• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Influence Analysis of Entrepreneurial Behaviour of Orchid Farmers on Bussiness Performance: Cases in Gunung Sindur and Parung, Bogor Regency, and in Serpong, Tangerang Selatan Municipality

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Influence Analysis of Entrepreneurial Behaviour of Orchid Farmers on Bussiness Performance: Cases in Gunung Sindur and Parung, Bogor Regency, and in Serpong, Tangerang Selatan Municipality"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PUSPITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN

PETANI ANGGREK TERHADAP KINERJA USAHA:

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor, serta Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Puspitasari

(4)
(5)
(6)

RINGKASAN

PUSPITASARI.Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor, serta Kecamatan Serpong, Kota Tanggerang Selatan. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan ANNA FARIYANTI.

Peluang pengembangan anggrek di Indonesia masih sangat besar jika dilihat dari potensi sumberdaya genetik yang melimpah. Selain itu, kondisi agroklimat, ketersediaan lahan yang relatif luas, adanya dukungan tenaga kerja dan teknologi, serta potensi pasar di dalam dan luar negeri, merupakan keunggulan komparatif yang sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif. Salah satu penyebab masih rendahnya kinerja industri anggrek nasional adalah karena masih kurangnya kompetensi yang dimiliki petani anggrek, seperti; (1) kurangnya pengetahuan terhadap preferensi konsumen, (2) kurangnya penguasaan teknologi, baik teknologi pembibitan, budidaya, maupun pascapanen, serta (3) kurangnya ketanggapan terhadap informasi pasar.

Tujuan penelitian ini adalah; (1) mengidentifikasi karakteristik petani anggrek, (2) menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perilaku kewirausahaan petani anggrek, dan (3) menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha anggrek.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gunung sindur, Parung, dan Serpong, dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan bagian dari sentra anggrek di Jawa Barat dan Banten. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan jumlah sampel 115 orang. Data penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan karakteristik petani anggrek, dan analisis dengan menggunakan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Models).

Hasil penelitian menunjukan, karakteristik petani anggrek di Kecamatan Gunung sindur, Parung dan Serpong secara umum antara lain: (1) tingkat pendidikan petani anggrek dapat dikatakan cukup dengan mayoritas lulusan SLTA, (2) memiliki pengalaman yang cukup lama dalam berusahatani anggrek, hal ini karena mayoritas merupakan usaha turun temurun, (3) bagi sebagian besar petani usaha ini merupakan mata pencaharian utama, (4) umumnya modal usaha didapatkan dari modal pribadi, namun dirasa tidak memadai, (5) taraf hidup dan kesejahteraan petani anggrek pada umumnya masih rendah, dikarenakan skala usaha yang kecil, yang pada akhirnya berimbas pada pendapatan, dan mayoritas petani anggrek hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

(7)

berwirausahatani, motif berprestasi dan persepsi terhadap usaha yang tinggi, dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan.

Faktor Eksternal berpengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien pengaruh sebesar -0.15. Sementara Faktor Eksternal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku kewirausahaan, hal ini dikarenakan dukungan pemerintah berupa pendidikan dan penyuluhan, bantuan modal dan saprodi, promosi dan pemasaran, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar belum sesuai dengan kebutuhan petani dan belum tepat sasaran.Jika dilihat dari kondisi di lapangan, secara umum dukungan pemerintah dalam hal penyuluhan dan pelatihan, bantuan pengadaan modal dan sarana produksi, promosi dan pemasaran, regulasi usaha, serta ketersediaan informasi pasar, sampai dengan saat ini dirasakan belum cukup memadai, dan belum mendukung terbentuknya perilaku kewirausahaan pada petani anggrek. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa, pemerintah melalui dinas instansi terkait belum menunjukan keberpihakan yang besar, serta kurang mampu memahami kebutuhan serta persoalan yang dihadapi petani, sehingga bantuan yang sudah pernah diberikan dirasakan belum sesuai dengan kebutuhan petani.

Variabel laten Perilaku Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Usaha. Variabel laten perilaku kewirausahaan berpengaruh langsung dan positif terhadap kinerja usaha dengan koefisien pengaruh sebesar 0.55, dan t-hitung 7,51 maka pengaruhnya signifikan pada taraf nyata 5%. Dengan demikian peningkatan perilaku kewirausahaan akan meningkatkan kinerja usaha petani anggrek. Hal ini menunjukan bahwa perilaku kewirausahaan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha, sehingga dengan ketekunan, ketanggapan terhadap peluang, inovatif, keberanian mengambil risiko dan kemandirian pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja usaha.

Kata kunci: perilaku kewirausahaan, kinerja usaha, petani anggrek, Structural

(8)

SUMMARY

PUSPITASARI. The Influence Analysis of Entrepreneurial Behaviour of Orchid Farmers on Bussiness Performance: Cases in Gunung Sindur and Parung, Bogor Regency, and in Serpong, Tangerang Selatan Municipality. Supervised byRITA NURMALINA dan ANNA FARIYANTI.

The opportunities of orchid development in Indonesia is still potentially increased because of the genetic resources of orchid are abundant, in addition the agro-climatic conditions, availability of land is relatively wide, the support of labor and technology, and the potential market at domestic and abroad, those are comparative advantage that potential to be developed into a competitive advantage. But instead, the performance of orchid industrialization still in low performance. The low performance of the national orchid industry due to the lack of competence orchid farmers, such as: (1) lack of knowledge of consumer preferences, (2) lack of technology in breeding, cultivation, and post-harvest, and (3 ) lack of responsiveness to the market information. The present of orchid farmers entrepreneurial behavior hopely could increase the bussiness performance. In order that, the purpose of the research are; (1) describe the orchid farmers characteristics, (2) to analyse the influence of internal and external factors on entreprenerial behavior, and (3) to analyse the influence of entreprenenurial behavior on bussiness performance. This research used 115 data of orchid farmers, than its analized by SEM using Lisrel 8.3 programs.

Based on the results obtained that the characteristics of orchid farmers generally include: (1) the majority of the level of education orchid are high school graduates, (2) they have quite long experience in orchid cultivation, (3) for most farmers this effort is the main livelihood, (4) generally, the venture capital obtained from private equity, (5) the standard of living and welfare of orchid growers generally still in low conditions, due to small-scale enterprises, which in turn impact on revenue, and the majority of orchid growers were oriented only for daily needs.

The result by using SEM are; (1) The Entrepreneurial behavior is influenced positively and significantly by the internal factors,instead (2) The external factors gave the negative and significant influences, but it’s directly influence the bussiness performance positively and significantly, (3) entrepreneurial behavior gave positive and significant effect on business performance. SEM shows the test results with the internal factors positive and significant impact on enterpreneur behavior with effect coefficient 0,56. Internal factors measured by indicators; venture scale, capital ownership, ownership of production facilities and infrastructure, motivation achievement, the perception of orchids business and entrepreneurship intentions. Increasing the internal factors will increase the entrepreneurial behavior orchid growers. This shows the increase in business scale, enterpreneurial intentions, motivation achievement and perceptions of high effort, can increase entrepreneurial behavior.

(9)

government support in the aspect of education and counseling, assistance and capital inputs, promotion and marketing, business regulations, and the availability of market information, are not in accordance with the needs of farmers and not on target. Generally the government support in terms of extension and training, procurement assistance and capital inputs, promotion and marketing, business regulations, and the availability of market information, until now felt not sufficient, and not support the formation of behavioral entrepreneurship. Overall, the governments through the relevant agencies are less able to understand the needs and problems faced by the farmers, so that the benefits that have been given are not in accordance with the perceived needs of farmers.

Entrepreneurship Behaviour is positively and significantly impact on business performance. Entrepreneurial behavior direct and positive impact on the performance of the business with coefficient effect 0,55, and t-value 7.51 on the 5% significance level. Thus the increase of entrepreneurial behavior will improve the business performance of orchid growers. This shows that entrepreneurial behavior is an important role in improving business performance, so with diligence, responsiveness to opportunities, innovative, risk-taking and independence will ultimately affect the performance of the business.

(10)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(11)
(12)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN

PETANI ANGGREK TERHADAP KINERJA USAHA:

Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor,

dan Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Judul Tesis : Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor, serta Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan Nama : Puspitasari

NIM : H451100311

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing,

Prof.Dr.Ir. Rita Nurmalina, MS Ketua

Dr.Ir. Anna Fariyanti, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis,

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 08 Februari 2013

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Anna Fariyanti, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi, bantuan, kritikan, masukan dan saran yang sangat berharga yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Wahyu Budi Priatna, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian dan pada ujian tesis selaku Dosen Penguji Luar Komisi, yang telah memberikan banyak arahan, masukan dan saran sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Serta Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku Dosen Penguji Perwakilan Program Studi pada ujian tesis.

3. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr. Ir. Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh Staf Program Studi Agribisnis atas bantuan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program Studi Agribisnis. 4. Staf Pengajar, khususnya kepada Ir. Harmini, MSi dan Roni Jayawinangun atas

bantuan dan bimbingannya dalam menganalisis data penelitian.

5. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Komisi Pembinaan Tenaga, yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan dan dukungan biaya yang diberikan kepada penulis selama masa tugas belajar S2 ini berlangsung.

6. Sahabat sekaligus kakak Nur Qomariah Hayati atas bantuannya, kerjasamanya dan dorongan semangatnya. Abdul Muis Hasibuan dan Jemmy Rinaldi yang telah memberikan masukan selama penelitian dan penyusunan tesis. Adik-adik, Cila Apriande, Putri Indah, Annisa Dwi Utami, atas bantuannya. Arifayani Rahman dan Asrul Koes atas dorongan dan persahabatannya. Serta teman-teman seperjuangan di MSA angkatan I atas kebersamaan yang indah selama menempuh studi.

7. Terima kasih kepada Bapak Zainal, Bapak Joko As’ad (PT. Eka Karya Graha), Bapak Sukedi, Bapak Muslih, Bapak Tatang Suryana, Ibu Utie, Ibu Sari, Mbak Sri, dan seluruh petani/pelaku usaha anggrek selaku responden atas bantuan dan dukungannya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini.

(16)

9. Terima kasih khusus kepada suamiku tercinta Andria Kurniawan dan anak-anakku tersayang Muhammad Aydin Yusuf dan Muhammad Hasan Fikri, atas dorongan, pengorbanaan, keikhlasan dan kasih sayangnya selama penulis menempuh studi.

Semoga Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim memberikan balasan yang setimpal atas segala kebaikan kehadiratnya-Nya kelak. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, April 2013

(17)
(18)

DAFTAR ISI

Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Kondisi Permasalahan dan Strategi Pengembangan Industri Anggrek Nasional

Pendekatan SEM untuk Analisis Perilaku dan Kinerja

10

Kondisi Usaha Tani Anggrek di Wilayah Gunung Sindur, Parung, dan Serpong

Analisis Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha dengan Pendekatan SEM

(19)

Kecocokan Model Struktural

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek dan Kinerja Usaha Implikasi Kebijakan

59 61

64

6 SIMPULAN DAN SARAN 67

Simpulan Saran

67 68

DAFTAR PUSTAKA 69

LAMPIRAN 73

(20)

DAFTAR TABEL

1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2009-2010

3

2. Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2008-2010 3 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Impor Anggrek di

Indonesia Tahun 2006-2010. 4

4. Produktivitas Anggrek Nasional Tahun 2009-2010 6

5. Sentra Produksi Anggrek Nasional di Jawa Barat Tahun 2011 22 6. Komoditas Tanaman Unggulan Provinsi Banten Tahun

2010-2011

22

7. Sentra Produksi Tanaman Anggrek di Kota Tanggerang Selatan Provinsi Banten

22

8. Variabel Indikator Faktor Internal 24

9. Variabel Indikator Faktor Eksternal 24

10. Variabel Indikator Perilaku Kewirausahaan 25

11. Variabel Indikator Kinerja Usaha 25

12. Kriteria Goodness of Fit Hasil pengujian Kesesuaian Model 29

13. Persepsi Petani Terhadap Faktor Internal 43

14. Persepsi Petani Terhadap Faktor Eksternal 46

15. Persepsi Petani Terhadap Perilaku Kewirausahaan 51

16. Persepsi Petani Terhadap Kinerja Usaha 54

17. Muatan Faktor dan t-Value Variabel Manifest 56

18. Pengujian Realibilitas Model Pengukuran 58

19. Hasil Uji Kecocokan Model 59

20 Komposisi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek dan Kinerja Usaha

(21)

DAFTAR GAMBAR

1. Perkembangan Produksi Anggrek Indonesia Tahun 1997-2010 4 2. Kerangka Pemikiran Konsetual Pengaruh Perilaku

Kewirausahaan Petani Anggrek Terhadap Kinerja Usaha

21

3. Model SEM Analisis Perilaku Kewirausahaan Petani Anggrek

Terhadap Kinerja Usaha 28

4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 34

5. Sebaran Responden Menurut Kisaran Usia Petani 36

6. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal 37

7. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Usaha Tani Anggrek

38

8. Sebaran Luas Lahan Petani Anggrek 38

9 Sebaran Pendapatan dari Usaha Tani Anggrek Per Bulan 39

10. Sebaran Kepemilikan Lahan Anggrek 40

11. Nilai t Model Struktural 60

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Kabupaten dan Kota Sentra dan Pengembangan Produksi Anggrek di Provinsi Jawa Barat

74

2. Produksi Anggrek di Jawa Barat dalam Satuan Tangkai Tahun 2012

75 3. Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat Tahun

2012

76

4. Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat dan Unggulan Nasional Tahun 2012

77 5. Kuesioner Penelitian Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani

Anggrek terhadap Kinerja Usaha

78

6. Model Struktural Awal Sebelum Respesifikasi 84

(23)

Kewirausahaan merupakan penggerak utama dalam mempercepat pemulihan dan perkembangan perekonomian suatu bangsa. Peran kewirausahaan selain dalam peningkatan output dan pendapatan per kapita, juga berperan sebagai pemacu ekspor, penyerap tenaga kerja, serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Pentingnya kewirausahaan dalam meningkatkan perekonomian sebagaimana menurut Acs (2008) yang menyatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi didorong oleh empat faktor produksi, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan. Aktivitas kewirausahaan merupakan leader yang dapat menggerakan faktor-faktor lainnya, karena seorang wirausaha akan menggunakan keahlian kewirausahaannya untuk mengorganisasi tanah, modal dan tenaga kerja dalam memproduksi barang dan jasa. Disamping itu, wirausaha berperan dalam pembangunan ekonomi dengan menghasilkan dan mewujudkan gagasan-gagasan yang inovatif, diantaranya inovasi produk, proses, pemasaran dan organisasi. Adanya inovasi dapat meningkatkan pangsa pasar dan pengembangan perusahaan, yang pada akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, serta meningkatnya efisiensi pasar dengan semakin bertambahnya wirausaha yang sukses (Praag, 2005).

Indonesia sebagai negara berkembang dengan potensi sumberdaya yang besar sudah selayaknya menempatkan aktivitas kewirausahaan sebagai prioritas utama, menurut Wirasasmita (2010) negara yang kaya sumberdaya alam akan tetap ada dalam golongan negara berpendapatan rendah, apabila tidak memiliki wirausaha yang mampu mengolah sumberdaya alam tersebut untuk kesejahteraan negaranya. Hal ini sejalan dengan pendapat Daryanto (2004) yang menyatakan, pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif semata berupa kekayaan alam yang berlimpah, upah tenaga kerja murah dan posisi strategis, saat ini sulit dipertahankan lagi, tetapi harus pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara berkesinambungan.

(24)

2

kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri. Dengan demikian usaha penyelarasan antara sektor pertanian yang merupakan leading sector perekonomian dengan aktivitas kewirausahaan diharapkan mampu mengatasi ketimpangan tersebut.

Menurut Krisnamurthi (2001) kewirausahaan bukan hanya sekedar pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha, jika konsep ini dimiliki oleh semua pelaku bisnis pertanian, maka dapat dipastikan pertanian akan lebih berkembang dan tumbuh dengan pesat. Hal tersebut dikarenakan cerminan dari perilaku kewirausahaan diantaranya adalah, gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya yang tersedia, mampu memanfaatkan perubahan dan perkembangan tren serta preferensi konsumen sebagai sumber inovasi peluang bisnis, mampu mencari peluang baru di tengah persaingan, inovatif dengan menciptakan produk dan teknik usaha baru, bekerja dengan lebih efektif dan efisien, serta berani mengambil risiko untuk mengembangkan bisnisnya (Dirlanudin, 2010). Perilaku kewirausahaan (entreperenenurial behavior) akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan berupa pertumbuhan ekonomi, seperti pendapat Praag (2005) yang menyatakan bahwa, perilaku kewirausahaan memiliki dampak yang kuat terhadap stabilitas ekonomi dan kekuatan wilayah, karena perusahaan yang berperilaku kewirausahaan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan inovasi, penciptaan lapangan kerja dan kesiapan menghadapi globalisasi.

Salah satu sektor pertanian yang strategis adalah hortikultura. Subsektor ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga agribisnis hortikultura dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan petani mulai dari yang berskala kecil sampai besar. Hortikultura memiliki keunggulan dibandingkan subsektor lainnnya seperti nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, dan potensi serapan pasar domestik dan dunia yang terus meningkat. Namun, potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena agribisnis hortikultura masih menghadapi beberapa permasalahan. Faktor yang menghambat pengembangannya, antara lain rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha yang sempit dan belum efisien, serta kurangnya dukungan kebijakan dan regulasi di bidang perbankan, transportasi dan perdagangan. Kondisi tersebut menyebabkan daya saing komoditas-komoditas hortikultura nasional relatif kurang jika dibandingkan dengan negara lain (Ditjenhorti, 2011).

Tanaman hortikultura memiliki fungsi esensial bagi tubuh, seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat, selain itu juga dapat memberikan fungsi keindahan atau estetika seperti tanaman hias. Industri florikultura atau tanaman hias dapat menjadi potensi pertanian masa depan, dan sumber devisa negara. Saat ini kontribusi produksi florikultura terhadap hortikultura nasional baru mencapai 13,34% (Ditjen PPHP, 2011). Hal ini menunjukan bahwa potensi industri tanaman hias atau florikultura nasional belum tergali secara optimal.

Salah satu komoditas unggulan tanaman hias Indonesia adalah anggrek. Anggrek merupakan salah satu identitas nasional yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4/1993, anggrek jenis

Phalaenopsis amabilis atau yang lebih dikenal dengan anggrek bulan merupakan

(25)

yang merupakan tanaman asli Indonesia yang unik dan eksotik layak dijadikan sebagai komoditas andalan dalam pembangunan ekonomi nasional.

Usahatani anggrek tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan sentra produksi utama Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Bali dan Kalimantan Barat. Dilihat dari luas areal panen tanaman hias, anggrek menempati peringkat ketiga setelah krisan dan mawar (Tabel 1). Pada tahun 2010, luas panen anggrek mencapai 1,39 juta m2 dengan produksi 14,05 juta tangkai.

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2009-2010

Komoditas

Tahun 2009 Tahun 2010

Luas Panen (m2)

Produksi (tangkai)

Luas Panen (m2)

Produksi (tangkai)

Krisan 9.742.677 107.847.072 10.024.605 185.232.970

Mawar 3.614.480 60.191.362 3.844.434 82.351.332

Anggrek 1.308.199 16.205.949 1.391.206 14.050.445

Sedap Malam 815.709 51.047.807 623.463 59.298.954

Sumber : BPS (2011)

Selama kurun waktu 2008-2010 produksi anggrek menempati posisi ke-4 setelah Krisan, Mawar, dan Sedap Malam. Perkembangan industri anggrek nasional dapat dikatakan lebih lambat dibandingkan dengan tanaman hias lain, dimana persentase produksi anggrek dalam kurun waktu tersebut justru mengalami penurunan (Tabel.2).

Tabel 2. Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2008-2010

Tanaman Hias

Produksi (Tangkai) Pertumbuhan/

Penurunan (%)

2008 2009 2010 2008-2009 2009-2010

Krisan 99,158,942 107,847,072 185,232,970 8.76 71.76

Mawar 39,131,603 60,191,362 82,351,332 53.82 36.82

Sedap Malam 25,180,043 51,047,807 59,298,954 102.73 16.16

Anggrek 15,430,040 16,205,949 14,050,445 5.03 -13.30

Sumber : BPS (2011)

(26)

4

Gambar 1. Perkembangan produksi anggrek Indonesia, 1997-2010 (Sumber, BPS, 2011)

Kinerja perdagangan ekspor-impor anggrek cenderung mengalami penurunan pada lima tahun terakhir (Tabel 3). Dibandingkan dengan peningkatan produksi, maka penurunan ekspor dan impor anggrek menunjukkan bahwa konsumen anggrek Indonesia cenderung memilih anggrek produksi dalam negeri, walaupun dari sisi kinerja perdagangan internasional terlihat kecenderungan menurun. Kondisi tersebut sebenarnya dapat dilihat sebagai peluang dengan semakin terbukanya peluang di pasar anggrek domestik tanpa harus mengabaikan pangsa di pasar internasional.

Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Anggrek Di Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun Ekspor Impor

Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$)

2006 620.115 2.573.179 309.047 548.601

2007 202.804 1.166.671 72.689 480.204

2008 164.104 740.751 34.651 78.265

2009 121.664 1.040.544 64.343 434.071

2010 55.842 899.397 26.801 40.154

Sumber : Ditjenhorti (2011)

(27)

dibandingkan dengan Malaysia yang mempunyai kebun anggrek komersial seluas 800 Ha yang berorientasi ekspor, dan Thailand yang memiliki kebun anggrek seluas 3400 Ha, dimana sebagian besar juga ditujukan untuk ekspor, serta Taiwan yang memiliki 500 kebun seluas 170 hektar yang mampu mengekspor ke Jepang, Amerika, Belanda, dapat dikatakan bahwa industri anggrek nasional masih tertinggal dibandingkan negara-negara tersebut.

Pada era globalisasi perdagangan dan dengan diberlakukannya ACFTA

(Asean-China Free Trade Area) sejak tahun 2007, membuat peluang ekspor

semakin terbuka, namun ancaman produk impor juga semakin besar. Persaingan antar negara produsen florikultura semakin ketat, begitu juga dengan persaingan komoditas anggrek. Inovasi dalam peningkatan produksi dan penganekaragaman produk anggrek yang berkualitas, unik dan eksotik menjadi sangat penting, karena akan mempermudah perluasan pasar dan meningkatkan kemampuan bersaing di pasar dalam dan luar negeri. Anggrek nasional di dalam negeri pun harus mampu bersaing dengan produk impor sebagai wujud adanya perilaku inovatif yang dimiliki oleh wirausaha. Menurut Krisnamurthi (2001), wirausahawan adalah orang yang mempunyai keinginan melakukan usaha yang bersifat inovatif, walau disadari sepenuhnya bahwa setiap inovasi pasti mengandung risiko. Wirausahawan akan senantiasa melatih intuisinya dalam menjajagi kegiatan inovasi yang menguntungkan dan menantang untuk diusahakan. Kesuksesan suatu inovasi tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan teknologi, namun permintaan pelanggan dan pasar merupakan faktor utama bagi suksesnya inovasi. Pengembangan anggrek ke depan, ditentukan oleh faktor sumberdaya manusia (SDM) unggul atau berdaya saing. Sebagaimana disampaikan Pambudy dan Dabukke (2010) bahwa, dalam era persaingan sekarang ini, yang bersaing sebenarnya bukan komoditas pertaniannya, tetapi adalah orang-orang yang berada dibalik produk itu. Selanjutnya SDM atau kelompok orang yang paling penting dalam kancah persaingan perdagangan produk pertanian adalah petaninya, pedagangnya, serta pengusahanya. Dengan kata lain, yang bersaing adalah wirausahanya.

Adanya konsep perilaku kewirausahaan pada pelaku usaha merupakan hal yang penting, karena akan berdampak pada kinerja usaha, Krisnamurthi (2001) berpendapat bahwa pengembangan perilaku kewirausahaan akan menumbuhkan sikap positif dalam berwirausaha dalam bentuk kemampuan sikap untuk mengendalikan keadaan dan memfokuskan perhatian pada kegiatan-kegiatan atau hasil yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan pelaku usaha yang berperilaku kewirausahaan akan lebih aktif dalam memanfaatkan peluang, inovatif dan berani mengambil risiko. Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa adanya perilaku kewirausahaan pelaku usaha dapat berpengaruh terhadap kinerja usaha. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk mengetahui perilaku kewirausahaan petani anggrek, serta melihat pengaruhnya terhadap kinerja usaha, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan kinerja industri anggrek nasional.

Perumusan Masalah

(28)

6

meningkatnya permintaan untuk hobiis (rumah tangga), florist, perkantoran, gedung pertemuan, serta berkembangnya industri pariwisata, katering dan perhotelan, sehingga pengembangan industri anggrek nasional dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan petani dan devisa negara. Jika dilihat dari potensi sumberdaya anggrek yang dimiliki Indonesia, sudah selayaknya komoditas anggrek dimanfaatkan sebagai komoditas andalan dalam pembangunan ekonomi nasional, bahkan dengan kekayaan genetik anggrek yang begitu besar, Indonesia berpotensi menguasai perdagangan anggrek di pasar internasional. Namun demikian, saat ini kinerja industri anggrek nasional dapat dikatakan masih rendah, diantaranya adalah; (1) ketidakmampuan penyediaan anggrek yang sesuai dengan selera konsumen, dalam hal keanekaragaman, warna dan keunikan, serta mutu tanaman anggrek yang rendah, (2) sistem produksi yang belum efisien dan harga produk yang relatif mahal, (3) rata-rata produktivitas anggrek masih lebih rendah bila dibandingkan dengan potensi genetiknya, yaitu hanya 4-5 tangkai/tanaman, sedangkan potensi genetiknya bisa mencapai 8-10 tangkai/tanaman, serta (4) kontinuitas ketersediaan anggrek nasional yang masih kurang terjamin (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Salah satu sentra produksi anggrek nasional adalah Jawa Barat dan Banten. Pada tahun 2010 kontribusi kedua provinsi tersebut 32,8% dari total produksi anggrek nasional, yaitu sebesar 4.602.607 tangkai. Namun demikian, jika dilihat dari produktivitasnya pada tahun 2009-2010, kinerja industri anggrek di kedua Provinsi tersebut menunjukan penurunan yang cukup tajam (Tabel.4). Tabel 4. Produktivitas Anggrek Nasional Tahun 2009-2010

Propinsi

(29)

Ditinjau dari sisi lokasi, kedua wilayah tersebut dapat dikatakan memiliki keunggulan dibandingkan dengan wilayah sentra anggrek lainnya, yaitu dalam hal akses terhadap ketersediaan bahan input dan teknologi budidaya yang lebih mudah, serta akses informasi dan permodalan yang relatif lebih tersedia, karena kedua lokasi tersebut lebih dekat dengan pusat pemerintahan, lembaga penelitian dan pengembangan di bawah Kemeterian Pertanian, dan perguruan tinggi, serta adanya pusat Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI), Konsorsium Anggrek dan Asosiasi Petani Anggrek Indonesia (APAI). Perhatian pemerintah, terhadap perkembangan anggrek diwujudkan dengan adanya Klinik Anggrek Batavia yang merupakan wadah layanan informasi peranggrekan nasional yang mencakup masalah teknis budidaya hingga layanan pendidikan dan pelatihan untuk pengguna. Pengguna dalam hal ini adalah petani, pedagang, praktisi, pelajar, peneliti, dan hobbies. Klinik dikelola oleh BPTP Jakarta bekerjasama dengan BBI Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Klinik ini didukung oleh para pakar anggrek nasional (Malang, Bandung, Jakarta), dan Balai Penelitian Tanaman Hias sebagai sumber informasi dan teknologi, serta Ditjen Hortikultura sebagai institusi pendukung pengembangan anggrek secara nasional. Selain itu dari segi pemasaran, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah mengembangkan pusat pemasaran anggrek potong dan anggrek pot di Taman Anggrek Ragunan (TAR) dan Taman Anggrek Indonesia Permai (TAIP), selain berfungsi sebagai ajang promosi, keberadaan TAR dan TAIP juga mampu menata rantai pasokan dari produsen sampai ke konsumen akhir secara lebih efisien.

Demikian juga jika dilihat dari potensi pasar, permintaan terhadap anggrek tentunya lebih banyak di kota besar, seiring dengan semakin tingginya nilai estetika masyarakat perkotaan. Adanya peluang yang besar dari potensi pengembangan sumberdaya anggrek, serta berbagai dukungan pemerintah, keberadaan gapoktan dan asosiasi penggemar anggrek, nyatanya belum dapat meningkatkan kinerja usaha anggrek di Jawa Barat dan Banten, yang terlihat dari produktivitasnya yang semakin menurun.

(30)

8

memperbaharui. Penggunaan benih tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas genetik secara drastis, dan ketahanan terhadap hama penyakit. (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Dengan demikian dalam peningkatan kinerja industri anggrek nasional, faktor sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor penentu, sebagaimana menurut Pambudy dan Dabukke (2010) yang menyatakan bahwa, pengembangan SDM pertanian atau pengusaha tani (wirausaha-agribisnis) merupakan prioritas yang perlu diperhatikan, sebab SDM pertanian tersebut yang merencanakan, melaksanakan dan menanggung risiko produksi, juga memutuskan untuk mengadopsi atau menunda penerapan suatu teknologi untuk mendapatkan nilai tambah. Selain itu pentingnya peran sumberdaya manusia dalam pencapaian keunggulan kompetitif juga diungkapkan oleh Krisnamurthi (2001), yaitu faktor manusia menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian keunggulan kompetitif, karena pada manusia akan diperoleh kreativitas dan inovasi, pada manusia juga melekat kemampuan dan keberanian serta sikap memanfaatkan peluang dan mengatasi kesulitan. Penguasaan dan pemanfaatan teknologi juga akan terletak pada manusia, disamping kemampuan untuk mendapatkan modal, informasi dan jaringan usaha.

Berdasarkan kenyataannya keberhasilan petani mencapai kinerja usahatani yang tinggi tidak hanya ditentukan oleh kegiatan teknik budidaya semata tetapi juga lebih ditentukan oleh kemampuan petani, baik sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang diaktualisasikan dalam menjalankan usahataninya mulai dari persiapan tanam sampai pemasaran produk yang dihasilkan (Darmadji, 2011). Mengacu pada pendapat tersebut, maka potensi-potensi petani yang tercermin dalam perilaku kewirausahaannya dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan dalam peningkatan kinerja usahatani.

Penerapan konsep perilaku kewirausahaan pada petani anggrek diharapkan dapat mempengaruhi kinerja industri anggrek nasional. Karena dengan adanya perilaku kewirausahaan pada petani anggrek, diharapkan akan terbangun perilaku menjadi lebih aktif dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi bisnis anggrek, inovatif dalam proses produksi maupun penciptaan produk baru, serta berani mengambil risiko usaha. Selain itu petani anggrek juga diharapkan menjadi lebih aktif dalam mengusahakan dukungan dan keberpihakan pemerintah, melakukan upaya pengembangan informasi usaha dan pencitraan untuk mengundang para investor untuk masuk ke dalam bisnis anggrek, mampu menghasilkan produk anggrek yang unik dan eksotik, berkualitas, dan dengan harga yang kompetitif, serta giat melakukan promosi, baik di dalam maupun luar negri, dengan demikian kinerja usaha anggrek akan semakin meningkat dan mampu meraih daya saing di pasar nasional dan internasional.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa masih rendahnya kinerja usaha anggrek dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia petani anggrek ditinjau dari perilaku kewirausahaannya, maka masalah yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik petani anggrek dalam menjalankan usahataninya?

(31)

3. Bagaimanakah pengaruh perilaku kewirausahaan petani anggrek terhadap kinerja usaha anggrek?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik petani anggrek.

2. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani anggrek.

3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan petani anggrek terhadap kinerja usaha anggrek.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan industri anggrek nasional yang berdaya saing khususnya di Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui apakah dengan menganalisa perilaku kewirausahaan petani anggrek dapat dijadikan alternatif pendekatan lain dalam peningkatan kinerja usaha anggrek di tanah air. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmiah di bidang kewirausahaan, dan dapat digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam meningkatkan dan mengembangkan kewirausahaan petani anggrek.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(32)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Delmar (1995) mendifinisikan perilaku kewirausahaan sebagai tindakan yang dilakukan wirausaha dalam mewujudkan tujuan usahanya. Tindakan tersebut mengarah pada konsep-konsep kewirausahaan yaitu tindakan yang menunjukkan kreativitas, inovasi dan berani berisiko. Sependapat dengan hal tersebut, menurut Dirlanudin (2010), perilaku wirausaha dalam konteks pengembangan usaha kecil adalah perilaku yang dimiliki pengusaha kecil dalam menjalankan aktivitas usahanya yang terdiri dari kecermatan terhadap peluang usaha, keberanian dalam mengambil risiko, inovatif dalam menghasilkan produk dan daya saing usahanya. Ditambahkan pula bahwa, pengusaha yang memiliki pola perilaku wirausaha adalah mereka yang secara gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya ekonomi yang tersedia, mereka mampu menciptakan produk dan teknik usaha baru (inovatif), mampu mencari peluang baru, bekerja dengan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil risiko. Dalam penelitiannya Dirlanudin mengukur perilaku wirausaha dari tiga aspek yaitu: (i) kognitif, terkait dengan kemampuan manajerial dan pemasaran; (ii) afektif, terkait dengan komitmen, disiplin, kejujuran, semangat dan kesadaran mengutamakan kualitas; dan (iii) motorik, terkait dengan kemampuan teknis, kreatif, inovatif, efisien dan keberanian mengambil risiko.

Menurut pendapat Zimmerer dan Scarborough (2008) kewirausahaan adalah hasil dari suatu proses sistematis, yang menerapkan kreativitas dan inovasi untuk memenuhi kebutuhan dan peluang pasar, dengan menggunakan strategi serta fokus terhadap ide-ide baru dan wawasan baru untuk menciptakan produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Senada dengan hal tersebut Kasmir (2006) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha yang merupakan hasil dari adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku kreatif dan inovatif merupakan karakteristik utama dari perilaku kewirausahaan. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara baru dalam menghadapi masalah dan peluang, sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, atau menerapkan solusi kreatif dalam menghadapi permasalahan dan peluang untuk tujuan menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah bagi masyarakat (Kao,

et.al, 2001). Kreativitas dan inovasi merupakan hal yang penting dalam mencapai

kesuksesan suatu usaha, karena dengan kreativitas dan inovasi suatu usaha dapat mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu, inovasi merupakan unsur yang penting untuk meningkatkan kemampuan bertahan, menghadapi persaingan bisnis dan pertumbuhan perusahaan.

(33)

pandangan dalam menjalankan usaha, dan semangat berusaha, serta (3) keterampilan, yaitu keterampilan dalam memilih bahan baku, perencanaan usaha dan penggunaan modal.

Dirlanudin (2010) dan Sapar (2006) membagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kewirausahaan ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. Dalam penelitian Sapar (2006) disebutkan bahwa faktor internal adalah ciri-ciri pribadi, status sosial dan ekonomi seseorang. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah umur, pendidikan, pengalaman berusaha, motivasi, persepsi terhadap usaha dan besar usaha. Sedangkan faktor eksternal, diantaranya adalah modal, keluarga, lingkungan tempat bekerja, peluang pembinaan usaha dan ketersediaan bahan. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor internal dan ekternal secara nyata mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang kaki lima di Kabupaten Bogor. Berbeda dengan penelitian Dirlanudin (2010) yang menggunakan indikator tingkat ketekunan, kepemilikan sumber usaha, kekosmopolitan, penggunaan modal usaha dan kontribusi bagi keluarga ke dalam faktor internal, sedangkan indikator faktor eksternal diantaranya adalah pandangan masyarakat tentang wirausaha, kekompakan antar pengusaha kecil, berfungsinya forum usaha kecil dan nilai kebiasaan masyarakat. Dari hasil penelitiannya terhadap perilaku wirausaha pengusaha kecil industri agro menunjukan bahwa faktor internal masih kurang memadai terhadap perkembangan perilaku wirausaha, sedangkan faktor eksternal relatif kondusif terhadap perkembangan perilaku wirausaha. Senada dengan penelitian Harijati (2007) mengenai pengaruh faktor individu dan faktor lingkungan terhadap kompetensi agribisnis petani sayuran lahan sempit, faktor individu diukur berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman, kebutuhan, motivasi dan sifat kewirausahaan. Sedangkan faktor lingkungan diukur dari pembelajaran agribisnis, akses sarana agribisnis, akses sumber modal, akses sumber informasi dan akses kelompok tani.

Hasil analisis jalur Path pada penelitian Pambudy (1999) menunjukan bahwa umur dan penghasilan mempunyai hubungan struktural positif dengan perilaku wirausaha peternak ayam buras skala kecil, sedangkan lamanya beternak mempunyai hubungan struktural yang negatif. Selain itu, variabel pengetahuan, sikap mental dan keterampilan beternak peternak ayam buras skala kecil, menengah dan besar mempunyai hubungan struktural positif terhadap perilaku wirausaha peternak. Perilaku berwirausaha peternak ayam buras dan broiler dipengaruhi oleh faktor informasi usaha dan kelembagaan. Disamping itu hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa, meskipun secara langsung tidak ada kaitan antara pendidikan dan semangat wirausaha, tetapi dalam menjalankan usahanya, wirausaha perlu memiliki beberapa pengetahuan dasar yang memadai agar usahanya berhasil, karena manajemen yang buruk, kurangnya pengalaman dan pengawasan keuangan yang buruk merupakan hal-hal yang menjadi kegagalan wirausaha dalam mencapai keberhasilan usaha.

(34)

12

terhadap perilaku kewirausahaan, sedangkan lamanya kepemilikan perusahaan dan banyaknya generasi yang terlibat menunjukkan prediktor penting dari pertumbuhan lapangan kerja.

Penelitian mengenai pengaruh faktor kelembagaan terhadap perilaku kewirausahaan yang dilakukan oleh Welter dan Smallbone (2011), menunjukan bahwa faktor kelembagaan yang terdiri dari kondisi ekonomi, politik dan hukum serta sosial budaya dimana pengusaha tersebut menjalankan usahanya, dapat menjadi pendukung ataupun sebagai pembatas dalam menjalankan usaha. Kelembagaan formal yang umum terdapat di setiap negara diantaranya adalah aturan yang mengatur masuk dan keluar industri, hak kepemilikan atau hak cipta, serta pengembangan usaha melalui undang-undang kontrak dan hukum kepailitan. kelembagaan yang merupakan peraturan yang berlaku di masyarakat, yang jika berjalan dengan stabil dan efisien dapat memfasilitasi pengembangan kewirausahaan menjadi lebih produktif karena dapat mengurangi ketidakpastian dan risiko usaha, dapat mengurangi biaya transaksi dan memungkinkan hubungan transaksi ekonomi berlandaskan kontrak hukum.

Penelitian Riyanti (2003) membuktikan bahwa perilaku inovatif yang merupakan bagian dari perilaku wirausaha, merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan usaha. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa faktor demografi yang berpengaruh terhadap perilaku inovatif diantaranya adalah; (1) Usia, usia berkaitan dengan keberhasilan dan prestasi kerja seseorang bila dihubungkan dengan lamanya seseorang menjadi wirausaha, dengan bertambahnya usia seorang wirausaha maka akan semakin banyak pengalaman di bidang usahanya. Perbedaan usia menyiratkan perbedaan kemantapan karir; (2) Pengalaman atau keterlibatan dalam pengelolaan usaha sejenis. Wirausaha yang berpengalaman mengelola usaha sebelumnya, mampu melihat lebih banyak jalan untuk membuka bisnis baru dibanding dengan orang dengan jalur karir yang berbeda. Pengalaman dapat memberikan pengaruh terhadap keberhasilan usaha; (3) Pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola usaha. Pendidikan memainkan peranan penting pada saat wirausaha mencoba mengatasi masalah dan penyimpangan dalam praktik bisnis. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan inovasi.

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja

Hisrich et.al (2008) mengatakan proses kewirausahaan merupakan proses untuk mengembangkan usaha baru, produk baru, dan membawa produk yang ada ke pasar yang baru. Pengusaha harus mampu menemukan, mengevaluasi dan mengembangkan sebuah peluang dengan mengatasi kekuatan yang menghalangi terciptanya sesuatu yang baru melalui tahapan; (1) identifikasi dan evaluasi peluang, (2) Pengembangan rencana bisnis, (3) Penetapan sumberdaya yang dibutuhkan, dan (4) Manajemen perusahaan yang dihasilkan. Seorang wirausahawan akan berperilaku kreatif, mampu melakukan terobosan baru dan bersedia mengambil risiko.

(35)

meminimalkan biaya atau mencegah kenaikan biaya dan memaksimalkan output, hal ini dikarenakan adanya kombinasi input baru yang menghasilkan output yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, selain itu adanya inovasi dapat menghasilkan penghematan penggunaan input, sehingga biaya produksi keseluruhan menjadi rendah atau mencegah kenaikan biaya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan laba perusahaan dan pertumbuhan.

Inovatif dianggap karakteristik utama dari kewirausahaan. Dari perspektif kewirausahaan fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut : Q = F (X|,inovasi). Variabel inovasi merupakan "Market Shifter" atau penggerak permintaan, hal ini karena inovasi menghasilkan keunikan dari produk yang dapat berbentuk keunggulan teknikal, kualitas dan pelayanan yang dapat menciptakan nilai bagi pelanggan karena kecocokan dengan preferensi atau ekspektasinya. Pengaruh dari adanya inovasi dalam fungsi produksi merubah hubungan input-output, yaitu; (a) Kombinasi input baru menghasilkan output yang Iebih besar dibandingkan sebelumnya, dan (b) Inovasi baru menghasilkan penghematan penggunaan input, sehingga biaya produksi keseluruhan menjadi rendah atau mencegah kenaikan biaya. Teori laba dalam perspektif kewirausahaan, yaitu laba merupakan fungsi dari inovasi. Dalam rumus : Laba = f (inovasi produk, inovasi proses dan inovasi manajerial), dimana sumber inovasi dapat bersifat eksogeneous/ dari luar dan dari dalam/endogeneous yaitu persaingan dengan dirinya sendiri, atau keinginan menghasilkan/produk atau proses yang Iebih balk dari sebelumnya (Wirasasmita, 2011).

Secara umum keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah penjualan atau perluasan pangsa pasar dan peningkatan pendapatan. Dari hasil penelitian Dirlanudin (2010) menujukan bahwa perilaku wirausaha berpengaruh langsung dan bernilai positif terhadap keberhasilan usaha kecil industri agro. Indikator keberhasilan pengusaha kecil yang digunakan adalah peningkatan jumlah pelanggan, kecenderungan loyalitas pelanggan, perluasan pangsa pasar, kemampuan bersaing, dan peningkatan pendapatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga pengusaha kecil industri agro. Serupa dengan penelitian Fauzi (2004), dimana variabel sikap kewirausahaan, orientasi pasar dan pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja bisnis. variabel kinerja bisnis dibentuk oleh indikator-indikator perluasan pangsa pasar, persentase penjualan produk baru dan ROI perusahaan. Sedangkan pada penelitian Padi (2005), indikator dari kinerja petani ikan diantaranya adalah adanya peningkatan produktivitas dan pemasaran hasil.

Demikian juga hasil penelitian Kellermanns et.al (2008) menyebutkan bahwa perilaku kewirausahaan dipandang sebagai elemen penting dalam kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan keluarga karena membantu menciptakan lapangan kerja dan kekayaan bagi anggota keluarga. Tanpa perilaku kewirausahaan, perusahaan keluarga kemungkinan akan menjadi stagnan, sehingga membatasi potensi untuk mencapai kesuksesan perusahaan dan pertumbuhan di masa depan. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku kewirausahaan dari seorang pemimpin perusahaan merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan lapangan kerja di perusahaan keluarga.

Runyan et.al (2008), melakukan penelitian tentang pengaruh

(36)

14

berorientasi kewirausahaan akan cenderung melakukan inovasi, yaitu dengan memperkenalkan barang baru dan metode baru yang lebih efektif dan efisien, membuka pasar baru dan mencari peluang sumber pasokan baru, bersikap proaktif, serta berani mengambil risiko. Sedangkan pengusaha yang berorientasi pada usaha kecil (SBO), memiliki preferensi yang kurang untuk melakukan inovasi, tidak aktif dalam pemasaran dan hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari. Kinerja yang dihasilkan perusahaan dengan EO tentunya akan lebih baik dalam meningkatkan pendapatan perusahaan.

Pada penelitian Riyanti (2003), perilaku inovatif pada pengusaha berpengaruh positif dan siginifikan terhadap keberhasilan usaha. Dan indikator keberhasilan usaha kecil dapat dilihat dari peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, perluasan usaha dan perbaikan sarana fisik. Sedangkan hasil penelitian Asmarani (2006) dan Sapar (2011), menunjukan bahwa adanya motivasi dan kemandirian yang merupakan bagian dari tipe kepribadian wirausaha personal achiever, memegang peranan penting dalam menciptakan kinerja usaha yang baik, yang pada akhirnya dapat menciptakan hasil dengan keunggulan bersaing.

Kondisi, Permasalahan dan Strategi Pengembangan Industri Anggrek Nasional

Bunga anggrek banyak dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk hiasan dan dekorasi ruangan, upacara keagamaan, ucapan selamat dan duka cita, serta dapat menjadi salah satu alternatif pilihan sebagai tanaman koleksi. Anggrek dipilih menjadi tanaman koleksi karena keindahan bunganya, warnanya yang beraneka ragam, keunikan bentuknya dan daya tahan bunganya yang relatif lebih lama daripada jenis bunga lain. Anggrek memiliki penggemar yang terhimpun dalam Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI), yaitu sebuah organisasi nirlaba yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap kelestarian dan pengembangan industri anggrek nasional. Anggrek yang dominan disukai masyarakat sehingga diproduksi dalam jumlah besar adalah jenis Dendrobium.

Dendrobium hibrida maupun spesies banyak disukai hobiis, perangkai bunga,

dekorator, dan pedagang. Konsumen memilih Dendrobium karena bunganya cukup besar, tegak, kuat, jumlah kuntumnya banyak, warnanya cerah, dan lama waktu segarnya setelah dipotong cukup panjang.

Usahatani anggrek secara komersial dapat dibedakan menjadi empat bidang usaha yang saling berkaitan, yakni usaha pembibitan (breeder), usaha menumbuhkan dan produksi bunga (grower), usaha/perdagangan tanaman, dan perdagangan bunga (florist). Anggrek merupakan tanaman yang cukup sulit dibudidayakan dan membutuhkan waktu yang lama sampai didapatkan tanaman berbunga yaitu sekitar 4 tahun. Pertumbuhan anggrek yang lama menyebabkan waktu produksi menjadi lambat. Salah satu program Kementerian Pertanian agar usaha anggrek memberikan keuntungan yang maksimal adalah dengan pengembangan anggrek kearah komersialisasi dan industri usaha anggrek melalui segmentasi usaha. Model pengembangan anggrek dengan penataan rantai pasok melalui segmentasi usaha adalah sebagai berikut (Ditjenhorti, 2012) :

(37)

2. Pola 2 : Botolan – kompot – seedling – jual ke pelaku usaha seedling 3. Pola 3 : Seedling – remaja – jual ke pelaku usaha remaja

4. Pola 4 : seedling – remaja – berbunga – jual ke konsumen 5. Pola 5 : remaja – berbunga – jual ke konsumen

Sentra produksi tanaman anggrek Dendrobium terutama berada di daerah Bogor, Tangerang selatan, Jawa Tengah, Sumatra, Irian Jaya dan Jawa Timur. Sentra produksi tanaman anggrek Vanda terutama berada di daerah Tangerang Selatan, Gunung Sindur (Bogor) serta Deli Serdang (Medan). Dan sentra produksi anggrek bulan atau Phalaenopsis terutama berada di daerah Bogor, Karawang, Cianjur, Lembang, Lawang, Prigen dan Salatiga. Sedangkan untuk sentra pemasaran tanaman anggrek Dendrobium di dalam negeri terutama adalah di sekitar Jabodetabek dan hampir sebagian wilayah Indonesia. Dan sentra pemasaran tanaman Anggrek Vanda terutama di daerah Jabar, Jakarta, Jatim, Aceh dan Sumatra (Ditjenhorti, 2011).

Industri anggrek nasional berpotensi untuk dikembangkan karena didukung oleh ketersediaan sumberdaya genetik anggrek yang melimpah, tenaga kerja memadai dan relatif murah, kondisi iklim yang mendukung, dan kemudahan untuk melakukan promosi. Selain itu menurut Damayanti (2011), Sinulingga, (2006), dan Arumsari (2000) anggrek memiliki segmen pasar tersendiri, yaitu para pencinta anggrek (hobiis), perhotelan, gedung pertemuan, perkantoran, catering, tempat wisata dan florist, sehingga permintaan terhadap anggrek relatif stabil meskipun pada saat terjadi krisis, dan peluang meningkatkan pangsa pasar baik nasional maupun internasional masih terbuka lebar.

Komoditas anggrek memiliki daya saing tertinggi dibandingkan dengan komoditas tanaman hias lainnya di wilayah DKI Jakarta (Ernawati, 2008). Disamping itu anggrek nasional juga memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan, baik skala nasional maupun internasional, namun dari sisi daya saing dengan komoditas anggrek di negara tetangga, terutama dengan Thailand dan Singapura, anggrek nasional masih jauh tertinggal. Masih rendahnya daya saing anggrek nasional diantaranya juga disebabkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam yang kurang maksimal, rendahnya penguasaan teknologi, minimnya dukungan pemerintah, dan kurangnya peranan lembaga keuangan sebagai penyandang dana (Kartikasari, 2008). Senada dengan pernyataan tersebut, Sinulingga (2006), Ernawati (2008), dan Utami (2008) menyebutkan beberapa permasalahan dalam pengembangan agribisnis anggrek yaitu kurangnya penyediaan bibit unggul, teknik budidaya yang kurang tepat, teknologi pascapanen yang belum ditangani secara intensif, kurangnya informasi pasar, kurangnya strategi pemasaran dan permodalan. Selain itu, masih rendahnya produksi anggrek juga disebabkan karena pengusaha belum mampu memanfaatkan secara maksimal sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi persaingan yang ada, serta memanfaatkan peluang pasar (Nurmaryam, 2011). Hal ini menunjukan masih rendahnya perilaku kewirausahaan dalam usaha anggrek.

(38)

16

penjualan dan melakukan manajemen produksi yang baik, serta meningkatkan skala usaha, sehingga biaya produksi akan lebih efisien, dan target penjualan akan semakin besar. Dan hasil penelitian Nurmaryam (2011), menyatakan bahwa strategi untuk pengembangan usaha anggrek yaitu dengan mempertahankan pelayanan terbaik untuk konsumen, mengembangkan litbang dengan memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang, mencari alternatif untuk memperoleh sumber modal usaha, meningkatkan kerjasama dan hubungan baik dengan pelanggan, melakukan riset pasar untuk memantau perkembangan produk dan tingkat persaingan, dan memperbaiki sistem manajemen perusahaan.

Kebijakan pemerintah di bidang perdagangan dan investasi bidang tanaman hias belum banyak membantu pelaku usaha dalam pengembangan agribisnis tanaman hias. Kebijakan penurunan tarif impor produk hortikultura menjadi 5 persen dan benih sebesar 0 persen menyebabkan produk anggrek kalah bersaing dengan produsen dari negara lain. Demikian juga dengan naiknya jasa karantina lebih dari 100 persen per tanaman dan sulitnya pengurusan ijin usaha budidaya serta perdagangan/ ekspor anggrek (CITES), semakin menambah surutnya semangat investor menginisiasi usaha budidaya komoditas florikultura umumnya dan anggrek khususnya. Selain itu rendahnya daya saing produk florikultura Indonesia di pasaran dunia termasuk anggrek dipengaruhi juga oleh belum adanya kebijakan pemerintah dalam bidang transportasi udara. Tidak tersedianya fasilitas kargo pada maskapai penerbangan nasional menyebabkan biaya angkut produk florikultura dikenakan tarif komersial yang berimplikasi tingginya harga produk florikultura di pasaran dunia (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Usaha anggrek umumnya berskala kecil, hal ini dikarenakan adanya kesulitan untuk mengembangkan bisnis anggrek menjadi berskala menengah atau besar yang disebabkan oleh kendala modal. Anggrek adalah bisnis yang padat modal, total biaya usahatani anggrek Dendrobium dengan luas rumah seree 1000m2 (kapasitas 15.000 tanaman), per empat bulan mencapai Rp. 173.514.227, R/C ratio 1,53 dan B/C ratio 0,53 (Ditjenhorti, 2011). Dengan demikian, pengembangan industri anggrek nasional sudah saatnya ditekankan pada industri yang bersifat padat modal dan didukung dengan teknologi tinggi. Untuk mendukung hal tersebut, petani ataupun pengusaha anggrek diharapkan dapat berupaya mengembangkan informasi usaha dan pencitraan untuk mengundang para investor untuk masuk ke dalam bisnis anggrek, serta meminta pemerintah agar menyediakan regulasi yang kondusif bagi penanaman modal di sektor pertanian tanah air, khususnya pada komoditas anggrek.

Pendekatan Structural Equation Models (SEM)

untuk Analisis Perilaku dan Kinerja

(39)

kebijakan pemerintah. Jumlah variabel yang digunakan adalah 32, dengan jumlah responden 250 orang. Pendekatan yang sama juga digunakan oleh Sapar (2011) dengan alat analisis SEM, menunjukan pengelolaan yang baik dari faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian itu sendiri yang pada akhirnya dapat mengubah kompetensi petani menjadi lebih baik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh diantaranya adalah, karakteristik, kompetensi, motivasi, dan kemandirian.

Mair (2002) melakukan penelitian pengaruh perilaku kewirausahaan pada 150 orang manajer. Hasil analisis dengan menggunakan SEM menunjukan sebagian besar perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh interpretasi subjektif, aspek kognitif, serta karakteristik emosional. Selain itu adanya sikap proaktif, dan sikap percaya diri terhadap kemampuan berwirausaha juga dapat mempengaruhi perilaku kewirausahaan.

Darmadji (2012) melakukan penelitian kewirausahaan petani cabe dan padi. Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan analisis SEM (Structural

Equation Models) dapat ditunjukkan bahwa: (1) faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap kewirausahaan petani cabe adalah faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan ekonomi, sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kewirausahaan petani padi adalah faktor lingkungan ekonomi dan lingkungan fisik. (2) kewirausahaan petani, baik pada petani cabe maupun petani padi berpengaruh terhadap kinerja usahatani, kapasitas manajemen, dan proses teknis biologis.

(40)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Teori Kewirausahaan

Berdasarkan Kao kewirausahaan adalah menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah kepada masyarakat melalui usaha baru dan inovasi (Kao, et.al, 1996). Senada dengan pendapat Robert C. Ronstad (Kuratko, 2009) kewirausahaan adalah proses dinamis menciptakan kekayaan, dengan menghasilkan suatu produk atau jasa. Produk atau layanan itu sendiri mungkin saja tidak baru, tetapi mempunyai nilai lebih. Hal ini dikarenakan adanya kemampuan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia secara terampil, atau dengan kata lain adanya kreativitas dan inovasi mampu memberikan nilai tambah pada suatu produk. Penciptaan nilai tambah diwujudkan dengan keterampilan dalam memanfaatkan dan mengalokasikan sumberdaya yang tersedia, dan keterampilan dalam membangun rencana bisnis yang kuat, serta kemampuan untuk mengenali kesempatan dalam berbagai situasi. Dengan kata lain kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dapat berwujud inovasi dalam hal produk atau jasa, pemasaran, proses produksi, pengelolaan sumberdaya manusia (SDM), alternatif bahan input, atau dalam penerapan teknologi baru.

Menurut Robert .C. Ronstad (Kuratko, 2009), secara umum diakui bahwa pengusaha berperan sebagai agen perubahan, karena dengan kreatifitas, ide-ide inovatif dalam menjalankan perusahaan, usaha atau bisnis dapat mengalami pertumbuhan dan menguntungkan. Sedangkan menurut Zimmerer dan Scarborough (2005) pengertian wirausaha adalah orang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian, demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi berbagai peluang penting dan menggabungkan sumberdaya yang diperlukan untuk mengkapitalisasi bagi permodalan usahanya. Senada dengan pernyataan tersebut, menurut KPPU (2009) wirausahawan (pengusaha) adalah seseorang yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk ditransformasi menjadi output berupa barang dan jasa. Dalam upaya tersebut, dia harus menanggung risiko kegagalan. Atas keberanian menanggung risiko, pengusaha mendapat balas jasa berupa laba. Makin besar (tinggi) risikonya, laba yang diharapkan harus semakin besar.

Teori Perilaku Kewirausahaan

(41)

kualitas pribadi atau personal, dan penyebab eksternal (external causality) terdapat dalam lingkungan atau situasi (Mustafa, 2011).

Menurut para ahli psikologi sosial adanya interaksi individu dengan orang lain adalah faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku (Atkinson, et.al, 1994). Menurut Irwanto et.al (1996) unsur perilaku terdiri atas perilaku yang tidak tampak seperti pengetahuan (cognitive) dan sikap mental (affective) serta perilaku yang tampak seperti keterampilan (psycomotoric) dan tindakan nyata (action). Sedangkan tiga determinan yang mempengaruhi terjadinya perilaku, yaitu; (1) determinan yang berasal dari lingkungan (dukungan, desakan,keadaan bahaya, dan lain-lain), (2) determinan dari dalam diri individu (harapan/cita-cita, emosi, insting, keinginan, dan lain-lain), dan (3) tujuan/insentif/nilai dari suatu obyek. faktor-faktor ini berasal dari dalam diri individu (kepuasan kerja, tanggung jawab), atau dari luar individu (status, uang).

Menurut Skiner (Irwanto. et.al, 1996) perilaku dapat dibedakan menjadi; (1) perilaku yang alami (innate behavior), dan (2) perilaku operan (operant

behavior). Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan,

yaitu yang berupa refleks dan insting. Sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Sebagian besar perilaku pada manusia merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, dan dapat dikendalikan, sehingga perilaku dapat berubah melalui proses belajar.

Teori Mc Clelland membedakan tiga kebutuhan utama yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu kebutuhan berprestasi atau n-ach,

kebutuhan untuk berkuasa atau n-power, dan kebutuhan untuk berafiliasi atau

n-affiliasi. Kebutuhan berprestasi atau n-ach tercermin dari perilaku individu yang

selalu mengarah pada suatu standar keunggulan (standar of exellenceI). Orang seperti ini menyukai tugas-tugas yang menantang, tanggung jawab secara pribadi, dan terbuka untuk umpan balik guna memperbaiki prestasi inovatif-kreatifnya. N-ach merupakan hasil dari suatu proses belajar, sehingga n-ach dapat ditingkatkan melalui latihan (Irwanto,et.al, 1996). Motivasi adalah suatu konstruk teoritis mengenai terjadinya perilaku. Konstruk teoritis ini meliputi aspek-aspek pengaturan (regulasi), pengarahan (direksi), serta tujuan (insentif global) dari perilaku. Seluruh aktivitas mental yang dirasakan/ dialami yang memberikan kondisi hingga terjadinya perilaku disebut motif (Irwanto, et.al, 1996).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada, dan perilaku didorong oleh motif tertentu.

Menurut Furnham (1994) terbentuknya perilaku kewirausahaan merupakan proses pembelajaran dari interaksi individu dalam suatu organisasi usaha. Pengertian dari perilaku kewirausahaan menurut Fogel, et.al (2005) adalah tindakan yang terdiri dari kegiatan mengumpulkan informasi, mengolahnya, identifikasi peluang, pengambilan resiko, mengelola perusahaan baru dan masuk pasar, mencari dukungan finansial, keahlian teknologi dan input lainnya. Senada dengan hal tersebut, Kuratko (2009) menyatakan bahwa kewirausahaan tidak hanya sekedar penciptaan bisnis semata, namun disertai dengan perilaku aktif mencari peluang, berani mengambil risiko, serta memiliki kegigihan dalam berkreativitas untuk menghasilkan bisnis yang inovatif.

(42)

nilai-20

nilai dalam lingkungan usahanya (value-driven), siap menerima risiko dan kreatif. Empat elemen yang membentuk perilaku wirausaha yaitu; (1) faktor individu yang merupakan kondisi orang-orang yang ada dalam organisasi, (2) faktor organisasi menyangkut kondisi internal, keberadaan, serta daya tahan lembaga tersebut, (3) faktor lingkungan merupakan faktor yang berada di luar organisasi dan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi, dan (4) faktor proses, sebagai aktivitas kerja yang terjadi dalam organisasi termasuk terjadinya interaksi antara individu yang satu dengan lainnya.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku kewirausahaan adalah tindakan seorang wirausaha dalam menjalankan usahanya yang mencerminkan karakteristik kewirausahaan, seperti tekun, kreatif dan inovatif, berani mengambil risiko dan tanggap terhadap peluang. Perilaku tidak terjadi secara spontan dan tanpa tujuan, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa timbulnya perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam individu (internal) dan faktor-faktor lingkungan (eksternal), yang berorientasi terhadap tujuan dari suatu usaha.

Teori Kinerja Usaha

Kinerja adalah hasil kerja individu maupun perusahaan dalam rangka mencapai tujuan, yaitu dalam bentuk profitabilitas/ kemampulabaan dan kesejahteraan, sebagaimana menurut Baye (2008), performance refers to the

profits and social welfare that result in a given industry. Demikian pula menurut

KPPU (2009) kinerja suatu usaha atau industri dapat berupa pertumbuhan industri, efisiensi, inovasi, profitabilitas, tingkat kepuasan konsumen dan sebagainya yang merupakan bagian dari kesejahteraan masyarakat.

Paradigman struktur-perilaku-kinerja (structure-conduct-performance paradigm), memperlihatkan bagaimana ketiga aspek dari industri tersebut saling terkait. Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam mengalokasikan sumberdaya yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap baik buruknya kinerja (Baye, 2008). Perusahaan yang berada di pasar yang tingkat persaingannya tinggi tentunya mempunyai perilaku yang relatif berbeda dengan perusahaan dengan kondisi persaingan pasar yang rendah. Perilaku tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Kinerja usaha dapat diukur berdasarkan beberapa indikator, yaitu profit (current profitability and profitability over the longer term), dan pangsa pasar

(market share or growth market share). Kinerja suatu usaha tergantung pada

Gambar

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Unggulan Nasional Tahun 2009-2010
Tabel 3.  Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Anggrek
Tabel 4. Produktivitas Anggrek Nasional Tahun 2009-2010
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengaruh Perilaku Kewirausahaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1). Bagaimana bentuk fungsi kuadrat yang diperoleh dari masalah 3 dan 4 dengan peubah bebasnya anggota himpunan bilangan real ? Berapakah nilai peubah bebas dari

Interaksi antara carbopol 940 dan gliserin merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi daya hambat sediaan (tabel IV) dengan nilai negatif yang berarti

Bila akses internet tersedia, maka selanjutnya pengguna dapat melakukan pemilihan jenjang sekolah yang pengguna ingin cari lalu aplikasi akan memeriksa dimana posisi

infeksi pada periode pascanatal dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya melalui kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak steril atau dapat juga terjadi

21.. bersifat strategis serta peningkatan kemampuan tempur dari alutsista yang telah atau akan dimiliki .Melalui momentum tema “Dengan Semangat Hari Dharma Samudera

Lipid profiles of blood serum and fatty acid composition of meat of hybrid duck fed diet supplemented with Noni (Morinda citrifolia) fruit meal.. DOI:

Pada Tugas Akhir ini diimplementasikan kesamaan semantik pada pasangan kata bahasa Indonesia dengan menggunakan metode berbasis vektor, pembobotan tf-idf, dan

Berdasarkan hasil tersebut perlu dilakukan penelitian tentang parasit usus pada ternak yang dapat menular ke manusia di tempat pemotongan hewan babi di Desa Jono