil. Peneliti mencoba menganalisis hubungan antara kespesifikasian pembeli (buyer

spesificity), relasi antara perusahaan dan

pemasok, dan kinerja perusahaan. Variabel pertama penelitian, kespefikasian pembeli, mencerminkan komitmen perusahaan sela-ku pihak pembeli untuk menyediakan investasi untuk membina relasi dengan pemasok. Investasi tersebut bisa berben-tuk berbagai macam, termasuk pengemba-ngan pengetahuan dan ketrampilan perusahaan mengenai proses pembelian bahan baku, kegiatan rutin untuk meng-akomodasi pemasok, dan pembangunan infrastruktur seperti fasilitas fisik dan

software (Adams, et al., 2012). Variabel

kedua penelitian, relasi antara perusahaan dan pemasok mencerminkan sekelompok tindakan dan kegiatan rutin yang mendukung pertukaran ekonomi di antara kedua pihak yang terlibat dalam proses pembelian yaitu perusahaan selaku pem-beli dan pemasoknya (Kotabe, et al., 2003 dan Adams, et al., 2012). Sedangkan variabel ketiga penelitian, kinerja perusa-haan. mencerminkan kemampuan bersaing perusahaan secara relatif dengan perusa-haan lain dan kemampuan perusaperusa-haan untuk mempertahankan profitabilitas dalam jangka panjang dan memperluas pangsa pasar (Adams, et al., 2012).

(3)

85

KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori-teori relationship, biasanya berfokus pada transaksional/ekonomik dan/atau perilaku/relasi dari proses pertu-karan. Untuk menjelaskan hal ini, teori transaksi biaya akan muncul (Buvik dan Haugland, 2005; Corsten dan Felde, 2005). Dalam teori ini, beberapa variabel kunci yang terlibat adalah harga, pengaruh, penghindaran terhadap risiko, dan peluang bisnis. Beberapa penelitian juga menggu-nakan teori jaringan sosial, teori ketergan-tungan sumber daya, dan teori pemrosesan informasi (Saeed, et al., 2005; Liu, et al., 2005).

Humphreys, et al. (2004) dan Arend (2006), dalam penelitiannya menemukan bahwa perkembangan pemasok, keperca-yaan terhadap pemasok, tujuan strategik pemasok, dan komunikasi dengan pema-sok, secara signifikan berkontribusi pada perbaikan relasi antara pembeli dan pemasok. Sedangkan tujuan strategik, komitmen jangka panjang, dukungan manajemen, dan evaluasi pemasok ternyata tidak secara signifikan meningkatkan relasi antara pembeli dan pemasok. Dalam penelitian Buvik dan Haugland (2005), ditemukan hasil bahwa investasi dalam aset yang spesifik, baik oleh pemasok maupun pembeli, secara kuat mendukung koordinasi kontraktual, sepanjang relasi antara pembeli dan pemasok bertambah baik. Sebaliknya, koordinasi kontraktual, dari suatu aset spesifik yang saling menguntungkan, secara signifikan akan menjadi lebih mudah ketika relasi pembeli pemasok berkembang dari waktu ke waktu. Paulraj dan Chen (2005), menemukan bahwa relasi pemasok dan pembeli, yang dioperasionalisasikan oleh ketersediaan persediaan bahan baku yang tepat, komunikasi, dan hubungan jangka panjang, secara sukses memediasi relasi antara pembelian strategik dan kinerja kualitas.

Elemen kunci dari relasi antara usaha kecil dan pemasok adalah hubungan jangka panjang, komunikasi, cross-functional team, dan integrasi pemasok

pada level-level yang berbeda pada proses transaksi pembelian. Di samping kepuasan dari pihak perusahaan yang membeli bahan baku, kualitas produk juga akan ber-pengaruh signifikan terhadap proses pembelian. Pemasok juga perlu memban-gun manajemen relasi yang stratejik, pelayanan kualitas, dan investasi untuk membangun relasi yang spesifik dengan perusahaan pembeli sehingga menimbul-kan kredibilitas tinggi sebagai pemasok di mata pembeli (Adams, et al., 2012).

Ada tiga variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini (Adams, et al., 2012). Variabel pertama adalah kespesifikasian pembeli. Variabel ini mencerminkan ko-mitmen perusahaan menyediakan investasi untuk membina hubungan dengan pemasok. Investasi tersebut bisa berben-tuk berbagai macam, termasuk pengemba-ngan pengetahuan dan ketrampilan perusahaan mengenai proses pembelian bahan baku, kegiatan rutin untuk meng-akomodasi pemasok, dan pembangunan infrastrukt alur seperti fasilitas fisik dan

software.

Variabel kedua adalah relasi antara perusahaan dan pemasok. Variabel ini mencerminkan sekelompok tindakan dan kegiatan rutin yang mendukung pertukaran ekonomi di antara kedua pihak yang terlibat dalam proses pembelian yaitu perusahaan selaku pembeli dan pema-soknya (Kotabe, et al., 2003). Bentuk relasi antara perusahaan dan pemasoknya berbeda-beda antar perusahaan. Pada beberapa perusahaan relasi mereka dengan pemasok bersifat jangka pendek dan diperpanjang jika dibutuhkan. Pada beberapa perusahaan lain, relasi mereka dengan pemasok bersifat jangka panjang, melibatkan juga perjanjian dalam aspek sosial sehingga meningkatkan aspek interaksi mereka. Definisi jangka pendek

(4)

86

dan jangka panjang sendiri bervariasi tergantung dari konteks dan jenis industri. Beberapa bisnis, mendefinisikan jangka pendek adalah periode kurang dari satu tahun, sedangkan jangka panjang adalah periode selama satu tahun atau lebih. Variabel ketiga adalah kinerja perusahaan. Variabel ini didefinisikan sebagai kemam-puan bersaing perusahaan secara relatif dengan perusahaan lain dan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan profi-tabilitas dalam jangka panjang dan memperluas pangsa pasar.

Model Teoretis Penelitian

Gambar 1 merupakan model utama dalam penelitian ini. Hipotesis penelitian mengacu pada model ini. Model ini berupaya menganalisis pengaruh kespesifi-kasian pembeli terhadap kinerja perusaha-an. Dalam penelitian ini digunakan variabel relasi antara perusahaan dan pemasok sebagai variabel pemediasi.

Kespesifikasian Pembeli Relasi Pemasok & Perusahaan Kinerja Perusahaan Gambar 1

Hubungan Antara Kespesifikasian Pembeli, Relasi Antara Perusahaan dan Pemasok, dan Kinerja Perusahaan

Pengembangan Hipotesis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perhatian dan komitmen bisnis kecil terhadap relasi mereka dengan pemasok dalam proses pembelian bahan baku dapat bervariasi. Dalam hal penen-tuan kriteria seleksi, perusahaan kecil memiliki kecenderungan menekankan pada pengelolaan logistik harian dibandingkan mengelola pembelian secara profesional dalam jumlah besar (Arbuthnot et al. in Ellegaard, 2009. Hal ini seringkali mengakibatkan relasi kerja antara perusa-haan dan pemasok bersifat jangka pendek. Kinerja pemasok, dalam hal penghantaran barang dan jasa logistik, seperti kebijakan pengembalian barang yang rusak dan spesifikasi jumlah barang menjadi hal yang penting dalam bisnis kecil. Seringkali terjadi, karena bisnis kecil menekankan pada fleksibilitas, maka pesanan bahan baku akan diantar pada hari yang sama saat pesanan bahan baku dilakukan. Hal ini akan membuat perusahaan berusaha untuk

membuat relasi yang erat dengan berdasar-kan kepercayaan terhadap pemasok mereka.

Dalam penelitian Arbuthnot et al. in Ellegaard (2009), ditemukan bahwa pada bisnis kecil, karakteristik produk (kese-suaian, konstruksi, desain, dan sebagainya) lebih penting dibandingan parameter finansial (harga, profit margin, dan tingkat penjualan). Dalam penelitian Qualey in Adams, et al. (2012), ditemukan hasil yang agak mengejutkan. Bisnis kecil ternyata kurang mengandalkan pemasok untuk melakukan inovasi dibandingkan bisnis yang besar. Hal ini karena pembelian dalam bisnis kecil biasanya kurang menekankan inovasi jika pemasok tidak sejak awal menawarkan partisipasi dalam proses desain. Ketergantungan yang tinggi terhadap kemampuan pemasok, menyebab-kan perlunya menjalin relasi kerja yang erat dengan pemasok dan melibatkan pemasok penting dalam lini proses pro-duksi.

(5)

87

Literatur mengenai bisnis kecil menunjukkan bahwa bisnis kecil seringkali mengalami masalah ketidakmampuan un-tuk mempengaruhi pemasok dan seringkali menghadapi kelangkaan sumber daya internal. Seringkali juga bisnis kecil me-ngalami kekhawatiran terhadap kerugian ekonomis jika hubungan dengan pema-soknya berhenti, sehingga bisnis kecil seringkali tidak melakukan investasi yang cukup untuk meningkatkan proses pembelian bahan baku mereka. Kekurang-an ini akKekurang-an mempengaruhi efektivitas relasi antara perusahaan dan pemasoknya. (Jab dan Anderson, 2003; Ramsey, 2001). Maka diperlukan suatu komitmen untuk mengalokasikan sejumlah investasi terha-dap proses pembelian dan peningkatan relasi dengan pemasok atau dalam penelitian Adams, et al. (2012) diberi istilah kespesifikasian pembeli.

Kespesifikasian pembeli, yaitu ko-mitmen untuk melakukan alokasi investasi pada proses pembelian, seperti memba-ngun mekanisme mempertahankan pema-sok yang menguntungkan, menciptakan saling ketergantungan yang menguntung-kan kedua belah pihak, membangun kepercayaan, dan mengupayakan relasi jangka panjang dengan pemasok akan menciptakan hubungan kerja yang baik dengan pemasok-pemasok penting perusa-haan (Krajewski, et al., 2005). Kespesifi-kasian pembeli terhadap proses pembelian bahan baku yang baik, akan membuat perusahaan untuk mengintegrasikan pemasok setia yang ikut berpartisipasi meningkatkan posisi bersaing perusahaan, sebagai pemasok kunci ke dalam supply

chain dengan membangun relasi jangka

panjang, terkostumisasi, dan membuat perjanjian kerjasama (Beekman dan Robinson, 2004).

H1: Kespesifikasian pembeli berpengaruh

terhadap relasi antara perusahaan dan pemasok.

Relasi antara perusahaan dan pemasok, berkaitan dengan logistik dan pasokan bahan baku. Ada beberapa penelitian mengenai pengaruh relasi antara perusahaan dan pemasok terhadap kinerja kualitas produk perusahaan. Kinerja karyawan yang tinggi dan orientasi yang tinggi terhadap kualitas proses pembelian dari setiap departemen, akan mendorong perusahaan menciptakan relasi kerja yang baik dengan pemasok mereka. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap pela-yanan distribusi dan kinerja rantai pasokan sehingga memperlancar proses produksi dan meningkatkan kinerja perusahaan (Voss, et al., 2005).

Squire, et al. (2005) dan Fynes dan Voss (2002) dalam penelitiannya juga menghasilkan adanya keterkaitan variabel relasi antara perusahaan dan pemasok dengan kinerja perusahaan. Hubungan dengan pemasok kunci yang berkembang sampai ke hubungan kerjasama yang erat, frekwensi interaksi yang tinggi, tingkat adaptasi yang tinggi, investasi besar untuk meningkatkan relasi antara perusahaan dan pemasok, dan adanya tingkat kepercayaan yang tinggi akan meningkatkan kualitas bahan baku, meningkatkan fleksibilitas produksi, kemampuan respon perusahaan, dan akan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui penciptaan produk yang bernilai bagi pelanggan.

Penelitian lain dalam bidang logistik menunjukkan bahwa perusahaan yang me-lakukan investasi khusus untuk memper-baiki proses pembelian bahan baku, akan mendapatkan keuntungan dalam hal harga bahan baku dan kualitas bahan baku yang relatif stabil. Dengan adanya bahan baku yang dapat diandalkan dalam hal kualitas, maka hasil produksi akan bertambah baik (Doornik, 2006). Penelitian Peck (2006) dan Trkman, et al. (2007) juga menunjuk-kan bahwa bahwa relasi antara perusahaan dan pemasok, integrasi pemasok dalam

(6)

88

berhubungan dengan kinerja kualitas per-usahaan.

Beberapa penelitian lain menunjuk-kan hal yang sama, bahwa relasi yang baik antara perusahaan dengan pemasok meningkatkan kinerja perusahaan karena adanya penyebaran pengetahuan dan proses, berkurangnya koordinasi dan negosiasi mengenai harga, serta mening-katkan efisiensi (Humphreys, et al., 2004; Paulraj dan Chen, 2005; Prahiniski dan Benton, 2004). Peningkatan kinerja organisasi pada bisnis kecil akan membuat bisnis semakin kaya dan maju, serta mendapatkan keuntungan dari komitmen mereka terhadap investasi yang spesifik yang telah mereka lakukan

H2: Relasi antara perusahaan dan

pe-masok berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.

METODA PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data diambil dari para pengusaha bisnis mikro, kecil, dan menengah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Waktu pengambilan data dilakukan di tahun 2012.Teknik atau prosedur pengambilan sample dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Operasionalisasi variabel-variabel peneliti-an diukur dengpeneliti-an menggunakpeneliti-an konsep-tualisasi Adams, et al. (2012). Kespesi-fikasian pembeli mencerminkan komitmen perusahaan untuk menyediakan investasi untuk membina hubungan dengan pema-sok. Kespesifikasian perusahaan pembeli terhadap proses pembelian bahan baku diukur dengan tiga butir pernyataan. Butir pernyataan ini meliputi 1) perlunya perubahan besar jika perusahaan hendak mengganti pemasok, 2) terdapat prosentase yang cukup signifikan dari jumlah pembe-lian bahan baku dan jasa yang bisa dibeli dari sumber lain, di luar pemasok

peru-sahaan saat ini, dan 3) pemasok-pemasok kunci diintegrasikan ke dalam proses perusahaan. Setiap butir pertanyaan diberi skala 1 sampai dengan skala 10 (1 = sangat tidak setuju dan 10 = sangat setuju).

Relasi antara perusahaan dan pema-sok mencerminkan sekelompok tindakan dan kegiatan rutin yang mendukung pertukaran ekonomi di antara kedua pihak yang terlibat dalam proses pembelian yaitu perusahaan selaku pembeli bahan baku dan pemasoknya. Variabel ini dikur dengan dua pernyataan. Butir pernyataan ini meliputi 1) relasi dengan pemasok dalam perusahaan selalu dalam jangka pendek, 2) perusahaan menggunakan pola relasi kerjasama dalam jangka panjang dengan pemasok-pemasok komoditi yang kritikal. Setiap butir pertanyaan diberi skala 1 sampai dengan skala 10 (1 = sangat tidak setuju dan 10 = sangat setuju).

Variabel ketiga adalah kinerja perusahaan. Variabel ini didefinisikan se-bagai kemampuan bersaing perusahaan secara relatif dengan perusahaan lain dan kemampuan perusahaan untuk memper-tahankan profitabilitas dalam jangka panjang dan memperluas pangsa pasar. Variabel ini diukur dengan tiga pernya-taan. Butir pernyataan ini meliputi 1)

Return on investment melebihi harapan dan

lebih baik dibandingkan organisasi-organi-sasi serupa, 2) profit, sebagai bagian dari penjualan, melebihi harapan dan lebih baik dibandingkan organisasi-organisasi serupa, 3) penghasilan bersih sebelum pajak melebihi harapan dan lebih baik diban-dingkan organisasi-organisasi serupa. Setiap butir pertanyaan diberi skala 1 sampai dengan skala 10 (1 = sangat tidak setuju dan 10 = sangat setuju).

Data yang diambil adalah data primer. Merupakan data yang dikumpul-kan secara khusus untuk mencapai tujuan penelitian tertentu. Data primer diperoleh secara langsung dari para responden, yaitu para pemillik usaha mikro, kecil, dan menengah yang ada di Daerah Istimewa

(7)

89

Yogyakarta (DIY). Data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan ke para pemilik bisnis mikro, kecil dan menengah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam penelitian ini, kuesioner yang disebar sebanyak 200 yang kembali 145, dari 145 hanya 126 yang bisa digunakan sebagai data penelitian.

Agar data yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner valid dan

reliable, maka peneliti terlebih dahulu

melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan/kuesioner. Uji validitas digunakan untuk meyakinkan apakah pengukuran memang mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji reliabi-litas digunakan untuk mengukur bahwa instrumen benar-benar bebas dari kesala-han sehingga menghasilkan hasil yang konsisten sehingga dapat berlaku dengan baik pada kondisi yang berbeda-beda. (Widoyoko, 2009: 143; Hair, 2006).

Untuk menilai reliabilitas, uji sta-tistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi di antara butir pernyataan pada masing-masing konstruk. Suatu konstruk dikatakan cukup reliabel jika memberikan nilai alpha Cronbach > 70%. Untuk mengukur validi-tas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan skor total konstruk. Nilai kritis untuk validitas butir adalah 0,30 (Widoyoko, 2009: 143). Jika nilai validitas butir korelasi, r > 0,30 maka dikatakan valid.

Metode analisis yang digunakan da-lam penelitian ini adalah Analysis Moment

Structural (AMOS). Model persamaan

struktural ini digunakan untuk menges-timasi serangkaian persamaan regresi ber-ganda yang terpisah, tetapi saling berhubu-ngan secara bersamaan (simultaneously). Berbeda dengan analisis regresi, dalam

Analysis Moment Structural atau

Structural Equation Modelling, bisa

terdapat beberapa variabel endogenous (dependen) dan variabel endogenous ini

bisa menjadi variabel exogenous (inde-penden) bagi variabel endogenous yang lain (Hair, et al., 2006: 130). Penentuan signifikansi setiap koefisien path dalam masing-masing hipotesis, mendasarkan pada critical ratio (Hair, et al., 1995: 137).

Berdasarkan AMOS ada tiga jenis pengukuran goodness-of-fit yaitu (1)

absolute fit measure, (2) incremental fit measures, dan (3) parsimonius fit measures. Absolut fit of measure

me-ngukur model secara keseluruhan.

Incremental fit of measure mengukur proposed model dengan model yang

di-berikan peneliti. Sedangkan Parsimonious

fit of measure melakukan penyesuaian

terhadap pengukuran fit (Hair, et al., 2006: 136)

Dalam penelitian ini, absolute fit of

measure diukur dengan likelihood ratio chi square statistic ( χ2 ). Nilai chi squre yang dianggap baik adalah nilai chi square yang tidak signifikan karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan tidak berbeda secara signifikan dengan data observasi. Pengukuran absolute fit of measure yang kedua adalah goodness of fit index (GFI). Nilai GFI yang tinggi menunjukkan fit yang lebih baik. Beberapa peneliti menganjurkan nilai di atas 90% sebagai ukuran good fit (Ghozali, 2009: 66).

Untuk pengukuran incremental fit

measures, dinyatakan dengan adjusted goodness-of-fit (AGFI), Tucker-Lewis Index (TLI), dan Normed Fit Index (NFI).

AGFI merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of

freedom untuk proposed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai

yang direkomendasikan adalah sama dengan atau > 0.90. TLI menggabungkan ukuran parsimony ke dalam index komparasi antara proposed model dan null

model. Nilai TLI yang direkomendasikan

adalah sama atau > 0.90. Pengukuran

incremental fit measures yang ketiga

adalah Normed Fit Index (NFI). Merupakan ukuran perbandingan antara

(8)

90

proposed model dan null model. Nilai NFI

yang direkomendasikan sama atau > 0.90 (Ghozali, 2009: 66).

Pengukuran parsimonius dalam penelitian ini menggunakan Normed

chi-square menunjukkan dua kriteria suatu

model tidak dapat diterima. Kriteria pertama, model penelitian “overfitted,” ditunjukkan dengan nilai normed

chi-square yang kurang dari 1.0. Kriteria

kedua adalah model tidak betul-betul mencerminkan data yang diobservasi, di-tunjukkan dengan nilai normed chi-square lebih besar dari 2.0 atau 3.0, atau batas

yang lebih liberal yaitu 5.0. Indikator ini merupakan ukuran nonstatistical (Hair, et

al., 2006: 137).

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 menunjukkan deskripsi data dan analisis validitas serta reliabilitas untuk variabel penelitian. Untuk menghi-tung kespesifikasian pembeli digunakan 3 pertanyaan. Jawaban terendah dari ketiga pertanyaan tersebut adalah 6,33 sedangkan jawaban tertinggi adalah 10. Nilai jawaban rata-rata pertanyaan adalah 7,9788.

Tabel 1

Deskripsi Data Variabel Penelitian, Uji Validitas, dan Uji Reliabilitas

Variable Minimum Maximum Mean Std.

Deviation Crobach’s Alpha Correlated Item-Total Correlation Kespesifikasian Pembeli Relasi Antara Perusahaan & Pemasok Kinerja Perusahaan 6,33 5,50 6,00 10,00 10,00 10,00 7,9788 8,1270 8,0582 0,80194 0,94220 0,93150 0,708 0,715 0,712 >0,30 >0,30 >0,30

Relasi antara perusahaan dan pema-sok diukur dengan 2 pertanyaan. Jawaban terendah dari ke dua pertanyaan tersebut adalah 5,50 sedangkan jawaban tertinggi adalah 10,00. Nilai jawaban rata-rata ada-lah 8,1270 . Variabel ketiga yaitu kinerja perusahaan yang dihitung dengan tiga pertanyaan. Nilai terendah 6,00 dan nilai tertinggi 10,00, serta jawaban nilai rata-rata 8,0582.

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha Cronbach untuk supplier spcificity adalah 0,708; untuk buyer-supplier relationship 0,715; dan untuk kinerja organisasional adalah 0,712. Nilai alpha Cronbach untuk semua variabel memberi nilai alpha Cronbach α > 70%. Dari hasil uji reliabilitas, dapat disimpul-kan bahwa semua variabel reliabel. Hasil

uji validitas butir menunjukkan bahwa semua item pernyataan untuk masing-masing variabel berada di atas nilai kritis r > 0,30. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua variabel valid.

Untuk menguji kecocokan secara me-nyeluruh, peneliti menggunakan chi square ( χ2 ), indek kecocokan (GFI), indek

Tucker Lewis (TLI), indek kecocokan yang

dinormalkan (Adjusted GFI), dan chi

square yang dinormalkan (Normed χ2 ) seperti yang tampak dalam Tabel 2.

(9)

91

Tabel 2

Ringkasan Goodness-of Fit

Pengukuran Goodness-of Fit Hasil computer Kriteria diterima

Absolute:

1. Chi-square ( χ2 )

2. Goodness-of Fit (GFI)

χ2

: 23,246

Signifikan level (p): 0,181 GFI: 0,959

p > 0.05, χ2

kecil dan tidak signifikan

GFI = 0.90 atau lebih

Incremental:

1. Tucker Lewis Index (TLI) Normed Fit Index (NFI) Adjusted GFI (AGFI)

TLI: 0,942 NFI: 0,863 AGFI: 0,918

TLI = 0.90 atau lebih NFI = 0.90 atau lebih AGFI = 0.90 atau lebih

Parsimony:

1. Normed Chi square:

CMIN/DF

Normed χ2

: 1,291 Limit bawah: 1.0; Limit atas: 2.0, 3.0, atau 5.0.

Berdasarkan Tabel 2, dapat disim-pulkan bahwa chi-square = 23, 246 dengan df. 18, dan p: 0, 181 > 0, 05. Hasil uji ini menunjukkan bahwa model tersebut

acceptable fit (secara statistik

mengindi-kasikan kecocokan yang baik) atau tidak terdapat beda yang signifikan antara data observasi dengan model penelitian yang diajukan oleh peneliti (Hair et al., 2006). GFI menunjukkan derajat kecocokan model secara keseluruhan. Ukuran ini me-rupakan ukuran nonstatistical. Nilai GFI berkisar dari 0 (poor fit) sampai dengan 1 (perfect fit). GFI model penelitian ini sebesar 0,959. Hal ini menunjukkan model penelitian dapat diterima karena kriteria model diterima adalah GFI = 0.90 atau lebih.

Tucker Lewis Index (TLI), Normed

Fit Index (NFI), dan Adjusted GFI (AGFI)

menunjukkan perbandingan antara model penelitian dengan baseline model, yang disebut dengan null model. Null model adalah model yang diharapkan dapat diungguli oleh model penelitian yang diajukan. Indikator-indikator ini merupa-kan ukuran nonstatistical. Kriteria peneri-maan TLI adalah 0.90 atau lebih, NFI adalah 0, 90 atau lebih, dan AGFI adalah 0, 90 atau lebih. TLI, NFI, dan AGFI dalam penelitian ini menunjukkan angka

0,942 untuk TLI, 0,863 untuk NFI, dan 0,918 untuk AGFI. TLI dan AGFI penelitian berada di atas kriteria peneri-maan, TLI berada sedikit di bawah kriteria penerimaan, tetapi masih bisa dikatakan marginal.

Normed chi-square menunjukkan dua kriteria suatu model tidak dapat diterima. Kriteria pertama, model peneli-tian “overfitted,” ditunjukkan dengan nilai

normed chi-square yang kurang dari 1.0.

Kriteria kedua adalah model tidak betul-betul mencerminkan data yang diobservasi, ditunjukkan dengan nilai normed

chi-square lebih besar dari 2.0 atau 3.0, atau

batas yang lebih liberal yaitu 5.0. Indikator ini merupakan ukuran nonstatistical.

Normed chi-square dalam penelitian ini

menunjukkan nilai di atas batas bawah dan di bawah batas atas yaitu 1,291.

Dalam hasil analisis AMOS masih banyak angka-angka lain yang dapat menunjukkan dapat diterima atau tidaknya suatu model penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan beberapa indikator, seperti yang tertulis dalam Tabel 2, karena indikator-indikator di atas telah cukup mencerminkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini acceptable

(10)

92

Pada gambar 2 terlihat hasil pengujian hipotesis penelitian. Pengujian secara simultan menguji pengaruh kom-pensasi terhadap keadilan interaksi, dan

pengaruh keadilan interaksi terhadap kinerja karyawan. Pengujian dilakukan dengan model persamaan struktural.

Relasi RE2 1.06 e5 1.00 1 RE1 1.07 e4 1.14 1 Kinerja KP3 1.05 e8 1.00 1 KP2 .64 e7 1.07 1 KP1 .74 e6 1.26 1 .05 e12 .33 e13 .09 Spesifikasi SPEC3 1.30 e3 1.00 1 SPEC2 .61 e2 1 SPEC1 1.07 e1 2.31 1 1 1 2.69 1.80 .68 Gambar 2

Hasil Pengujian Hipotesis Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian

hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kespesifikasian pembeli berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap relasi antara perusahaan dan pemasok dengan koefisien

sebesar 1, 8 dan p value sebesar 0, 038.

Relasi antara perusahaan dan pemasok dalam penelitian ini juga terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan koefisien sebesar 0, 678 dan p value sebesar 0,003.

Tabel 3

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis Variabel Penelitian

Exogenous Variables Endogenous Variables Beta CR P value Keterangan H1 Kespesifikasian (Spesifikasi) Relasi 1,800 2,078 0,038 Signifikan H2 Relasi Kinerja 0.678 2,957 0,003 Signifikan Uji dua arah, df. 14, α: 0.10, t tabel: 1.761; α: 0.05, t tabel: 2.145; α: 0.01, t tabel: 2.977; dan α: 0.002, t tabel: 3.787

PEMBAHASAN

Dari hasil analisis penelitian, terlihat bahwa kespesifikasian pembeli akan mem-pengaruhi relasi antara perusahaan dan pemasok. Hal ini mendukung beberapa hasil penelitian sebelumnya. Hasil penelitian mendukung penelitian Arbuthnot et al. in

Ellegaard (2009) dan Quayle in Adams, et

al. (2012). Pada penelitian mereka

dite-mukan bahwa kespesifikasian pembeli akan mempengaruhi relasi antara perusa-haan dan pemasok. Karakteristik pembe-lian pada bisnis kecil yang lebih mene-kankan pada pengelolaan logistik harian, lebih menekankan pada spesifikasi bahan

(11)

93

produk, membuat komitmen perusahaan untuk melakukan investasi bagi proses pembelian berpengaruh terhadap relasi antara perusahaan dan pemasoknya. Penelitian yang dilakukan oleh Jab dan Anderson (2003) dan Ramsey (2001) juga terbukti. Seringkali bisnis kecil mengalami kekhawatiran terhadap kerugi-an ekonomis jika relasi dengan pemasok-nya berhenti, sehingga bisnis kecil sering-kali tidak melakukan investasi yang cukup untuk meningkatkan proses pembelian bahan baku mereka. Kekurangan ini akan mempengaruhi efektivitas relasi antara perusahaan dan pemasoknya.

Penelitian lain yang juga didukung oleh penelitian ini adalah penelitian Krajewski, et al. (2005) dan Beekman dan Robinson (2004). Dalam penelitian mereka, terbukti bahwa komit-men perusahaan terhadap proses pembe-lian bahan baku yang baik, akan membuat perusahaan untuk mengintegrasikan pema-sok setia sebagai pemapema-sok kunci ke dalam

supply chain dengan cara membangun

relasi jangka panjang dengan pemasok, terkostumisasi dalam hal pemesanan, dan membuat perjanjian kerjasama dengan pemasok kunci.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel relasi antara perusahaan dan pemasok terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya relasi yang baik dalam hal proses pembelian antara perusahaan dengan pemasoknya, akan meningkatkan kualitas bahan baku, memperlancar proses produksi, memper-tinggi kemampuan inovasi perusahaan, dan meningkatkan daya saing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Voss, et al. (2005). Pada penelitian Voss, et al. (2005) terbukti bahwa kinerja karyawan yang tinggi dan orientasi yang tinggi terhadap kualitas proses pembelian dari setiap departemen, akan mendorong perusahaan menciptakan relasi kerja yang baik dengan pemasok mereka. Hal ini akan

berpenga-ruh positif terhadap pelayanan distribusi dan kinerja rantai pasokan sehingga mem-perlancar proses produksi dan meningkat-kan kinerja perusahaan. Hasil penelitian juga mendukung penelitian Squire, et al. (2005) yang menunjukkan bahwa relasi dengan pema-sok kunci yang berkembang sampai ke relasi kerjasama yang erat, frekwensi interaksi yang tinggi, tingkat adaptasi yang tinggi, investasi untuk proses pembelian yang besar tingkat kepercayaan yang tinggi akan meningkatkan kualitas bahan baku, meningkatkan fleksibilitas produksi, me-ningkatkan kemampuan respon perusa-haan, dan akan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui penciptaan produk yang bernilai bagi pelanggan.

Penelitian lain dalam bidang logistik juga menunjukkan bahwa relasi antara perusa-haan dan pemasok, integrasi pemasok dalam value chain, dan proses produksi, berhubungan dengan kinerja kualitas perusahaan (Doornik, 2006) dan Fynes dan Voss (2002). Penelitian Peck (2006) dan Trkman, et al. (2007). Penelitian lain yang juga menunjukkan hal yang sama dengan hasil penelitian ini adalah Humphreys, et al. (2004), Paulraj dan Chen (2005), dan Prahiniski dan Benton (2004). Penelitian mereka menyatakan bahwa relasi jangka panjang antara perusa-haan dengan pemasok meningkatkan ki-nerja perusahaan karena adanya penye-baran pengetahuan dan proses, berkurang-nya koordinasi dan negosiasi mengenai harga, serta meningkatkan efisiensi.

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Simpulan

Pada hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa pada kespesifikasian pembeli yang menunjukkan komitmen perusahaan ter-hadap proses pembelian berpengaruh positif dan signifikan terhadap relasi dalam

(12)

94

proses pembelian antara perusahaan dan pemasoknya. Perusahaan yang menyedia-kan investasi khusus untuk menjalin relasi dengan pemasok, baik berupa pengemba-ngan pengetahuan mengenai proses pem-belian yang baik, kegiatan rutin untuk mengakomodasi pemasok mereka, dan membeli fasilitas khusus untuk mening-katkan efektivitas proses pembelian, akan meningkatkan kualitas relasi kerjasama dengan pemasok bahan baku mereka.

Hal ini menimbulkan implikasi perlu-nya penumbuhan kesadaran yang lebih besar mengenai pentingnya perusahaan memikirkan proses pembelian bahan baku. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kesadaran bahwa proses pembelian bukan hanya aktivitas teknis, melainkan aktivitas strategis dan merupakan ujung dari rantai produksi akan mengembangkan tindakan-tindakan untuk semakin memperbaiki dan berkomitmen pada proses pembelian bahan baku dan bekerja sama dengan pemasok mereka.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa relasi dalam hal pembelian bahan baku antara perusahaan dan pemasoknya berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Relasi dengan pemasok kunci yang berkembang sampai ke hubungan kerjasama yang erat, frekwensi interaksi yang tinggi, tingkat adaptasi yang tinggi, investasi untuk proses pembelian yang besar tingkat ke-percayaan yang tinggi akan meningkatkan kualitas bahan baku, meningkatkan fleksi-bilitas produksi, meningkatkan kemampu-an respon perusahakemampu-an, dkemampu-an akkemampu-an mening-katkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui penciptaan produk yang bernilai bagi pelanggan.

Hal ini menimbulkan implikasi bah-wa perusahaan perlu meningkatkan relasi kerjasama dengan pemasok penting. Relasi kerjasama yang baik dengan pemasok perusahaan akan menciptakan proses pembelian yang semakin baik sehingga kualitas bahan baku dan proses

produksi akan meningkat dan mengha-silkan peningkatan kinerja perusahaan.

Keterbatasan dan Saran

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan pertama, pene-liti hanya menepene-liti kespesifikasian pembeli yang hanya mencerminkan komitmen proses pembelian dari sisi perusahaan. Relasi kerjasama dalam hal pembelian melibatkan dua pelaku yaitu perusahaan dan pemasoknya, sehingga komitmen terhadap proses pembelian seharusnya juga berasal dari dua pihak yaitu dari pihak perusahaan dan dari pihak pemasok. Keterbatasan ini menyebabkan hasil pene-litian hanya berasal dari sudut pandang perusahaan selaku pihak pembeli bahan baku. Keterbatasan kedua, sampel peneli-tian hanyalah bisnis kecil yang ada di wilayah Yogyakarta. Keterbatasan kedua penelitian menyebabkan lingkup penelitian hanya terbatas.

Berdasarkan keterbatasan peneliti-an, maka peneliti memberikan beberapa saran, saran pertama, menambahkan faktor komitmen terhadap proses pembelian dari sisi pemasok, termasuk usaha pemasok untuk memenuhi standar kualitas bahan baku, waktu penghantaran bahan baku yang tepat, dan penyediakan infrastruktur untuk mendukung proses kerjasama dalam hal pembelian dengan perusahaan pembeli. Hal ini dilakukan agar proses penciptaan kerjasama dalam hal pembelian berasal dari dua sudut pandang pelakunya, yaitu dari pihak perusahaan selaku pembeli dan dari pihak pemasok. Saran kedua, mere-plikasi penelitian dengan sampel yang lebih luas baik secara geografis, demo-grafis, maupun cakupan industrinya. Ini dilakukan agar generalisasi dapat lebih tercapai.

(13)

95

DAFTAR REFERENSI

Adams, J. H., Khoja, F.M., and Kauffman, R. 2012. “An Empirical Study of Buyer-Supplier Relationship within Small Business Organizations,”

Journal of Small Business Management, 50 (1): 20-40.

Arend, R. 2006. “SME-Supplier Alliance Activity in Manufacturing Cont-ingent Benefits and Perceptions”.

Strategic Management Journal, 27:

741–763.

Beekman, A. and Robinson. R. 2004. “Supplier Partnerships and the Small, High-Growth Firm Selecting for Success”. Journal of

Small Business Management, 42

(1): 59–77.

Buvik, A. and Haugland, S. 2005. “The Allocation of Specific Assets, Relationship Duration, and Contractual Coordination in Buyer-Seller Relationships”.

Scandina-vian Journal of Management, 21:

41–60.

Corsten, D., and Felde. J. 2005. “Exploring the Performance Effects of Key-Supplier Collaboration”.

Inter-national Journal of Physical Distribution & Logistics Manag-ement, 35 (6): 445–461.

Doornik, K. 2006. “Relational Con-tracting in Partnerships,”

Jour-nal Economic Manage-ment Strategy, 15 (2): 517–548.

Ellegaard, C. 2009. “The Purchasing Orientation of Small Company Owners,” Journal of Business &

Industrial Marketing, 24 (3/4):

291-300

Fynes, B., and Voss. C. 2002. “The Moderating Effect of Buyer-Supplier Relationships on Quality Practices and Performance”.

International Journal of Operations and Production Management, 22: 589–613.

Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program

SPSS, Cet. 4. Semarang: UNDIP.

Ghozali, I. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17 dengan

Pro-gram SPSS. Semarang: UNDIP.

Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R. L., and Black, W. C. 2006.

Multivariate data Analysis.

New Jersey: Prentice Hall International, Inc.

Humphreys, P., Lei, W. and Chan, L. 2004. “The Impact of Supplier Development on Buyer-Supplier Performance”. Omega, 32 (2): 131–144.

Jap, S., and Anderson. E. 2003. “Safeguarding Interorganizational Performance and Continuity under Ex-Post Opportunism”.

Manag-ement Science, 49 (12): 1684–

1701.

Kotabe, M., Martin, X. and Domoto, H. 2003. “Gaining from Vertical Partnerships: Knowledge Transfer, Relationship Duration, and Supplier Performance”. Strategic

Management Journal, 24 (4):

(14)

96

Krajewski, L., Wei, J. and Tang, L. 2005. “Responding to Schedule Changes in Build-to-Order Supply Chain”.

Journal of Operations Manag-ement, 23: 452–469.

Kuncoro, M. 2006. Strategi:

Bagai-mana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Erlangga.

Liu, A., Leach, M. and Bernhardt, K. 2005. “Examining Customer Value Perceptions of Organizational Buyers When Sourcing from Multiple Vendors”. Journal of

Business Research, 58: 559–568.

Morrissey, B. and Pittaway, L. 2004. “A Study of Procurement Behaviour in Small Firms”. Journal of Small

Business and Enterprise Development, 11 (2): 254-262.

Paulraj, A., and Chen. I. 2005. “Strategic Supply Management and Dyadic Quality Performance: A Path Analytical Model”. Journal of

Supply Chain Management, 41 (3):

4–18.

Peck, H. 2006. “Reconciling Supply Chain Vulnerability, Risk and Supply Chain Management”.

International Journal of Logistics, 9(2): 127–142.

Prahiniski, C., and Benton, W. 2004. “Supplier Evaluations: Communic-ation Strategies to Improve Supplier Performance”. Journal of

Operations Management, 22 (1):

39–62.

Rajagopal and Rajagopal, A. 2009. “Buyer-Supplier Relationship and Operational Dinamics”. Journal of

The Operational Research Society,

60: 313-320.

Ramsey, J. 2001. “The Resource Based Perspective, Rents, and Purchasing’s Contribution to Sustainable Competitive Advantage”. The Journal of

Supply Chain Management,

37: 38–47.

Saeed, K., Malhotra, M. and Grover, V. 2005. “Examining the Impact of Inter-Organizational Systems on Process Efficiency and Sourcing Leverage in Buyer-Supplier Dyads”. Decision Sciences, 36 (3): 365–396.

Squire, B, Cousins, P. D. and Brown, S. 2005. “Collaborating for customization: An extended resource-based view of the firm”. International Journal of

Production and Quality Management, 1(1–2): 8–25.

Trkman, P., Stemberger, M.I., Jaklic, J., and Groznik, A. 2007. “Process Approach to Supply Chain Integration“. Supply Chain Management: An International Journal, 12 (2): 116–128.

Voss, M.D., Calantone, R.J. and Keller, S.B. 2005. “Internal Service Quality: Determinants of Distribution Center Performance”. International Journal Physical Distribution Logistic Management, 35(3):

161–176.

Widoyoko, S.E.P. 2009. Evaluasi

Program Pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

2.14 Bangun RuangTabung A. Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah bidang tabung dan dua buah bidang datar yang masing-masing tegak lurus pada sumbu

Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.. Tinggi

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa motivasi karyawan berada pada kategori cukup tinggi dengan skor 709, kinerja karyawan berada

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada materi bangun ruang sisi datar (kubus dan balok) dapat meningkatkan hasil belajar

Layout yang sebelumnya telah dibuat akan diintegrasikan satu sama lain agar dapat melakukan interaksi dengan pengguna. Pengintegrasian inilah yang menjadi inti dari setiap

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai MSE yang terkecil adalah model GSTAR(1;3) dengan menggunakan matriks bobot biner sehingga model yang terbaik untuk data set 3

Kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger terjadi pada 28 Januari 1986 ketika pesawat ulang-alik Challenger pecah setelah 73 detik penerbangan, yang menyebabkan

[r]