• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Structural Equation Modeling (SEM)

Analisis terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisien-koefisien yang diestimasi sehingga dapat mengetahui hubungan atau kausalitas antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen. Model struktural yang diperoleh dari penelitian mengenai faktor yang memengaruhi kinerja wanita wirausaha ini menjelaskan bagaimana pengaruh karaketeristik personal, lingkungan internal usaha, lingkungan eksternal usaha, dan perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha wanita wirausaha.

Faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Provinsi Sumatera Barat diketahui dari analisis Structural Equation Modeling (SEM). Model SEM terdiri dari model struktural dan model pengukuran. Model struktural menggambarkan hubungan-hubungan yang ada di antara variabel laten eksogen dan variabel laten endogen yang pada umumnya memiliki hubungan linier. Model pengukuran menghubungkan variabel laten dan variabel-variabel teramati yang berbentuk analisis faktor, dimana setiap variabel laten biasanya memiliki beberapa ukuran atau indikator. Model pengukuran yang paling umum digunakan dalam SEM adalah model pengukuran kon-generik (Congeneric Measurement Model) di mana setiap variabel teramati hanya berhubungan dengan satu variabel laten dan semua kovariasi di antara variabel- variabel teramati adalah sebagai akibat dari hubungan antara variabel teramati dan variabel laten. Variabel-variabel yang termati merupakan refleksi dari variabel latennya. Dua model tersebut dapat digabungkan menjadi suatu model yang lengkap yang disebut Full atau Hybrid Model yang merupakan bentuk umum dari

Structural Equation Modeling (Wijanto 2008).

Penelitian mengenai faktor yang memengaruhi kinerja wanita wirausaha pada industri makanan ringan ini terdiri dari empat variabel laten eksogen dan satu variabel laten endogen. Dari lima variabel laten tersebut terdapat 21 variabel ukuran atau indikator, 16 variabel indikator untuk variabel laten eksogen dan 5 (Lima) variabel indikator untuk variabel laten endogen yang dibangun dari beberapa teori yang menyangkut variabel-variabel tersebut.

Variabel laten eksogen dari penelitian adalah Karakteristik personal wanita wirausaha (X1), Lingkungan internal usaha wanita wirausaha (X2), Lingkungan

ekternal usaha wanita wirausaha (X3), dan Perilaku kewirausahaan wanita

wirausaha (X4). Sedangkan variabel laten endogen dari penelitian ini adalah

Kinerja usaha wanita wirausaha (Y). Setiap varibel laten baik eksogen dan endogen terdiri dari variabel teramati atau variabel indikator untuk merefleksikan variabel laten tersebut.

Sebelum dilanjutkan ke tahap uji kecocokan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaaan hasil estimasi terhadap kemungkinan adanya offending estimates

(nilai-nilai estimasi yang melebihi batas yang dapat diterima). Beberapa offending estimates yang sering ditemui adalah (Hair et.al. 1998 dalam Wijanto 2008): (1)

negative error variances atau nonsignificant error variances untuk konstruk- konstruk yang ada; (2) standardized coefficient melebihi atau sangat dekat dengan

1; atau (3) standard error yang berhubungan dengan koefisien-koefisien yang diestimasi mempunyai nilai sangat besar.

Analisis Kecocokan Model Awal

Langkah awal dari proses uji kecocokan ini bertujuan untuk mengevaluasi secara umum derajat kecocokan atau Goodness of Fit (GOF) antara data dengan model. Untuk mengetahui model secara keseluruhan sudah baik dilihat dari beberapa kriteria, yaitu: RMR (Root Mean Square Residual), RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation), GFI (Goodness of Fit), AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), CFI (Comparative Fit Index), NFI (Normed Fit Index),

NNFI (Non-normed Fit Index), IFI (Incremental Fit Index), dan RFI (Relative Fit Index). Uji kecocokan terhadap model awal dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Kriteria kesesuaian model awal Structural Equation Modeling

Goodness-of-Fit Cutt-off-Value Hasil Keterangan RMR (Root Mean Square

Residual) 0.05 atau 0.1 0.22 Poor Fit

RMSEA (Root Mean square

Error of Approximation) 0.08 0.22 Poor Fit

GFI (Goodness of Fit) 0.90 0.76 Poor Fit

AGFI (Adjusted Goodness of

Fit Index) 0.90 0.70 Poor Fit

CFI (Comparative Fit Index) 0.90 0.73 Poor Fit

NFI (Normed Fit Index) 0.90 0.69 Poor Fit

NNFI (Non-Normed Fit

Index) 0.90 0.69 Poor Fit

IFI (Incremental Fit Index) 0.90 0.73 Poor Fit

RFI (Relative Fit Index) 0.90 0.65 Poor Fit

Berdasarkan Tabel 15, secara keseluruhan indikator Goodness of Fit

menunjukkan bahwa model awal Structural Equation Modeling masih belum memenuhi kriteria goodness of fit. Di samping itu, hasil analisis SEM terhadap model awal (Lampiran 1) menunjukkan bahwa terjadi offending estimates dimana nilai-nilai estimasi melebihi batas yang dapat diterima. Kondisi Offending estimates diantaranya adalah memiliki nilai error varian yang negatif sehingga harus dilakukan proses respesifikasi terhadap model awal tersebut. Model awal struktural dapat dilihat pada Lampiran 3.

Respsesifikasi Model

Kasanah (2015) mengemukakan proses respesifikasi model dilakukan dengan memodifikasi program SIMPLIS, dalam memodifikasi program ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi yang terdapat dalam modification indices yaitu dengan menambahkan error covariances di antara dua buah error covariance. Tabel 16 secara keseluruhan indikator menunjukkan bahwa model

of fit. Sehingga data hasil kuesioner penelitian sudah mampu menjawab teori-teori yang dibangun dalam penelitian faktor yang memengaruhi kinerja wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Provinsi Sumatera Barat. Model hubungan kausal antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen atau faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dilihat pada Gambar 11, Gambar 12 dan Tabel 15. Model yang dihasilkan dari analisis SEM ini diketahui mempunyai pengaruh antara satu variabel laten dengan variabel laten lainnya. Analisis menggunakan metode SEM menyediakan koefisien-koefisien yang diestimasi dan nilai t-hitung dari setiap koefisen tersebut. Dengan menspesifikasikan tingkat signifikansi (lazimnya α = 0.0ε), maka koefisien yang mewakili hubungan kausalitas yang dihipotesiskan dapat diuji signifikansinya secara statistik. Hipotesis dapat dikatakan signifikan apabila nilai t-hitung lebih besar dari nilai t- tabel (t-hitung > t-tabel).

Tabel 16 Kriteria kesesuaian model Structural Equation Modeling setelah direspesifikasi

Goodness-of-Fit Cutt-off-Value Hasil Keterangan RMR (Root Mean Square

Residual) 0.05 atau 0.1 0.11

Marginal Fit

RMSEA (Root Mean square

Error of Approximation) 0.08 0.087

Marginal Fit

GFI (Goodness of Fit) 0.90 0.95 Good Fit

AGFI (Adjusted Goodness of

Fit Index) 0.90 0.91 Good Fit

CFI (Comparative Fit Index) 0.90 0.97 Good Fit

NFI (Normed Fit Index) 0.90 0.93 Good Fit

NNFI (Non-Normed Fit

Index) 0.90 0.95 Good Fit

IFI (Incremental Fit Index) 0.90 0.97 Good Fit

Gambar 11 Standardized solution of structural equation modeling faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha

Gambar 12 Path diagram t-value model faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha

K P L I U L E U P K K U K P L I U L E U P K K U

Uji Validitas

Uji validitas bertujuan unuk mengatahui apakah suatu variabel mengukur apa yang seharusnya diukur dalam hal ini antara sebuah variabel laten dengan beberapa variabel teramati. Suatu model dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya apabila nilai t muatan faktornya (loading factor) lebih besar dari nilai kritis (atau ≥ 1.96 atau untuk praktisnya ≥ β) (Ringdon 1991 dalam Wijanto 2008), serta muatan faktor standarnya (standardized loading factor) ≥ 0.50 (Hair et al. 1995 dalam Wijanto). Hasil uji validitas dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 17. Dimana seluruh variabel teramati dalam diagram lintasan dinyatakan valid karena memiliki nilai (SLF)

standardized loading factor≥ 0.ε0.

Tabel 17 Uji Validitas

Variabel Indikator Standardized Loading Factor (SLF) Error Karakteristik Personal (X1) Pendidikan (X1.1) Pelatihan (X1.2) Usia (X1.3) Pengalaman Bisnis (X1.4) Asal Etnis (X1.5)

Latar Belakang Keluarga (X1.6) 0.95 0.91 0.85 0.91 0.91 0.95 0.09 0.18 0.28 0.17 0.18 0.10 Lingkungan Internal Usaha (X2) Aspek keuangan (X2.1)

Aspek teknis, produksi, dan operasi (X2.2) 0.94 0.91 0.11 0.17 Lingkungan Eksternal Usaha (X3) Kebijakan pemerintah (X3.1)

Aspek sosial, budaya, dan ekonomi (X3.2)

Peranan lembaga terkait (X3.3) Jaringan usaha (X3.4) Pemasaran (X3.5) 0.57 0.89 0.73 0.70 1.00 0.67 0.20 0.46 0.50 0.00 Perilaku Kewirausahaan (X4) Motivasi (X4.1) Inovasi (X4.2) Risiko (X4.3) 0.90 1.00 0.78 0.19 0.00 0.25 Kinerja Usaha (Y) Peningkatan penjualan dan

laba (Y1)

Permintaan tercukupi (Y2)

Pertumbuhan tenaga kerja (Y3) Terpenuhinya kebutuhan hidup (Y4) Pertumbuhan wilayah pemasaran (Y5) 0.89 0.94 0.64 0.67 0.83 0.22 0.11 0.59 0.55 0.31

Hasil uji validitas (Tabel 17) terhadap variabel indikator pada variabel laten karakteristik personal yang dilihat dari nilai standardized loading factor variabel indikator secara keseluruhan sudah valid dan di antara variabel indikator tersebut variabel indikator pendidikan (X1.1) dan latar belakang keluarga (X1.6) merupakan

variabel indikator yang memiliki nilai kontribusi yang tinggi dan mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur variabel laten karakteristik personal dimana nilai SLF masing-masingnya adalah 0.95, 0.91, 0.85, 0.91, 0.91, dan 0.95. Sedangkan untuk variabel indikator lainnya seperti pelatihan (X1.2), usia (X1.3),

pengalaman bisnis (X1.4), dan asal etnis (X1.5) juga cukup memiliki nilai

kontribusi yang tinggi terhadap variabel karakteristik personal.

Uji validitas yang dilakukan terhadap variabel-variabel indikator pada variabel laten lingkungan internal usaha memperlihatkan bahwa secara keseluruhan sudah valid dimana nilai Standardized Loading Factor (SLF) variabel indikator aspek keuangan (X2.1) dan aspek teknis, produksi dan operasi (X2.2)

masing-masingnya adalah 0.94 dan 0.91 dimana nilai SLF tersebut sudah melebihi dari ketentuan yang ditetapkan yaitu ≥ 0.ε0. Nilai SδF dari aspek keuangan dan aspek teknis, produksi dan operasi cukup tinggi, artinya variabel tersebut memiliki kontribusi yang cukup tinggi dalam mengukur variabel lingkungan internal usaha. Uji validitas yang dilakukan terhadap variabel-variabel indikator pada variabel laten lingkungan eksternal usaha memperlihatkan bahwa secara keseluruhan sudah valid dimana nilai Standardized Loading Factor (SLF) variabel indikator kebijakan pemerintah (X3.1), aspek sosial, budaya dan ekonomi (X3.2),

peranan lembaga terkait (X3.3), jaringan usaha (X3.4) dan pemasaran (X3.5) masing-

masingnya adalah 0.57, 0.89, 0.73, 0.70, dan 1.00 dimana nilai SLF tersebut sudah melebihi dari ketentuan yang ditetapkan yaitu ≥ 0.ε0. Nilai SδF dari variabel pemasaran terlihat sangat tinggi, artinya variabel tersebut memiliki kontribusi yang cukup tinggi dalam mengukur variabel lingkungan eksternal usaha.

Uji validitas yang dilakukan terhadap variabel-variabel indikator pada variabel laten perilaku kewirausahaan memperlihatkan bahwa secara keseluruhan sudah valid dimana nilai Standardized Loading Factor (SLF) variabel indikator motivasi (X4.1), inovasi (X4.2), dan Risiko (X4.3) masing-masingnya adalah 0.90,

1.00, dan 0.78 dimana nilai SLF tersebut sudah melebihi dari ketentuan yang ditetapkan yaitu ≥ 0.ε0. Nilai SδF dari aspek keuangan dan aspek teknis, produksi dan operasi cukup tinggi, artinya variabel tersebut memiliki kontribusi yang cukup tinggi dalam mengukur variabel lingkungan internal usaha.

Dari Tabel 17 juga diketahui bahwa hasil uji validitas terhadap variabel- variabel indikator pada variabel laten lingkungan eksternal usaha dan kinerja usaha secara keseluruhan nilai SLF dari variabel indikator sudah lebih dari 0.50. Ini artinya variabel indikator pada variabel laten lingkungan eksternal usaha dan kinerja usaha telah valid.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam sebuah model untuk mengetahui konsistensi suatu pengukuran. Tingkat reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator- indikator mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Suatu model mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai Construct Reliability

(CR) ≥ 0.70 dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0.ε0 (Hair et al. 1998 dalam Wijanto 2008).

Tabel 18 Uji Reliabilitas

Variabel Construct Reliability

(CR)

Variance Extracted (VE)

Karakteristik Personal (X1) 0.968 0.834

Lingkungan Internal Usaha (X2) 0.924 0.859

Lingkungan Eksternal Usaha (X3) 0.892 0.632

Perilaku Kewiausahaan (X4) 0.942 0.846

Kinerja Usaha (Y) 0.899 0.644

Hasil uji reliabilitas dari penelitian mengenai faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha pada industri makanan ringan di Provinsi Sumatera Barat bisa dilihat di Tabel 16. Tabel tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai Construct Reliability (CR) dari variabel laten sudah melebihi kriteria yaitu 0.70 dan nilai Variance Extracted (VE) juga sudah melebihi kriteria yaitu 0.50. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas dari masing-masing variabel latennya cukup tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator-indikatornya mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk latennya.

Analisis Model Struktural

Model struktural dalam model SEM adalah model yang menunjukkan hubungan-hubungan yang ada antara variabel-variabel laten (laten eksogen dan laten endogen). Terdapat dua hubungan model antar variabel yaitu hubungan pada model variabel pungukuran dan hubungan pada model struktural. Hubungan ini dapat dilihat dengan memperhatikan arah panah yang terjadi. Arah panah baik dari variabel laten yang keluar menuju variabel teramati (manifest), atau dari variabel laten menuju variabel laten. Pada model pengukuran arti dari arah panah yang keluar dari variabel laten menuju variabel manifest dapat diartikan bahwa variabel manifest merupakan refleksi atau gambaran dari variabel latennya. Sementara pada model struktural arah panah yang keluar dari variabel laten meuju variabel laten lainnya dapat diartikan sebagai hubungan kausal atau pengaruh dari satu variabel laten terhadap variabel laten lainnya (formatif) (Wijanto 2008).

Tabel 19 Hasil uji hipotesis model faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha

Hipotesis Loading

Factor t-hitung Kesimpulan

Karakteristik personal  Kinerja usaha 0.13 5.16 Signifikan

Lingkungan internal usaha  Kinerja usaha 0.60 10.69 Signifikan Lingkungan eksternal usaha  Kinerja usaha 0.63 15.76 Signifikan

Perilaku kewirausahaan  Kinerja usaha 0.58 11.33 Signifikan

Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa pengaruh karakteristik personal terhadap kinerja usaha adalah signifikan dan positif yang memiliki nilai t-hitung

sebesar 5.16 lebih besar dari t-tabel (1.96) dengan besar koefisien 0.13 artinya peningkatan karakteristik personal mampu meningkatkan kinerja usaha. Pengaruh lingkungan internal usaha terhadap kinerja usaha adalah signifikan dan positif yang memiliki nilai t-hitung sebesar 10.69 lebih besar dari t-tabel (1.96) dengan besar koefisien 0.13 artinya peningkatan lingkungan internal usaha mampu meningkatkan kinerja usaha. Pengaruh lingkungan eksternal usaha terhadap kinerja usaha adalah signifikan dan positif yang memiliki nilai t-hitung sebesar 15.76 lebih besar dari t-tabel (1.96) dengan besar koefisien 0.63 artinya peningkatan lingkungan eksternal usaha mampu meningkatkan kinerja usaha. Pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha adalah signifikan dan positif yang memiliki nilai t-hitung sebesar 11.33 lebih besar dari t-tabel (1.96) dengan besar koefisien 0.68 artinya peningkatan perilaku kewirausahaan mampu meningkatkan kinerja usaha.

Pengaruh Karakteristik Personal terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa karakteristik personal berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja usaha yang memiliki nilai t-hitung sebesar 5.16 lebih besar dari t-tabel (1.96) dan besar koefisien pengaruh (ß=0.13), artinya peningkatan indikator karakteristik personal mampu meningkatkan kinerja usaha wanita wirausaha. Indikator karakteristik personal yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha adalah pendidikan dan latar belakang keluarga dimana nilai muatan faktor dari variabel tersebut adalah (λ=0.95). Tingkat pendidikan dari pelaku wirausaha berhubungan dengan pertumbuhan suatu usaha (McCormick 1997), perempuan yang memperoleh pendidikan tinggi akan didorong untuk percaya pada diri mereka sendiri sehingga hal tersebut akan mendorong pertumbuhan dan pencapaian kewirausahaan yang inovatif (Babalola 2009).

Pengaruh Lingkungan Internal Usaha terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Lingkungan internal usaha berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja usaha wanita wirausaha yang memiliki nilai t-hitung sebesar 10.69 lebih besar dari t-tabel (1.96) dan besar koefisien pengaruh (ß=0.60) artinya peningkatan indikator lingkungan internal usaha mampu meningkatkan kinerja usaha. Indikator lingkungan internal usaha yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha adalah aspek keuangan dengan muatan faktor (λ=0.94). Aspek keuangan dilihat dari kondisi finansial wanita wirausaha untuk melakukan kegiatan wirausaha. Wanita wirausaha pada dasarnya membutuhkan pinjaman modal untuk keberlanjutan dan pengembangan usahanya, namun kekhawatiran mereka untuk meminjam ke lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank masih tinggi. Atas dasar itu wanita wirausaha masih banyak menggunakan modal sendiri untuk kegiatan operasional usahanya. Sejalan dengan penelitian Muller (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan modal sendiri disebabkan oleh kekhawatiran bahwa para pengusaha kecil dan mikro yang

memiliki latar belakang pendidikan agak rendah tidak mampu mengembalikan pinjaman serta kekurangan pengetahuan mengenai prosedur aplikasi pinjaman.

Pengaruh Lingkungan Eksternal Usaha terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Lingkungan eksternal usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha yang memiliki nilai t-hitung sebesar 15.76 lebih besar dari t-tabel (1.96) dengan besar koefisien adalah (ß=0.63) artinya peningkatan indikator lingkungan eksternal usaha mampu meningkatkan kinerja usaha. Indikator lingkungan eksternal usaha yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha adalah pemasaran dengan muatan faktor (λ=1.00).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi pemasaran produk makanan ringan yang diproduksi oleh wanita wirausaha sudah memberikan hasil yang baik bagi wanita wirausaha dimana: (1) permintaan pasar terhadap produk makanan ringan sudah dapat dicukupi oleh usaha makanan ringan yang dijalankan oleh wanita wirausaha; (2) harga yang ditetapkan untuk suatu produk makanan ringan yang dihasilkan wanita wirausaha secara umum sama dengan harga produk makanan ringan yang diproduksi oleh wanita wirausaha lainnya dikarenakan produk yang dihasilkan dominan sama, penentuan harga ditentukan dari harga bahan baku tertentu seperti ubi, jika harga bahan baku naik maka wanita wirausaha sepakat untuk menaikkan harga dari produk yang mereka hasilkan, kesepakatan tersebut dapat dilakukan dengan adanya saling menjalin komunikasi antara satu wanita wirausaha dengan wanita wirausaha lainnya; (3) Perlunya kegiatan promosi agar konsumen mengetahui produk yang dihasilkan dan hal ini telah dilakukan oleh wanita wirausaha dengan mengkreasikan merek dan memasang plang di sekitar tempat usaha agar konsumen bisa lebih mengetahui keberadaan usaha yang mereka kelola; (4) Perluasan saluran distribusi dan wilayah pemasaran. Wanita wirausaha di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh secara umum sudah melakukan perluasan saluran distribusi dan wilayah pemasaran. Hal ini terlihat dari saluran distribusi dan wilayah pemasaran produk yang mereka usahakan sudah sampai ke daerah-daerah yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat, bahkan ke daerah-daerah di luar Provinsi Sumatera Barat seperti Pekanbaru, Medan, Jambi, Palembang, Jakarta dan kota lainnya.

Baiknya kondisi pemasaran suatu usaha dapat meningkatkan kinerja usaha. Munizu (2010) dalam penelitiannya juga menemukan hal yang serupa dimana kondisi pemasaran pada UMK di Sulawesi Selatan berada pada kategori baik sehingga kondisi tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja UMK.

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Wanita Wirausaha

Perilaku kewirausahaan yang dilihat dari motivasi, adanya inovasi, dan bagaimana risiko yang dihadapi oleh wanita wirausaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha yang memiliki nilai t-hitung sebesar 11.33 lebih besar dari t-tabel (1.96) dan besar koefisien adalah (ß=0.58) artinya jika setiap peningkatan indikator perilaku kewirausahaan mampu meningkatkan kinerja usaha wanita wirausaha. Indikator perilaku kewirausahaan yang paling dominan

memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha adalah inovasi dengan muatan faktor (λ=1.00).

Inovasi merupakan hal yang perlu dimiliki dan dikembangkan pada diri wirausaha demi perkembangan dan kesuksesan sebuah usaha. Hal senada juga dijelaskan lebih lanjut oleh Puspitasari (2013) bahwa pengembangan perilaku inovatif dapat meningkatkan kinerja usaha yang ditunjukkan dengan peningkatan keunggulan bersaing. Semakin tinggi derajat inovasi produk yang dilakukan maka akan semakin tinggi derajat keunggulan bersaing (Dewi 2006). Wanita wirausaha di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh dalam memproduksi makanan ringan pada umunya mempunyai kesamaan antara satu dengan lainnya, baik itu dari jenis produk yang dihasilkan dan jenis bahan baku yang digunakan. Sehingga responden menganggap usaha yang mereka kelola belum lebih baik dari usaha wanita wirausaha lainnya. Meskipun produk makanan ringan yang dihasilkan wanita wirausaha banyak memiliki kesamaan dan dianggap belum lebih baik dari pesaing-pesaingnya, namun wanita wirausaha menjelaskan masih ada usaha mereka untuk mencari bumbu-bumbu khusus untuk makanan ringan yang mereka produksi. Di samping itu, pengusaha yang menerapkan sifat inovatif dalam produksi dapat meminimalkan biaya dan memaksimalkan output (Wirasasmita 2011). Contoh dalam pembuatan produk sarang balam, warna kuning pada sarang balam yang diproduksi sebagian besar wanita wirausaha diperoleh dari pemberian pewarna makanan buatan, bagi beberapa wanita wirausaha yang lain menjadikan bahan alami untuk memberi warna kuning ke produk sarang balam yang mereka produksi seperti pemberian kunyit. Pemakaian bahan pewarna alami seperti kunyit tersebut dapat meminimalisir biaya, hal ini dikarenakan kunyit yang digunakan bisa didapatkan dari kunyit yang ditanam sendiri di sekitar pekarangan rumah tanpa harus membelinya. Di samping itu wanita wirausaha menjelaskan bahwa mereka mempunyai bumbu atau resep masing-masing sehingga rasa dari setiap produk yang mereka hasilkan berbeda- beda walaupun jenisnya sama.

Implikasi Manajerial

Implikasi manajerial yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha wanita wirausaha ini sebagai bahan pertimbangan wanita wirausaha dalam mengembangkan usahanya. Variabel laten yang paling dominan memengaruhi kinerja usaha wanita wirauasaha adalah variabel lingkungan eksternal usaha, hal ini dikarenakan nilai muatan faktor dari variabel tersebut lebih besar dari variabel lainnya. Atas dasar itu maka variabel indikator dari variabel laten lingkungan eksternal usaha, yaitu kebijakan pemerintah; aspek sosial, budaya, dan ekonomi; peranan lembaga terkait; jaringan usaha; dan pemasaran dinilai cukup kuat untuk meningkatkan kinerja usaha wanita wirausaha. Sehingga perlu adanya dukungan dan perhatian pemerintah yang memungkinkan iklim berusaha wanita wirausaha pada industri makanan ringan lebih kondusif yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan wanita wirausaha, diantaranya adalah:

1. Pada aspek pemasaran yang merupakan variabel indikator yang paling dominan merefleksikan variabel laten lingkungan eksternal usaha perlu

dukungan dari pemerintah setempat dengan meningkatkan keterlibatan wanita wirausaha dalam acara-acara atau pameran tertentu agar produk industri makanan ringan yang dihasilkan wanita wirauasaha semakin dikenal masyarakat luas. Di samping itu keberadaan rumah promosi yang difasilitasi oleh pemerintah setempat dinilai menjadi peluang yang sangat baik untuk mempromosikan produk yang dihasilkan oleh wanita wirausaha, namun perlu dukungan dari pemerintah untuk mengadakan sosialisasi lebih lanjut agar keterlibatan wanita wirausaha di rumah promosi tersebut dapat ditingkatkan.

2. Kesepakatan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 93/M-

IND/PER/8/2010 tentang Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat, dimana terdapat beberapa industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Sumatera Barat, salah satunya adalah industri makanan ringan. Peraturan tersebut dinilai belum efektif, sehingga perlu implementasi yang lebih baik terhadap peraturan tersebut agar produk- produk dari industri unggulan tersebut dapat lebih berkembang dan terakhir dapat lebih menyokong terhadap perekonomian daerah Provinsi Sumatera Barat.

3. Memberi pelatihan dan penyuluhan kepada pelaku usaha khususnya pelaku usaha industri makanan ringan mengenai keterampilan berwirausaha dan bagaimana memanajemen suatu usaha agar usaha yang dijalankan menunjukkan kinerja yang semakin baik dari sebelumnya.

Dokumen terkait