• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha Pada Industri Makanan Ringan Di Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha Pada Industri Makanan Ringan Di Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA

WANITA WIRAUSAHA PADA INDUSTRI MAKANAN

RINGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT

AMRI SYAHARDI

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Amri Syahardi

(4)

RINGKASAN

AMRI SYAHARDI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA dan RATNA WINANDI.

Kewirausahaan yang dilakukan oleh wanita memiliki tradisi yang kuat terutama di sektor perdagangan kecil, industri makanan dan minuman, industri pakaian jadi, industri kayu, bambu, dan rotan, dan termasuk perabot rumah tangga serta kosmetik. Sumatera Barat merupakan salah satu daerah sentra industri makanan ringan yang berpotensial untuk dikembangkan, dimana sasaran jangka panjang dari pengembangan industri kecil menengah makanan ringan ini adalah meningkatnya mutu produk makanan ringan indonesia yang semakin higienis dan memenuhi persyaratan kesehatan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku secara internasional dan terwujudnya industri makanan ringan yang memiliki competitive advantages sehingga berdaya saing tinggi di pasar internasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) profil wanita wirausaha dan industri makanan ringan; (2) karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha; dan (3) pengaruh karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, serta perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha wanita wirausaha. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang dilaksanakan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 105 sampel. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Wanita wirausaha yang bergerak pada industri makanan ringan di Provinsi Sumatera Barat secara umum berada pada usia produktif yaitu di atas 40 tahun. Usaha yang dikelola wanita wirausaha pada umumnya masih tergolong usaha kecil dengan pendapatan rata-rata Rp. 1.687.835 per minggu; (2) Karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. (3) Karakteristik personal yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha adalah pendidikan dan latar belakang keluarga; lingkungan internal usaha yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha adalah aspek keuangan; lingkungan eksternal usaha yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha adalah pemasaran; Perilaku kewirausahaan yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha adalah inovasi.

(5)

SUMMARY

AMRI SYAHARDI. Factors Affecting Business Performance of Women Entrepreneurs in Snack Foods Industry in West Sumatera Province. Supervised by LUKMAN M. BAGA and RATNA WINANDI.

Entrepreneurship performed by women has a particularly strong tradition in the small trade sector, food and beverage industry, apparel industry, wood, bamboo and rattan industry, as well as household furnishings and cosmetics. West Sumatra is central area of food industry with the potential to be developed. The long-run goal of the development of small and medium enterprise of snack food is the increase of quality of this product in Indonesia. The improvement includes the production of more hygienic product which meets the health requirements and other international provisions and also the realization of snack food industry that has competitive advantages which further will gain the international market for its high level of competitiveness.

The purpose of this study was to analyze (1) the profile of women entrepreneurs and snack food industry; (2) personal characteristics, internal and external business environment and entrepreneurial behavior of women entrepreneurs; and (3) the influence of personal characteristics, internal and external business environment, as well as entrepreneurial behavior towards business performance of women entrepreneurs. This study was conducted using a survey performed in the Lima Puluh Kota District and Payakumbuh City. Methods of data analysis used were descriptive and quantitative analyses using Structural Equation Modeling (SEM). Samples selected were 105 samples. The results showed: (1) Women entrepreneurs engaged in the snack food industry in West Sumatra Province were generally in the productive age of 40 years. Yet, business run by the entrepreneurial women was still relatively small businesses with average income of Rp. 1.687.835 per week; (2) The personal characteristics, internal environment of business, external environment of business, and entrepreneurial behavior of women entrepreneur possitively and significantly affected the business performance; (3) The most dominant personal characteristics affected the performance of the business was education and family background; the most dominant internal environment of business which influenced the business performance was financial aspect; the most dominant external environment of business affected the business performance was marketing; the most dominant entrepreneurial behavior affected the business performance was innovation.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA USAHA

WANITA WIRAUSAHA PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN

DI PROVINSI SUMATERA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi Sumatera Barat

Nama : Amri Syahardi NIM : H351130411

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi Sumatera Barat” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih sebesarnya-besarnya kepada:

1. Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran, kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Bapak Dr Ir Burhanuddin, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku moderator sekaligus dosen penguji dari program studi yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Bapak Dr Ir Suharno, MADev selaku ketua dan sekretasis program studi serta seluruh Bapak Ibu dosen dan staf yang telah memberi arahan dan bantuan selama proses perkuliahan di program studi Magister Sains Agribisnis.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memeberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) kepada penulis selama dua tahun perkuliahan.

5. Orang tuaku Ibunda Titi Erwati, SPd dan Ayahanda Amrismen, Nenekku Ibu Hj Nurma dan Ibu Hj Nurmayulis, Adikku Hidayatul Amri, Rahmita Oktahara, Fadhil Arsyad dan Putri Annisa Harun, SFarm, Apt terima kasih atas do’a, kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi, dan kesabaran yang diberikan.

6. Ibu-ibu pelaku usaha industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini serta Bapak dan Ibu Staf Dinas Koperindag Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh atas informasi dan bantuan yang diberikan.

7. Seluruh teman kelas Magister Sains Agribisnis Angkatan 4 (MSA 4) dan Sahabat Rumah Agribisnis atas persahabatan, kebersamaan, kekompakan, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama proses perkuliahan.

8. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, November 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Wanita Wirausaha dan Alasan memilih untuk Berwirausaha 8

Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Kinerja Usaha 9

Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal Usaha terhadap

Kinerja Usaha 12

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha 13

3 KERANGKA PENELITIAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Kerangka Operasional 19

4 METODE PENELITIAN 22

Waktu dan Lokasi 22

Jenis dan Sumber Data 23

Metode Pengumpulan Data 23

Metode Penentuan Responden 23

Metode Analisis Data 24

Variabel dan Pengukuran 32

5 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DAN WANITA WIRAUSAHA 34

Kabupaten Lima Puluh Kota 34

Kota Payakumbuh 34

Karakteristik Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan 35

Gambaran Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan 38

Profil Industri Makanan Ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota

Dan Kota Payakumbuh 40

Penilaian Responden terhadap Karakteristik Personal, Lingkungan Internal, Lingkungan Eksternal, Perilaku Kewirausahaan, dan

Kinerja Usaha Wanita Wirausaha 41

6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA USAHA 52

Analisis Structural Equation Modeling (SEM) 52

Analisis Model Struktural 58

Implikasi Manajerial 61

7 SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 72

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Tenaga Kerja pada UMKM menurut Jenis Kelamin

di Provinsi-provinsi yang Terdapat di Sumatera 4

2 Jumlah Wanita Wirausaha di Provinsi Sumatera Barat

tahun 2013 5

3 Ringkasan menilai kelayan model (Goodness of Fit) 27

4 Keterangan variabel-variabel pada diagram lintas 30

5 Variabel indikator karakteristik personal 32

6 Variabel indikator lingkungan internal 32

7 Variabel indikator lingkungan eksternal 33

8 Variabel indikator perilaku kewirausahaan 33

9 Variabel indikator kinerja usaha 34

10 Sebaran Penilaian Responden terhadap Karakteristik Personal Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi

Sumatera Barat 41

11 Sebaran Penilaian Responden terhadap Lingkungan Internal Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di

Provinsi Sumatera Barat 44

12 Sebaran Penilaian Responden terhadap Lingkungan Eksternal Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di

Provinsi Sumatera Barat 47

13 Sebaran Penilaian Responden terhadap perilaku kewirausahaan Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi

Sumatera Barat 49

14 Sebaran Penilaian Responden terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha pada Industri Makanan Ringan di Provinsi Sumatera

Barat 51

15 Kriteria Kesesuaian Model Awal Structural Equation Modeling 53 16 Kriteria kesesuaian model Structural Equation Modeling

setelah direspesifikasi 54

17 Uji Validitas 56

18 Uji Reliabilitas 58

19 Hasil Uji Hipotesis Model Faktor-faktor yang memengaruhi

Kinerja Usaha Wanita Wirausaha 58

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Operasional Penelitian 22

2 Tahapan Analisis Model Persamaan Struktural 25

3 Diagram Lintas Model SEM 31

4 Sebaran Responden Berdasarkan Usia 36

5 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 36

(13)

7 Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Suami 37

8 Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Sebelumnya 39

9 Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelatihan 39

10 Sebaran Responden Berdasarkan Lama Berdirinya Usaha 40

11 Standardized Solution of Structural Equation Modeling Faktor-faktor

yang Memengaruhi Kinerja Usaha Wanita Wirausaha 55

12 Path Diagram t-value Model Faktor-faktor yang Memengaruhi

Kinerja Usaha Wanita Wirausaha 55

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Kabupaten Lima Puluh Kota 73

2 Peta Kota Payakumbuh 74

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kewirausahaan merupakan roda penggerak utama dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu bangsa. Schumpeter (1936) dalam Casson et al. (2006) menyebutkan bahwa kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat dan positif dimana peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kewirausahaan telah menjadi bidang kegiatan yang didominasi oleh laki-laki, namun saat ini mulai berkembang kesan dan inspirasi wanita melalui keberhasilan bisnisnya. Meningkatnya kehadiran wanita di bidang usaha sebagai pengusaha atau pemilik usaha dalam dekade terakhir telah mengubah fenomena karakteristik demografi kewirausahaan. Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan wanita di Indonesia tahun 2013 memiliki persentase sebesar 50.25 persen dan 49.75 persen (BPS 2014a). Berdasarkan data tersebut, memperlihatkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia lebih didominasi oleh laki-laki. Meskipun demikian, wanita memiliki peran yang sama seperti laki-laki dalam pembangunan nasional Indonesia.

Peran wanita dalam pembangunan nasional Indonesia terlihat dari kegiatan pemberdayaan wanita. Visi pembangunan pemberdayaan wanita adalah tercapainya keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dalam pencapaiannya perlu dilaksanakan berbagai ragam kegiatan. Dalam SDGs (Sustainable Development Goals) yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa pemberdayaan wanita merupakan salah satu prioritas keempat yaitu mencapai kesetaraan gender melalui pemberdayaan. Pemberdayaan wanita dalam peningkatan ekonomi dilakukan melalui kewirausahaan, sehingga muncul istilah wanita wirausaha. Wanita wirausaha masih menjadi kaum minoritas bagi kalangan wirausaha. Davidson dan Burke (2004) yang menyatakan bahwa penyebab kaum wanita wirausaha masih menjadi kaum minoritas adalah hambatan yang dihadapi wanita wirausaha dalam memulai atau menjalankan suatu usaha. Kanungo (2003) dalam Saputri dan Himam (2015) menambahkan bahwa hambatan wanita wirausaha dalam memulai usaha adalah pengambilan risiko karena wanita kurang tegas dan percaya diri; status wanita dalam struktur sosial yang membuat wanita tergantung pada suami, ayah, dan keluarga; kurangnya akses pendidikan dan pelatihan bagi wanita; dan sulitnya akses dana dan kredit bagi wanita.

(16)

mengingat wanita sebagai pendukung unit keluarga yang juga berperan dalam tenaga kerja pembangunan yang berarti juga berperan dalam meningkatkan penghasilan keluarga. Sehingga dibutuhkan perhatian yang lebih terhadap perkembangan wanita wirausaha.

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki potensi untuk mengembangkan pemberdayaan ekonomi bagi wanita, terutama yang berkaitan dalam bidang kewirausahaan. Wanita wirausaha merupakan tindakan penciptaan bisnis dan kepemilikannya yang tidak hanya memberdayakan wanita secara ekonomi melainkan juga meningkatkan kekuatan keuangan serta posisi mereka dalam masyarakat. Sehingga wanita wirausaha dalam suatu negara memberikan kontribusi dan berdampak yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara dan merupakan kekuatan ekonomi yang harus diperhitungkan untuk pemulihan perekonomian yang berkelanjutan.

Wanita semakin banyak yang mendirikan dan menjalankan bisnis sendiri seluruh dunia meskipun masih dikategorikan minoritas dalam lingkungan kewirasahaan (Allen et al. 2007). Dengan kata lain, melihat usaha yang dimiliki wanita bukanlah suatu isu umum di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang. Ide dan praktek wanita wirausaha ini merupakan suatu fenomena baru yang belum banyak diteliti di berbagai negara termasuk di Indonesia. Sampai tahun 1980-an sedikit diketahui mengenai wanita wirausaha baik dalam praktek dan penelitian, banyak penelitian yang hanya terfokus pada pada laki-laki wirausaha. Kajian ilmiah mengenai wanita wirausaha dan kepemilikan usaha oleh wanita serta pelaksanaan organisasi masih terkait pada masalah pengembangan.

Wanita wirausaha telah menjadi pemain penting dalam lingkungan kewirausahaan (Pages 2005). Keberadaan dan perkembangan wanita wirausaha di suatu negara sudah diakui sangat berpotensi sebagai motor utama penggerak pembangunan ekonomi melalui proses pemberdayaan wanita dan transformasi sosial sehingga hal tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Wanita wirausaha juga berkontribusi signifikan terhadap ekonomi global, daya saing nasional dan perdagangan masyarakat dengan membawa banyak aset ke pasar global. Wanita wirausaha telah menunjukkan kemampuannya dalam membangun dan memelihara hubungan jangka panjang dan jaringan, berkomunikasi secara efektif, mengatur secara efisien serta menyadari kebutuhan lingkungan. Meskipun jumlah wanita wirausaha masih sedikit dibandingkan laki-laki, namun hal ini telah menunjukkan bahwa wanita tidak lagi sebagai seorang yang menerima upah dan nafkah saja. Di samping mempunyai kewajiban yang ditugaskan kepada mereka seperti perawatan anak dan melakukan pekerjaan rumah, wanita juga sudah banyak menemukan kesuksesannya melalui bisnis sendiri (Jalbert 2008).

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja usaha wanita wirausaha, terutama wanita wirausaha yang berusaha pada usaha mikro, kecil dan menengah dengan mengetahui dan menganalisis faktor yang paling dominan berkontribusi terhadap kinerja usaha yang dikelola oleh wanita wirausaha. Kinerja usaha wanita wirausaha masih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki wirausaha. Hal ini sesuai dengan penelitian Singh

(17)

pertumbuhan tenaga kerja secara nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki.

Industri pengolahan merupakan salah satu lapangan pekerjaan pada usaha mikro, kecil dan menengah yang menyerap tenaga kerja sebanyak 13.31 persen dari total angkatan kerja di Indonesia di samping pertanian, perdagangan dan jasa. Jika dilihat lebih lanjut, berdasarkan data BPS (2014a) mengenai jumlah dan persentase angkatan kerja di Indonesia pada Agustus menurut status pekerjaan utama yaitu berusaha sendiri dan lapangan pekerjaan utama yaitu industri pengolahan secara nasional adalah 674 931 laki-laki dan 867 604 wanita dengan persentase laki-laki sebesar 43.76 persen dan wanita sebesar 56.24 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa persentase wanita yang berusaha sendiri dalam industri pengolahan lebih besar dibandingkan laki-laki. Namun demikian terdapat perbedaan antara kinerja usaha laki-laki dan perempuan, bahwa usaha kecil dan menengah yang dimiliki atau dikelola wanita menunjukkan kinerja yang lebih rendah (Boohene et al. 2008).

Kewirausahaan yang dilakukan oleh wanita memiliki tradisi yang kuat terutama di sektor perdagangan kecil, industri makanan dan minuman, industri pakaian jadi, industri kayu, bambu, dan rotan, dan termasuk perabot rumah tangga serta kosmetik. Di antara kategori industri pengolahan tersebut, industri pengolahan pangan merupakan angka terbesar yang tercatat dalam data BPS berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, yaitu sebanyak 1 243 185 unit dengan jumlah pendapatan yang dihasilkan adalah sebanyak 177 102 906 juta rupiah. Di samping itu industri pangan menyerap tenaga kerja sebanyak 2 908 034 orang dengan persentase laki-laki sebanyak 44.68 persen dan wanita 55.32 persen. Ini menunjukkan bahwa industri pangan lebih banyak dilakukan oleh wanita dibanding laki-laki.

Usaha yang digeluti oleh wanita pada umumnya bersifat industri rumah tangga (home industry). Berdasarkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 2 Tahun 2016 tentang pedoman umum pembangunan industri rumahan, klasifikasi industri rumahan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe berdasarkan tingkat keberlanjutan usaha, besarnya modal, teknologi proses produksi yang digunakan, jumlah tenaga kerja, lama usaha, pola produk dan sistem penjualan produknya. (i) Kelas Pemula: jumlah modal di bawah Rp. 5.000.000, teknologi produksi manual, tenaga kerja 1 sampai 2 orang, lama usaha kurang dari 1 tahun, pola produksi tidak kontinyu; (ii) Kelas Berkembang: jumlah modal Rp. 5.000.000 sampai Rp. 25.000.000, teknologi produksi semi manual atau teknologi sederhana, tenaga kerja 3 sampai 5 orang, lama usaha 1 sampai 2 tahun, pola produksi semi kontinyu; (iii) Kelas Maju: jumlah modal Rp 25.000.000 sampai Rp. 50.000.000, teknologi produksi teknologi tinggi, tenaga kerja 6 sampai 10 orang, lama usaha lebih dari 2 tahun, pola produksi kontinyu (KPPPA 2016).

(18)

matrilineal ini juga menempatkan wanita sebagai ahli waris dari harta pusaka dalam suatu kaum, namun tidak semata-mata wanita mempunyai kuasa dan mengatur semua harta pusaka kaumnya tersebut, melainkan juga didampingi oleh saudara laki-laki mereka (Thaher 2006). Adat dan kebudayaan tersebut memberikan kesempatan bagi wanita untuk mengembangkan potensinya melalui kegiatan kewirausahaan baik dalam skala usaha mikro, kecil, dan menengah.

Penduduk Provinsi Sumatera Barat pada umumnya bergerak dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan berbagai macam bentuk usaha serta merupakan provinsi yang memiliki persentase wanita wirausaha lebih besar dibandingkan dengan laki-laki wirausaha yang menduduki posisi kedua setelah Provinsi Aceh (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah tenaga kerja pada Usaha Mikro Kecil Menengah menurut jenis kelamin di Provinsi-provinsi yang terdapat di Sumatera tahun 2013

Provinsi Laki-laki Wanita Total Persentase (%)

Laki-laki Wanita

Aceh 41 875 83 103 124 978 33.51 66.49

Sumatera Utara 131 443 91 912 223 355 58.85 41.15 Sumatera Barat 62 741 96 383 159 124 39.43 60.57

Riau 21 270 16 791 38 061 55.88 44.12

Jambi 39 068 24 215 63 283 61.74 38.26

Sumatera Selatan 92 435 72 081 164 516 56.19 43.81

Bengkulu 17 509 11 226 28 735 60.93 39.07

Lampung 177 351 97 313 274 664 64.57 35.43

Bangka Belitung 9 610 9 319 18 929 50.77 49.23 Kepulauan Riau 10 925 15 959 26 884 40.64 59.36 Sumber: Badan Pusat Statistik (2014b)

Berdasarkan Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Kecil dan Menengah tahun 2010–2014, Sumatera Barat merupakan daerah sentra industri makanan yang berpotensial untuk dikembangkan, dimana sasaran jangka panjang dari pengembangan industri kecil menengah makanan ringan ini adalah meningkatnya mutu produk makanan ringan indonesia yang semakin higienis dan memenuhi persyaratan kesehatan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku secara internasional dan terwujudnya industri makanan ringan yang memiliki competitive advantages sehingga berdaya saing tinggi di pasar internasional. Hal tersebut juga didukung oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 93/M-IND/PER/8/2010 tentang Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat, dimana terdapat 8 (delapan) daerah yang dijadikan lokasi pengembangan industri makanan ringan, yaitu Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Padang Pariaman.

(19)

lingkungan usaha yang baik akan lebih aktif dalam memanfaatkan peluang, inovatif dan berani mengambil risiko. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk mengetahui karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha, serta melihat pengaruhnya masing-masingnya terhadap kinerja usaha, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan kinerja industri makanan ringan di Sumatera Barat.

Rumusan Masalah

Penelitian mengenai wanita wirausaha masih sedikit dilakukan oleh peneliti-peneliti di berbagai negara. Topik kinerja usaha wanita wirausaha telah menjadi bidang kajian baru dan perdebatan dalam dunia akademisi (Teoh et al. 2007). Di Indonesia sudah terbukti wanita wirausaha memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional dengan memasuki usaha yang berskala mikro, kecil, dan menengah. Berdasarkan makalah diskusi Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNSCAP), wanita dalam bisnis pada umumnya berada pada usaha kecil, mikro dan menengah, baik sebagai manajer maupun pemilik.

Tabel 2 Jumlah penduduk wanita yang bekerja pada usaha milik sendiri di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013

Kabupaten/Kota Wanita Total Persentase (%)

Pesisir Selatan 7 076 27 906 25.36

Solok 13 367 37 544 35.60

Sijunjung 10 629 37 685 28.20

Tanah Datar 15 635 39 844 39.24

Padang Pariaman 14 176 39 202 36.16

Agam 17 529 38 751 45.23

Lima Puluh Kota 15 740 39 214 40.14

Pasaman 10 746 29 919 35.92

Solok Selatan 4 691 18 229 25.73

Dharmasraya 7 711 32 588 23.66

Pasaman Barat 6 536 22 822 28.64

Padang 19 888 53 460 37.20

Solok 1 809 6 109 29.61

Sawahlunto 2 054 5 278 38.92

Padang Panjang 1 236 3 681 33.58

Bukittinggi 3 525 7 979 44.18

Payakumbuh 4 405 10 276 42.87

Pariaman 2 462 7 009 35.13

Sumber: BPS Sumbar (2014)

(20)

merupakan daerah sentra industri makanan yang berpotensial untuk dikembangkan. Presentase jumlah penduduk wanita di Sumatera Barat yang bekerja pada usaha sendiri jika dibandingkan dengan wanita yang bekerja pada kegiatan lain paling tinggi di Kabupaten Agam, menyusul Kota Bukittinggi, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kota Payakumbuh (BPS 2014c).

Meskipun persentase wanita yang bekerja pada usaha milik sendiri di Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi lebih tinggi, berdasarkan keterangan staf Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi Sumatera Barat, menyatakan bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh merupakan daerah produksi berbagai jenis makanan ringan yang tersebar di wilayah tersebut. Selain itu Kota Payakumbuh merupakan kota yang terletak di sekeliling Kabupaten Lima Puluh Kota. Karakteristik produk industri makanan ringan di dua daerah tersebut pada umumnya sama. Sedangkan Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi merupakan daerah pemasaran dari berbagai produk industri yang diproduksi di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh.

Data rinci mengenai keadaan industri makanan ringan, baik itu modal usaha, aset, dan pendapatan industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh belum tersedia secara lengkap di Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi Sumatera barat sehingga belum terlihat gambaran umum kinerja usaha industri makanan ringan di daerah tersebut. Namun pada tahun 2014, Dinas Perindustrian Perdagangan Kabupaten Lima Puluh Kota melakukan pendataan kepada 87 unit usaha, dimana dari total tersebut 67.81 persen bermodal rata-rata Rp 3.500.000 dan 32.19 persen bermodal di atas Rp. 20.000.000 (Disperindag Lima Puluh Kota 2015). Hal tersebut menguatkan bahwa industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota sebagian besar tergolong kepada industri mikro dan kecil. Merujuk dari fakta di lapangan, industri makanan ringan di Kabupaten dan Kota tersebut kebanyakan belum didukung oleh teknologi yang memungkinkan wanita wirausaha menghasilkan produk yang beragam dan bernilai jual yang tinggi. Sehingga hal tersebut diduga memengaruhi kinerja usaha yang dijalankan oleh wanita wirausaha di Lima Puluh Kota dan Payakumbuh.

Di samping itu, jika dilihat dari karakteristik personal wanita wirausaha yang didapatkan peneliti pada penelitian pendahuluan, tingkat pendidikan wanita wirausaha di daerah tersebut masih rendah, rata-rata tingkat pendidikan mereka adalah SLTA ke bawah. Sementara tingkat pendidikan dari pelaku wirausaha berhubungan dengan pertumbuhan suatu usaha (McCormick 1997), perempuan yang memperoleh pendidikan tinggi akan didorong untuk percaya pada diri mereka sendiri sehingga hal tersebut akan mendorong pertumbuhan dan pencapaian kewirausahaan yang inovatif (Babalola 2009).

(21)

juga dianggap kurang berani mengambil risiko sehingga implikasinya adalah usaha-usaha yang dikelola oleh wanita bersifat kurang dinamis.

Kondisi baik atau tidaknya lingkungan usaha juga akan berpengaruh terhadap perkembangan suatu usaha. Jika dilihat dari ingkungan eksternal usaha, seperti halnya kebijakan pemerintah. Upaya untuk meningkatkan kinerja usaha wanita wirausaha telah dilakukan pemerintah seperti UU Nomor 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, di mana pemerintah mempunyai kewajiban untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro. Di samping itu juga diperkuat oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 93/M-IND/PER/8/2010 tentang Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat, di mana terdapat beberapa industri yang menjadi industri unggulan di Sumatera Barat, yaitu industri pengolahan kakao, industri pengolahan ikan, dan industri pengolahan makanan ringan. Meskipun demikian, industri makanan khususnya yang dikelola oleh wanita kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal wanita wirausaha di Sumatera Barat telah mengurangi angka pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru, menyediakan barang dan jasa dengan harga yang murah, serta membantu mengatasi masalah kemiskinan. Implementasi kebijakan pemerintah terkait upaya meningkatkan kinerja usaha industri mikro dan kecil dinilai belum efektif sehingga pendapatan wanita wirausaha masih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki wirausaha.

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil beberapa perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil wanita wirausaha dan industri makanan ringan yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh?

2. Bagaimana karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh? 3. Bagaimana pengaruh karakteristik personal, lingkungan internal, lingkungan

eksternal dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha terhadap kinerja usaha wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis profil wanita wirausaha dan industri makanan ringan yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh.

2. Menganalisis karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik personal, lingkungan internal usaha,

(22)

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian yang diambil sebagai objek penelitian adalah wanita wirausaha (wanita pengusaha) yang bergerak di Industri Makanan Ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh. Penelitian ini berfokus pada upaya meningkatkan kinerja usaha wanita wirausaha dengan melihat kepada karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh. Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai suatu studi kasus, sehingga hasil studi ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain karena setiap wilayah memiliki kondisi yang berbeda.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Wanita Wirusaha dan Alasan Memilih untuk Berwirausaha

Wanita wirausaha merupakan wanita yang memainkan peranan menarik dengan sering berinteraksi dan aktif menyesuaikan dirinya dengan sosial ekonomi, keuangan, dan bidang-bidang yang mendukung dalam suatu masayarakat (Pareek 1992 dalam Vazifedoust et al. 2012). Tambunan (2009) membagi wanita wirausaha dalam tiga kategori yang didasarkan pada bagaimana proses mereka dalam memulai suatu usaha atau bisnis, yaitu: kesempatan, keterpaksaan, dan penciptaan. Wanita yang tidak memiliki tujuan yang jelas pada saat memulai usaha atau bisnis merupakan wanita wirausaha kategori kesempatan. Wanita wirausaha dalam kategori keterpaksaan adalah wanita yang memulai usaha atau bisnis meraka karena didesak oleh keadaan. Sedangkan wanita wirausaha kategori penciptaan adalah wanita yang memulai usaha atau bisnis mereka karena adanya motivasi dan dorongan oleh orang lain.

Hal utama yang mendorong seorang wanita untuk terjun dalam dunia kewirausahaan adalah karena ingin menentukan nasib sendiri dan ingin membangun kekayaan, keinginan untuk memanfaatkan ide-ide bisnis milik mereka sendiri, pertimbangan harga diri, dan untuk tujuan karir (Cohoon et al. 2010). Wanita memilih mencari karir untuk mendapatkan kepuasan batin mereka sendiri. Kegiatan kewirausahaan tersebut juga dapat memberikan sarana untuk mengisi waktu luang mereka. Wanita pengusaha berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarganya disamping mempersiapkan dirinya untuk ide-ide baru (Ramezani et al. 2014).

(23)

gender, kurangnya aksesi nformasi, kurangnya kesempatan pelatihan, serta kurangnya infrastruktur. Faktor internal seperti penghindaran risiko oleh wanita serta kurangnya percaya diri sehingga takut gagal untuk melakukan kegiatan kewirausahaan juga menjadi penghambat bagi wanita untuk melakukan kewirausahaan (Hattab 2010).

Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Karakter berasal dari bahasa Latin yaitu kharakter, kharassein, dan kharax. Menurut bahasa yunani character berasal dari kata charassein yang artinya membuat tajam dan membuat dalam, sedangkan yang lazim di dalam bahasa Indonesia adalah “karakter” (Suryana dan Bayu 2011). Karakter mengandung pengertian (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif; (2) reputasi seseorang; (3) seseorang yang memiliki kepribadian yang eksentrik. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) ialah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain (Suryana dan Bayu 2011 dalam Sumantri 2013). Clleland dalam Suryana dan Bayu (2011) lebih memerinci makna karakter dimana dapat menyebabkan seseorang ingin berbuat lebih maju dan terus maju seperti lebih menyukai pekerjaan dengan risiko realistis, bekerja lebih giat dalam tugas-tugas yang memerlukan kemampuan mental, tidak bekerja lebih giat karena imbalan uang, ingin bekerja pada situasi dimana dapat diperoleh pencapaian pribadi, menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam kondisi yang memberikan umpan balik yang positif, dan cenderung berfikir ke masa depan serta memiliki pemikiran jangka panjang.

Kewirausahaan menjadi istilah popular saat ini, namun tidak semua pengusaha bisa berhasil dalam bisnis atau kegiatan kewirausahaan. Mereka perlu karakteristik khusus yang memungkinkan mereka untuk sukses (Li dan Jia 2015). Karakteristik pengusaha dipelajari secara ekstensif dengan dampak yang beragam pada usaha kecil (Bouazza et al. 2015). Karakteristik pribadi pengusaha di negara berkembang diklasifikasikan dalam karakteristik psikologi, karakteristik ekonomi, karakteristik sosiologi dan kategori umum (Mansfied et al. 1987). Cromie dan O’Sullivan (1999) menjelaskan bahwa wanita yang bekerja dalam waktu yang lama pada usaha keluarga mereka akan mendapatkan pengalaman lebih banyak dari bisnisnya, sementara wanita yang sebelumnya tidak bekerja pada usaha keluarganya akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan sehigga mereka membuat kemajuan yang lebih dalam karir mereka, tetapi menghadapi masalah pengalaman.

(24)

yang berpengaruh terhadap kinerja usaha kecil terutama untuk usaha baru, faktor-faktor tersebut adalah struktur industri, strategi bisnis, dan karakter wirausaha.

Seorang wirausaha harus memiliki beberapa karakteristik berikut agar berhasil, yaitu: memiliki rasa percaya diri untuk bekerja secara independen, kerja keras, dan memahami risiko sebagai bagian dari upaya meraih sukses; memiliki kemampuan organisasi, dapan menentukan tujuan, berorientasi hasil, dan memiliki tanggung jawab terhadap hasilnya baik maupun buruk; kreatif dan selalu mencari celah-celah untuk kreatifitasnya; menyukai tantangan dan mendapatkan kepuasan pribadi ketika berhasil mencapai ide-idenya (Steinhoff dan Burgess 1993).

Kuratko dan Hodgetts (2007) menyatakan bahwa pendekatan individual terdiri dari kebutuhan untuk prestasi, locus of control, kepuasan kerja, pengalaman kerja sebelumnya, kegiatan kewirausahaan yang dilakukan orang tua, usia, dan pendidikan. Pengusaha cenderung dan harus memiliki kebutuhan untuk berprestasi, pengusaha dengan tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi bisanya mencoba untuk menetapkan tujuan yang sulit untuk diri mereka sendiri dan berniat untuk mencapai tujuan mereka sehingga mereka menjadi antusias dan berusaha untuk mengembangkan dirinya (Fine et al. 2012). Chell (2008) juga mengemukakan bahwa seorang individu yang menginginkan prestasi yang tinggi akan mencoba menghabiskan waktu untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik atau untuk mencoba sesuatu yang penting. Individu-individu yang mempunyai prestasi tinggi akan berusaha untuk mencari solusi bagi masalah.

Locus of control adalah karakteristik lain yang sering dikaitkan dengan kewirausahaan. Teori ini dikembangkan Rotter pada tahun 1960 (Chell 2008). Teori locus of control dilihat dari sudut yang bebeda untuk memahami individu dari lingkungan sosial dan pengetahuan yang diperoleh, lokus kontrol individu dapat berupa eksternal dan internal (Westhead et al. 2011). Pengusaha dengan tingkat lokus kontrol internal yang tinggi biasanya melihat diri mereka sebagai individu yang memiliki kekuatan dan kebijaksanaan yang lebih baik sehingga menjadi lebih inovatif (Ahmad 2010). Individu dengan lokus kontrol eksternal percaya bahwa apa yang terjadi pada mereka adalah hasil dari kekuatan di luar kendali mereka. Namun di sisi lain, individu dengan lokus kontrol internal percaya bahwa masa depan mereka dapat dikontrol dengan upaya mereka sendiri (Littunen 2000).

(25)

pengalaman, keterampilan bisnis, dan faktor personal berhubungan terhadap pertumbuhan usaha. Hisrich et al. (2008) membagi karakteristik personal dalam kewirausahaan yang meliputi pendidikan, nilai-nilai pribadi, usia, pengalaman kerja, dukungan jaringan moral, dan dukungan jaringan profesional. Sorensen dan Chang (2006) karakteristik individu dalam kewirausahaan yang menentukan keberhasilan bisnis meliputi: (1) Faktor psikologis, pada faktor psikologis yang memengaruhi kinerja bisnis meliputi kebutuhan untuk berprestasi, locus of control, dan sifat pribadi; (2) Pendidikan dan pengalaman, tingkat pendidikan seorang wirausaha berhubungan positif terhadap kinerja bisnis. Semakin tinggi pendidikan dianggap memiliki dampak yang lebih baik dalam berwirausaha karena fakta tersebut mencerminkan bahwa mereka lebih mampu. Blackman (2003) karakteristik pengusaha dibagi menjadi dua jenis: (1) Atribut, atribut karakteristik yang dimiliki pengusaha meliputi usia, jenis kelamin, agama, pengaruh keluarga; (2) Pencapaian, kualifikasi pencapaian meliputi pendidikan dan pengalaman bisnis.

Pengusaha memiliki karakteristik berbeda-beda. Oleh karena itu perlu untuk memahami hubungan antara karakteristik pengusaha dengan kinerja usaha. Hasil sebelumnya menunjukkan bahwa kinerja usaha ditentukan oleh nilai pribadi pengusaha (Street dan Cameron 2007; Nimalathasan 2008). Solichin (2005) membuktikan bahwa karakteristik wirausaha memiliki pengaruh yang berarti terhadap pertumbuhan bisnis serta variabel iklim usaha memberi pengaruh yang berarti terhadap usaha. Street dan Cameron (2007) melaporkan bahwa kinerja bisnis ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: karakteristik individu, karakteristik organisasi. Zoysa dan Herath (2007) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jiwa pengusaha dengan kinerja usaha pada berbagau tahap pertumbuhan bisnis, hal ini didukung oleh Nimalathasan (2008) yang menyatakan adanya hubungan positif antara karakteristik dengan kinerja bisnis. Herron dan Robinson (1993) berpendapat bahwa pengalaman, pelatihan, pendidikan dan latar belakang keluarga pengusaha serta variabel demografi lainnya dianggap sebagai faktor yang memngaruhi kompetensi kewirausahaan dan kinerja bisnis.

Keterkaitan karakteristik kewirausahaan dengan kinerja usaha yang dijelaskan oleh Nurhayati et al. (2012) dalam penelitiannya pada unit usaha kecil-menengah (UKM) di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa karakteristik kewirausahaan yang meliputi percaya diri (self confidence), keberanian mengambil risiko (provensity to take risk), inovatif (innovativeness), ketekunan atau kerja keras (hardworking), semangat (enthusiasm), dan toleransi terhadap ketidakpastian (tolerance for uncertainty) berpengaruh positif terhadap kompetisi dan kinerja usahanya secara simultan. Di samping itu, kinerja wanita wirausaha akan lebih baik jika wanita wirausaha tersebut memperoleh akses ke jaringan teknis dan pelatihan bisnis (Teoh et al. 2007; Roomi et al. 2009).

(26)

menunjukkan bahwa karakteristik pemilik perusahaan (karakteristik personal) secara langsung, positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal Usaha terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Perubahan lingkungan yang sangat cepat mengakibatkan tingginya dinamika lingkungan yang selanjutya menimbulkan ketidakpastian lingkungan yang dihadapi oleh suatu perusahaan atau organisasi Rosdiana et al. (2005). Milliken (1997) ketidakpastian sebagai rasa ketidakmampuan untuk memprediksi sesuatu secara tepat. Smith (2007) mendifinisikan lingkungan bisnis sebagai semua faktor atau variabel, baik dari dalam maupun dari luar organisasi yang dapat mempengaruhi kelanjutan dan kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan. Okoh dan Munene (1986) mengemukakan dua pandangan dalam literatur-literatur mengenai lingkungan. Yang pertama adalah pandangan antar organisasi, yang menganggap lingkungan sebagai sekumpulan orang, kelompok dan organisasi lain yang menyediakan input. Dan yang kedua bahwa lingkungan adalah seperangkat kondisi sosial, ekonomi, dan kondisi teknologi secara umum. Obasan (2001) lingkungan bisnis merupakan keseluruhan kekuatan fisik dan sosial serta lembaga yang relevan dengan tujuan yang diinginkan yang menjadi pertimbangan dalam membuat rencana dan keputusan bisnis.

Kinerja suatu perusahaan akan baik apabila melakukan proses analisis terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal dan menentukan strategi yang kompetitif (Longenecker et al. 2003). Lebih lanjut Beal (2000) menyatakan bahwa perusahaan yang mampu menyesuaikan dan memiliki fleksibilitas yang tinggi dengan lingkungan memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang kurang menyesuaikan dengan lingkungan. Kemampuan tersebut akan mendorong lahirnya strategi-strategi dalam pelaksanaan usaha yang mampu menjadi solusi agar perusahaan dapat mempertahankan perusahaan dan meningkatkan profitabilitas perusahaan (David 2003).

(27)

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Kewirausahaan merupakan suatu bidang penelitian yang mengeksplorasi struktur kognitif yang memotivasi seseorang atau individu untuk menjadi seorang pengusaha (Krueger et al. 2000). Shane dan Venkataraman (2000) menggambarkan perilaku wirausaha menggunakan tiga kata ini yaitu penemuan, evaluasi, dan eksploitasi dari peluang kewirausahaan. Mereka menyatakan bahwa perbedaan motivasi berdampak pada orang-orang yang memahami risiko dan mengambil peluang ketika mengambil keputusan untuk terjun dalam kewirausahaan. Misra dan Kumar (2000) lebih lanjut menjelaskan bahwa perilaku kewirausahaan adalah bagian dari akal kewirausahaan dimana perilaku kewirausahaan digambarkan sebagai jumlah total proses, tugas, termasuk operasi yang berhubungan dengan mencari peluang dan pembentukan perusahaan. Proses ini melibatkan semua perilaku yang secara sadar dalam proses mencari kesempatan, mengakui kesempatan, membuat keputusan, menciptakan organisasi, meluncurkan suatu produk atau layanan, pertukaran dan pertumbuhan.

Perilaku kewirausahaan yang direpresentasikan oleh orientasi kewirausahaan diambil untuk membentuk sebuah sumber potensi keunggulan kompetitif (Jantunen et al. 2005). Perilaku kewirausahaan memberikan kontribusi untuk kinerja yang berbeda-beda sepanjang dimensi proaktif, inovatif, dan kecenderungan mengambil risiko yang sesuai dengan konteks tertentu (Lumpkin dan Dess 2001). Perilaku wanita wirausaha yang inovatif adalah self-efficacy.

Self-efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan untuk berhasil mencapai tujuan yang diharapkan sebagai akibat dari tindakan (Bandura 1997). Latar belakang sosial ekonomi dari individu menentukan tingkat kebiasaan, sikap, serta persepsi dari seorang individu (Derossi 1971). Kebutuhan prestasi pribadi membuat orang berperilaku dalam menjalankan kewirausahaan (McClelland 1967), tapi Drucker (1985) mengatakan bahwa perilaku kewirausahaan adalah praktek-praktek yang dapat diatur dan dipelajari. Di samping itu Frese (1997) dan Lumpkin (1996) juga menyatakan bahwa perilaku kewirausahaan sebagai suatu proses melibatkan keputusan dan praktek sebagai kemampuan untuk mengambil risiko, otonomi, inovasi, proaktif, dan kompetitif agresivitas. Pirella (2007) perilaku kewirausahaan sangat penting untuk kinerja dan lingkungan bisnis yang tidak pasti. Sebuah bukti menunjukkan bahwa orpentasi kewirausahaan dan perilaku kewirausahaan adalah sesuatu yag penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan serta kemakmuran ekonomi bangsa (Morris 1998); Lumpkin dan Desk (2001); Balunywa (1998).

(28)

risiko, tekun berusaha, tanggap terhadap peluang, dan bersikap mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel tersebut berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja usahatani dimana variabel yang paling besar merefleksikan perialku kewirausahaan adalah variabel tekun berusaha dan bersikap mandiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiyati (2011) mengenai kreativitas dan inovasi berpengaruh terhadap kewirausahaan usaha kecil menunjukkan bahwa kreativitas dan inovasi berpengaruh secara simultan terhadap kewirausahaan dengan variabel inovasi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kewirausahaan.

Motivasi berwirausaha pada wanita wirausaha dilakukan adakalanya mempunyai motivasi yang berbeda dari suatu daerah dengan daerah lainnya yang memiliki adat yang beragam, hal ini terlihat dari penelitian Kamal (1991) mengenai wanita wirausaha pada masyarakat matrilineal dan peranannya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat luas yang menunjukkan bahwa peluang wanita Minangkabau untuk menjadi pengusaha diikarenakan kuatnya budaya merantau di daerah Minangkabau, karena budaya merantau tidak saja bersifat ekonomi, tetapi juga panggilan sosial. Pada umumnya yang pergi merantau adalah laki-laki, sehingga istri harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangga yang menyebabkan istri tersebut menjadi pengusaha.

3 KERANGKA PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Model yang dibangun dalam analisis SEM didasarkan kepada landasan teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel, yaitu variabel karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, perilaku kewirausahaan, dan kinerja usaha. Bab ini lebih difokuskan kepada teori-teori yang mendasari dan membangun suatu model structural equation modeling

(SEM). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik personal wanita wirausaha, lingkungan internal usaha wanita wirausaha, lingkungan eksternal usaha wanita wirausaha, dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha.

Wanita Wirausaha

(29)

serta mampu mewujudkannya untuk peningkatan kesjahteraaan diri, masyarakat dan lingkungannya.

Di samping itu Drucker (1985) menyatakan bahwa seorang pengusaha dapat didefinisikan sebagai seorang yang benar-benar mencari perubahan, merespon dan mengeksploitasi perubahan sebagai sebuah kesempatan dan menjalankan atau menyuruh menjalankan suatu organisasi ekonomi atau perusahaan untuk mengejar kesempatan. Pengusaha menciptakan nilai dengan membawa kombinasi baru (Schumpeter 1936 dalam Casson et al. 2006). International Labour Organization (ILO 1984) dalam (Islam dan Aktaruzzaman 2001) mendefinisikan bahwa seorang pengusaha sebagai orang dengan satu set karakteristik yang biasanya meliputi rasa percaya diri, berorientasi pada hasil, pengambilan risiko, kepemimpinan, orisinalitas dan berorientasi masa depan.

Wanita wirausaha sebagai wanita yang menggunakan pengetahuan dan sumberdaya mereka untuk mengembangkan atau menciptakan peluang bisis baru yang aktif terlibat dalam mengelola bisnis mereka dan memiliki setidaknya 50 persen dari bisnis tersebut serta telah beroperasi selama lebih dari satu tahun (Moore dan Buttner 1997). Khanka (2002) juga menyebut wanita wirausaha sebagai wanita yang berinovasi, meniru atau mengadopsi kegiatan usaha. Mengingat bahwa kewirausahaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang pengusaha, bisa dikatakan bahwa menjadi seorang pengusaha didahului oleh proses kewirausahaan.

Alma (2013) mengemukakan beberapa faktor yang menunjang wanita wirausaha, yaitu: naluri kewanitaan yang bekerja lebih cermat, pandai, mengantisipasi masa depan, menjaga keharmonisan, kerjasama dalam rumah tangga dapat diterapkan dalam kehidupan usaha; mendidik anggota keluarga agar berhasil di kemudian hari, dapat dikembangkan dalam personel manajemen perusahaan; faktor adat istiadat; lingkungan kebutuhan hidup seperti jahit mrnjahit, menyulam, memasak makanan atau kue, kosmetik, mendorong lahirnya wanita wirausaha yang mengembangkan komoditi tersebut; dan majunya dunia pendidikan wanita sangat mendorong perkembangan wanita karir, menjadi pegawai, atau membuka usaha sendiri dalam berbagai bidang usaha. Sedangkan (Alma 2013) juga mengemukakan faktor yang menjadi penghambat wanita wirausaha, yaitu: faktor kewanitaan, dimana sebagai ibu rumah tangga ada masa hamil, menyusui, tentu akan mengganggu jalannya suatu usaha; faktor sosial budaya, adat istiadat, sebagai ibu rumah tangga bertanggung jawab penuh terhadap urusan rumah tangga; faktor emosional yang dimiliki wanita, di samping menguntungkan juga bisa merugikan, misalnya dalam hal pengambilan keputusan, karena ada faktor emosional keputusan yang diambil akan kehilangan rasionalitasnya; dan sifat pandai, cekatan, hemat dalam mengatur keuangan tangga akan berpengaruh terhadap keuangan perusahaan, terkadang seperti contoh wanita agak sulit untuk mengeluarkan uang.

Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

(30)

etika (Sedarmayanti 1995). Di samping itu Bemardian et al. (1993) dalam Sedarmayanti (2004) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan mengenai

outcome yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu, dan selama kurun waktu tertentu. Kinerja merupakan serangkaian kegiatan manajemen yang memberikan gambaran sejauh mana hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam akuntabilitas publik baik berupa keberhasilan maupun kekurangan yang terjadi (Ranto 2007). Srimindarti (2006) kinerja sebagai penentuan efektivitas operasional secara periodik, organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Cambridgeshire County Council dalam Armstrong (2004) mendiskripsikan empat tipe ukuran dalam menentukan kinerja usaha, yaitu: ukuran uang, ukuran waktu, ukuran pengaruh, dan ukuran reaksi. Kinerja usaha suatu perusahaan akan menunjukkan keberhasilan atau tidak usaha tersebut. Day (1990) menyatakan bahwa keberhasilan suatu usaha dapat dilihat dari (i) kepuasan dimana keberadaan perusahaan tersebut semakin memberi manfaat terhadap stakeholder; (ii) loyalitas, dalam hal ini berkaitan dengan kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan; (iii) pangsa pasar, dalam hal ini adalah kemampuan perusahaan untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa pasar; dan (iv) peningkatan pendapatan, dalam hal ini adalah bertambahnya pendapatan serta keuntungan dari kegiatan usaha. Praag (2005) menjelaskan bahwa keberhasilan usaha dapat dilihat dari peningkatan pendapatan dan keuntungan, pertumbuhan usaha, dan pertumbuhan tenaga kerja.

Hubungan antara Karakteristik Personal Wirausaha dengan Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Setiap manusia mempunyai karaktersitik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Karakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ciri atau sifat yang berkemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup. Beberapa ahli menjelaskan definisi dari karakteristik personal, Rahman (2013) karakteristik individu adalah ciri khas yang menunjukkan perbedaaan seseorang tentang motivasi, inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar menghadapi tugas sampai selesai atau memecahkan masalah.

(31)

Hubungan antara Lingkungan Internal dan Eksternal Usaha dengan Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Hubeis dan Najib (2014) bahwa semakin berkembangnya reformasi informasi dan globalisasi. Ligkungan kini mengalami perubahan yang luar biasa sehingga persaingan menjadi semakin sengit. Yuliati (2014) bahwa secara umum tuuan perusahaan melakukan analisis lingkungan adalah untuk menilai lingkungan organisasi secara keseluruhan. Lingkungan organisasi adalah faktor-faktor yang berada di luar atau di dalam organisasi yang dapat memengaruhi organisasi tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Lingkungan internal perusahaan akan memperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari perusahaan tersebut. Nilasari (2014) bahwa lingkungan internal dibagi dalam tiga kategori yaitu: kompetensi, kompetensi inti, dan sumberdaya. Kompetensi sebagai kemampuan perusahaan dalam memosisikan perusahaan pada posisi khusu, mengembangkan sumberdaya seperti skill, teknologi atau teknis produksi. Kompetensi inti sebagai kemampuan khusus yang dimiliki perusahaan dalam mengembangkan kompetensi dan sumberdaya yang lebih baik dari pesaing.

Nilasari (2014) menyatakan bahwa lingkungan eksternal dibagi menjadi dua yaitu lingkungan mikro dan makro. Lingkungan makro adalah lingkungan yang secara umum memiliki kekuatan secara luas. Yang termasuk dalam lingkungan makro adalah politik, ekonomi, sosial, dan teknologi. Sementara lingkungan mikro merupakan lingkungan yang lebih dekat dan memberikan efek langsung pada perusahaan. Porter (1979) membagi lingkungan mikro menjadi lima kekuatan, yaitu: rintangan untuk masuk, perusahaan pesaing, kondisi pemasok, kekuatan pembeli, dan ancaman dari perusahaan yang menghasilkan barang subtitusi. Sedangkan lingkungan makro meliputi politik, ekonomi, sosial, dan teknologi (Nilasari 2014)

Iman dan Siswandi (2009) berpendapat bahwa berdasarkan pendapat Phillip E. Thomas, John A. Pearch, dan Richard B. Robison Jr., lingkungan organisasi dapat dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu: (i) lingkungan umum yang terdiri dari unsur nonspesifik, seperti ekonomi, teknologi, sosial budaya, politik, hukum, ekologi, dan berbagai unsur internasional. (ii) lingkungan tugas atau operasional yang terdiri dari pesaing, langganan, pemasok, pemerintah, serikat buruh atau pekerja atau sumberdaya manusia, lingkungan internasional, dan berbagai asosiasi profesi. (iii) lingkungan internal, meliputi iklim atau budaya di dalam organisasi dalam hal persepsi pegawai yang terkait sifat, nilai, norma, gaya, dan karakteristik.

(32)

lingkungan lokal dan internasional. Yang termasuk ke dalam lingkungan internal organisasi adalah para pemilik organisasi, para pengelola organisasi, para staf, anggota, atau para pekerja, serta lingkungan fisik organisasi. Sedangkan lingkungan eksternal yang berupa lingkungan mikro terdiri dari pelanggan, pesaing, pemasok, dan partner strategis dan lingkungan makro perusahaan yang berupa lingkungan lokal dapat berupa para pembuat peraturan, pemerintah, masyarakat luas pada umumnya, lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan perusahaan seperti organisasi non pemerintah dan lingkungan internasional dapat berupa pasar keuangan internasional dan kesepakatan antar negara dalam suatu kegiatan tertentu.

Hubungan Perilaku Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Sukardi (1991) membuktikan bahwa perilaku wirausaha adalah sifat wirausaha, hal ini dikarenakan perilaku wirausaha merupakan ciri khas yang melekat pada individu wirausaha, bukan semata-mata atribut yang diberikan oleh lingkungan kepadanya; karakteristik wirausaha menjadi ciri berbagai tingkah lakunya dalam mempertahankan perusahaan; tingkah laku wirausaha dengan segala karakteristiknya muncul dalam berbagai situasi sesuai tuntutan lingkungan berusahanya; dan karakteristik wirausaha selain sebagai ciri tingkah laku juga sebagai penggerak, pengarah tingkah lakunya dalam berbagai situasi.

Motivasi merupakan proses psikologis yang mendasar dan merupakan salah satu unsur yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Motivasi merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian tujuan. Motivasi berhubungan dengan dorongan atau kekuatan yang berada dala diri manusia. Motivasi berada dalam diri manusia yang tidak terlihat dari luar (Suryana dan Bayu 2011). Ahmadi (2004) bahwa motivasi merupakan dorongan yang telah terikat pada suatu tujuan. Motivasi merupakan hubungan sistematik antara suatu respon atau himpunan respon dan keadaan tertentu. Thompson (1975) sebelumnya juga menyatakan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan tingkah laku. Suryana dan Bayu (2011) lebih merinci bahwa motif timbul karena adanya kebutuhan. Kebutuhan dipandang sebagai kekurangan adanya sesuatu dan ini menuntut segera pemenuhannya, untuk segera mendapat keseimbangan.

Inovasi diartikan dalam dua bentuk yaitu “melakukan dengan lebih baik” di mana inovasi terjadi tetapi dilakukan lebih baik atau “melakukan sesuatu yang berbeda” dimana melakukan yang berbeda dengan aturan main yang telah bergeser baik dikarenakan pasar teknologi utama atau pergeseran politik sehingga terdapat ketidakpastian yang tinggi. Hal tersebut berarti harus mencari sinyal pemicu yang berbeda dan hal tersebut diekplorasi. Pengambilan keputusan dalam inovasi akan dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian (Tidd dan Bessant 2009).

(33)

jauh lebih berisiko, dianjurkan untuk toleransi terhadap kegagalan lebih tinggi dan belajar dari kegagalan tersebut. Pelaksanaannya akan membutuhkan tingkat fleksibilitas yang jauh lebih tinggi disekitar proyek, pemantauan serta tinjauan mungkin perlu dilakukan terhadap kriteria yang lebih fleksibel dibandingkan dengan yang dapat diterapkan oleh jenis inovasi menjadi lebih baik atau do better

(Tidd dan Bessant 2009).

Setiap organisasi perusahaan selalu dihadapkan pada risiko. Risiko bisnis, kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan dan pencurian adalah beberapa contoh dari risiko yang lazim pada perusahaan (Muslich 2007). Risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Sedangkan menurut Kountur (2006) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Potensi pengembangan industri makanan ringan di Provinsi Sumatera Barat khususnya Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota dinilai sangat besar. Hal ini dikarenakan potensi pengembangan bahan baku juga masih sangat besar. Di samping itu keikutsertaan wanita yang terjun ke dunia wirausaha juga semakin meningkat. Meskipun demikian, kinerja usaha wanita wirausaha belum sepenuhnya mengalami peningkatan. Penilaian terhadap kinerja usaha pada penelitian ini dilihat dari beberapa faktor yaitu karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, dan perilaku kewirausahaan.

Analisis pertama yang dilakukan dalam penelitian adalah menganalisis profil wanita wirausaha dan industri makanan ringan yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh yang dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis selanjutnya adalah menganalisis karakteristik wanita wirausaha yang bergerak dalam industri makanan ringan, lingkungan internal usaha wanita wirausaha, lingkungan eksternal usaha wanita wirausaha, dan perilaku kewirausahaan wanita wirausaha yang dilakukan secara diskriptif kualitatif. Langkah terakhir adalah dengan mengetahui dan mengukur pengaruh karakteristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, dan perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan melakukan analisis SEM (Structural Equation Modeling).

(34)

menjelaskan bahwa keberhasilan suatu usaha dapat dilihat dari peningkatan pendapatan dan keuntungan, pertumbuhan usaha, dan pertumbuhan tenaga kerja.

Penelitian ini menggunakan karakteristik personal wirausaha berupa pendidikan, usia, pengalaman bekerja, dan beberapa variabel manifest tambahan yaitu pelatihan, asal etnis, dan latar belakang keluarga. Hal ini sesuai dengan definisi karakteristik personal yang dikemukakan oleh Mathiue dan Zacak (1990) dan diperkuat oleh pengertian karakteristik yang dikemukakan oleh Siregar dan Pasaribu (2000) yang menyatakan bahwa pendekatan yang dipakai untuk mengidentifikasi karakteristik terdiri dari tiga macam, yaitu pendekatan geografis, sosiografis, dan psikografis. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosiografis, yaitu cara mengenalisa saran dengan melihat latar belakang seseorang seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, kedudukan seseorang dalam kehidupan sosial, dan sebagainya. Hubungan karakteristik individu dengan kinerja usaha dan perilaku kewirausahaan dijelaskan oleh Gibson (1996) dalam Dalimunthe (2002), yaitu seseorang dalam mengambil keputusan dan bertindak dipengaruhi oleh karakteristik individunyayang sangat erat kaitannya dengan kinerja usaha.

Porter (1994) menjelasakan hubungan antara lingkungan usaha dengan kinerja usaha yang mengemukakan bahwa suatu strategi dalam menghadapi persaingan yang dikenal sebagai strategi persaingan generik (generic competitive strategies). Strategi ini didasarkan atas analisis posisi sebuah perusahaan dalam industri, apakah keuntungan perusahaan berada di atas atau di bawah rata-rata industri. Sebuah perusahaan dapat diakatakan baik apabila mempunyai tingkat pendapatan yang tinggi walaupun struktur industri kurang menguntungkan dan rata-rata tingkat keuntungan industri adalah sedang. Jika demikian maka perusahaan itu mampu menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Untuk mencapai hal ini perusahaan dapat memiliki dua tipe dasar keunggulan bersaing, yaitu biaya rendah atau diferensiasi. Kedua tipe ini bila dikombinasi dengan bidang kegiatan yang dicari untuk dicapai oleh sebuah perusahaan akan menuju ke arah tiga persaingan generik untuk mencapai kinerja di atas rata-rata industri, yaitu kepemimpinan biaya (cost leadership), diferensiasi, dan fokus. Strategi fokus mempunyai dua varian, fokus biaya dan fokus diferensiasi.

(35)

akan tercapai jika adanya kesesuaian antara faktor internal dan faktor eksternal melalui penerapan cara yang tepat, hal senada diperkuat oleh Wilkinson (2002) menyatakan bahwa usaha kecil dan mikro akan tumbuh jika ada pengaturan lingkungan atau kebijakan yang mendukung, lingkungan makroekonomi dikelola dengan baik, stabil, dan dapat diprediksi, informasi yang dapat dipercaya dan mudah diakses, dan lingkungan sosial mendorong dan menghargai keberhasilan usaha tersebut.

Penelitian ini menggunakan tiga variabel teramati yang merefleksikan variabel perilaku kewirausahaan, yaitu motivasi, inovasi, dan risiko. Indikator tersebut sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sumantri (2013) dan Noersasongko (2005). Penelitian ini menggunakan faktor penarik atau faktor positif, yaitu bekerja untuk diri sendiri, keseimbangan kerja-hidup, kebebasan untuk berinovasi, intensif finansial, rasa prestasi, mendapatkan status sosial, dan fleksibilitas. Hal ini dikarenakan usaha-usaha yang dimulai karena dorongan faktor-faktor negatif secara finansial kurang berhasil jika dibandingkan usaha-usaha yang dimulai karena faktor-faktor positif (Amit dan Muller, 1994). Faktor positif bersumber dari dalam diri individu dan menyangkut minat individu yang bersangkutan dalam melakukan suatu tindakan. Maka individu melakukan suatu hal relatif atas keinginannya sendiri tanpa ada unsur keterpaksaan. Inilah yang mengikat individu untuk menjadi lebih berkomitmen terhadap hal yang dilakukannya (Inggarwati dan Kaudin 2010). Walaupun masih banyak diperdebatkan, namun faktor positif nampak lebih penting dari pada faktor negative atau faktor pendorongdalam menjelaskan pertumbuhan usaha (Williams

et al. 2009; Basu dan Goswami 1999).

Hubungkan dan keterkaitan antara motivasi dan kinerja usaha dimana menurut Fielden dan Davidson (2005) bahwa isu yang penting bukanlah perbedaan antara pria dan wanita, tetapi apakah motivasi awal sesorang untuk memulai usaha berdampak pada kinerja bisnis. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, yang dominan dari faktor penarik bisa diharapkan untuk menunjukkan kecenderungan terhadap pertumbuhan, sedangkan yang dominan dari faktor pendorong bertepatan dengan aktivitas kewirausahaan yang terbatas pada pekerjaan pengusaha sendiri, atau pada banyak bisnis dari ukuran terbatas (Duchéneaut 1997).

Keterkaitan inovasi dan kinerja suatu usaha dijelaskan lebih lanjut oleh Tidd dan Bessant (2009), yang menyatakan bahwa tujuan inovasi adalah untuk memanfaatkan peluang dan mengambil keuntungan yang ada sehingga suatu perusahaan dapat terus bertahan. Peluang inovatif merupakan hasil usaha sistematis perusahaan dan hasil dari usaha dengan maksud tertentu untuk menciptakan pengetahuan dan ide-ide baru dan untuk menerima output dari investasi melalui komersialisasi (Casson et al. 2006).

Gambar

Tabel 2  Jumlah penduduk wanita yang bekerja pada usaha milik sendiri di
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Tabel 4  Keterangan variabel-variabel pada diagram lintas
Tabel 9  Variabel indikator kinerja usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ianya mengkaji sejauh mana kurikulum Bahasa Inggeris menyediakan belia vokasional supaya berdaya saing dalam penggunaan Bahasa Inggeris di era global ini, dan menunjukkan

Misal menjadikan Semarang identik dengan nama-nama penulis sastra di era modern, sama halnya seperti Bandung yang terkenal dengan istilah Paris Van Java-nya karena pusat mode

Hokum perbuatan korupsi dalam Islam, khususnya menurut pendapat ulama fiqih adalah haram karena bertentangan dengan prinsip-prinsip keislaman (maqasid

Diberbagai daerah atau kabupaten/kota, regulasi produk perundang-undangan tentang peralihan penguasaan hutan masyarakat adat menjadi hutan yang dikuasi oleh pemerintah sudah terjadi

Pada tes awala ini sebanyak 7 ( 25 % ) siswa tuntas dalam penguasan materi dan 20 ( 75 % ) siswa belum tuntas dalam penguasaan materi dari data ini menunjukan banyak

Kemudian peneliti menanyakan hal yang sama juga kepada komite sekolah tentang apa saja gagasan baru yang telah dilaksanakan oleh kepala sekolah, komite sekolah mengatakan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dapat meningkatkan

Sebuah sistem keamanan pada pintu. Proses buka/kunci pintu biasanya dilakukan secara manual dan biasanya kita akan memerlukan anak kunci untuk membuka atau mengunci