• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TINDAK PIDANA NARKOTIKA. arti narkotika dapat dilihat dalam Bab I Pasal 1 ayat (1) Narkotika adalah zat atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TINDAK PIDANA NARKOTIKA. arti narkotika dapat dilihat dalam Bab I Pasal 1 ayat (1) Narkotika adalah zat atau"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TINDAK PIDANA NARKOTIKA

2.1. Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika

2.1.1. Pengertian Narkotika

Segi yuridis, menurut Undang-undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009, arti narkotika dapat dilihat dalam Bab I Pasal 1 ayat (1) “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.”

Memberikan suatu pengertian atau definisi tentang narkotika dewasa ini tidaklah menimbulkan kesulitan, oleh karena narkotika bukan lagi merupakan sesuatu hal yang baru di Negara ini, terutama dikalangan ilmuwan dan prakrisi dari beberapa disiplin ilmu.Dimana narkotika dalam perkembangan di era globalisasi saat ini sudah dibahas dalam berbagai media baik itu media cetak ataupun media elektronik.Narkotika dalam perkembangan saat ini sudah merupakan masalah yang global yang dihadapi oleh hampir seluruh Negara di Dunia.

(2)

Narkotika berasal dari bahasa Yunani “narke” yang berarti terbius, sehingga tidak merasakan apa-apa.Jadi narkotika merupakan suatu bahan-bahan yang menumpulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya.1

Narkotika atau sering disebut sebagai drug adalah sejenis zat.Zat narkotika ini merupakan zat yang memiliki ciri-ciri tertentu.Narkotika adalah zat yang bisa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkan ke dalam tubuh. Pengaruh tersebut berupa pembiusan , hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan.2

Narkotika atau zat yang menyebabkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral atau saraf pusat dengan cara menghisap atau menyuntikan zat tersebut secara terus menerus kedalam badan.3

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik yang sintetis maupun semi sintetisnya yang dapat menyebabkan penurunan atau penambahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan trauma rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau

1

Soedarto, 1981, Kapasita Sengketa Hukum Pidana, Alumni-Bandung, h.36 2

Soedjono Dirdjosisworo, 1986, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni 1987, Bandung, h.3

3

Jeanne Mandagi, M. Wresniwiro, 1999, Masalah Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya

(3)

bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan.4

Menurut B. Bosu memberikan pengertian bahwa narkotika adalah “sejenis zat yang apabila dipergunakan atau dimasukkan kedalam tubuh sipemakai akan menimbulkan pengaruh-pengaruh seperti berupa menenangkan, merangsang dan menimbulkan khayalan atau halusinasi”.5

Gatot Supramono menyatakan pengertian narkotika itu adalah “suatu obat yang merusak pikiran menghilangkan rasa sakit, menolong untuk dapat tidur dan dapat menimbulkan kecanduan dalam berbagai tingkat”.6

B.W. Bawengan memberikan pengertian bahwa “narkotika dalam bentuk aslinya berasal dari sejenis tanaman papaver somniferum yaitu getah putih seperti susu, setelah dijemur dan kering menjadi serbuk warnanya coklat, maka disebut candu, khasiatnya membuat orang tertidur dan menghilangkan rasa sakit".7

Setiap jenis obat dapat membahayakan tubuh bila digunakan berlebihan dan tidak sesuai dengan aturan.Akibat atau efek yang ditimbulkan terhadap tubuh manusia tergantung pada jenis narkotika yang dipakai oleh sipemakai. Oleh karena bahaya narkotika tersebut seperti pendapat para sarjana dan perundang- undangan, maka Pemerintah Indonesia membagi penggolongan jenis-jenis narkotika sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, terdiri atas 3 (tiga) golongan yaitu :

4

Mardani, 2007, Penyalahgunaan Narkoba, Rajawali Pers Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,h. 79

5

Bosu, 1982, Sendi-Sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Jakarta, h.68 6

Gatot Supramono, 2009, Hukum Narkoba Indonesia, Edisi Revisi, Cet.4, Djambatan, Jakarta, h.4

7

B.W. Bawengan ,1997, Masalah Kejahatan Dengan Sebab dan Akibat, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 72

(4)

1. Narkotika Golongan I 2. Narkotika Golongan II 3. Narkotika Golongan III

Mengenai pembagian narkotika sesuai dengan penggolongan diatas, akan dibahas sebagai berikut :

1. Narkotika Golongan I

Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Adapun jenis-jenis Narkotika Golongan I yaitu :

a. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kejuali bijinya.

b. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya. c. Opium masak terdiri dari :

1) Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

2) Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

(5)

d. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya

e. Daun koka yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

f. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

g. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk dammar ganja dan hasis.

2. Narkotika Golongan II

Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Adapun jenis-jenis Narkotika Golongan II misalnya, alfasetilmetadol, alfameprodina, alfametadol, alfaprodina,alfentanil, alilprodina, anileridina, asetilmetadol, benzetidin, benzilmorfina, betameprodina, betasetilmetadol, bezitramida, dll.

3. Narkotika Golongan III

Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Adapun jenis-jenis Narkotika Golongan III misalnya, kodeina, nikodikodina, nikokodina,norkadeina, dll.

(6)

Dari jenis-jenis narkotika diatas dapat diketahui bahwa setiap jenis narkotika sangat berpeluang besar menimbulkan ketergantungan dan kecanduan bagi para pemakainya.Semua narkotika tersebut merupakan obat-obat keras yang berbahaya, itu dikarenakan daya kerja obat ini sangat keras dan dapat member i efek ketagihan, merusak fisik dan psikis manusia jika disalahgunakan dan dipakai berlebihan.

2.1.2. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

Sebelum memasuki apa yang dimaksud tindak pidana narkotika penulis akan menjelaskan dulu tentang pengertian tindak pidana terlebih dahulu istilah tindak pidana merupakan terjemehan dari strafbaarfeit, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan dengan yang dimaksud strafbaarfeit itu sendiri biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam kamus hukum pembatasan delik tercamtum sebagai berikut :

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana).”8

Tindak pidana dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri atas tiga suku kata, yaitu starf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dikenal dengan istilah starfbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang

8

(7)

hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana.9

Mengenai pengertian tindak pidana , akan penulis sampaikan beberapa pendapat para ahli yaitu Simons mengemukakan bahwa “perbuatan pidana atau tindak pidana strafbaarfeit adalah kelakuan handeling yang diancam dengan pidana, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab”.10

Mengenai pengertian tindak pidana narkotika, UU. No. 35/2009 Tentang Narkotika tidak memberikan definisi secara khusus mengenai apa yang dimaksud dengan tindak pidana narkotika itu sendiri, namun hanya merumuskan perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana narkotika. Maka secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana narkotika adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah UU No. 35/2009 Tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dalam ketentuan Undang-Undang tersebut.

Adapun pengertian tindak pidana narkotika menurut UU No. 35/2009 Tentang Narkotika antara lain :

Pasal 111

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam. Memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana dendapaling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

9

Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rengkap Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia, Yogyakarta, h.20

10

(8)

(2) Dalam hal perbuatan menamam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sehingga dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, meguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 113

(1) Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114

(1) Setiap orang yang tanpa hak melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda paling sedikit : Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan nenawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau

(9)

menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 116

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 117

(1) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan

Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana

(10)

denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118

(1) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertigga).

Pasal 120

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito

Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 121

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara

(11)

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal menggunakan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebgaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 122

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, Narkotika Golongan III sebagimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 123

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak 5 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (gram), pelaku dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaima dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 124

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, member, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak 5 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, member, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

(12)

Pasal 125

(1) Setiap orang tanpa hak melawan hukum membawa, mengirm, mengangkut dan mentransito, Narkoika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 126

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan penggunaan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda maksimum Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127

(1) Setiap penyalah guna :

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 128

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh

orang tua walinya tidak dituntut pidana.

(3) Pecandu narkotika yang telah cukup umur yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter dirumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

(13)

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum :

a. Memiliki, menyimpan, mengekspor, atau menyalurkan prekkursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

c. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

2.2. Anak dan Peradilan Anak

2.2.1. Pengertian Anak

Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya. Selain menjadi penerus dan cita-cita perjuangan bangsa, anak memiliki peran strategis dan mempunyai cirri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara dimasa depan.

Secara umum kita ketahui yang dimaksud dengan anak yaitu orang yang masih belum dewasa atau belum kawin.Terdapat beberapa pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan begitu juga menurut para pakar.Namun tidak ada keseragaman mengenai pengertian anak tersebut.Lain peraturan perundang-undangan lain pula kriteria anak. Adapun ketentuan kriteria anak dibeberapa peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut :

a. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menentukan bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

(14)

b. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraaan Anak, menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

c. Pasal 330 KUHPer, menentukan bahwa orang yang dianggap belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21 tahun itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan membawa serta bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlanglung seterusnya walaupun perkawinan putus sebelum yang kawin itu mencapai umur 21 tahun.

d. Pasal 47 ayat (1) dan pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, menentukan bahwa batasan-batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

e. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menentukan bahwa anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

f. Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), memberikan definisi anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam perkara pidana maka hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah tersebut dikembalikan kepada orang tuanya : walinya ataupun pemeliharanya dengan tidak dikenakan hukuman atau

(15)

memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan hukuman. Ketentuan Pasal 45,46, dan 47 KUHPini sudah dihapus dengan lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997.11

Menurut hukum adat, seorang dikatakan belum dewasa bilamana seseorang itu belum menikah dan berdiri sendiri belum terlepas dari tanggungan orang tua.12

Hukum adat juga menentukan bahwa ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya,tetapi ukuran yang dipakai yaitu :

a. Dapat bekerja sendiri.

b. Cakap melakukan yang disyaratkan dalam kehidupan masyarakat, c. Dapat mengurus kekayaan sendiri.13

Sedangkan pembatasan pengertian anak menurut beberapa ahli yakni sebagai sebagai berikut :

Menurut Sugiri sebagaimana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom mengatakan bahwa “selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh satu) tahun untuk laki-laki”.14

11

Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.98 12

Hilman Hadikusuma, 1993, Hukum Adat Dalam Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.11

13

Irma Setyowati Sumiro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, h.90

14

Maidin Gulton, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, P.T. Refika Aditama, Bandung, h. 32

(16)

Hilman Hadikusuma mengemukakan bahwa “menarik batas antara belum dewasa dan sudah dewasa, tidak perlu dipermasalahkan karena pada kenyataannya walaupun orang belum dewasa namun ia telah dapat melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual beli, berdagang, dan sebagainya”.15

Adanya perbedaan ketentuan atau ketidak seragaman batas usia berapa seseorang dapat dikatakan tergolong anak, karena dilatar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing Undang-Undang itu sendiri serta berbagai faktor yang merupakan prinsip dasar yang terkandung dalam dasar pertimbangan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, yang berkaitan dengan kondisi perlindungan anak.

2.2.2. Peradilan Anak

Peradilan anak merupakan peraturan-peraturan yang mengaturagar hukum pidana anak yang bersifat abstrak diberlakukan secara konkret.Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2012, acara peradilan pidana anak diatur dalam Bab III mulai dari Pasal 16 sampai dengan Pasal 62.

Mengingat hukum acara pidana anak ini sebagai lex specialis dari hukum acara pidana umum (KUHAP), maka ketentuan beracara dalam hukum acara pidana (KUHAP) berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sebagai bentuk pemberian jaminan perlindungan hak-hak anak, maka, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan perlindungan khusus

15

(17)

bagi anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dalam situasi darurat serta perlindungan khusus dan dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan (Pasal 17).16

a) Penyidikan Anak

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik selama pemeriksaan pendahuluan, untuk mencari bukti-bukti tentang tindak pidana.Tindakan ini meliputi pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, penyitaan barang bukti, penggeledahan, pemanggilan, dan pemeriksaan tersangka, melakukan penangkapan, penahanan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu yang diduga sebagai peristiwa pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dengan cara diatur dalam undang-undang (KUHAP)

Dalam melakukan penyidikan anak,diusahakan oleh polisi wanita, dan dalam beberapa hal, jikaperlu dengan bantuan polisi pria.Penyidik anak juga harus mempunyai pengetahuan seperti psikologi, dan juga harus menyintai anak dan berdedikasi, dapat menyelami jiwa anak dan mengerti kemauan anak.

Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan (Pasal 42 ayat [1] UU No.3 Tahun 1997) ketentuan ini menghendaki bahwa pemeriksaan dilakukan dengan pendekatran secara efektif dan simpatik.Efektif dapat diartikan bahwa pemeriksaannya tidak memakan waktu lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya.Simpatik maksudnya pada waktu pemeriksaan,

16

(18)

penyidikbersifat sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka. Tujuannya ialah agar pemeriksaan berjalan lancer, karena seorang anak yang merasa takut sewaktu mengadapi penyidik, akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keterangan yang benar dan sejelas-jelasnya. Pada waktu pemeriksaan tersangka, penyidik tidak memakai pakaian seragam.Jadi melakukan pendekatan secara simpatik, serta tidak melakukan pemaksaan, intimidasi, yang dapat menimbulkan ketakutan atau trauma pada anak.Penyidikan merupakan salah satu tindakan pemeriksaan pendahuluan menurut KUHAP. Tahap ini tidak saja merupakan dasar bagi pemeriksaan dimuka pengadilan, tetapi juga mencerminkan tindakan kepolisian (Penyelidik,Penyidik, dan Penyidik Pembantu) terhadap tersangka/terdakwa, yang merupakan ukuran perlindungan HAM dan penegak hukum.17

b) Penuntutan anak

Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim anak dalam persidangan anak.

Pasal 41 menentukan bahwa Penuntut Umum ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud diatas meliputi:

1) Telah berpengalaman sebagai Penuntut Umum

17

(19)

2) Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak dan

3) Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak c) Sidang Anak

Hakim Pengadilan Anak, pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara anak dilakukan oleh hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas Usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Syarat untuk ditetapkan sebagai hakim meliputi:

1) Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum

2) Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak dan

3) Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak

Apabila belum ada hakim yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan diatas, maka tugas pemeriksaan disidang anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan orang dewasa.Disamping itu hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal.

d) Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)

Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya. LPKA berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan lain dari anak

(20)

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini mengingat anak yang dijatuhkan pidana berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan, dan pelatihan serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.18

18

Referensi

Dokumen terkait

Jika berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan pertumbuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan bauran pemasaran dan keputusan pembelian jamu Tolak Angin di Surakarta, mengetahui besarnya pengaruh

5) Para agen pembangunan di Tana Toa Kajang Kabupaten Bulukumba, berdasarkan ketidakberhasilannya mencapai efek konatif melalui proses komunikasi penunjang

Spesifikasi ini menetapkan ketentuan aspal keras berdasarkan kekentalan terhadap aspal original yang terdiri dari AC-2,5, AC-5, AC-10, AC-20, AC-40 dan persyaratan aspal

Penegakan hukum upaya penal yang dilakukan Kepolisian Resort Kota Surakarta dalam mengatasi praktek prostitusi anak di Kota Surakarta menggunakan dasar hukum Undang-Undang Nomor

Temu kembali citra atau yang disebut dengan Content Based Image Retrieval (CBIR), yang menggunakan Jarak dan Divergensi dimana citra yang kurang jelas gambarnya dapat

Oleh karena itu dapat diduga Trichodina sp.yang ditemukan pada benih ikan gurami di kolam budidaya Desa Beji Kecamatan Kedungbanteng terdapat dua jenis Trichodina

Pencatatan penjualan dilakukan pada saat transaksi penjualan kedalam buku jurnal penjualan. Pencatatan ini dilakukan oleh bagian akuntansi pada saat kasir menerima pesanan atau