• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Terhadap Kinerja Usaha Pada Sistem Integrasi Tanaman Dan Ternak (Kasus: Di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Terhadap Kinerja Usaha Pada Sistem Integrasi Tanaman Dan Ternak (Kasus: Di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat)."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI

TERHADAP KINERJA USAHA PADA SISTEM

INTEGRASI TANAMAN DAN TERNAK

(Kasus:di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat)

KHAIRUM RAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha pada Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Khairum Rahmi

(4)

RINGKASAN

KHAIRUM RAHMI. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha pada Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat). Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA dan ANNA FARIYANTI.

Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu daerah pelaksana program sistem integrasi tanaman dan ternak di Provinsi Sumatera Barat. Usaha yang dijalankan petani yaitu pengintegrasian tanaman padi, kakao, jagung dengan ternak sapi. Pada saat ini teknologi yang digunakan petani masih sederhana dan adanya kendala berupa keterbatasan modal, bahan baku pakan (produk sampingan ternak), ketidakpastian pasar, dan risiko usaha yang besar, namun petani memiliki aset berupa tenaga kerja dalam keluarga, daya juang, semangat gotong royong, pengetahuan, dan pengalaman dalam usahatani yang mereka geluti. Meskipun mengalami beberapa kendala petani masih bertahan untuk menjalankan usaha integrasi, karena usaha ini dijalankan oleh petani yang memiliki semangat tinggi yang tercermin dalam eksistensinya menjalankan usaha. Perilaku tersebut menjadi keunikan pada petani dalam menjalankan usaha meskipun perkembangan usahanya tidak signifikan. Keberhasilan sistem integrasi tanaman dan ternak dapat dicapai melalui kewirausahaan dengan cara mengembangkan sikap maupun kompetensi petani. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi karakteristik petani yang menjalankan usaha integrasi tanaman dan ternak; (2) menganalisis faktor individu dan lingkungan yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani; dan (3) menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang dilaksanakan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Sampel penelitian ini berjumlah 115 orang petani. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Pengolahan data kuantitatif menggunakan Lisrel 8.72.

(5)

dengan koefisien pengaruh (ɣ=0.52). Faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani adalah kekompakan antar petani dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.90. Kekompakan tersebut terlihat dari pengelolaan usaha tanaman dan ternak yang dilakukan secara bergotongroyong serta petani saling berbagi informasi mengenai teknologi pengolahan produk sampingan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa kinerja usaha petani pada integrasi tanaman dan ternak dipengaruhi oleh perilaku kewirausahaan yang berpengaruh positif dan signifikan. Sementara faktor lingkungan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini disebabkan karena petani selama ini mengandalkan kemampuan yang melekat pada dirinya masing-masing, seperti tanggap terhadap peluang, inovatif, berani mengambil risiko, mandiri dan tekun berusaha yang memiliki pengaruh terbesar yaitu (λ) 0.90. Kebijakan dari pemerintah yang ada saat ini belum mampu membantu petani dalam menjalankan usaha, misalnya lembaga keuangan yang belum tersedia untuk membantu permodalan bagi petani dalam mengembangkan usaha integrasi, petani masih menggunakan alat yang sederhana dalam mengolah produk sampingan dan permasalahan lainnya, sehingga petani cenderung hanya mengandalkan kemampuan pada dirinya. Oleh sebab itu, pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dirinya dalam mengelola usaha agar menjadi petani wirausaha yang sukses. Salah satu pembinaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu mengadakan pelatihan yang dapat merubah orientasi petani yang sebelumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari menjadi berorientasi bisnis dan menyediakan bantuan modal bagi petani melalui koperasi atau kelompok tani.

Kata Kunci: kewirausahaan, perilaku petani, Structural Equation Modelling

(6)

SUMMARY

KHAIRUM RAHMI. The Effect of Farmers‟ Entrepreneurship Behaviour on Enterprise Performance on Integrated Farming and Livestock System (Case: Lima Puluh Kota Regency, West Sumatera Province). Supervised by LUKMAN M BAGA and ANNA FARIYANTI.

Lima Puluh Kota Regency is one of the implementers of system integration of crops and livestock in the West Sumatra Province. The business that carried on by farmers, namely the integration of the rice plant, cocoa, corn with cattle. At this time the technology used by farmers still simple and the constraints on this business such as lack of capital, raw material feed (side products of cattle), market uncertainties and high business risks, nevertheless the farmers have assets in the form of labor in the family, fighting spirit, the spirit of mutual cooperation, knowledge, and theirs experience in farming. Although having some problems, farmers still persist to carry on business integration, because this business is run by farmers who have a passion that is reflected in their existence on this business. Such behavior becomes unique to the farmer in running a business even though the growth of business is not significant. The success of the integration of crop and livestock systems can be achieved through entrepreneurship by developing the attitude and competence of farmers. The purpose of this study are: (1) to identify the characteristics of farmers who run the business integration of crops and livestock; (2) to analyzing the individual and environmental factors that influence entrepreneurial behavior of farmers; and (3) to analyze the effect of entrepreneurial behavior on the performance of the business. This study was conducted using a survey in the Lima Puluh Kota Regency with 115 farmers. The analysis used is descriptive and quantitative analysis using Structural Equation Modelling (SEM). Quantitative data processing using lisrel 8.72.

(7)

crops and livestock were carried cooporate and farmers share information regarding processing technology of side products. Other results showed that the business performance of farmers on the integration of crops and livestock is affected by entrepreneurial behavior that is positive and significant impact. While environmental factors significant negative effect on the performance of the business. This happen because farmers have been relying on the inherent capabilities of themselves such as responsiveness to opportunities, innovative, risk-taking, self-contained and persevere that has the greatest influence, with load factor (λ) 0.90. The current policy of the government that not able to help farmers in running the business, such as financial institutions are not yet available to assist capital for farmers in developing integration business, farmers are still using simple tools in processing side products and other problems, so farmers tend to rely ability on themselves. Therefore, training is needed to improve her skills in managing the business in order to become a successful entrepreneur farmers. Training is need by farmer from the government to change the orientation of farmers who previously only to meet the daily needs into business-oriented and to provide capital assistance for farmers through cooperatives or farmer groups.

Keywords: entrepreneurship, farmers„ behavior, Structural Equation Modelling

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI

TERHADAP KINERJA USAHA PADA SISTEM

INTEGRASI TANAMAN DAN TERNAK

(

Kasus: di Kabupaten Lima Pulu Kota Provinsi Sumatera Barat

)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Maret 2015 ini adalah Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha pada Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Lukman M. Baga MAEc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan

kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Dr Ir Rr Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.

5. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negri sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah magisternya.

6. Petani yang menjalankan usaha integrasi tanaman dan ternak di Kabupaten Lima Puluh Kota yang telah bersedia menjadi responden peneliti.

7. Sahabat Rumah Agribisnis, JWJ dan teman-teman seperjuangan Magister Sains Agribisnis 4 atas masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan. 8. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis

sampaikan kepada Ayahanda tercinta Zulkifli, Ibunda Zainibar, Kakanda Josep Hendri, adik Willi Brand dan March Akmal, serta sepupu tersayang Toni Ardi dan Donal Ardi.

9. Idris dan keluarga yang telah memberikan semangat dan do‟a. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Perkembangan Usaha Integrasi Tanaman dan Ternak 7

Kewirausahaan pada Petani 9

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 11

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kewirausahaan 12

Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya 14

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 16

Kerangka Pemikiran Konseptual 19

Kerangka Pemikiran Operasional 20

4 METODE PENELITIAN 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Pengambilan Responden 22

Variabel dan Pengukuran 22

Faktor Individu Petani Integrasi Tanaman dan Ternak 22 Faktor Lingkungan Petani Integrasi Tanaman dan Ternak 22

Perilaku Kewirausahaan 23

Kinerja Usaha 24

Analisis Data 25

5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 27

Perkembangan Usaha Integrasi Tanaman dan Ternak 27

Usaha Budidaya Tanaman 30

Usaha Ternak Sapi 31

Pengolahan dan Pemanfaatan Produk Sampingan Tanaman dan

Ternak 32

Pengembangan Usaha 33

(16)

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Karakteristik Petani Responden 35

Jenis Kelamin 35

Umur 35

Luas Lahan 36

Pendapatan 37

Kepemilikan Lahan dan Ternak 39

Faktor Individu 41

Pendidikan 41

Pengalaman 42

Motivasi Berprestasi 42

Persentase terhadap Usaha 43

Keinginan Berusaha 43

Faktor Lingkungan 44

Ketersediaan Input 44

Penyuluhan dan Pelatihan 45

Permodalan 45

Promosi dan Pemasaran 46

Dukungan Pemerintah 46

Kekompakan Antar Petani 47

Perilaku Kewirausahaan 47

Tekun Berusaha 47

Tanggap terhadap Peluang 48

Inovatif 49

Berani Mengambil Risiko 49

Bersikap Mandiri 50

Kinerja Usaha 51

Perluasan Pemasaran 51

Peningkatan Pendapatan 52

Keunggulan Bersaing 52

Analisis Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha

dengan Pendekatan Structural Equation Models (SEM) 53

Analisis Kecocokan Keseluruhan Model 53

Uji Validitas 54

Uji Reliabilitas 57

Kecocokan Model Struktural 57

Analisa Model Struktural 57

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan

Petani dan Kinerja Usaha 59

Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan

Petani 60

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha

(17)

Implikasi Kebijakan 67

7 SIMPULAN DAN SARAN 69

Simpulan 69

Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 76

(18)

DAFTAR TABEL

1. Populasi ternak (ekor) di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008 - 2012 4 2. Luas panen (Ha) dan produksi (ton) tanaman pangan, hortikultura dan

perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008-2012 4 3. Variabel indikator / Manifest faktor individu (X1) 22 4. Variable indikator / Manifest faktor lingkungan (X2) 23 5. Variabel manifest perilaku kewirausahaan (Y1) 23

6. Variabel manifest kinerja usaha (Y2) 24

7. Rincian pemberian dana bantuan 30

8. Pendapatan usaha integrasi tanaman dan ternak per ha per musim tanam 39 9. Persentase penilaian petani terhadap faktor individu 41 10.Persentase penilaian petani terhadap faktor lingkungan 44 11.Persentase penilaian petani terhadap perilaku kewirausahaan 47 12.Persentase penilaian petani terhadap kinerja usaha 51 13.Hasil uji kecocokan model (Goodness of Fit Test) sebelum respesifikasi 54 14.Hasil uji kecocokan model (Goodness of Fit Test) setelah respesifikasi 54 15.Muatan faktor dan t-hitung variabel manifest 55

16.Pengujian reliabilitas model pengukuran 57

17.Evaluasi terhadap koefesien model struktural dan kaitannya dengan

hipotesis penelitian 58

18.Komposisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku

kewirausahaan petani dan kinerja usaha 60

19.Daftar lokasi kegiatan integrasi tanaman ternak ruminansia tahun 2012 76

DAFTAR GAMBAR

1. Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis 18

2. Kerangka berpikir tentang kewirausahaan 18

3. Kerangka pemikiran konseptual pengaruh perilaku kewirausahaan petani

terhadap kinerja usaha 19

4. Kerangka pemikiran operasional 20

5. Structural Equation Model (SEM) pengaruh perilaku kewirausahaan

petani terhadap kinerja usaha 24

6. Sebaran responden menurut jenis kelamin 35

7. Sebaran responden menurut umur 36

8. Luas lahan responden 37

9. Sebaran pendapatan responden 38

10.Kepemilikan lahan responden 39

11.Kepemilikan ternak responden 40

12.Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku

kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha 58

13.Nilai t hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan petani

(19)

14.Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku

kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha 85

15.Nilai t hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan petani

terhadap kinerja usaha 85

16.Model sistem integrasi tanaman dan ternak di Kabupaten Lima Puluh

Kota 86

17.Peta Kabupaten Lima Puluh Kota 87

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar lokasi kegiatan integrasi tanaman dan ternak ruminansia 2012 76 2. Rumus untuk menghitung construct reliability dan variance extracted 77

3. Hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.72 78

4. Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha sebelum di respesifikasi 85 5. Model sistem integrasi tanaman dan ternak di Kabupaten Lima Puluh

Kota 86

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Program integrasi tanaman dan ternak merupakan program nasional dalam rangka mengatasi persoalan semakin sempitnya lahan dan semakin tingginya permintaan masyarakat akan produk ternak serta menciptakan pertanian yang ramah terhadap lingkungan, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi diwilayah pedesaan. Daerah penerima bantuan pengembangan program integrasi tanaman dan ternak dapat dilihat pada Lampiran 1. Fungsi pokok integrasi tanaman dan ternak yaitu memperbaiki kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara keberlanjutan lingkungan, dengan ciri utamanya adalah terdapat keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing-masing komponen yang merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Dikjennak 2012). Model sistem integrasi tanaman dan ternak tidak hanya mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), tetapi juga aspek ramah lingkungan (environmentally tolerable). Sehingga model tersebut dapat diterima secara sosial (socially acceptable), secara ekonomi (economically feasible) dan politis (politically desirable) serta di masa depan akan terus dikembangkan. Sehingga dengan melakukan sistem integrasi tanaman dan ternak dapat memberikan added value bagi petani jika mampu mengelolanya.

Hal tersebut dapat dicapai dengan memberikan inovasi, kreativitas dan bersedia menanggung risiko usaha yang dijalankan. Melalui inovasi dan teknologi pertanian yang baik, petani dapat mengubah produk sampingan tanaman dan ternak menjadi sumberdaya. Teknologi yang diintroduksikan dalam sistem integrasi tanaman dan ternak menurut Diwyanto et al. (2001) mencakup teknologi pengelolaan limbah untuk pakan ternak dan pengelolaan kotoran ternak untuk pupuk organik. Inovasi yang mendukung keberhasilan pengembangan pola ini yaitu sistem perkandangan, inovasi veteriner, serta pemanfaatan plasma nutfah yang tepat dan strategi peningkatan mutu genetik.

(22)

2

Potensi lahan dan pakan ternak yang tersedia dari subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan kehutanan tersedia cukup banyak dan melimpah. Hal tersebut terlihat dari ketersediaan lahan seperti lahan sawah, lahan pasang surut, lahan perkebunan dan lahan lainnya (Kusnadi 2008). Produksi produk sampingan dari lahan pertanian tersebut berdasarkan bahan kering menunjukkan nilai yang cukup besar yakni 2 126 606 ton setara dengan hampir delapan kali produksi hijauan dari lahan pengembalaan. Tetapi pada kenyataannya, saat ini pemanfaatan produk sampingan pertanian sangat rendah dan pengembangan ternak ruminansia masih didasarkan pada rumput atau hijuan yang ada (Syamsyu

et al. 2009). Menurut beberapa penelitian, kombinasi antara pengusahaan ternak dan berbagai jenis tanaman, perikanan dan kehutanan terbukti dapat meningkatkan hasil usahatani. Petani yang mengusahakan integrasi tanaman dan ternak pendapatannya dapat meningkat hingga 100 persen apabila dibandingkan dengan dengan tanaman yang diusahakan tanpa ternak, sekitar 40 persen hasil tersebut berasal dari nilai tambah pupuk organik yang diperoleh dari ternak sapi, akan tetapi pada umumnya sistem integrasi tanaman dan ternak belum dirasa maksimal dalam meningkatkan usahatani di pedesaan (Diwyanto et al. 2001). Hal tersebut diduga karena keterbatasan faktor pendidikan, sikap dan pengaruh sosial budaya petani. Sehingga kegiatan ini perlu terus didorong di wilayah-wilayah pengembangan peternakan yang mempunyai potensi dalam mengusahakan integrasi tanaman dan ternak melalui transfer teknologi dan inovasi.

Transfer teknologi dan inovasi dapat dilakukan dengan keragaman sosial, ekonomi, pendidikan dan pengalaman petani melalui proses perubahan sikap dan kompetensi petani. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia yaitu petani menjadi salah satu kunci untuk mencapai tujuan dari program integrasi tanaman dan ternak melalui kewirausahaan, dimana kewirausahaan petani merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan usaha yang berorientasi pasar (Darmadji 2012), karena pertanian saat ini bukan hanya sekedar usahatani saja tetapi menyangkut pengolahan, pemasaran dengan harga yang bersaiang dan distribusi. Sehingga petani dituntut untuk memiliki jiwa kewirausahaan agar dapat menciptakan produk pertanian yang memiliki nilai tambah. Seorang petani wirausaha akan mempertimbangkan aspek pasar, memperhitungkan analisis usahatani, mampu melihat dan mengelola peluang, serta memiliki kemampuan manajemen, berpikir dan bertindak untuk terus mengembangkan hal-hal baik dari yang diusahakan saat ini sehingga diperoleh hasil yang lebih menguntungkan.

(23)

3 Menurut Krisnamurthi (2001) kewirausahaan dipandang bukan hanya sekedar sebagai pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha, jika konsep ini dimiliki oleh semua pelaku pertanian, maka dapat dipastikan pertanian akan lebih berkembang dan tumbuh dengan pesat. Hal tersebut dapat tercermin melalui perilaku kewirausahaan yang dimiliki petani, diantaranya yaitu gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya yang tersedia, mampu memanfaatkan perubahan dan perkembangan tren serta preferensi konsumen sebagai sumber inovasi peluang bisnis, mampu mencari peluang baru di tengah persaingan, inovatif dengan menciptakan produk dan teknik usaha baru, bekerja dengan lebih efektif dan efisien, serta berani mengambil risiko untuk mengembangkan bisnisnya (Dirlanudin 2010). Berdasarkan pemaparan di atas diduga bahwa adanya perilaku kewirausahaan pada petani dapat berpengaruh terhadap kinerja usaha. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk mengetahui perilaku kewirausahaan petani, serta melihat pengaruhnya terhadap kinerja petani, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan kinerja sistem integrasi tanaman dan ternak.

Rumusan Masalah

Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu daerah pelaksana program sistem integrasi tanaman dan ternak di Provinsi Sumatera Barat. Program ini dilaksanakan dari tahun 2011 melalui penerapan berbagai macam teknologi dan inovasi pengolahan bahan baku pakan dan kotoran ternak sebagai sumber bahan baku organik. Produk teknologi pengolahan diharapkan mampu mendukung kegiatan usahatani melalui penyediaan pupuk organik dan penyediaan bahan pakan ternak yang berkelanjutan untuk sapi potong.

Pengembangan sistem integrasi tanaman dan ternak dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) mendukung upaya mempertahankan dan sekaligus memperbaiki struktur dan tekstur lahan pertanian serta menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman pertanian yang seimbang; (2) mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman padi (sebagai produk utama) dan daging (sebagai produk ikutan); (3) peningkatan populasi ternak sapi yang sekaligus; dan (4) meningkatkan pendapatan petani. Sedangkan keluaran atau output langsung yang diharapkan pemerintah dari kegiatan ini adalah: (1) penambahan populasi ternak sapi pada lokasi integrasi; (2) adanya kelompok penerima kegiatan; dan (3) pemanfaatan lima jenis bahan pakan yaitu jerami padi, limbah jagung, dedak, limbah sawit, dan limbah sorghum (Dinakeswan Kabupaten Lima Puluh Kota 2013). Usaha integrasi yang dilakukan didaerah ini yaitu pengintegrasian antara tanaman (pangan, holtikultura dan perkebunan) dengan ternak sapi. Hal tersebut didukung dengan keberadaan ternak sapi yang lebih mendominasi dibandingkan dengan ternak lainnya (Tabel 1).

(24)

4

dengan melakukan pengolahan bahan baku (hasil sampingan tanaman) menggunakan teknologi dan memberikan inovasi sehingga populasi ternak sapi dapat terus ditingkatkan. Dimana dengan adanya daya dukung lahan, 1 ekor sapi per hektar akan mengasilkan daging 73-109.5 kg/ha/tahun (Kusnadi 2008).

Tabel 1 Populasi ternak (ekor) di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008 - 2012

Tahun Populasi Ternak

Kuda Kambing Sapi Kerbau

2012 93 21 242 33 994 13 330

2011 118 27 218 32 625 12 952

2010 116 25 561 65 577 22 643

2009 195 23 768 63 214 21 560

2008 253 22 214 61 735 21 363

Sumber: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota ( 2013)

Mata pencarian utama masyarakat dibidang pertanian mencapai 62 persen, hal ini merupakan peluang yang sangat besar untuk mendukung penyediaan pakan baik berupa hijauan maupun produk sampingan pertanian. Pada Tabel 2 dapat dilihat gambaran luas panen dan produksi tanaman di wilayah ini. Potensi yang cukup besar dari produk sampingan tanaman tersebut, dapat mengurangi ketergantungan sarana produksi dari luar, sehingga keberlanjutan ternak dapat terjamin. Keputusan dalam pelaksanaan sistem pengelolaan sumberdaya pertanian dimulai dari tingkat yang paling rendah, yakni tingkat pengambilan keputusan dari rumahtangga petani. Hal ini terkait dengan karakteristik petani yang spesifik dari sistem integrasi tanaman dan ternak terhadap perilaku petani yang dilakukan. Tabel 2 Luas panen (Ha) dan produksi (ton) tanaman pangan, hortikultura dan

perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008-2012

Tahun Tanaman Pangan Tanaman Hortikultura Tanaman Perkebunan Luas panen Produksi Luas panen Produksi Luas panen Produksi

2012 686 497.12 1 330.68 11 317.9 6 821.75 2 835.07

2011 564 298.32 2 098.71 14 744.46 5 395.56 4 192.43

2010 473 345.30 1 576.77 12 563.20 5 518.38 3 334.84

2009 1 127 232.01 1 418.14 10 278.30 5 899.95 3 073.01

2008 1 173 189.00 1 093.33 7 478.20 3 164.00 3 236.04

Sumber: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2013)

(25)

5 secara langsung dalam aktivitas usahatani. Jerami sebagai produk sampingan tanaman padi dapat diperoleh untuk setiap hektar adalah 4 ton dan setelah melewati proses fermentasi dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor per tahun. Jumlah produk ikutan jagung berupa daun, batang dan tongkol dapat diperoleh bekisar antara 2.5 sampai 3.4 ton bahan kering per hektar. Jumlah tersebut dapat menyediakan bahan baku pakan pengganti hijauan sejumlah 1 ST (bobot hidup setara 250 kg, konsumsi bahan kering 3 persen bobot hidup) dalam setahun (Dinas Peternakan Sumatera Barat 2013).

Pada saat ini teknologi yang digunakan petani masih sederhana dan adanya kendala berupa keterbatasan modal, bahan baku pakan (produk sampingan ternak), ketidakpastian pasar, dan risiko usaha yang besar, namun petani memiliki aset berupa tenaga kerja dalam keluarga, daya juang, semangat gotong royong, pengetahuan, dan pengalaman dalam usahatani yang digeluti. Meskipun mengalami beberapa kendala petani masih bertahan untuk menjalankan usaha integrasi, karena usaha ini dijalankan oleh petani yang memiliki semangat tinggi yang tercermin dalam eksistensinya menjalankan usaha. Perilaku tersebut menjadi keunikan pada petani dalam menjalankan usaha meskipun perkembangan usahanya tidak signifikan. Aset yang sudah dimiliki petani seperti pengetahuan dan pengalaman dalam menjalankan usahatani merupakan peluang besar dalam pengembangan integrasi tanaman dan ternak. Melalui pengalaman seseorang dapat belajar banyak hal, karena bila hanya dengan satu pengalaman seorang wirausaha tidak akan sanggup menghadapi, memecahkan permasalahan, dan mencapai peluang yang akan dihadapi (Ucbasaran et al. 2005). Selanjutnya yang harus dikembangkan oleh petani adalah semangat wirausaha, karena saat ini kewirausahaan merupakan salah satu kebutuhan strategis bagi petani dalam mengelola usaha. Kemampuan petani baik sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diaktualisasikan dalam menjalankan usahataninya mulai dari persiapan tanam sampai pemasaran produk yang dihasilkan akan menentukan keberhasilan petani mencapai kinerja usaha yang tinggi, yang juga didukung oleh pendidikan, luas lahan dan adopsi teknologi (Darmadji 2012).

Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan dan beberapa studi literatur diketahui bahwa penerapan sistem integrasi tanaman dan ternak diwilayah ini tidak hanya terbatas pada pembagian lahan tetapi telah sampai pada pemanfaatan masing-masing limbah pertanian dan peternakan. Meskipun deminian, berdasarkan program Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Lima Puluh Kota (2013) diketahui masih terdapat masalah dalam penerapan teknologi budidaya tanaman, ternak dan pemanfaatan limbah serta masih lemahnya dukungan kelembagaan petani seperti lembaga permodalan (perbankkan, KUD, maupun Lumbung Pitih Nagari atau LPN). Disamping itu, secara umummasih rendanya kinerja petani dalam mengusahakan integrasi tanaman dan ternak disebabkan karena masih kurangnya kompetensi yang dimiliki petania, seperti: (1) kurangnya penguasaan terhadap teknologi pengolahan hasil; (2) kurangnya koordinasi antar petani dan penyuluh terkait dengan pengembangan usaha; dan (3) kurang tanggap terhadap informasi pasar yang berguna untuk peningkatan produksi dan mutu, jaminan kontinuitas pasokan, dan pengelolaan usaha secara profesional.

(26)

6

pendapatan tidak tercapai. Peningkatan kinerja petani dalam usaha integrasi tanaman dan ternak dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia (SDM), sebagaimana yang diungkapkan oleh Pambudy dan Dabukke (2010) pengembangan SDM pertanian atau pengusahatani (wirausaha-agribisnis) merupakan prioritas yang perlu diperhatikan, sebab SDM pertanian tersebut yang merencanakan, melaksanakan dan menanggung risiko produksi, juga memutuskan untuk mengadopsi atau menunda penerapan suatu teknologi untuk mendapatkan nilai tambah. Selain itu pentingnya peran sumberdaya manusia dalam pencapaian keunggulan kompetitif juga diungkapkan oleh Krisnamurthi (2001), yaitu faktor manusia menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian keunggulan kompetitif, karena pada manusia akan diperoleh kreativitas dan inovasi, pada manusia juga melekat kemampuan dan keberanian serta sikap memanfaatkan peluang dan mengatasi kesulitan. Penguasaan dan pemanfaatan teknologi serta inovasi juga akan terletak pada manusia, disamping kemampuan untuk mendapatkan modal, informasi dan jaringan usaha. Inovasi pada sistem integrasi tanaman padi dan ternak ruminansia dipengaruhi oleh entrepreneurial skill yaitu berupa diversifikasi, pola integratif, orientasi pemanfaatan sumber daya lokal, dan teknologi pengolahan hasil (Ningsih 2014).

Penerapan konsep perilaku kewirausahaan pada petani yang menjalankan sistem integrasi, diharapkan dapat mempengaruhi kinerja usahanya. Perilaku kewirausahaan yang melekat pada petani akan terbangun menjadi lebih aktif dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi bisnis, inovatif dalam proses produksi maupun penciptaan produk baru, serta berani mengambil risiko usaha. Berdasarkan model pengembangan kewirausahaan petani pada integrasi tanaman dan ternak yang diteliti oleh Ningsih (2014), mengatakan bahwa pembentukan

entrepreneur farmer yang memiliki kapasitas kewirausahaan entrepreneurial skill

(professional, management, cooperative, opportunity, strategy) dalam level yang cukup akan tercapai apabila penerapan adopsi inovasi yang dilakukan oleh petani disertai dengan entrepreneurial learning process serta didukung oleh lingkungan yang kondusif. Penelitian ini dimulai dengan mengetahui hubungan karakteristik personal yang tercermin dari perilaku petani dengan kinerja usaha. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan perilaku yang melekat pada diri wirausaha petani dengan kinerja usaha. Ini dikarenakan untuk menilai apakah suatu kinerja usaha berjalan baik atau tidak dilihat dari perilaku petani, sebelum dipengaruhi oleh jiwa kewirausahaan yang ada pada tiap individu dan pengaruh lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Selanjutnya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha yang dijalankan petani juga diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perilaku kewirausahaan mempengaruhi kinerja petani dalam usaha integrasi tanaman dan ternak. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini difokuskan pada perilaku kewirausahaan petani melalui sifat dan kebiasaannya dalam menjalankan usaha. Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik petani yang menjalankan integrasi tanaman dan ternak?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani dalam integrasi tanaman dan ternak?

(27)

7 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi karakteristik petani yang menjalankan integrasi tanaman dan ternak.

2. Menganalisis faktor individu dan lingkungan yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani.

3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan sistem integrasi tanaman dan ternak yang berdaya saing khususnya di Kabupaten Lima Puluh Kota. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui apakah dengan menganalisis perilaku kewirausahaan petani dapat dijadikan alternatif pendekatan lain dalam peningkatan kinerja usaha petani. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmiah dibidang kewirausahaan, dan dapat digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam meningkatkan dan mengembangkan kewirausahaan.

Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai studi kasus, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain. Selain itu petani responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani yang menjalankan usaha integrasi tanaman dan ternak yang mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Usaha Integrasi Tanaman dan Ternak

(28)

8

memberikan keuntungan dalam konversi lahan dan meningkatkan produktivitas lahan1. Sinergisme tersebut dapat terlihat dari keterpaduan antara tanaman dan ternak dengan mengoptimalisasikan sumberdaya lokal sehingga dapat memaksimalkan produksi dalam jangka panjang melalui diversifikasi usaha.

Konsep integrasi tanaman dan ternak (zero waste) yang dilakukan dibeberapa tempat telah terbukti dapat melestarikan lingkugan. Hal ini dapat dilihat bahwa limbah hasil dari kegiatan usaha menjadi input bagi kegiatan usaha atau produksi lain, dimana jerami padi digunakan sebagai pakan ternak dan kotoran ternak menjadi biogas dan pupuk organik yang digunakan untuk tanaman. Berdasarkan hasil analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan yang dilakukan Sumantri dan Anna (2011) menunjukkan hasil bahwa kegiatan pengembangan usaha tanaman (padi) yang berintegrasi dengan sapi potong pada kondisi normal dan incremental net benefit layak untuk diusahakan. Selain itu, analisis kelayakan finansial pengembangan usaha padi yang berintegrasi dengan sapi potong pada kondisi risiko produksi dan harga output padi juga layak untuk diusahakan. Kegiatan pengembangan usaha padi yang berintegrasi dengan sapi potong sangat sensitif terhadap perubahan produktivitas padi dan tingkat risiko yang paling tinggi ada pada risiko produksi. Hal ini dapat dilihat dari indikator kriteria investasi yang menunjukkan nilai NPV mencapai Rp 511 329 761.71, IRR mencapai 19.8 persen, Net B/C mencapai 1.24, dan payback period mencapai 6 tahun 2 bulan 16 hari. Menurut Suwandi (2005) jika dibandingkan dengan petani yang tidak mengadopsi pola sistem integrasi tanaman dan ternak, usaha padi sawah dengan pola ini mampu meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen dengan keuntungan 14.7 persen lebih tinggi. Peningkatan penggunaan pupuk kandang sebesar satu unit dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.125 dengan peningkatan keuntungan usahatani sebesar 0.134.

Penerapan model integrasi yang lebih baik dapat mencapai total keuntungan yang maksimum melalui aktivitas-aktivitas usahatani, salah satunya yaitu sistem integrasi tanaman dan ternak yang berskala wilayah melalui hubungan kerjasama. Maudi (2010) menyebutkan bahwa sangat besarnya skala ekonomi masing-masing aktivitas usahatani yang diusahakan menyebabkan setiap aktivitas usaha yang diintegrasikan perlu diusahakan pada tingkat kelompok tani. Cara ini dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan, pelatihan dan mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah (Elly et al. 2008). Kerjasama antara pemerintah dengan petani-peternak sangat dibutuhkan dalam pengembangan pola integrasi ini. Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem integrasi tanaman dan ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif. Pemerintah juga perlu memberikan bantuan modal, penyuluhan, pelatihan, dan introduksi tanaman hijauan pakan unggul yang dapat ditanam oleh petani.

Pemerintah telah aktif mendorong pelaksanaan integrasi tanaman dan ternak di kawasan yang cocok sebagai pengembangan dan sesuai dengan konsep tersebut (Makka 2012) karena hampir seluruh wilayah di Indonesia berpotensi dalam

1

(29)

9 pengembangan integrasi tanaman dan ternak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Diwyanto et al. (2001) bahwa sistem integrasi tanaman dan ternak berpeluang untuk terus dikembangkan baik di daerah dengan luasan lahan pertanian yang terbatas (Jawa dan Bali) maupun di daerah dengan potensi lahan pertanian yang luas (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua) karena dapat diterima oleh petani. Sistem integrasi tanaman dan ternak dikembangkan untuk mengoptimalkan usaha agribisnis, dan efisiensi input produksi dengan tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya alam untuk menghasilkan produk pertanian (tanaman atau ternak) yang berdaya saing sekaligus peningkatan pendapatan petani. Namun sistem integrasi tanaman dan ternak tidak dapat dikatakan berhasil karena sebagian daerah yang menerima program tidak dapat menjalankan prinsip ini dan pada akhirnya kembali kepada bentuk tradisional (Muslim β006). Untuk mengatasi masalah tersebut Arfa‟i (β001) mengatakan ada beberapa strategi yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan program integrasi diantaranya: (a) peningkatan modal usaha melalui pemberian kredit lunak pada petani; (b) penerapan teknologi tepat guna berbasis petani dalam manajemen pemeliharaan, budidaya reproduksi, dan pengolahan limbah ternak; (c) pengembangan kawasan sentra pembibitan sapi potong melalui pengembangan sistem kelembagaan kelompok sehingga akan membantu mempercepat pencapaian swa-sembada daging sapi; (d) peningkatan efisiensi melalui peningkatan skala usaha; dan (e) optimalisasi fungsi kelompok melalui penguatan fungsi koperasi, penerapan manajemen yang transparan, dan pendampingan yang intensif. Sedangkan program yang dapat dilaksanakan pemerintah terdiri dari; penguatan modal usaha, menjalin kemitraan dengan instansi terkait terutama dibidang pemasaran, penguatan lembaga keuangan mikro, peningkatan kualitas SDM khususnya petani dengan mengadakan pelatihan, pendamping, petugas teknis, penataan kawasan sentra pembibitan melalui sistem kelembagaan kelompok dan penyediaan bibit.

Kewirausahaan pada Petani

Salah satu variabel human capital dari petani yang diabaikan selama ini adalah kewirausahaan. Hal ini karena wirausaha selalu dikonotasikan dengan pelaku bisnis di luar pertanian. Wirausaha dan petani dianggap sebagai individu yang berbeda kutub, sehingga tidak mungkin ada istilah wirausaha pertanian atau kewirausahaan petani2. Padahal kewirausahaan merupakan faktor kunci bagi kelangsungan hidup bagi petani skala kecil dalam perubahan ekonomi yang semakin kompleks. Agar petani dapat mengembangkan usahanya dengan baik dan mendapatkan laba yang selalu meningkat, maka petani harus memahami dan menerapkan jiwa-jiwa kewirausahaan, antara lain mempunyai tujuan ke depan, percaya diri, mau bekerja keras, mampu menghadapi risiko, mau bekerjasama dengan orang lain, menghargai kritik dan saran, selalu mempunyai ide-ide yang

2

Burhanuddin. Petani Bukan Wirausaha? Salah Kaprah!. [Internet]. [diakses pada 26 Juli 2015].

Tersedia pada:

(30)

10

baru, mencari dan memanfaatkan peluang3. Untuk menjadi seorang wirausaha, petani kecil (gurem) sangat membutuhkan sifat-sifat tersebut dan dituntut untuk mempunyai wawasan agar mampu berinovasi. Menurut Kahan (2012), seorang petani wirausaha akan melihat usaha pertanian yang dilakukan petani sebagai bisnis, petani melihat pertanian sebagai sarana mendapatkan keuntungan, mempunyai gairah dalam usaha pertanian, dan bersedia untuk mengambil risiko yang diperhitungkan untuk mencapai keuntungan serta mengembangkan usaha.

Pembangunan kewirausahaan petani berawal dari kualitas petani itu sendiri sebagai pelaku utama. Petani yang berkualitas merupakan wujud kompetensi yang dimilikinya. Kompetisi tersebut dapat berupa keterampilam, yang dapat ditingkatkan melalui pengetahuan dan sikap petani. Sehingga keterbatasan petani yang dikarenakan sempitnya lahan yang dimiliki, tingkat pendidikan yang rendah, tidak adanya kepastian harga dan pasar dapat diatasi (Mcelwee 2006 dan Damihartini et al. 2005). Oleh karena itu, dalam pengembangan jiwa kewirausahaannya, petani membutuhkan dukungan dari pemerintah. Misalnya, menghapus kebijakan impor produk pertanian, menyediakan asuransi untuk petani, menjalankan reforma agraria, menambah alokasi dana APBD untuk sektor pertanian, menyediakan informasi pasar, serta perbaikan infrastruktur pedesaan (jalan, listrik, sarana komunikasi, dan irigasi) dan menyediakan akses modal/kredit yang biasa menjadi alasan klasik mengapa petani kesulitan megembangkan usaha pertaniannya4. Dalam menjalankan usahatani yang lebih intensif dan memiliki risiko tinggi membutuhkan modal besar serta membutuhkan kewirausahaan yang lebih tinggi (Darmadji 2012). Alternatif yang dapat dilakukan yaitu menyediakan kredit untuk petani melalui koperasi atau kelompok tani serta mengembangkan pemasaran berupa kemitraan yang saling menguntungkan untuk melindungi petani dari persaingan yang tidak seimbang.

Perubahan di bidang pertanian juga berdampak pada kewirausahaan petani di negara maju. Sebagaimana yang digambarkan oleh Lauwere et al. (2002), dalam penelitiannya mengenai kewirausahaan petani di Belanda yang difokuskan pada karakteristik pribadi pengusaha, pada berbagai strategi yang mereka gunakan untuk menghadapi perubahan radikal dalam pertanian, pengetahuan penggunaan infrastruktur dan akibatnya, serta penggunaan jaringan sosial dan inovasi. Dimana hasil awalnya menggambarkan bagaimana fitur pertanian, seperti cara pertanian, faktor lingkungan seperti daerah, dan fitur pribadi seperti usia, dapat mempengaruhi kewirausahaan. Petani dari bagian Barat Belanda tampak lebih berorientasi sosial dan proaktif daripada petani di daerah lainnya, sementara petani dari Utara kurang begitu berorientasi sosial dan proaktif dibandingkan petani lain di Belanda. Hal ini dikarenakan petani di Barat hidup dalam persaingan dengan urbanisasi, sementara petani di Utara tinggal di daerah semi pertanian.

3

Enggar Paramita. Upaya Menumbuhkan Semangat Wirausaha pada Petani. [Internet]. [diakses pada 26 Juli 2015]. Tersedia pada: http://worldagroforestry.org/newsroom/highlights/upaya-menumbuhkan-semangat-wirausaha-pada-petani

4

(31)

11 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha

Kewirausahaan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian, termasuk pembangunan pertanian di dalamnya. Kewirausahaan dibidang pertanian sangat berdampak pada kinerja petani dalam menjalankan usahanya. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Sadjudi (2009); Sumantri (2013); Ariesa (2013); dan Puspitasari (2013) menyatakan bawha perilaku kewirausahaan pada petani mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha secara signifikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan antara lain sifat individu, lingkungan ekonomi, dan lingkungan fisik, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usahatani, antara lain kerpibadian individu, lingkungan ekonomi, lingkungan politik, lingkungan fisik, dan perilaku kewirausahaan. Pada penelitian Ariesa (2013) mengenai pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau Virginia di Jawa Timur yang dianalisis melalui regresi linear berganda, menunjukkan hasil bahwa sifat individu dan faktor lingkungan mempengaruhi perilaku kewirausahaan dengan pengaruh terbesar berasal dari sifat individu. Perilaku kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha, namun bukan menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja pertanian. Lingkungan ekonomi menjadi variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja pertanian karena umumnya petani tembakau sangat responsif pada perubahan harga. Perilaku kewirausahaan saja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena komoditas tembakau menghadapi industri rokok dengan struktur pasar oligopsoni yang membuat petani tidak memiliki posisi tawar sehingga membutuhkan lingkungan yang mendukung dalam mengusahakan tembakau. Penelitian Verhees et al. (2008) menguji secara empiris apakah

entrepreneurial proclivity (EP) memberikan kontribusi terhadap kinerja peternakan. Peneliti membuat hipotesis mengenai hubungan EP dengan kinerja dengan unit analisis petani Belanda dan Slovenia, dimana hasilnya menunjukkan bahwa EP berpengaruh positif pada kinerja dan kinerja yang diharapkan petani Belanda dan Slovenia dan pengaruh yang mendasari dimensi EP terdiri dari inovasi, proaktif serta pengambilan risiko.

(32)

12

kewirausahaan pada usaha anggrek menggunakan Structural Equation Models

(SEM), menyatakan bahwa faktor individu yang signifikan mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah keinginan berwirausaha, motif berprestasi, serta persentase terhadap usaha. Sementara faktor ekternalnya adalah dukungan pemerintah berupa penyuluhan dan pelatihan, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar ternyata berpengaruh negativ terhadap perilaku kewirausahaan. Variabel laten perilaku kewirausahaan berpengaruh positif dan langsung secara signifikan terhadap kinerja usaha. Dengan demikian perilaku kewirausahaan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha, sehingga dengan ketekunan, ketanggapan terhadap peluang, inovatif, keberanian mengambil risiko dan kemandirian pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja usaha. Dengan mengunakan alat analisis yang sama yaitu SEM, Burhanuddin (2014) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternak ayam boiler. Faktor individu yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternak yaitu intensitas inovasi peternak, intensitas penelitian peternak, keberanian mengambil risiko dalam berinvestasi, efisiensi produksi peternakan, pengendalian biaya-biaya peternakan, pengetahuan produksi tenaga kerja dan sikap tenaga kerja. Sedangkan faktor lingkungannya adalah kebijakan pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan bantuan teknis peternakan.

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kewirausahaan

(33)

13 memahami peluang bisnis yang ditindaklanjuti dengan pembentukan organisasi bisnis untuk mewujudkan peluang tersebut menjadi kenyataan.

Entrepreneur dapat berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, kondisi keluarga, dan pengalaman kerja. Wirausaha potensial dapat berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Walaupun sudah banyak aspek dari latar belakang pengusaha yang telah dieksplorasi, hanya sedikit yang membedakan pengusaha dari masyarakat umum atau manajer. Latar belakang wirausahawan yang dieksplorasi meliputi lingkungan keluarga masa anak-anak, pendidikan, nilai pribadi, dan pengalaman kerja. Wirausahawan dapat ditemukan pada semua jenis pekerjaan antara lain pendidikan, kesehatan, penelitian, hukum, arsitektur, keteknikan, pekerja sosial, dan distribusi (Hisrich dan Peters 2008). Kewirausahaan dari beberapa pendapat dapat disimpulkan sebagai suatu perilaku yang meliputi pengambilan keputusan, pengaturan dan pengorganisasian mekanisme sosial ekonomi dalam merubah sumber daya atau situasi menjadi suatu hal yang berguna, dan berani mengambil risiko. Hal tersebut merupakan sesuatu yang baru atau unik ataupun yang sudah ada namun ada nilai yang dimasukkan oleh wirausahawan dengan cara menerima dan mengalokasikan kemampuan dan sumber daya yang diperlukan. Beberapa definisi kewirausahaan memiliki sedikit perbedaan tetapi mengandung gagasan yang sama, yaitu kebaruan, pengorganisasian, penciptaan, pendapatan, dan pengambilan risiko. Pada prakteknya, wirausahawan dapat digolongkan menjadi entrepreneur

(wirausahawan sebagai pemilik bisnis), intrapreneur (wirausaha di dalam perusahaan), ecopreneur, ultrapreneur, collective entrepreneur, academic entrepreneur, dan beberapa jenis wirausahawan yang lain (Hubeis 2009).

(34)

14

Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Perilaku merupakan semua kegiatan manusia, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo 2003). Perilaku kewirausahaan merupakan bagian penting di dalam proses kewirausahaan. Perilaku kewirausahaan merupakan perilaku manusia dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang melalui pembentukan dan pengembangan usaha (Bird dan Schjoedt 2009), maupun mengeksplorasi dan menciptakan peluang di dalam kegiatan usaha yang sedang dijalankan (Gartner, Carter dan Reynold 2010) melalui tindakan yang mengarah pada konsep-konsep kewirausahaan yaitu tindakan yang menunjukkan kreativitas, inovasi dan berani berisiko (Delmar 1996 dan Kasmir 2006). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku kreatif dan inovatif merupakan karakteristik utama dari perilaku kewirausahaan. Sifat (personality trait) seseorang dapat menentukan dan menjadi prediktor bagi perilaku kewirausahaan (Rauch dan Freese 2007). Seseorang yang mempunyai perilaku kewirasahaan memiliki peluang untuk mengembangkan dan menambah pemahaman, pengetahuan serta kemampuan untuk meningkatkan potensi sumberdaya manusia terutama dalam mencapai kapasitas sebagai seorang wirausaha (Ucbasaran et al. 2005). Selain itu, perilaku kewirausahaan juga dapat mendukung perubahan sosial dan memfasilitasi inovasi dalam organisasi usaha (Kuratko 2009).

Pendekatan perilaku memandang penciptaan suatu usaha sebagai hasil dari berbagai pengaruh. Gartner (1988) mengemukakan bahwa fokus pada apa yang dilakukan oleh wirausahawan lebih penting daripada siapa wirausahawan. Pada pendekatan perilaku, wirausaha dilihat sebagai satu set aktivitas dalam menciptakan organisasi usaha sedangkan pendekatan sifat melihat wirausaha sebagai satu set sifat dan karakter. Proses kewirausahaan melibatkan banyak fungsi, aktivitas, tindakan yang berhubungan dengan mengamati peluang dan menciptakan usaha untuk mewujudkan tujuan. Sifat yang dapat memprediksi perilaku kewirausahaan adalah sifat yang sesuai dengan karakteristik pekerjaan. Winardi (2008) menyatakan bahwa karakteristik wirausaha yang berhasil dapat tercermin dari perilakunya dalam berusaha. Perilaku tersebut diantaranya bekerja keras, berorientasi kedepan, kompeten secara teknikal, kesediaan untuk mendelagasi, dan orang yang dapat menggerakkan diri. Melalui keterlibatan perilaku kewirausahaan dapat menyebabkan berkembangnya motivasi dan cara-cara berfikir yang diinginkan dalam menjalankan usaha.

(35)

15 dalam Mazzarol et al. 1999). Sifat yang dapat menjadi prediktor bagi perilaku kewirausahaan, antara lain need for achievement, inovatif, proaktif, self efficacy, stress tolerance, need for autonomy, individu locus of control, dan kecenderungan mengambil risiko (Rauch dan Frese 2007). Berdasarkan beberapa penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor-faktor demografis seperti gender, umur, pendidikan, jenis kelamin, pengalaman bekerja dan latar belakang orang tua akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha (Mazzarol et al. 1999; Shane et al. 2003; dan Ucbasaran et al. 2005).

Bird (1996) menyebutkan ada empat elemen yang membentuk perilaku wirausaha yaitu: (1) faktor individu meliputi kondisi orang-orang yang ada dalam organisasi; (2) faktor organisasi menyangkut kondisi individu, keberadaan serta daya tahan lembaga tersebut; (3) faktor lingkungan meliputi faktor yang berada di luar organisasi dan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi; dan (4) faktor proses, sebagai aktivitas kerja yang terjadi dalam organisasi termasuk terjadinya interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Bird (1996) merinci faktor individu tersebut ke dalam tiga komponen, yaitu: (1) karakteristik biologis (umur, jenis kelamin, pendidikan); (2) latar belakang wirausaha (pengalaman usaha, alasan berusaha, pekerjaan keluarga); dan (3) motivasi, ketekunan, kegigihan, dan kemauan keras untuk berhasil. Alma (2010) juga menyebutkan lima unsur karakteristik individu yang melatarbelakangi perilaku seseorang menjadi wirausaha, yaitu: (1) lingkungan keluarga (silsilah dalam keluarga dan pekerjaan orang tua); (2) pendidikan; (3) nilai-nilai personal; (4) usia; dan (5) riwayat pekerjaan. Serta Riyanti (2003) mengemukakan beberapa karakteristik individu (faktor demografi) wirausaha terkait dengan keberhasilan usaha skala kecil, yaitu: (1) usia; (2) keterlibatan dalam pengelolaan usaha sejenis (pengalaman usaha); (3) pendidikan; dan (4) perilaku inovatif.

(36)

16

Cuaca yang mendukung, tanah yang subur, dan adanya sarana prasarana akan menunjang usaha yang dilakukan petani dan juga meningkatkan motivasi dalam berusahatani. Faktor-faktor lingkungan fisik yang mendukung juga meningkatkan kreativitas dan keberanian petani dalam mengambil risiko (Priyanto 2009). Petani membutuhkan informasi (informasi inovasi teknologi dan pelaksanaan bisnis baru), mereka harus memahami kemana arah dari satu alur dan keputusan seperti apa yang harus diambil untuk mencapai tujuan (Licht dan Jordan 2005).

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha

Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan selama periode tertentu dalam melaksanakan pekerjaan dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja, target atau kriteria yang telah ditentukan (Rivai dan Basri 2005; Dessler 2000; Mangkunagara 2002). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans 2005). Sedangkan Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian, pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya pencapaian tujuan usaha. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berjalan sendiri. Kinerja berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Pada dasarnya, kinerja dipengaruhi oleh harapan mengenai imbalan, dorongan, kemampuan, kebutuhan dan sifat, persentase terhadap tugas, imbalan individu dan lingkungan, serta persentase terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

(37)

17 mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

Perilaku kewirausahaan berpengaruh positif pada kinerja, hipotesis ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kuratko (1999) bahwa kewirausahaan berimplikasi positif pada pertumbuhan usaha dan kinerja. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta (Rivai dan Basri 2005). Oleh karena itu, kinerja dilihat dari produktivitas, kualitas, dan keuntungan. Riyanti (2003) menyatakan bahwa kinerja usaha atau keberhasilan usaha juga sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kepribadian yang dimiliki, faktor kepribadian ini mempengaruhi hingga 49 persen yaitu seperti sifat keinginan melakukan pekerjaan dengan baik, motivasi diri yang kuat, percaya diri, berfikir positif, memiliki komitmen dan sabar. Bentuk lain yang juga dapat meningkatkan kinerja kewirausaahan adalah faktor individu yang ada pada diri wirausaha itu sendiri berupa tingkat pendidikan, usia dan pegalaman (Ucbasaran et al. 2005). Dengan pendidikan wirausaha dapat memberikan outlet yang sangat produktif bagi ketermapilan dan kinerja mereka. Faktor usia menggambarkan kestabilan wirausaha dalam menghadapi goncangan karena mereka cenderung lebih banyak mendapatkan pelatihan serta pengalaman membawa mereka langsung berhadapan dengan masalah dalam usaha yang sedang mereka jalani.

Sanchez dan Marin (2005) mengukur kinerja usaha dengan melihat dari aspek profitabilitas, produktivitas, dan pasar. Lee dan Tsang (2001) mengukur kinerja usaha dari tiga indikator yaitu pertumbuhan penjualan (sales growth), pertumbuhan profit (profit growth), dan pertumbuhan modal (capital growth). Keberhasilan usaha dapat dilihat dari peningkatan atau perkembangan kinerja usaha setiap periode waktu tertentu. Suatu usaha dapat dinyatakan berhasil jika mengalami sedikitnya 6-10 persen pertumbuhan per tahun (Ghost et al. dalam Meng dan Liang 1996). Menurut Jauch dan Glueck (1998), kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, pengembalian modal, dan pangsa pasar yang diraihnya. Sementara itu, menurut Praag (2005) keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, dan peningkatan keuntungan dan pendapatan. Keberhasilan usaha (performance outcomes) menurut Day (1990) meliputi: (1)

satisfaction (kepuasan) terkait dengan semakin banyak pihak merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan, (2) loyality (loyalitas) menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) market share

(pangsa pasar) berhubungan dengan kemampuan memperluas pangsa pasar, dan (4) profitability (pendapatan), ditandai dengan adanya peningkatan profit yang signifikan.

(38)

18

Gambar 1, kinerja terbentuk dari kewirausahaan dan lingkungan usaha, yaitu berupa tindakan-tindakan yang dilakukan wirausaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Gambar 1 Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis

Sumber: Diadopsi dari Delmar (1996)

Selain itu, Suryana dan Kartib (2011) menyimpulkan bahwa kerangka berpikir mengenai kewirausahaan dapat dilihat pada Gambar 2. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sndiri atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan. Pola tanggap tersebut dapat dilihat melalui karakteristik perorangan atau individu dan karakteristik kelompok sosial, sedangkan pola peluang dapat muncul dari kebutuhan ekonomi dan kemajuan teknologi. Dengan adanya tanggapan dan peluang tersebut memberikan semangat kepada wirausaha berupa perilaku wirausaha dengan selalu berusaha mencari dan melayani langganan lebih banyak dan lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efesien melalui keberanian mengambil risiko, kreativitas, dan inovasi, serta kemampuan manajemen. Tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan inovatif pada akhirnya dapat memberikan hasil kinerja usaha yang lebih baik.

Gambar 2 Kerangka berpikir tentang kewirausahaan

Sumber: Suryana dan Kartib (2011)

Faktor Individu

FaktorLingkungan

Perilaku

Kewirausahaan Kinerja Bisnis

Kewirausahaan

Pola tanggapan

1. Karakteristik perorangan 2. Karakteristik kelompok sosisal

Pola Peluang

1. Kebutuhan ekonomi 2. Kemajuan teknologi

Perilaku kewirausahaan 1. Mendirikan

2. Mengelola 3. Mengembangkan

4. Membudayakan 5. Melembagakan

Kinerja usaha 1. Tepat guna 2. Efesiensi usaha 3. Mutu unggul

(39)

19 Kerangka Pemikiran Konseptual

Penerapan konsep perilaku kewirausahaan dapat mempengaruhi kinerja usaha menjadi lebih baik dan berkembang. Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor individu yang berasal dari diri pribadi, dan faktor lingkungan yang berasal dari lingkungan. Fokus pada penelitian ini adalah melihat apa yang dilakukan petani wirausaha dalam kegiatan usahanya dan pengaruhnya pada kinerja, sedangkan sifat dan karakteristik wirausaha menjadi salah satu faktor-faktor pembentuk perilakunya. Berdasarkan teori maupun studi empirik dan penelitian terdahlu, pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa ada hubungan antara perilaku kewirausahaan dengan kinerja usaha. Perilaku kewirausahaan akan sangat dipengaruhi oleh faktor dari individu itu sendiri dan juga lingkungan atau dapat disebut faktor lingkungan. Faktor lingkungan juga tidak hanya mempengaruhi perilaku tetapi juga berpengaruh terhadap individu dan kinerja usaha, sementara kinerja usaha juga dipengaruhi oleh perilaku kewirausahaan.

`

Gambar 3 Kerangka pemikiran konseptual pengaruh perilaku kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha

Faktor-faktor individu yang akan diteliti dan dikaji pada penelitian ini diantaranya: pendidikan, pengalaman, motivasi berprestasi, keinginan berwirausaha, persentase terhadap usaha. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya, ketersediaan bahan input, dukunganpenyuluhan dan pelatihan,

Kinerja usaha petani :

 Meningkatnya pendapatan

 Perluasan wilayah pemasaran

 Keunggulan bersaing

Sumber: Delmar (2006); Robbins (2006); Mangkunegara (2002)

(40)

20

bantuan modal usaha, dukungan promosi danpemasaran, dukungan regulasi usaha, kekompakan petani dan aksesterhadap informasi pasar. Indikator bagi perilaku kewirausahaan adalah tekunberusaha, tanggap terhadap peluang, inovatif, berani mengambil risiko danbersikap mandiri. Indikator kinerja usaha yang digunakan adalah peningkatanpendapatan, perluasan wilayah pemasaran, dan keunggulan bersaing.

Kerangka Pemikiran Operasional

Perkembangan lingkungan bisnis telah menuntut petani memiliki jiwa kewirausahaan sehingga diperoleh nilai tambah yang lebih besar dari produk pertanian yang dihasilkan. Seorang petani wirausaha menggerakan dan mengkombinasikan faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal untuk menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai jual. Untuk menjadi petani wirausaha, pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu kunci dalam menjawab permasalahan ini karena untuk menempati pasar yang bersaing dibutuhkan petani yang kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dan menghasilkan sesuai standar yang diinginkan konsumen. Oleh karena itu, dilihat hubungan dan pengaruh antara sifat individu petani yaitu hubungan antara faktor individu (individu), faktor lingkungan (lingkungan), perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usahatani. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional = Analisis SEM (Structural Equation Models)

Kinerja Kualitas SDM rendah

Pemanfaatan teknologi dan inovasi

produk sampingan (byproduct)

pertanian belum optimal

Beternak hanya sebagai usaha

sampingan

Sumberdaya yang tersedia tidak

dikelola dengan baik

Keterbatasan sumberdaya manusia dan input produksi (pupuk dan pakan ternak)

Pengembangan SDM (petani) menjadi prioritas karena petani yang merencanakan, melaksanakan menanggung risiko dan memutuskan apakah mengadopsi teknologi dan inovasi atau menundanya

Perlu petani wirausaha untuk mengelola usaha integrasi tanaman dan ternak melalui perilaku kewirausahaan dalam peningkatan kinerja usahatani

Faktor individu Perilaku

kewirausahaan

(41)

21 Faktor kewirausahaan menentukan berhasil tidaknya petani dalam menyesuaikan dengan perubahan lingkungan bisnis. Perilaku kewirausahaan dibentuk oleh sifat individu dan faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politik, dan lingkungan fisik. Selain mempengaruhi perilaku kewirausahaan, sifat individu dan lingkungan juga mempengaruhi kinerja usaha integrasi tanaman dan ternak. Dimensi-dimensi diperoleh dengan menjabarkan variabel sifat individu dan lingkungan yang berpengaruh pada kewirausahaan. Variabel-variabel tersebut diidentifikasi berdasarkan hasil kajian literatur dan penelitian terdahulu kemudian dikembangkan menjadi suatu daftar pertanyaan terstruktur pada kuesioner yang akan dinilai oleh responden yang telah ditentukan.

4

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada bulan Januari sampai Maret 2015. Pemilihan tempat ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten yang menerima program integrasi tanaman dan ternak dari tahun 2011 di Sumatera Barat, selain itu sapi juga merupakan salah satu komoditas unggulannya. Populasi sapi menurut data terakhir pada tahun 2013 mencapai 33.994 ekor (BPS Kabupaten Lima Puluh Kota 2014). Pelaksanaan integrasi tanaman dan ternak dilaksanakan oleh kelompok tani yang tersebar dibeberapa kecamatan yaitu di Kecamatan Payakumbuh, Harau, Guguk, dan Situjuh (Dinakeswan Kabupaten Lima Puluh Kota 2013). Disamping itu, juga terdapat petani yang secara swadaya melakukan integrasi tanaman dan ternak. Pada kondisi ini petani awalnya memelihara salah satu komponen integrasi, kemudian diikuti dengan integrasi tanaman dengan ternak dalam hal pembagian lahan. Pada tahap selajutnya terjadi perkembangan integrasi dengan saling memanfaatkan limbah komponen sistem integrasi.

Jenis dan Sumber Data

Gambar

Tabel 1  Populasi ternak (ekor) di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008 - 2012
Gambar 2  Kerangka berpikir tentang kewirausahaan
Gambar 3  Kerangka pemikiran konseptual pengaruh perilaku kewirausahaan
Gambar 4  Kerangka pemikiran operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait